Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Analisis gambaran CBCT pada kista dentigerous gigi supernumerary anterior rahang atasCBCT images analysis of the anterior maxillary supernumerary teeth dentigerous cysts Kurniati, Novi; Firman, Ria Noerianingsih
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 30, No 2 (2018): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354 KB) | DOI: 10.24198/jkg.v30i3.18530

Abstract

Pendahuluan: Kista dentigerous atau kista follikular adalah kista odontogenik jinak yang tumbuh lambat akibat kelainan perkembangan epitel email pembentuk gigi. Kebanyakan kista dentigerous berhubungan dengan gigi molar ketiga mandibula, tetapi jarang melibatkan impaksi gigi supernumerary anterior rahang atas, sehingga pada tulisan ini akan menganalisis kista dentigerous akibat impaksi gigi supernumerari anterior rahang menggunakan CBCT terhadap seorang laki-laki berusia 50 tahun. Laporan Kasus: Keluhan berupa pembengkakan pada cuping hidung dan gusi anterior rahang atas disertai keluarnya darah dan cairan menyerupai nanah. Hasil CBCT menunjukan gambaran lesi radiolusen berbatas radioopak meluas di daerah rahang atas hingga sinus maksilaris dextra dan sinistra berbentuk irreguler disertai gambaran radioopak pada bagian tengah lesi (menyerupai gigi supernumerary). Suspek radiologis adalah kista dentigerous karena impaksi gigi supernumerary anterior rahang atas disertai penebalan sinus maksilaris sinistra. CBCT menawarkan pendekatan alternatif yang menjanjikan karena menyediakan gambar sub-milimeter dengan resolusi kualitas diagnostik yang tinggi, waktu pemindaian singkat dan mengurangi dosis radiasi. Simpulan: Gambaran CBCT pada kista dentigerous gigi supernumerary anterior rahang atas dapat terlihat akurat, sehingga sangat berguna sebagai alat penunjang untuk diagnosis dan perencanaan operasi pada kasus kista dentigerous. Penampakan 3D CBCT menawarkan akurasi yang tinggi dalam merencanakan perawatan bedah, sehingga hasil perawatan lebih efektif. ABSTRACTIntroduction: Dentigerous cysts or follicular cysts are benign odontogenic cysts that grow slowly due to tooth-forming enamel epithelial developmental abnormalities. Most dentigerous cysts are associated with mandibular third molars, but rarely involve impaction of the maxillary anterior supernumerary teeth, so in this paper we will analyze dentigerous cysts due to impact of anterior jaw supernumerary teeth using CBCT on a 50-year-old man. Case Report: Complaints include swelling of the nostrils and anterior maxillary gums accompanied by blood and pus-like fluid. CBCT results show radiolucent lesions with well-defined radiopaque boundaries extending in the upper jaw region to the maxillary and left maxillary sinuses irregularly shaped with radiopaque features in the center of the lesion (resembling supernumerary teeth). Radiological suspicion is a dentigerous cyst caused by impaction of the maxillary anterior supernumerary teeth accompanied by thickening mucous of the left maxillary sinus. Conclusion: CBCT offers a promising alternative approach because it provides sub-millimeter images with high diagnostic quality resolution, short scanning times and reduced radiation doses. CBCT evaluation in this case shows the entire large area of the lesion and helps the surgeon to accurately assess the extent of the lesion and also determine the relationship of the lesion to the adjacent vital structures. Keywords: CBCT, dentigerous cyst, impaction, supernumerary teeth, anterior supernumerary teeth, anterior.
EVALUASI DIAGNOSTIK LESI ENDO-PERIO YANG MENETAP SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PERIAPIKAL DAN CBCT Kurniati, Novi
Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/jitekgi.v15i1.821

Abstract

Latar Belakang: radiografi periapikal dua dimensi merupakan pemeriksaan yang sering dipergunakan untuk mengevaluasi hasil perawatan. Kelemahan inherent seperti superimposed, distorsi dan tidak dapat menampilkan lesi dari berbagai aspek membuat para dokter sulit untuk mendapatkan informasi yang sesuai keadaan yang sebenarnya karena keterbatasan radiograf dua dimensi. Pencitraan CBCT dapat menyediakan informasi yang relevan yang tidak ditemukan dalam radiografi periapikal.Laporan Kasus: pasien laki-laki berusia 38 tahun dengan keluhan utama gigi insisivus sentral rahang atas yang berubah warna karena trauma 10 tahun yang lalu. Pasien dirujuk untuk dilakukan radiografi periapikal, di mana tampak gambaran lesi radiolusen berbatas jelas di apikal disertai resorbsi internal gigi 11, dengan diagnosis granuloma periapical et causa nekrosis pulpa gigi 11. Setelah dilakukan perawatan 2 bulan dilakukan evaluasi I dengan radiografi CBCT, tampak tampak lesi radiolusen berbatas jelas dan tegas berukuran ±3,6 mm di apikal serta adanya perforasi sisi mesial akar gigi yang menyebabkan lesi radiolusen di sisi mesial gigi 11 disertai perforasi kortikal di tulang daerah palatal. Enam bulan kemudian dilakukan evaluasi II menggunakan radiografi periapikal dan CBCT. Pada radiografi periapikal tampak, lesi radiolusen berbatas jelas dan tidak tegas di apikal gigi. Pada radiografi CBCT tampak lesi radiolusen berbatas jelas yang telah mengecil di apikal, namun lesi di bagian mesial dan perforasi kortikal tulang palatal belum terjadi penyembuhan secara signifikan. Berdasarkan hasil radiografi CBCT, pasien di rujuk ke bagian Periodonti.Kesimpulan: pemeriksaan CBCT sangat diperlukan pada evaluasi perawatan kasus kompleks untuk mendapatkan informasi diagnostik yang lebih akurat.
EVALUASI DIAGNOSTIK LESI ENDO-PERIO YANG MENETAP SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PERIAPIKAL DAN CBCT Novi Kurniati
Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/jitekgi.v15i1.821

Abstract

Latar Belakang: radiografi periapikal dua dimensi merupakan pemeriksaan yang sering dipergunakan untuk mengevaluasi hasil perawatan. Kelemahan inherent seperti superimposed, distorsi dan tidak dapat menampilkan lesi dari berbagai aspek membuat para dokter sulit untuk mendapatkan informasi yang sesuai keadaan yang sebenarnya karena keterbatasan radiograf dua dimensi. Pencitraan CBCT dapat menyediakan informasi yang relevan yang tidak ditemukan dalam radiografi periapikal.Laporan Kasus: pasien laki-laki berusia 38 tahun dengan keluhan utama gigi insisivus sentral rahang atas yang berubah warna karena trauma 10 tahun yang lalu. Pasien dirujuk untuk dilakukan radiografi periapikal, di mana tampak gambaran lesi radiolusen berbatas jelas di apikal disertai resorbsi internal gigi 11, dengan diagnosis granuloma periapical et causa nekrosis pulpa gigi 11. Setelah dilakukan perawatan 2 bulan dilakukan evaluasi I dengan radiografi CBCT, tampak tampak lesi radiolusen berbatas jelas dan tegas berukuran 3,6 mm di apikal serta adanya perforasi sisi mesial akar gigi yang menyebabkan lesi radiolusen di sisi mesial gigi 11 disertai perforasi kortikal di tulang daerah palatal. Enam bulan kemudian dilakukan evaluasi II menggunakan radiografi periapikal dan CBCT. Pada radiografi periapikal tampak, lesi radiolusen berbatas jelas dan tidak tegas di apikal gigi. Pada radiografi CBCT tampak lesi radiolusen berbatas jelas yang telah mengecil di apikal, namun lesi di bagian mesial dan perforasi kortikal tulang palatal belum terjadi penyembuhan secara signifikan. Berdasarkan hasil radiografi CBCT, pasien di rujuk ke bagian Periodonti.Kesimpulan: pemeriksaan CBCT sangat diperlukan pada evaluasi perawatan kasus kompleks untuk mendapatkan informasi diagnostik yang lebih akurat.
CBCT sebagai penunjang diagnosis kista dentigerous gigi supernumerary anterior rahang atasCBCT as a supporting tool for diagnosis determination of maxillary anterior supernumerary dentigerous cysts Novi Kurniati; Ria Noerianingsih Firman
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Vol 30, No 2 (2018): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354 KB) | DOI: 10.24198/jkg.v30i3.18530

Abstract

Pendahuluan: Kista dentigerous atau kista follikular adalah kista odontogenik jinak yang tumbuh lambat akibat kelainan perkembangan epitel email pembentuk gigi. Kebanyakan kista dentigerous berhubungan dengan gigi molar ketiga mandibula, tetapi jarang melibatkan impaksi gigi supernumerary anterior rahang atas, sehingga pada tulisan ini akan menganalisis kista dentigerous akibat impaksi gigi supernumerari anterior rahang menggunakan CBCT terhadap seorang laki-laki berusia 50 tahun. Laporan Kasus: Keluhan berupa pembengkakan pada cuping hidung dan gusi anterior rahang atas disertai keluarnya darah dan cairan menyerupai nanah. Hasil CBCT menunjukan gambaran lesi radiolusen berbatas radioopak meluas di daerah rahang atas hingga sinus maksilaris dextra dan sinistra berbentuk irreguler disertai gambaran radioopak pada bagian tengah lesi (menyerupai gigi supernumerary). Suspek radiologis adalah kista dentigerous karena impaksi gigi supernumerary anterior rahang atas disertai penebalan sinus maksilaris sinistra. CBCT menawarkan pendekatan alternatif yang menjanjikan karena menyediakan gambar sub-milimeter dengan resolusi kualitas diagnostik yang tinggi, waktu pemindaian singkat dan mengurangi dosis radiasi. Simpulan: CBCT terbukti akurat sebagai penunjang diagnosis kista dentigerous gigi supernumerary anterior rahang atas.Kata kunci: CBCT, kista dentigerous, impaksi, gigi supernumerary, anterior. ABSTRACTIntroduction: Dentigerous cysts or follicular cysts are benign odontogenic cysts that grow slowly due to tooth-forming enamel epithelial developmental abnormalities. Most dentigerous cysts are associated with mandibular third molars, but rarely involve impaction of the maxillary anterior supernumerary teeth, so in this paper we will analyze dentigerous cysts due to impact of anterior jaw supernumerary teeth using CBCT on a 50-year-old man. Case Report: Complaints include swelling of the nostrils and anterior maxillary gums accompanied by blood and pus-like fluid. CBCT results show radiolucent lesions with well-defined radiopaque boundaries extending in the upper jaw region to the maxillary and left maxillary sinuses irregularly shaped with radiopaque features in the center of the lesion (resembling supernumerary teeth). Radiological suspicion is a dentigerous cyst caused by impaction of the maxillary anterior supernumerary teeth accompanied by thickening mucous of the left maxillary sinus. Conclusion: CBCT was proven to be accurate as a supporting tool for diagnosis determination of maxillary anterior supernumerary dentigerous cysts.Keywords: CBCT, dentigerous cyst, impaction, supernumerary teeth, anterior supernumerary teeth.
POSSIBLE MECHANISMS OF TASTE IMPAIRMENT AS A CRUCIAL SYMPTOM OF COVID-19 Manuel Dwiyanto; Irma Binarti; Ratih Widyastuti; Novi Kurniati
M-Dental Education and Research Journal Vol 2, No 1 (2022): M-Dental Education and Research Journal
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLatar Belakang: Pandemi  Coronavirus Disease –19 (COVID-19) adalah sindrom pernafasan akut yang parah, disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus–2 (SARS-CoV-2)  dan berdampak di seluruh negara. Penyakit ini menyebar terutama melalui jalur pernapasan. Gangguan rasa pengecapan adalah salah satu gejala awal COVID-19. SARS-CoV-2 menyerang tubuh manusia melalui reseptor Angiotensin – Converting Enzyme 2 (ACE2). Populasi sel dengan peningkatan kadar ACE2 yang diekspresikan pada sel epitel paru, jantung, usus, ginjal, pembuluh darah, otak, dan mukosa mulut akan menjadi paling rentan terkena infeksi virus. Adhesi protein spike SARS-CoV-2 ke ACE2 menyebabkan penurunan regulasi ACE2, yang mengakibatkan peningkatan Angiontensin II (Ang II). Ang II memiliki efek menurunkan respon terhadap rasa pengecapan dan mengatur amiloride – garam sensitif dan reaksi terhadap rasa manis. Tujuan: Menyoroti, mengeksplorasi dan menjelaskan kemungkinan mekanisme penurunan rasa pengecapan pada infeksi SARS-CoV-2. Metode: Menganalisis jurnal dari database Google Scholar, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Science Direct, EBSCO, dan PubMed dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2021. Kesimpulan: Patogenisitas dan kemampuan SARS-CoV-2 dalam gangguan rasa pengecapan melalui ACE2 yang mengarah akumulasi Angiotensin II dan mengakibatkan terjadinya penekanan respons rasa, namun masih dibutuhkan investigasi lebih lanjut untuk memastikan mekanisme yang pasti. Kata kunci: COVID-19, SARS-CoV-2, gangguan pengecapan, ACE2, Ang II, amiloride ABSTRACT Background: Corona virus disease – 19 (COVID-19) pandemic is a syndrome caused by infection of severe acute respiratory syndrome corona virus–2 (SARS-CoV-2) and impacting all over the countries. Gustatory impairment is one of early illness and signs in COVID-19. The SARS-CoV-2 invades the person body via angiotensin – converting enzyme 2 (ACE2) receptors. Cell populations with elevated level of expressed ACE2 (epithelial cells of the pulmonary, cardiac, intestinal, renal, blood vessels, brain and oral mucosa) will be most vulnerable from viral infection. The adhesion of SARS- CoV-2 spike protein to ACE2 caused ACE2 downregulation, result in an enhancement of Angiontensin II (Ang II). Ang II has suppressive effects on gustatory responses and regulates amiloride – sensitive salt and sweet sense reactions. Purpose: Highlights and explores the possible mechanisms of the taste impairment of SARS-CoV-2 infection. Method: Journal analysis from Google Scholar, National Library of the Republic of Indonesia, Science Direct, EBSCO, and PubMed databases from 2011 to 2021. Conclusion The pathogenicity and capability of SARS-CoV-2 in taste impairment via ACE2 leading to Angiotensin II accumulation and as a consequence of suppressive effects on taste responses. Further investigation to ascertain its mechanism is needed. Keywords: COVID-19, SARS-CoV-2, taste impairment, ACE2, Ang II, amiloride
Unraveling the hidden connection: Impacted third molar classification and mandibular canal proximity on panoramic radiographs Kurniati, Novi; Hani, Sabrina Tiara
Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI) Vol 8 No 3 (2024): Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI)
Publisher : Ikatan Radiologi Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32793/jrdi.v8i3.1281

Abstract

Objectives: This research is aimed to determine the relation between impacted mandibular third molar’s classification and mandibular canal proximity with panoramic radiograph at RSKGM-P FKG UPDM (B). Materials and Methods: This research used an analytical cross-sectional study. The number of samples in this study was 387 lower third molars from 206 digital panoramic radiographs. The samples were then analyzed based on their classification and their relation to the mandibular canal. Results: The result showed in Pell & Gregory classification, the most related to the mandibular canal is class III (65.8%) with p = 0,000 and position B (58.1%) with p = 0,000. Based on the Winter classification, mesioangular angulation is the most related to the mandibular canal (52.9%) with p = 0,015. Based on the Rood & Shehab classification, it was found that the dominant relation A was 65% in class III with p = 0,000, in position B (58.3%) with p = 0,001, and in mesioangular angulation (61.1%) with p = 0,000. Conclusion: This study shows that the less space available in the mandible, the deeper the position of the impacted tooth in the jaw and their angle affects the proximity of the impacted tooth to the mandibular canal and the radiographic sign of the proximity of the impacted mandibular third molar root to the mandibular canal. This illustrates the need to perform a panoramic radiographic examination prior to performing any intervention on the mandibular third molar.
INCIDENTAL FINDINGS IN PANORAMIC RADIOGRAPHS: A DESCRIPTIVE STUDY OF PANORAMIC RADIOGRAPHS TAKEN ON X HOSPITAL IN JAMBI CITY INDONESIA Pamadya, Sandy; Kurniati, Novi
Journal of Health and Dental Sciences Vol. 4 No. 3 (2025): Journal of Health and Dental Sciences
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Unjani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abnormalities without symptoms can be detected through accurate diagnostic interpretation techniques in a wide range of panoramic radiographs. The number of publications describing various incidental findings on panoramic radiographs in Indonesia is still limited. The aim of this study is to find incidental findings in panoramic radiographs. The design of this study is descriptive, using 962 panoramic radiographs. A total of two observers interpreted 481 radiographs each and recorded incidental findings into five categories, namely soft tissue calcification, elongation of the styloid process, pathological conditions of the maxillary sinus, dense bone islands, and other incidental findings. The results shows that 142 panoramic radiographs (14,76%) had images of incidental findings, with descriptions of the types of incidental findings that were found are 42 radiographs (29,57%) of soft tissue calcification, 29 radiographs (20,42%) had an elongation of the styloid process, pathological conditions of the maxillary sinus were found on 35 radiographs (24,64%), 32 radiographs (22,53%) of dense bone island, and 17 radiographs (11,97%) were categorized as other incidental findings. The percentage of incidental findings which is not too high (14,76%), does not affect the fact that it is very important for a dentist to interpret panoramic radiographs in such detail manners and be alert of various pathological conditions that appear even without clinical symptoms, and ultimately be able to provide external referrals so that early medical intervention can be carried out in patients who needs it the most. DOI : 10.54052/jhds.v4n3.p277-288
GAMBARAN POSISI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA DENGAN KANALIS MANDIBULA BERDASARKAN USIA DAN JENIS KELAMIN Kurniati, Novi; Putri, Nabila Athayazahra
Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi (JITEKGI) Vol 21, No 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32509/jitekgi.v21i1.4483

Abstract

Latar Belakang: Gigi molar ketiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Perawatan gigi impaksi dapat dilakukan dengan odontektomi. Odontektomi dapat mengakibatkan komplikasi seperti cedera saraf (2,6%-30,9%) akibat kurangnya pengetahuan terhadap hubungan akar gigi molar ketiga dengan kanalis mandibula. Mengetahui posisi gigi impaksi molar ketiga melalui radiografi panoramik sangat penting untuk mengurangi komplikasi yang akan terjadi untuk mengetahui hubungan antara gigi impaksi dengan kanalis mandibula menurut Rood dan Shehab. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran posisi gigi impaksi molar ketiga dengan kanalis mandibula berdasarkan usia dan jenis kelamin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional menggunakan teknik total sampling. Sampel dari penelitian ini adalah seluruh data foto radiografi panoramik RSKGM-P UPDM(B) dari bulan Juli 2023 hingga Januari 2024  sebanyak 387 gigi dari 206 foto radiografi panoramik digital. Hasil: Dari 387 gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, sebanyak 310 gigi berelasi dengan kanalis mandibula. Pada perempuan sebanyak 239 gigi (81,8%) dan pada laki-laki sebanyak 71 gigi (74,4%). Relasi paling banyak adalah relasi A atau akar menggelap sebanyak 180 gigi (46,5%). Kesimpulan: Prevalensi gigi impaksi yang berelasi dengan kanalis mandibula adalah sebesar 80,1% dan relasi yang paling sering ditemukan adalah akar menggelap (46,5%). Tingkat kejadian berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada perempuan dengan relasi akar menggelap (75%) dan tingkat kejadian berdasarkan usia paling banyak terjadi pada usia 24 tahun dengan relasi akar menggelap (36,1%).