Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Representasi Perubahan Sosial Masyarakat Jepang Pasca Perang Dunia Ii dalam Dua Seri Film 三丁目の夕日 (Sanchome No Yuuhi) Dan Seri Film 男はつらいよ (Otoko Wa Tsuraiyo) Adhe Arliansyah; Safriadi; Dias Pradadimara; Rudy Yusuf
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 5: Agustus 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i5.11552

Abstract

Penelitian ini membahas tentang representasi perubahan sosial Masyarakat Jepang pasca perang dunia II dalam film 三丁目の夕(SANCHOME NO YUUHI) dan男はつらいよ (OTOKO WA TSURAIYO) yang bertujuan untuk menjelaskan Perubahan-perubahan Sosial Masyarakat Jepang Pasca Perang Dunia II dengan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan semiotika yang dikembangkan oleh C.S Pierce dengan mengkategorikan tanda sebagai indeks. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan sosial pada masyarakat Jepang setelah perang dunia II yaitu: 1) perubahan dalam beraktifitas. Perubahan beraktifitas dipengaruhi dengan munculnya tiga harta keramat (televisi, mesin cuci, dan mesin pendingin atau kulkas) 2) perubahan sistem keluarga dari sistem keluarga tradisional ie menuju sistem keluarga inti. 3) perubahan bertrasportasi seperti maraknya penggunaan kendaraan mobil dan kereta mulai ditinggalkan, 4) perubahan dalam bersikap seperti gaya bicara dan tindakan ketika makan . Adapun perbedaan Dua Seri Film 三丁目の夕 (SANCHOME NO YUUHI) dan Seri Film 男はつらいよ (OTOKO WA TSURAIYO) dalam merepresentasikan perubahan sosial yaitu dari segi sikap masarakat dan penggunaan tiga harta keramat. Meskipun keduanya memiliki latar pasca perang dunia II, keduanya memiliki nuansa kehidupan sosial yang berbeda baik dari segi visual dan karakteristik tokohnya. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pemahaman mendalam tentang film yang dapat menjadi media representasi sosial dan menjadi cerminan Sejarah dan kebudayaan negara Jepang.
Tindak Tutur Ekspresif Menurut Searle Pada Interaksi Pembelajaran Siswa SMA 2 Sidenreng Rappang Saleh, Firman; Rudy Yusuf; Ita Rosvita; Ibrahim Ibrahim
Qalam : Jurnal Ilmu Kependidikan Vol. 13 No. 1 (2024): Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33506/jq.v13i1.3500

Abstract

Dalam konteks pendidikan, khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) seperti di SMA 2 Sidrap, tindak tutur ekspresif memainkan peran penting dalam membangun hubungan interpersonal antara siswa dan guru. Studi mengenai tindak tutur ekspresif di lingkungan sekolah memberikan wawasan tentang bagaimana siswa mengekspresikan emosi mereka dalam berbagai situasi formal maupun informal. Tuturan merupakan kegiatan komunikasi sehari-hari yang melibatkan penerimaan dan pengiriman makna atau informasi. Tuturan, yang dalam konteks pragmatik dianggap sebagai hasil dari suatu tindakan verbal, memiliki sifat psikologis yang bergantung pada kemampuan berbahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu, dikenal sebagai tindak tutur. Tindak tutur dapat disampaikan melalui media lisan maupun tulisan, termasuk dalam media sosial yang memungkinkan ekspresi ide dan informasi secara luas. Teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh John Langshaw Austin dan kemudian dikembangkan oleh muridnya, John Searle. Teori ini mengkaji hubungan antara bahasa dan tindakan, yang mencakup tiga tingkatan: lokusi (makna ujaran yang jelas), ilokusi (makna tersirat), dan perlokusi (dampak dari tindak tutur tersebut). Analisis ini penting untuk memahami dinamika sosial di sekolah dan bagaimana komunikasi mempengaruhi suasana belajar-mengajar. Tindak tutur ekspresif mencakup berbagai bentuk komunikasi seperti mengungkapkan kebahagiaan, kemarahan, belasungkawa, atau ucapan terima kasih, dan dapat diekspresikan melalui kata-kata, intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Analisis ini juga dapat membantu mengidentifikasi masalah komunikasi yang mungkin terjadi dan mencari solusi untuk meningkatkan kualitas interaksi di lingkungan pendidikan.