Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Kasus PT Garuda Indonesia Ang, Ingrid; Lie, Gunardie
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 3 (2025): Agustus - October
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i3.2995

Abstract

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menjadi salah satu instrumen hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU). Keberadaan regulasi ini dirancang sebagai kesempatan pada debitur yang tengah berada dalam masalah finansial. Terlebih terhadap tunggakan kewajiban yang telah jatuh tempo. Debitur tentunya juga turut terbantu dengan mekanisme ini karena dapat melakukan penundaan kewajiban secara sementara sembari menyusun rencana perdamaian. Penyusunan rencana perdamaian ini harus dilakukan dengan adil dan berada di bawah pengawasan pengadilan niaga berwenang. Mekanisme PKPU dinilai sebagai win-win solution, solusi yang memberikan keuntungan pada kedua belah pihak. Dimana, dari perspektif debitur mekanisme PKPU memberikan kesempatan bagi debitur untuk merestrukturisasi dan menstabilkan kondisi keuangan. Dari sisi kreditur, mekanisme PKPU dinilai memberikan kepastian hukum terhadap hak-hak dari kreditur itu sendiri. Instrumen PKPU menjadi hal yang luar biasa penting terkhusus pada perusahaan besar dengan beban kewajiban yang kompleks, termasuk kreditur yang beragam seperti pihak internasional. Keberadaan pihak asing dikhawatirkan dapat mencegah terjadinya mekanisme yang dikhawatirkan dapat mencegah terjadinya proses likuidasi. Dalam kasus PT Garuda Indonesia sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)yang terjadi pada 2021 dimana PT Garuda Indonesia mengajukan permohonan PKPU. Hal ini dilakukan karena PT Garuda Indonesia mengajukan nilai kewajiban sebesar Rp142 triliun dari 500 kreditur yang ada. Terlebih PT Garuda Indonesia sendiri merupakan BUMN yang tentunya memiliki daya tarik perhatian tersendiri dalam kasus PKPU yang terjadi.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Kasus PT Asuransi Jiwasraya Ang, Ingrid; Lie, Gunardie
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 3 (2025): Agustus - October
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i3.2957

Abstract

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menjadi salah satu instrumen hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Regulasi ini bertujuan memberi kesempatan bagi debitur yang kesulitan dalam membayar utang jatuh tempo menunda kewajiban pembayaran utang sembari melakukan restrukturisasi di bawah pengawasan pengadilan niaga. PKPU dipandang sebagai solusi yang menguntungkan kreditur dan debitur karena memberikan kesempatan bagi debitur dalam melakukan pembenahan dan tetap menjamin hak-hak beserta kepentingan debitur. Namun dalam praktiknya, mekanisme ini tidak selalu menjadi pilihan terlebih pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdampak luas pada publik. Kasus gagal bayar PT Jiwasraya (Persero) menjadi contoh bagaimana seharusnya mekanisme PKPU dapat dilakukan, namun pada kenyataannya PT Jiwasraya tidak menempuh mekanisme tersebut. Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas kemudian menempuh jalur restrukturisasi administratif melalui pembentukan Indonesia Financial Group (IFG) Life. Pilihan ini diambil berdasarkan beberapa pertimbangan seperti status perusahaan, jumlah kreditur, serta stabilitas keuangan nasional. Kondisi seperti ini yang turut menunjukkan kesenjangan antara norma dan praktik. Kasus gagal bayar ini seakan menunjukkan pertimbangan politik dan ekonomi dapat mengesampingkan instrumen hukum formal. Mekanisme PKPU memerlukan cara agar dapat diterapkan kepada BUMN yang  mengalami kesulitan finansial, termasuk tuntutan pembayaran utang yang telah dinyatakan jatuh tempo
Analisis Kepatuhan Pajak Penghasilan (PPh) pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia Aprillianty, Kesia; Morisia, Yesa; Ang, Ingrid; Tobing, Dealova Agustina Lumban; Putra, Moody Rizqy Syailendra
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.3508

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Indonesia dalam memenuhi kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia. Pajak sebagai sumber penerimaan utama negara memiliki peran strategis dalam menopang pembangunan. Meski demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kepatuhan individu masih berada pada tingkat yang belum optimal. Faktor-faktor penyebabnya antara lain rendahnya literasi perpajakan, minimnya kepercayaan terhadap pemerintah, persepsi negatif atas pengelolaan dana pajak, lemahnya penegakan hukum, serta keterbatasan kualitas pelayanan fiskus. Berbagai isu dan masalah yang kerap mencuat ke publik menjadi dalih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak terutama dalam membayar pajak penghasilan. Masyarakat dirundung perasaan khawatir dan was-was akan pengelolaan pajak. Hal ini kemudian membuat masyarakat menjadi acuh pada kewajiban yang harus ditunaikan berupa pembayaran pajak. Dengan adanya hal demikian, maka baik pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat saling bekerjasama dalam hal pajak tersebut terutama dalam pajak penghasilan (PPh). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif berbasis studi kepustakaan. Hasil kajian menunjukkan adanya gap antara potensi penerimaan dan realisasi pajak, baik pada aspek kepatuhan formal maupun material. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, seperti modernisasi administrasi, program edukasi, serta pengawasan yang lebih ketat. Namun, efektivitas peningkatan kepatuhan masih sangat dipengaruhi oleh transparansi pengelolaan pajak, penyederhanaan peraturan, dan konsistensi penerapan sanksi. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk membangun budaya kepatuhan pajak yang lebih berkesinambungan demi memperkuat fondasi keuangan negara.