Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Gastritis in medical students: An analysis of contributing factors Kesuma, Farah Shyfa; Girsang, Ermi; Nasution, Ali Napiah; Putri, Riri Virzan; Anggraini, Tri Lidya
Buletin Kedokteran & Kesehatan Prima Vol. 3 No. 2 (2024): September
Publisher : Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/bkkp.v3i2.6363

Abstract

Gastritis, defined as inflammation of the stomach lining, can arise from various factors, including Helicobacter pylori infection, stress, poor dietary habits, and the use of certain medications. Medical students represent a population particularly susceptible to gastritis due to high academic pressure, irregular eating patterns, and smoking habits. This study aimed to analyze the risk factors for gastritis among medical students at Prima Indonesia University. This study employed a cross-sectional design involving 123 medical students. Data were collected through questionnaires, and statistical analysis was performed using SPSS version 27. The majority of the study subjects were 21 years old (61.8%) and female (74.8%). Irregular eating habits (82.1%), coffee consumption (74%), and academic stress (79.7%) were prevalent among the subjects. More than half of the subjects had a history of gastritis (57.7%). The risk factors significantly associated with gastritis included female sex (OR=2.362; 95% CI: 1.030-5.414), irregular eating patterns (OR=3.707; 95% CI: 1.385-9.918), coffee consumption (OR=2.569; 95% CI: 1.126-5.861), and academic stress (OR=3.062; 95% CI: 1.227-7.638). Age did not significantly affect the risk of gastritis. Females were found to be more susceptible to gastritis than males, possibly due to hormonal influences and lifestyle factors. Irregular eating patterns and coffee consumption increased the risk of gastritis; however, smoking habits did not show a significant association. Academic stress was identified as an important risk factor, as it can increase gastric acid production. The risk factors significantly associated with gastritis among medical students were female sex, irregular eating patterns, coffee consumption, and academic stress.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Mangga Arum Manis (Mangifera Indica) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Wistar Jantan Obesitas yang Diinduksi HFD (High Fat Diet) dan Aloksan Rahmadani, Oktari; Theresia, Yohani; Anggraini, Tri Lidya
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i10.62349

Abstract

Obesity is a major risk factor for type 2 diabetes mellitus characterized by insulin resistance and hyperglycemia. Sweet arum mango (Mangifera indica) peel contains bioactive compounds with potential as natural antidiabetic and antioxidant agents. This study aimed to determine the effect of sweet arum mango peel extract on blood glucose levels, body weight, and uric acid levels in obese male Wistar rats induced by HFD (high fat diet) and alloxan. An experimental study with a pretest-posttest control group design used 24 male Wistar rats divided into 4 groups: positive control (Pioglitazone 3 mg) and three treatment groups with mango peel extract at doses of 30, 60, and 120 mg/kgBW. Obesity was induced by high-fat diet administration for 21 days and alloxan 150 mg/kgBW intraperitoneally, followed by extract administration for 14 days. Data were analyzed using ANOVA and post hoc Tukey HSD tests. Phytochemical screening revealed that the extract contained alkaloids, terpenoids, saponins, and steroids. Descriptively, blood glucose levels decreased from 442.05 ± 80.80 mg/dL to 109.50 ± 21.15 mg/dL, but this was not statistically significant between groups (p=0.673). Body weight changes also showed no significant differences (p=0.947). Uric acid levels showed significant differences between treatment groups (p=0.006), with the 120 mg/kgBW dose significantly different from the 30 mg/kgBW (p=0.008) and 60 mg/kgBB doses (p=0.042). Sweet arum mango peel extract demonstrates biological potential in affecting glucose and uric acid metabolism in obese rats, although effects on blood glucose levels and body weight were not statistically significant. Further research with longer duration and optimal dosage is needed to validate the extract's effectiveness.
Hubungan Derajat Lesi Radiografi Toraks pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Disertai Diabetes Melitus Tipe 2 tidak Terkontrol dengan Nilai Rasio Neutrofil Limfosit di Rumah Sakit Umum Royal Prima Medan Periode 2024 Syabla, Syazin; soekardi, Adi; Anggraini, Tri Lidya
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i10.62373

Abstract

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia dan menjadi lebih berat bila disertai Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2) tidak terkontrol, karena hiperglikemia kronis melemahkan sistem imun dan memperparah kerusakan jaringan paru. Kondisi ini tampak melalui derajat lesi radiografi toraks dan peningkatan rasio Neutrofil-Limfosit (NLR) sebagai penanda inflamasi sistemik. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara derajat lesi radiografi toraks dan nilai NLR pada pasien TB paru dewasa dengan DM tipe 2 tidak terkontrol di RSU Royal Prima Medan. Metode penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional dilakukan pada 36 pasien TB paru dewasa dengan DM tipe 2 tidak terkontrol tahun 2024. Data diperoleh dari pemeriksaan radiografi toraks dan laboratorium, dianalisis menggunakan uji Chi-Square (p < 0,05). Hasil menunjukkan mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (80,6%), usia >65 tahun (33,3%), dan memiliki derajat lesi Moderately Advanced (50%), diikuti Far Advanced (38,9%) dan Minimal (11,1%). Gambaran radiologis tersering adalah infiltrat dan kombinasi konsolidasi-infiltrat (masing-masing 11,1%). Sebanyak 72,2% pasien mengalami neutrofilia dan 47,2% memiliki NLR kategori intermediate. Terdapat hubungan bermakna antara derajat lesi radiografi toraks dan nilai NLR (p = 0,003), menunjukkan semakin berat lesi paru, semakin tinggi tingkat inflamasi sistemik. Kesimpulannya, terdapat hubungan signifikan antara derajat lesi radiografi toraks dan NLR pada pasien TB paru dengan DM tipe 2 tidak terkontrol. Disarankan pasien menjaga kontrol gula darah dan kepatuhan terapi, tenaga kesehatan melakukan skrining ganda TB-DM, serta memanfaatkan NLR sebagai indikator inflamasi.
Hubungan Derajat Lesi Radiografi Toraks Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa Disertai Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dengan Nilai Rasio Neutrofil Limfosit Di Rumah Sakit Umum Royal, Prima Medan Periode 2024 Ara, Siti Marshanda; soekardi, Adi; Anggraini, Tri Lidya
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v10i10.62382

Abstract

Tuberkulosis paru (TBC paru) masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, terutama bila disertai diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) yang dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan inflamasi sistemik. Rasio neutrofil-limfosit (NLR) merupakan indikator sederhana untuk menilai tingkat inflamasi, sedangkan derajat lesi radiografi toraks menggambarkan tingkat keparahan penyakit paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter luas derajat lesi dan hubungan antara derajat lesi radiografi toraks dengan nilai NLR pada pasien TBC paru dewasa disertai DM tipe 2 terkontrol di RSU Royal Prima Medan periode 2024. Desain penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada 32 pasien. Data diperoleh dari hasil pemeriksaan radiografi toraks, laboratorium, dan rekam medis, kemudian dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat signifikansi p < 0,05. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memiliki derajat lesi Moderately Advanced (37,5%), dan kategori NLR terbanyak adalah intermediate inflammation (43,8%). Uji Chi-Square menghasilkan p = 0,960 (p > 0,05), sehingga tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat lesi radiografi toraks dan nilai NLR. Kesimpulannya, tingkat keparahan lesi paru tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat inflamasi sistemik pada pasien TBC paru dengan DM tipe 2 terkontrol. Disarankan pasien tetap menjaga kontrol glukosa darah, sementara fasilitas kesehatan memperkuat skrining TB-DM dan pemantauan biomarker inflamasi.
Gambaran Hasil Ct-Scan Non Kontras pada Pasien dengan Klinis Nefrolitiasis di RSU Royal Prima Medan Sidabutar, Valentine Renita; Pulungan, Ica Yulianti; Anggraini, Tri Lidya
Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 6 No. 12 (2025): Jurnal Pendidikan Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/japendi.v6i12.8911

Abstract

Nefrolitiasis merupakan salah satu gangguan saluran kemih yang paling sering ditemukan dan ditandai dengan pembentukan batu pada sistem urinarius. Pemeriksaan CT-Scan non kontras saat ini menjadi modalitas pencitraan yang paling akurat dalam menilai karakteristik batu ginjal, termasuk ukuran, lokasi, dan densitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hasil CT-Scan non kontras pada pasien dengan klinis nefrolitiasis di RSU Royal Prima Medan. Penelitian menggunakan desain deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross-sectional. Data diperoleh dari rekam medis pasien yang menjalani pemeriksaan CT-Scan non kontras selama Januari–Desember 2024. Total sampel berjumlah 35 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu 24 orang (68,6%), sedangkan perempuan sebanyak 11 orang (31,4%). Berdasarkan kelompok usia, penderita terbanyak berada pada rentang usia 51–60 tahun, yaitu 17 pasien (48,6%). Karakteristik batu ginjal berdasarkan ukuran menunjukkan bahwa kelompok ukuran 5–10 mm dan 10–20 mm merupakan yang paling dominan, masing-masing 11 pasien (31,4%). Berdasarkan letak batu, kaliks menjadi lokasi tersering (42,9%), diikuti ureter (28,6%) dan pelvis (22,9%). Sementara itu, densitas batu terbanyak berada pada kategori <450 HU, yaitu 17 pasien (48,6%), yang mengindikasikan kecenderungan batu dengan densitas rendah. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa CT-Scan non kontras merupakan alat diagnostik yang efektif untuk menilai gambaran batu ginjal secara komprehensif. Informasi mengenai ukuran, densitas, dan lokasi batu sangat penting untuk menentukan rencana terapi yang tepat serta memprediksi keberhasilan metode penatalaksanaan seperti ESWL maupun tindakan intervensi lainnya. Temuan ini memberikan implikasi penting bagi tata laksana klinis, khususnya dalam pemilihan modalitas terapi yang sesuai berdasarkan karakteristik batu yang teridentifikasi.