Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PROBLEMATIKA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2016 : IMPLIKASI KONFLIK ANTARA PPAT Komang Bayu Dipa Negara; I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 11 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi November
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/zfxjrh92

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji problematika Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2016 yang memperluas wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi satu provinsi. Fleksibilitas ini menimbulkan problematika hukum dan etika yang kompleks , termasuk tantangan kompetisi antar-PPAT dan potensi konflik kepentingan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif , dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah statute approach dan analytical approach guna memahami implikasi aturan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perluasan wilayah kerja ini berpotensi menimbulkan ambiguitas dalam penegakan aturan dan inkonsitensi dalam proses pembuatan akta. Persaingan yang timbul memunculkan problematika etika , seperti persaingan tidak sehat , penurunan kualitas layanan karena fokus pada kuantitas , dan konflik kepentingan , yang memengaruhi profesionalitas serta integritas PPAT. Disimpulkan bahwa untuk memitigasi risiko dan meminimalkan konflik , sangat diperlukan pengaturan dan pengawasan yang efektif , standarisasi layanan , kode etik yang diperkuat , serta sanksi tegas.
KESENJANGAN AKSES BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT KELAS MENENGAH DALAM PERSPEKTIF ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW Awan Arrassy; Komang Bayu Dipa Negara; I Wayan Dharma Wijaya; I Kadek Devara Sandy Pradnyana Putra; I Gusti Ngurah Mahesa Prama Arimartha; Ida Ayu Tri Uttari Dewi; Deddy Yunia Dharma Angkasa Putra; Ayunda Mariska Astari; Kevin Jose Horas Isando Butarbutar; Ni Komang Diana Putri Yasua
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 7 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Juli
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v3i7.2608

Abstract

Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup berdampingan dan berinteraksi dengan individu lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi ini secara alami menciptakan potensi terjadinya benturan kepentingan di antara mereka, yang dapat memicu perselisihan atau konflik. Perselisihan yang timbul sering kali menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, baik secara materiil maupun immateriil, serta juga akan melibatkan pelanggaran terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pihak lain. Untuk menyelesaikan permasalahan ataupun konflik tersebut, diperlukan adanya suatu sarana yang dapat menjadi pedoman atau alat penyelesaian, yaitu hukum. Hukum berperan sebagai alat untuk mengatur koneksivitas antara individu dalam masyarakat guna mewujudkan keadilan dan ketertiban. Kemiskinan atau ketimpangan dalam bidang sosial dan ekonomi yang dialami oleh masyarakat sering kali dihubungkan dengan faktor-faktor individu, seperti kurangnya pendidikan formal, minimnya keterampilan yang relevan, atau ketidakmampuan untuk mengakses peluang yang tersedia. Pandangan ini cenderung memusatkan perhatian pada kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh individu, terutama yang berasal dari lapisan masyarakat bawah. Namun, jika kita mengalihkan fokus kepada masyarakat kelas menengah, penting untuk menyadari bahwa faktor-faktor struktural juga memainkan peran yang sangat signifikan dalam membentuk dan memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi. Faktor struktural mencakup elemen-elemen yang berkaitan dengan sistem, tatanan, atau struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Elemen-elemen ini dapat menciptakan hambatan yang tidak mudah diatasi, bahkan oleh individu yang secara relatif memiliki lebih banyak sumber daya atau akses seperti kelas menengah. Struktur sosial dan ekonomi yang ada sering kali menghalangi mobilitas sosial dan ekonomi, serta memperkuat ketidakadilan yang ada. Dengan demikian, ketimpangan tidak hanya dapat dijelaskan melalui kekurangan individu, namun juga perlu dimaknai dalam lingkup yang lebih luas, yakni bagaimana struktur sosial dan ekonomi turut membentuk dan memperkuat kondisi tersebut, bahkan bagi mereka yang berada di kelas menengah.