Articles
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara;
Putu Tuni Cakabawa L.
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 04, September 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Indonesia has long been anticipating the occurrence of corruption. Such efforts havemore incentive to do from year to year, especially in 1998 when it entered the new order.This commission can be established by Law 30 of 2002 on the Corruption EradicationCommission, which is trying to find the truth based on scientific logic of normative side.KPK has to realize the vision and mission of Indonesian corruption free and duty andauthority in the inquiry, investigation and prosecution of corruption, and to monitor theimplementation of the state.
MODUS OPERANDI YANG MENJADIKAN PERBANKAN SEBAGAI SASARAN SUATU KEJAHATAN
I Gusti Ngurah Krisnadi Yudiantara
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 5 No 4 (2016)
Publisher : University of Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (361.652 KB)
|
DOI: 10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p07
Transnational crime related to financial, mostly done through the banking sector. The banking sector is one of the most widely used mode by the perpetrators of money laundering. It certainly can not be released with the development and progress of science and technology, especially in the field of communications that impact the financial system, including the integration of the banking system that offers traffic mekanmisme funds between countries which can be done in a very short time.Kejahatan transnasional yang berhubungan dengan finansial, banyak dilakukan melalui sektor perbankan. Sektor perbankan merupakan salah satu modus yang paling banyak dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang. Hal ini tentunya tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi yang berdampak pula pada terintegerasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanmisme lalu lintas dana antar negara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat.
FORMULASI KEBIJAKAN PIDANA INDONESIA TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN LAKI-LAKI
Putu Ayu Gayatri;
Sagung Putri M.E. Purwani;
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 7 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (248.35 KB)
|
DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i07.p09
Tindak pidana dapat terjadi terhadap siapa saja tidak memandang jenis kelamin seseorang, hal tersebut berlaku pula terhadap tindak pidana pemerkosaan. Pemerkosaan yang selama ini identik dengan perbuatan persetubuhan dengan pemaksaan terhadap perempuan, namun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga menjadi korban pemerkosaan. Guna melindungi hak asasi manusia dari ancaman kekerasan seksual, tindak pidana pemerkosaan harus diatur secara umum yakni berlaku korban laki-laki dan perempuan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni bagaimana formulasi kebijakan hukum pemerkosaan terhadap laki-laki yang berlaku saat ini dan formulasi kebijakan hukum pemerkosaan laki-laki di masa mendatang di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini yakni pemerkosaan terhadap laki-laki belum diatur dalam KUHP maupun aturan manapun. Pasal yang sering dijatuhkan dalam tindak pidana kesusilaan terhadap laki-laki yakni pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul. Pemerkosaan terhadap anak laki-laki tidak diatur pula dalam KUHP namun yang diatur adalah perbuatan cabul. Undang-Undang Perlindungan Anak memberikan rumusan larangan terhadap pemerkosaan terhadap anak. Formulasi kebijakan hukum pemerkosaan laki-laki di masa mendatang di Indonesia dapat dilihat pada rumusan KUHP. Pemerkosaan dalam RKUHP tidak memandang gender pelaku atau korban sehingga dalam Rancangan KUHP memberikan perlindungan bagi laki-laki sebagai korban pemerkosaan. Crime can happen to everyone regardless someone’s gender, including rape crime. Rape has been known as crime that the victim is a woman, but it is possible that men can be victims in rape crime too. In order, to protect human rights from sexual violence, The crime of rape, both men and women who are victims, must be considered. The problems in this study are : what are the legal arrangements regarding the crime of rape that currently apply in Indonesia and how are the formulation of the male rape law policy in the future (ius constituendum) in Indonesia. This research used normative legal research method. The result of this study is that rape of men has not been. The article that is often imposed in criminal acts of decency against men is Article 289 of the Criminal Code of Indonesia concerning obscene acts. Against boys, there is not regulated in Criminal Code of Indonesia, but the regulation about it found in Act Number 23 of 2002 juncto Act Number 35 of 2014 about Child Protection. The future legal policies about male rape legal policies can be seen in the Criminal Code Layout (RKUHP). Rape in Criminal Code Layout (RKUHP)does not look at the gender of the criminals or victims, so Criminal Code Layout (RKUHP) provides protection for men as victims of rape.
PERANAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM BELANJA ONLINE
Satya Gita Adhyaksa;
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 8 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (207.916 KB)
|
DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i08.p06
Studi ini bertujuan menganalisis peranan korban dalam menyebabkan terjadinya tindak penipuan belanja berbasis online dan upaya dalam mencegah terjadinya tindak pidana penipuan jual beli berbasis online. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum empiris. Penelitian ini menunjukkan bahwa yakni peranan korban dalam menyebabkan tindak pidana adalah karena adanya kesempatan, korban dalam melalukan transaksi lengah tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum membeli seperti mengecek komentar pembeli sebelumnya, atau melihat apakah toko yang menjual barang tersebut toko yang berkualitas. Upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana penipuan yakni upaya represif dengan penegakan hukum sebagaimana diatur dalam KUHP dan secara khusus diatur pula dalam UU ITE. Upaya preventif yakni pencegahan dengan mempelajari modus penipuan serta mencari informasi sebelum berbelanja online. This study aims to analyze the role of victims in causing online shopping fraud and how to prevent online shopping fraud. The research method used is the empirical legal research method. This study shows that the role of the victim of shopping fraud caused a crime is due to the opportunity, the victim in making a careless transaction does not check first before buying such as checking previous buyer comments, or seeing whether the store that sells the goods is a quality store. How to prevent the occurrence of criminal acts of fraud are repressive efforts with law enforcement as stipulated in the Criminal Code and specifically also regulated in the ITE Law. Preventive efforts are prevention by studying the mode of fraud and seeking information before shopping online.
URGENSI MEDIASI PENAL SEBAGAI INSTRUMEN RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYA ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
Marind Bujana, Gde Alex;
Krisnadi Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 10 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KW.2022.v11.i10.p6
ABSTRAK Jurnal ini bertujuan untuk memahami serta mengulas lebih dalam terkait sebuah alternatif penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan instrument Keadilan Restoratif yaitu Mediasi Penal. Selain itu, kajian ini meneliti mengenai urgensi pelaksanaan mediasi penal yang berporos pada konsepsi keadilan restoratif sebagai alternative penyelesaian perkara khususnya pada tindak pidana ringan dilihat berdasarkan fenomena hukum yang ada. Jurnal ini terklasifikasi sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif yang meeneliti hukum dan kedudukan hukum ini sebagai norma. Penulis menggunakan pendekatan berbasis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kedudukan Mediasi Penal dalam Prakteknya sebagai alternative penyelesaian perkara pidana. Berdasarkan hasil dari analisis menunjukkan bahwa Mediasi Penal menghadirkan berbagai keuntungan yang dapat mewujudkan proses peradilan yang cepat, biaya ringan dan sederhana sehingga dapat meminimalisir terjadinya penumpukan perkara. Meskipun dengan adanya hal positif tersebut, kedudukan Mediasi Penal dalam Praktek penyelesaian perkara pidana belum diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lebih rigid karena masih diatur secara sectoral oleh masing-masing instansi sehingga diperlukan adanya sebuah peraturan hukum yang dapat menjadi payung hukum oleh masing-masing institusi. Kata Kunci: Mediasi Penal, Restorative Justice, Penyelesaian Sengketa Alternatif. ABSTRACT This journal aims to understand and review more deeply related to an alternative settlement of criminal cases using a Restorative Justice instrument, namely Penal Mediation. In addition, this study examines the urgency of implementing penal mediation which pivots on the conception of restorative justice as an alternative settlement of cases, especially in minor crimes seen from existing legal phenomena. This journal is classified as normative legal research which examines the law and the position of this law as a norm. The author uses a statutory-based approach related to the Position of Penal Mediation in Practice as an alternative settlement of criminal cases. Based on the results of the analysis, it shows that Penal Mediation presents various advantages that can realize a fast, low-cost and simple judicial process so as to minimize the accumulation of cases. Despite these positive things, the position of Penal Mediation in the practice of settling criminal cases has not yet been regulated in the form of more rigid legislation because it is still regulated sectorally by each institution so that a legal regulation is needed that can become a legal umbrella for each institution. Key Words: Penal Mediation, Restorative Justice, Alternative Dispute Resolution.
ELECTRONIC TRAFFIC LAW ENFORCEME PROBLEM LEVERING BENDA BERGERAK DALAM SISTEM JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP ELECTRONIC TRAFFIC LAW ENFORCEMENT (ETLE)
Lata Mahosadhi, I Gusti Ngurah Putu;
Krisnadi Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 13 No 09 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KW.2024.v13.i9.p4
Penelitian ini dilaksanakan guna memberikan pemahaman mutlak dan memahami permasalahan-permasalahan dalam tilang elektronik atau Electonic Traffic Law Enforcement. Levering (penyerahan) pada KUHPerdata memiliki beberapa bagian salah satunya adalah pemindahan hak milik kebendaan pada oraang lain secara yuridis serta pemindahan secara nyata maupuan berkala (yuridische levering serta feitelijke levering). Dalam KUHPerdata mengenal 2 Levering, berupa benda yang bergerak maupun tak bergerak. Hal ini lazim terjadi dan telah termuat pada KUHPerdata. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman teknologi dan informasi sangat pesat berkembang terdapat salah satu sistem tilang yang memiliki kemajuan signifikan yaitu e-tilang atau tilang elektronik. Namun di balik efisiensi adanya e-tilang, terdapat juga permasalahan yang sering terjadi namun permaslaham ini belum memiliki peraturan yang pasti atau norma kosong. Dengan demikin tujuan dari penelitian ini memberikan pemikiran substansi dalam pembahasan e-tilang dan regulasinya di Indonesia. Kata Kunci: levering, jual beli, tilang elektronik ABSTRACT This research is carried out in order to provide absolute understanding and understand the problems in electronic tickets or Electronic Traffic Law Enforcement. Levering (surrender) in the Civil Code has several parts, one of which is the transfer of property rights to other people juridically and real or periodic transfers (yuridische levering and feitelijke levering). The Civil Code recognizes 2 Levering, in the form of movable and immovable objects. This is common and has been contained in the Civil Code. As time goes by and the development of technology and information is very rapidly developing, there is one ticket system that has significant progress, namely e-tickets or electronic tickets. But behind the efficiency of e-tickets, there are also problems that often occur but these problems do not have definite regulations or empty norms. Thus, the purpose of this research is to provide substantial thoughts in the discussion of e-tickets and their regulations in Indonesia. Keywords: levering, buying and selling, electronic traffic law enforcement
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TERKAIT TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK
Nirmala Dewi, Putu Dhiyah;
Krisnadi Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 13 No 06 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KW.2024.v13.i6.p4
Studi ini bertujuan untuk mengkaji terkait dengan aturan hukum tentang tindakan kekerasan seksual terhadap anak yang diberlakukan pada hukum positif di Indonesia serta pertanggungjawaban hukum oleh pelaku kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Tulisan ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta analisa bahan hukum primer dan sekunder. Hasil kajian yang didapatkan menunjukkan bahwa telah diatur mengenai perlindungan untuk korban kekerasan seksual yang dalam hal ini korbannya merupakan anak dibawah umur melalui KUHP, UU Perlindungan Anak, UU TPKS dan UUSPPA. Ketika halnya tindakan kekerasan seksual pada anak diperbuat oleh anak dibawah umur maka proses pertanggungjawaban pidananya tetap dapat dilakukan melalui sistem peradilan pidana anak yang mengedepankan pendekatan restorative justice melalui diversi agar tetap dapat menjamin pemenuhan hak-hak anak. Namun, dalam hal ini tak dapat dilakukan diversi untuk pelaku perbuatan pidana kekerasan seksual yang tergolong ke dalam tindak pidana berat. Sehingga, pertanggungjawaban hukumnya disesuaikan kembali pada UU SPPA. Kata Kunci: Tindak Pidana, Pelaku Anak, Kekerasan Seksual. ABSTRACT This study aims to examine the legal regulations regarding acts of sexual violence against children which are enforced in positive law in Indonesia as well as legal accountability by perpetrators of sexual violence against minors. This scientific paper uses normative legal research methods with a statutory regulation approach and analysis of primary and secondary legal materials. The results of the study obtained show that protection has been regulated for victims of sexual violence, in this case the victims are minors through the Criminal Code, Child Protection Law, TPKS Law and SPPA Law. When acts of sexual violence against children are committed by minors, the criminal accountability process can still be carried out through the juvenile criminal justice system which prioritizes a restorative justice approach through diversion in order to ensure the fulfillment of children's rights. However, in this case, diversion cannot be carried out for perpetrators of criminal sexual violence which is classified as a serious crime. Thus, the imposition of sanctions has been readjusted to the SPPA Law Key Words: Crime, Child Offenders, Sexual Violence.
DISPARITAS DALAM PENJATUHAN HUKUM PIDANA TERHADAP TERDAKWA DI INDONESIA
Satya Aditama, Komang Putra;
Krisnadi Yudiantara, I Gusti Ngurah Nyoman
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 12 (2023)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan guna mengkaji latar belakang terjadinya disparitas hukum atau perbedaan hukuman yang diberikan kepada terdakwa terhadap tindak pidana yang sejenis atau sama. Tujuan lainnya yakni mengkaji faktor yang berperan besar yang mempengaruhi putusan hakim dalam proses peradilan. Melelui Studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada pembaca perihal disparitas pada proses pemidanaan agar tidak timbul sebuah miskonsepsi yang berujung pada stigma negatif masyarakat terhadap proses peradilan di Indonesia karena adanya perbedaan hukuman yang diterima oleh terdakwa atas pidana yang sama. Penulis menggunakan beberapa metode penelitian sebagai sebuah pedoman serta pisau analisis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pendekatan perundang-undangan (statue approach) melalui ketentuan hukum yakni KUHAP, pendekatan konseptual (conseptual approach) konsep hukum yang difokuskan pada penelitian ini yakni konsep “Pemidanaan serta Disparitas”, pendekatan kasus (case approach), serta pendekatan komparatif atau pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian ini berfisat analisis kualitatif serta menggunakan beberapa sumber hukum yaknis primer yang berasal dari undang-undang, sekunder yang bersumber dari bahan hukum seperti buku dan jurnal serta terakhir tersier yang bersumber dari kamus seperti KBBI serta black law dictionary. Hasil dari penelitian ini yakni menjabarkan bahwa putusan hakim dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: a. keputusan perihal perkara; b. keputusan perihal hukuman terhadap terdakwa; c. keputusan perihal pidananya. Penjatuhan pidana oleh hakim terhadap terdakwa didasarkan atas pertimbangan yang meliputi: a. pertimbangan yuridis; b. fakta persidangan; serta c. pertimbangan sosiologis. Hasil lainnya yakni disparitas dalam pemidanaan dipengaruhi oleh faktor subjektif serta objektif dengan beberapa faktor lainnya yakni a. Saksi; b. Jaksa Penuntut Umum; c. Pengacara/ Kuasa Hukum; d. Hakim; e. Terdakwa; f. Opini publik; g. Budaya (legal culture). Kata Kunci: Pemidanaan, Disparitas, Putusan Hakim ABSTRACT The reason of investigate with this title is to look at the foundation of the event of lawful incongruities or contrasts within the sentences given to litigants for comparative or the same wrongdoings. Another objective is to look at the components that play a major part in influencing the judge's choice within the legal handle. This think about moreover points to supply perusers with an understanding of incongruities within the sentencing prepare so that a misconception does not emerge which comes about in negative disgrace from society towards the legal handle in Indonesia due to diverse sentences gotten by litigants for the same wrongdoing. The creator employments a few inquire about strategies as a rule as well as an expository cut. The inquire about strategies utilized in this think about incorporate: statutory approach through legal arrangements, to be specific the Criminal Method Code, the conceptual approach to the concept of law that's centered on in this think about, specifically the concept of "Criminalism and Abberations", the case approach. as well as a comparative approach (comparative approach). This inquire about is based on subjective examination and employments a few lawful sources, specifically essential which comes from lawful items, auxiliary which comes from lawful materials such as books and diaries and at last tertiary which starts from lexicons such as KBBI and Black Law Dictionary. The comes about of this study describe that the judge's choice is affected by a few things, such as: a. choices with respect to cases; b. choice with respect to the discipline of the charged; c. choice with respect to the penalty. The sentence forced by the judge against the litigant is based on contemplations which include: a. juridical contemplations; b. trial realities; and c. sociological contemplations. Another result is that abberations in sentencing are impacted by subjective and objective components with a few other components, to be specific a. Witness; b. Open Prosecutor; c. Attorneys/ Lawyers; d. Judge; e. Litigant; f. Open supposition; g. Culture (legitimate culture). Catchphrases: Sentence, Dissimilarity, Judge's Choice
PENGATURAN JUSTICE COLLABOLATOR DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NO. 798/PID.B/2022/PN.JKT SEL)
Neysa Mazdwitri Panggabean;
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 1 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62281/v3i1.1569
Penelitian ini menganalisis pengaturan hukum Justice Collaborator dalam hukum positif Indonesia dan penerapannya dalam Putusan No. 798/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel. Justice Collaborator merujuk pada tersangka atau terpidana yang bersedia berkolaborasi pada institusi penegak hukum untuk mengungkap tindak kriminal dengan skala yang lebih besar. Namun, pengaturan mengenai Justice Collaborator di Indonesia masih terbatas dan belum diakomodasi sepenuhnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Metode yang dipakai yakni yuridis normatif, dengan mengkaji peraturan seperti Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat kerangka hukum, penerapan Justice Collaborator pada praktik peradilan masih menghadapi kendala, seperti kurangnya sosialisasi di kalangan aparat penegak hukum. Putusan No. 798/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel menjadi contoh bagaimana Justice Collaborator berperan dalam peradilan, namun juga mencerminkan tantangan untuk mencapai kepastian hukum dan perlindungan bagi saksi yang bekerja sama.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN JUDI ONLINE DI INDONESIA
Reza Dwi Saputra;
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 3 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62281/v3i3.1640
Pesatnya perkembangan teknologi menjadikan kegiatan perjudian secara online yang awalnya hanya permainan hiburan, kini menjadi sumber permasalahan hukum yang ada di kalangan masyarakat Indonesia karena permainan ini banyak dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi mereka. Penulis menuangkannya ke dalam jurnal ilmiah mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Judi Online di Indonesia yang dimana pokok pembahasan jurnal ini berisikan mengenai langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh unit cybercrime dan ketentuan hukum yang mengatur tindak pidana judi online di Indonesia. Penyalahgunaan teknologi yang terjadi saat ini menimbulkan kejahatan modern berupa judi online yang memanfaatkan jaringan internet sebagai media kejahatan. Hal ini menjadi masalah besar dan di Indonesia sudah menyebar luas sebab dioperasikan secara online sebagai sarana untuk melakukan kejahatan tersebut. Sebagai masyarakat Indonesia sudah sepatutnya memberikan dukungan agar persoalan perjudian secara online ini diselesaikan. Melalui tulisan ilmiah ini penulis memberikan pemahaman bagaimana penegakan hukum dan ketentuan hukum yang mengatur mengenai fenomena kejahatan judi online yang sedang marak terjadi di masyarakat.