cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
KALANGWAN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Jurnal Seni Pertunjukan Kalangwan merangkum berbagai topik seni pertunjukkan, baik yang menyangkut konsepsi, gagasan, fenomena maupun kajian. Kalangwan memang diniatkan sebagai penyebar informasi seni pertunjukan sebab itu dari jurnal ini kita memperoleh dan memtik banyak hal tentang seni pertunjukan dan permasalahannya
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 4 No 1 (2018): Juni" : 8 Documents clear
Teater Wayang Inovatif Stri Wiweka Marhaeni, Ni Komang Sekar
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.656 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.450

Abstract

Penciptaan Teater Wayang Inovatif dengan judul Stri Wiweka mengeksplorasi semua potensi yang ada dalam bidang seni pedalangan/pewayangan. Suasana dan karakter yang ditampilkan dalam setiap adegan digarap sedemikian rupa sesuai dengan konsep garap dan kaidah-kaidah penciptaan dalam pewayangan Bali serta lebih mementingkan keindahan struktur lakon dan cerita yang digarap ke dalam bentuk pertunjukan wayang kreasi baru. Penciptaan ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan sebuah karya seni Teater Wayang Inovatif yang bertolak dari pelestarian nilai-nilai estetis, etis yang terkandung dalam kesenian tradisi dan untuk mempersembahkan kreativitas seni yang adaptif dan edukatif pada apresiatornya. Sedangkan tujuan secara khusus untuk mewujudkan gagasan atau ide pencipta yang dapat menghidupkan pola-pola wayang tradisi lewat karya inovasi, meningkatkan kemampuan pencipta dalam berolah seni, dan dalam rangka menumbuhkan imajinasi baru sebagai kreativitas yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penciptaan karya teater wayang inovatif ini yaitu, studi kepustakaan, diskusi, kontemplasi, efisiensi, imitasi, revisi, partisipasi dan finishing. Karya ini merupakan salah satu teater tradisi yang digarap dalam bentuk baru dengan melakukan penjelajahan ruang teater tiga dimensi yang mana dalam pertunjukan tersebut penonton dapat melihat dari segala penjuru karena adegan dilakukan oleh manusia sebagai pemegang peran atau tokoh. Pertunjukan dijalin dalam sebuah cerita berbingkai, bentuk wayang kulit menggunakan nilai filsafat sebagai tuntunan bagi manusia untuk menghindari arogansi kekuasaan. Lakon dalam karya ini memberikan pemahaman terhadap seseorang yang semena-mena dalam kekuasaan dan akhirnya terkalahkan oleh kebijaksanaan.Creation of Innovative Puppet Theater with the title Stri Wiweka explores all the potential that exist in the field of puppetry art. The atmosphere and character displayed in each scene, worked in such a way and in accordance with the concept of work and the rules of creation in Balinese puppetry. With more emphasis on the beauty of the structure of the story and the story is cultivated into the form of an innovative new puppet show creations. This Creation generally aims to produce an innovative Puppet Theater art based on the preservation of aesthetic, ethical values embodied in traditional art and to offer creative, adaptive and educational creativity to its appreciator. While the goal is specifically to realize the idea or idea of the creator who can revive the patterns of wayang tradition through the work of innovation, improve the ability of creators in artistic work, and in order to foster new imagination as a sustainable creativity. The methods used in the creation of innovative wayang theater works are literature study, discussion, contemplation, efficiency, imitation, revision, participation and finishing. This work is one of the theater traditions worked on in a new form, by exploring the three-dimensional theater space. The show is woven in a framed story, staging a puppet full of the value of philosophical meaning as a guide for man to avoid the arrogance of power as in the story of the work of creation. The play in this work provides an insight into an arbitrary person in power that is ultimately constrained by wisdom.
Peran Wanita Dalam Seni Pertunjukan Tradisional Minangkabau Di Tengah Perubahan Kehidupan Sosio Kultural Masyarakatnya Wardizal, Wardizal; Santosa, Hendra
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (863.818 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.338

Abstract

Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang berjudul “Resistensi dan Kompromitas Terhadap Keterlibatan Wanita dalam Seni Pertunjukan di Minangkabau. Artikel ini secara umum menguraikan berbagai jenis seni pertunjukan di Minagkabau yang melibatkan peranan seorang wanita. Pada masa sekarang telah terjadi proses demokratisasi proses berkesenian di tengah kehidupan sosio-kultural masyarakat Minangkabau. Penelitian ini dikonstruksikan berdasarkan metode kualitatif didasarkan pada filsafat rasionalisme. Filsafat rasionalisme berpendirian bahwa ilmu yang valid dihasilkan dari pemahaman intelektual dan kemampuan berargumentasi secara logis. Rasionalisme itu berpendirian, sumber pengetahuan terletak pada akal. Filsafat Rasionalisme bukan karena mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Penelitian rasionalisme mensyaratkan digunakannya pendekatan yang holistik yang menggunakan konstruksi pemaknaan atas realitas, tidak saja secara empirik sensual tetapi juga secara logis-teoritik dan etik. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti studi kepustakaan, untuk mendapatkan berbagai informasi dari sumber tertulis. Observasi dan wawancara, untuk mengamati berbagai fenomena dan peristiwa yang berkembang di tengah masyarakat. Kontribusi wanita terhadap perkembangan dan pelestarian kesenian tradisonal Minangkabau, secara kualitatif telah melahirkan beberapa seniman yang melegenda di tengah masyarakat.This article is part of the research result entitled “Resistance and Compromise Against Women’s Involvement in Permorming Art in Minangkabau. This article generally describes the various types of performing arts in Minagkabau that involve the role of a woman. At present there has been a process of democratization of the art process in the midst of the socio-cultural life of the Minangkabau community. This research is constructed based on qualitative methods based on the philosophy of rationalism. The philosophy of rationalism holds that valid science results from intellectual understanding and the ability to argue logically. Rationalism is opinionated, the source of knowledge lies in reason. The philosophy of Rationalism is not to deny the value of experience, but experience is best seen as a kind of incentive for the mind. The research data was collected by several stages, such as literature study, to obtain various information from written sources. Observation, to observe the various phenomena and events that develop in the community. The contribution of women to the development and preservation of traditional arts Minangkabau, qualitatively has spawned some legendary artists in the community.
Bentuk Dan Fungsi Tari Baris Buntal, Desa Pakraman Pengotan, Kabupaten Bangli Desmi Kartiani, Ni Luh; Arshiniwati, Ni Made; -, Suminto
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.568 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.451

Abstract

Tari Baris Buntal di Desa Pakraman Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, merupakan tari sakral yang biasanya ditarikan saat piodalan di beberapa pura yang ada di Desa Pakraman Pengotan. Tari Baris Buntal ini memiliki beberapa keunikan dari segi kostum dan koreografinya, sehingga membuatnya berbeda dengan tari baris upacara lainnya. Melihat keunikan tersebut diharapkan tari ini dapat dilestarikan dan didokumentasikan tidak hanya berupa video melainkan juga dokumen tertulis agar bisa bermanfaat bagi masyarakat kedepannya. Namun pada kenyataannya di lapangan tidak ada dokumentasi tertulis seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan dengan mengangkat dua permasalahan yaitu bentuk dan fungsi. Untuk menjawab dan menjelaskan hal tersebut digunakan metode penelitian yaitu metode penelitian kualitatif dengan empat teknik pengumpulan data yaitu, observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi, serta dianalisis dengan mengaplikasikan teori estetika dan teori fungsi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil atau jawaban sebagai berikut.Tari Baris Buntal merupakan tarian sakral yang menggambarkan tentang ketangkasan seorang prajurit dalam mengintai musuh, mengejar, dan melawan musuh-musuhnya. Tarian ini ditarikan oleh 8 orang penari yang terdiri dari laki-laki dewasa, dengan menggunakan tata rias dan busana yang sederhana, dan diiringi dengan gamelan Gong Gede. Tari Baris Buntal di Desa Pakraman Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli ini memiliki dua fungsi yaitu fungsi primer sebagai sarana ritual, hiburan pribadi, dan presentasi estetis. Fungsi sekunder sebagai pengikat solidaritas masyarakat, media meditasi dan media terapi. Baris Buntal Dance in Pengotan Village, Bangli District, Bangli District, is a sacred dance that is usually danced at piodalan in some temples in Pengotan Village. Baris Buntal Dance has some uniqueness in terms of costume and choreography, thus making it different from other ritual dance lines. Seeing the uniqueness is expected this dance can be preserved and there should be documentation not only in the form of videos but also written documents in order to be useful for the future community. But in reality in the field there is no written documentation as expected. Therefore, this research needs to be done. To answer and explain things related to the object of research is used research method that is qualitative research method with four data collecting technique that is, observation, interview, literature study, and documentation, and analyzed by applying theory of aesthetics and function theory. Based on the research done then obtained the results or answers as follows. Bareback Dancing is a sacred dance that depicts the agility of a soldier in stalking the enemy, chase, and fight his enemies. This dance is danced by 8 dancers consisting of adult men, using a very simple makeup and clothing, and accompanied by gamelan Gong Gede. Baris Buntal Dance in Pengotan Village, Bangli Subdistrict, Bangli District has two functions, namely the primary function as a means of ritual, personal entertainment, and aesthetic presentation. Secondary function as a binder of community solidarity, media meditation and media therapy.
Bentuk Dan Proses Penciptaan Tari Padang Kasna Sebagai Tolak Ukur Kemampuan Penggarap Desy Rupaniawati, Desak Ayu; Sri Wahyuni, Ni Komang; Sueka, I Gusti Ngurah
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.89 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.452

Abstract

Tari kreasi Padang Kasna merupakan sebuah karya tari yang mengangkat keindahan dan kesucian tanaman padang kasna. Termasuk tanaman langka, padang kasna tumbuh di Kabupaten Karangasem tepatnya di Temukus, Desa Besakih atau di kaki Gunung Agung. Mengangkat tanaman padang kasna karena penggarap ingin mengenalkan tanaman tersebut kepada masyarakat luas. Gerak-gerak yang dituangkan dalam karya tari ini merupakan imajinasi dari penggarap akan tanaman padang kasna, tetapi tetap berpijak pada gerak tari tradisi Bali. Tari ini diciptakan oleh Desak Ayu Desy Rupaniawati dengan penata musik yaitu I Dewa Putu Ari Artha. Dalam pertunjukannya tari ini terdiri dari 4 bagian sesuai dengan ide maupun konsep yang diangkat. Untuk menyempurnakan karya ini tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur pendukung seperti, tata rias dan busana, panggung dan lighting, serta musik iringan.Padang Kasna creations dance is a creation of dance that lifts the beauty and sanctity of padang kasna plants. Including scarce plants, padang kasna grow in Karangasem regency precisely in Temukus, Besakih Village or at the foot of Mount Agung. Lifting the padang kasna plants because the creator wants to introduce the plant to the wide community. The movements that are poured in this creation dance is the imagination from creator of the padang kasna plants, but still based on the Balinese tradition dance movement. This dance was created by Desak Ayu Desy Rupaniawati with the music creator by I Dewa Putu Ari Artha. In the show the dance consists of 4 parts in accordance raised with the idea and concept. To perfect this creation certainly can not be separated from the supporting elements such as, makeup and fashion, stage and lighting, and music accompaniment.
Deskripsi Dialog Drama Tari Gambuh Cerita “Dedoyan” Purnamawati, Ni Diah
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.199 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.449

Abstract

Dialog(pangalangkara) tari Gambuh pada umumnya memakai Bahasa Kawi dan Bahasa Bali (sor singgih basa) sebagai media ungkap dalam pementasan. Dialog para tokoh tidak berdasarkan teks, melainkan secara improvisasi. Hal ini dilakukan setelah terlebih dahulu pelakunya diberikan gambaran mengenai isi, tema, lakon, jalan cerita serta watak-watak para pemain. Berdasarkan penggunaan bahasanya mempunyai kecenderungan memakai Bahasa Kawi dan Bahasa Bali (sor singgih basa) dipandang perlu untuk mendeskripsikan teks dialog-dialog tari Gambuh supaya gampang untuk mempelajarinya. Kenyataannya sampai saat ini dialog tari Gambuh sulit untuk dipelajari dan sangat penting adanya deskripsi teks dialog-dialog sebagai pedoman pertunjukan Gambuh oleh para seniman sekaligus sebagai pelestarian budaya.Dialogue (pangalangkara)in Gambuh dance that commonly used Kawi and Balinese language (with the rules of sor singgih basa) is revealed media in staging. The dialogue of the characters is not based on the text, but rather improvised. This is done once the characters are given a description of the story contents, themes, storylines and characteristic of each characters. Based on the language usage they have a tendency to use Kawi, and Balinese language (with the rules of sor singgih basa) is deemed necessary to describe the dialogue in Gambuh dance to make it easier in understanding and learning. In fact, until now Gambuh dance dialogue is difficult to learn and it is very important to have a text description of the dialogues as a guide line for Gambuh performances by artists as well as cultural preservation.
Transformasi Ritual Siat Sampian Dalam Tari Anggruwat Bumi Rani Franciska, Ni Luh Putu; Trisnawati, Ida Ayu; Suartini, Ni Wayan
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.072 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.453

Abstract

Ritual dewasa ini banyak mengalami perkembangan baik digunakan sebagai pengobatan maupun pedoman hidup, namun banyak pula yang tetap menjadikan ritual sebagai sarana upacara untuk membersihkan segala sesuatu hal yang buruk menjadi suci. Sama halnya dengan tradisi siat sampian yang sekaligus merupakan ritual di Pura Samuantiga. Asumsi masyarakat khusunya di daerah setempat percaya bahwa ritual ini merupakan media pengobatan secara niskala, sejak berpuluh tahun lamanya kepercayaan terus dijadikan sebagai pedoman hidup oleh masyarakatnya, sehingga banyak pengkaji yang berusaha menelurusi jejak tentang ritual ini, apa penyebab dan siapa yang mengutarakan hal tersebut, apakah argumen tersebut benar atau tidak. Dengan adanya bukti bahwa ritual ini merupakan sebuah peninggalan sejak masa kekuasaan Raja Warmadewa. Sehingga pertanyaan yang muncul dapat dipertanggung jawabkan dan dijadikan sebuah pembelajaran. Kembali pada Pertunjukan tari yang erat berkaitan dengan ritual dimana pertunjukan sebagai pelengkap upacara dan sering kali pertunjukan bersumber dari ritual itu sendiri. Salah satu contoh adalah tari Angruwat Bumi yang merupakan karya tari yang mendapatkan inspirasi dari siat sampian yang di dalamnya mengupas tentang perjalanan ritual yang dilakukan pada saat berlangsungnya upacara di Pura Samuantiga diformuasikan dengan mengaplikasikan teori Cipta Seni oleh I Nyoman Sedana dengan menggunakan empat kerangka mencipta seni yaitu sumber cipta seni, sastra cipta seni, komposisi cipta seni, produk cipta seni. Bentuk dari karya adalah kreasi baru yang ditarikan oleh tujuh orang penari putri dan menggunakan empat bagian sebagai struktur dimana karya tari ini merupakan bentuk persembahan dimana kita terlahir untuk tuhan dan mati untuk tuhan, hanya saja tari ini terealisasikan dengan penyeimbangan keburukan dan kebaikan dan fungsi sendiri sebagai wujud bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Today’s rituals have undergone many improvements both used as a treatment and life guide, but many still mantain as a ritual for the ceremonial means to clean up everything that is bad becomes scared. So with this tradition which is also a ritual in the temple. The assumption of the community, especially in the local area, believe that this ritual is a non-standard treatment medium. Since decades ago faith as has continued to serve as a guideline for life by its poeple, so many reviewers are trying to trace the ritual, what burden and ready to express it, whether the argument is true or not. With the evidence that this ritual is a legacy of the regin of the king of Warmadewa. So that question that appear can be justified and to be learning. Returning to dance performance that are closely related to the rituals of the performing performance are as a complement to the ceremony and are often sourched from the ritual itself. One example is the Angruwat Bumi dance which is dance work that get inspiration for the siat sampian in which peeled about the ritual journey that was done during the ceremony at the Samuantiga temple formulated with apply theory create of art by I Nyoman Sedana with to use four framework to create of art there are, the source to create of art, the literature to create of art, the composition to create of art, the product to create of art. The form of the creation is the new dance who to use seven girls dancers and used four part as structure where this creation is form of the offerings who we were born for god and die for god, only this creation is realized with balance of the kind and of the ugliness and than that function own as the form devotion the Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Mrĕdangga: Sebuah Penelusuran Awal Tentang Gamelan Perang Di Bali Santosa, Hendra; Kustiyanti, Dyah
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1629.914 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.281

Abstract

Artikel ini berisi penelusuran awal tentang gamelan perang di Bali yang berasal dari luar Bali. Gamelan perang adalah gamelan yang dipergunakan dalam peperangan dan berfungsi sebagai gamelan untuk memberikan semangat dalam peperangan. Artikel ini bertujuan untuk membahas sebaran kata mredangga dalam berbagai naskah kuno yang berbentuk kakawin dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh para peneliti terdahulu. Naskah-naskah kuno sebagai salah satu sumber sastra sejarah, banyak menyimpan peristiwa-peristiwa sejarah yang berkaitan dengan kebudayaan terutama dengan seni karawitan. Kata Mredangga sendiri sebagai gamelan perang tersurat dalam pupuh X nomor 8 kakawin Bharatayudha. Metode yang dipergunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yang dilakukan dengan empat tahapan kerja yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Mredangga bisa berdiri sendiri atau sebagai instrumen dan sebagai sebuah kelompok instrumen ataupun diiringi oleh kata-kata lain yang menyebutkan instrumen lainnya. Sebagai gamelan yang berfungsi untuk peperangan, gamelan ini mempunyai fungsi untuk membuat respon fisik antara lain melakukan penyerangan terhadap musuh.This article contains a preliminary search about the war gamelan in Bali originating from outside Bali. The war gamelan is a gamelan that is used in war and serves as a gamelan to give spirit in war. This article aims to discuss the spread of word mredangga in various ancient manuscripts in the form kakawin and has been translated into Indonesian by the researchers earlier. Ancient texts as one source of historical literature, many save historical events related to culture, especially with the art of karawitan. Mredangga word itself as a war gamelan written in pupuh X number 8 kakawin Bharatayudha.The method used in this study is the historical method, which is done with four stages of work namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Mredangga can stand alone or as an instrument and as a group of instruments or accompanied by other words that mention other instruments. As a gamelan that serves for war, this gamelan has a function to create a physical response, among others, to attack the enemy.
Tari Ipit: Dari Penyakit Kesajian Artistik Fenny Diaristha, Putu; Sutirtha, I Wayan; Widnyana, Kompiang Gede
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (717.374 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v4i1.454

Abstract

Pada dasarnya Ipit  bisa dipicu oleh kondisi kurang tidur. Selain itu, stres, depresi, kelelahan di siang hari, bisa menyebabkan seseorang mengalami hal tersebut. Kebiasaan ini biasanya bisa hilang jika kita meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur. Pada saat ipit, seseorang melakukan hal-hal layaknya orang yang tengah sadar seperti berjalan, mengeluarkan kata-kata. Makan, bahkan sampai ke kamar kecil. Beranjak dari hal tersebut penata ingin menciptakan karya tari yang mengambil dari fenomena gangguan tidur yang dialami oleh semua kalangan masyarakat. Dalam hal ini penata memakai proses penciptaan dari Alma M Hawkins dalam buku mencipta lewat tari yang diterjemahkan oleh Sumandiyo Hadi yaitu tahap penjajagan (Exploration), tahap percobaan (Improvisation), dan tahap pembentukan(Forming).  Karya ini terbagi menjadi empat babak dengan durasi pementasan 14 menit. Dalam hal ini penata tidak memakai cerita melainkan pengalaman gangguan tidur yang penata alami serta melihat dan menonton di youtube bagaimana seseorang yang tengah mengalami ganguan tidur ini. Essentially, ipit is triggered by a condition of slep deprivation. In additon, stress, depression, fatigue during the day can cause a person to experience it. This habit will disappear if  we improve the quality and quantity of sleep. At the time of ipit, a person does things like a conscious person as walking, issuing words, laughing, eating, and even going to a restroom. Moving from it stylist want create a dance work that takes away from the phenomenon of sleep disorders experienced by all socienties. In this case the  stylist use the creation process of Alma M Hawkins in the book created by dance which is translated by Sumandiyo Hadi ie Exploration stage, Improvisation stage, and Fprming stage. This work is divided into four rounds with a duration of staging 14 minutes. In this case the stylist does not use the story but the experience of sleep disorder that the natural stylist and see and watch on youtube how someone who was experiencing sleep disorder is.

Page 1 of 1 | Total Record : 8