cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KREDIT SINDIKASI BERDASARKAN SISTEM PERKREDITAN PERBANKAN DI INDONESIA Honandar, Lidya Nathalia
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang sistem perkreditan di Indonesia dan bagaimana pengaturan kredit sindikasi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sistem perkreditan di Indonesia, semua bank yang menyalurkan dana, menghimpun, atau memberikan kredit kepada masyarakat harus berdasarkan persetujuan dari Bank Indonesia, karena peran utama dari Bank Indonesia yaitu untuk mengawasi, dan menyelenggarakan khususnya dalam hal pemberian kredit karena Bank Indonesia juga terlibat peran dalam lalu lintas pembayaran. Bank Indonesia juga mempunyai peran untuk menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank. 2. Dalam sistem kredit sindikasi di Indonesia yaitu kredit yang diberikan oleh beberapa bank kepada peserta sindikasi dalam jumlah yang besar dengan hanya memiliki satu dokumentasi kredit yang memiliki jangka waktu yang tergolong menengah dan disesuaikan dengan bunganya. Dalam hal pemberian kredit sindikasi, tanggung jawab bank yang memberikan kredit itu menjadi tanggung jawab masing-masing dari setiap bank pemberi kredit. Apabila sampai dengan batas waktu peserta sindikasi tidak dapat melunasi pinjaman tersebut, maka akan diselesaikan melalui upaya hukum yang berlaku.Kata kunci: Kajian Yuridis, Kredit, Sindikasi, Perbankan.
PENYELESAIAN UANG PENGGANTI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI Dandel, Abraham Kevin Lawalata
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan lembaga kejaksaan dalam menyelesaikan  tunggakan uang penganti dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana penyelesaian uang pengganti menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi, yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penyelesaian uang pengganti menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak pidana Korupsi, adalah salah satu cara untuk mengembalikan kerugian negara yang hilang adalah dengan memberikan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi harus dipahami sebagai bagian dari upaya pemidanaan terhadap mereka yang melanggar hukum. Jumlah uang pengganti adalah kerugian negara yang secara nyata dinikmati atau memperkaya terdakwa atau karena kausalitas tertentu, sehingga terdakwa bertanggungjawab atas seluruh kerugian Negara. 2. Kedudukan lembaga kejaksaan dalam menyelesaikan  tunggakan uang penganti, menurut hukum jelas dapat menuntut secara  perdata karena Jaksa dapat  mewakili negara atau pemerintah RI, baik di pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (non litigasi); termasuk antara lain upaya untuk menyelamatkan/mengembalikan kerugian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN). Artinya di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa  Jaksa Di bidang Perdata dan Jaksa di bidang Tata Usaha Negara, yang bertindak untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah boleh bertindak di dalam maupun di luar pengadilan termaksud dalam lapangan hukum perdata untuk beracara hingga ke Mahkamah Agung, dengan surat kuasa khusus.Kata kunci: korupsi; uang pengganti;
ASPEK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ORANG YANG BELUM DEWASA Tumade, Anggelina M.
LEX CRIMEN Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dan bagaimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual anak di bawah umur disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Ketidakmampuan pelaku kekerasan seksual untuk mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya merupakan salah satu dari faktor internal. Nafsu seksualnya dibiarkan membara dan menuntutnya untuk mencari kompensasi pemuasnya. Sedangkan faktor eksternal, meliputi faktor merosotnya norma susila dalam masyarakat, faktor interaksi dan juga faktor situasi atau kesempatan karena adanya kesempatan itulah kekerasan seksual bisa terjadi. 2. Penjatuhan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual anak di bawah umur telah diatur dalam Pasal 287 dan 292 KUHP dan dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kata kunci: Kekerasan seksual, belum dewasa.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLEBLOWER BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Noho, Surafli
LEX CRIMEN Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Perlindungan hukum terhadap Whistleblower berdasarkan UU No. 31 Tahun 2014 Tentang perlindungan saksi dan korban dan bagaimana efektifitas perlindungan hukum terhadap whistleblower dalam pengungkapan kasus korupsi di indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap Whistleblower Saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur jenis tindakan-tindakan yang dilarang, bertentangan dan membahayakan kepentingan publik. Ketentuan mengenai tindakan yang dimaksud masih tersebar di sejumlah Undang-Undang. Beberapa Undang-Undang inilah yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang whistleblower untuk menentukan tindakan yang hendak diungkap itu masuk kategori dilarang, bertentangan maupun membahayakan kepentingan publik. 2. Dalam konteks Indonesia, pengungkapan sebuah skandal dapat dilakukan dengan melapor kepada lembaga-lembaga yang berdasarkan UU memiliki kewenangan untuk menangani kasus-kasus whistleblowing, seperti LPSK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Yudisial, PPATK, Komisi Kepolisian Nasional, dan Komisi Kejaksaan. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Whistleblower, Saksi, Korban
TANGGUNG JAWAB PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS Sangki, Agio
LEX CRIMEN Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukanb untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pidana pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas dan apakah tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian dimasa yang akan datang dalam pembentukan KUHP Nasional masih perlu dipertahankan.  Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dapat disimpulkan: 1. Tanggung jawab pidana pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun, dapat juga diberikan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Dalam pembentukan KUHP Nasional, tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian masih sangat perlu diatur sebagai perbuatan yang pelakunya pengemudi kendaraan dapat mempertanggungjawabkannya secara pidana. Keywords: kecelakaan lalu lintas, tanggung jawab pidana
TATA CARA PELAPORAN DAN PENETAPAN STATUS GRATIFIKASI BAGI PEGAWAI NEGERI/ PENYELENGGARA NEGARA MENURUT PERATURAN KPK NO. 02 TAHUN 2014 Lerah, Roys Mohede
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna dan implementasi tata cara pelaporan dan penetapan status gratifikasi bagi pegawai negeri/penyelenggara negara dan bagaimana gratifikasi yang berkembang dalam praktek yang wajib dilaporkan kepada KPK. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Implementasi tata cara/peneyelenggara negara dalam penetapan status gratifikasi secara jelas telah diatur dalam  Pasal 1 angka 7 Peraturan KPK No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi bagi Pegawai Negeri dan penyelenggara negara. 2. Adapun beberapa kategori gratifikasi yang berkembang dalam praktik antara lain:Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat, terkait dengan tugas dan proses penyusunan anggaran, terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring, dan evaluasi, terkait dengan perjalanan dinas, terkait dengan proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai, terkait dengan perjanjian kerjasama kontrak/kesepakatan dengan pihak lain, terkait dengan ucapan terima terkait dengan proses pengadaan barang/jasa, terkait dengan pejabat/pegawai atau pihak ketiga pada hari raya keagamaan, terkait dengan pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugasnya.Kata kunci: Tata Cara, Pelaporan, Penetapan Status, Gratifikasi, Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
TINDAKAN KEKERASAN DENGAN TENAGA BERSAMA TERHADAP ORANG ATAU BARANG MENURUT PASAL 170 KUHP SEBAGAI TINDAK PIDANA MENGHADAPI PENGUNJUK RASA YANG RUSUH Sengkey, Christania G.
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana tindakan kekerasan dengan tenaga besama terhadap orang atau barang dalam Pasal 170 KUHP dan bagaimana Pasal 170 KUHP dilihat dari aspek hak asasi manusia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukumm normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan tindak pidana tindakan kekerasan dengan tenaga besama terhadap orang atau barang dalam Pasal 170 KUHP terutama dimaksudkan untuk menanggulangi tindakan-tindakan anarkis dalam suatu unjuk rasa oleh massa, di mana tindakan anarkis ini dapat berupa penggunaan kekerasan oleh massa terhadap orang atau barang. 2. Pasal 170 KUHP dilihat dari aspek Hak Asasi Manusia, tidaklah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena Pasal 170 KUHP pada dasarnya melarang pelanggaran hak orang lain dan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban  dalam bentuk penggunaan kekerasan secara bersama terhadap orang atau barang, sesuai dengan ketentuan pembatasan menurut hukum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.Kata kunci: kekerasan; 170 KUHP; unjuk rasa;
FUNGSI DAN KEDUDUKAN DENSUS 88 DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Takasili, Novian
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dalam penanggulangan terorisme di Indonesia dan bagaimana kewenangan Densus 88 dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kebijakan hukum yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam merespons aksi terrorisme menunjukkan perhatian yang luar biasa yang ditandai dengan penguatan hukum baik secara nasional maupun keterlibatan Indonesia dalam konvensi internasional mengenai terorisme. Kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia dapat ditinjau dari; kebijakan penal yaitu penanggulangan dengan mengedepankan penegakkan hukum pidana bagi para tersangka tindak pidana terorisme. 2. Bahwa Densus 88 memang merupakan bagian dari Kepolian RI yang menjalankan fungsi dan kedudukan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia sudah melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan amanat Undang-undang demi menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Kata kunci: terorisme, densus 88
HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN MENURUT SISTEM HUKUM DI INDONESIA Maramis, Friska Marselina
LEX CRIMEN Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak mewaris anak diluar perkawinan menurut hukum positif  di Indonesia  dan bagaimana kedudukan hak mewaris anak diluar perkawinan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kedudukan setiap anak yang dilahirkan di luar suatu ikatan perkawinan yang sah adalah merupakan anak luar kawin. Hukum Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist tetap menisbahkan anak luar nikah kepada ibu dan kerabatnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, anak luar kawin dianggap tidak mempunyai hubungan hukum apapun dengan orang tuanya apabila tidak ada pengakuan dari ayah maupun ibunya, dengan demikianbila anak luar kawin tersebut diakui maka ia dapat mewaris harta peninggalan dari orang tua yang mengakuinya, dan tentunya pembagian warisan berdasarkan Undang-undang. Akan tetapi, disatu sisi juga dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan yaitu UU No.1 tahun 1974 (Pasal 43 ayat 1), maka anak luar kawin yang tidak diakui pun dengan otomatis mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. 2. Kedudukan hak mewaris anak diluar perkawinan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 memiliki implikasi pada hak waris anak melalui pembatalan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan memberikan hak waris kepada anak di luar nikah sepanjang dibuktikan dengan  hasil pemeriksaan DNA. Bagi yang bukan penganut agama Muslim dapat dimohonkan penetapan ke Pengadilan Negeri dan bagi yang agama Muslim dapat dimohonkan di Pengadilan Agama namun hal ini tidak mengubah ketentuan dalam ajaran Islam bahwa anak luar nikah tidak memiliki hubungan waris dengan ayahnya namun untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak, ayah biologis anak tersebut diwajibkan memberikan nafkah kepada anak biologisnya serta memberikan bagian peninggalannya melalui hibah wasiat.Kata kunci:  Hak Mewaris,  Anak di Luar Perkawinan, Sistem Hukum.
KEPUTUSAN HAKIM TERHADAP KEJAHATAN ASUSILA YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR Oley, Ronald
LEX CRIMEN Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tindakan asusila yang dilakukan anak dalam perumusan perundang-undangan pidana dan bagaimana pertimbangan hakim dalam melindungi hak-hak anak yang melakukan asusila. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan, bahwa : 1. Cakupan tindak asusila yang dilakukan oleh seorang anak  perumusannya selain terdapat dalam KUHP juga terdapat dalam ketentuan diluar KUHPidana yakni dalam Undang-Undang Perlindungan anak sebagai tercantum dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Petimbagangan hukum hakim terhadap tindakan asusila anak selain mempertimbangkan bentuk atau jenis tindak pidana serta besarnya ancaman hukuman sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh anak dalam ketentuan hukum yang berlaku juga harus mengkaitkan tujuan pemidanaan sebagai anak dalam pemberian sanksi. Kata kunci: Asusila, anak di bawah umur.

Page 24 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue