cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Pitoy, Frances Esther Vaticanaq
LEX CRIMEN Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap saksi pasca undang-undang nomor 13 tahun 2006 dan Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap saksi merupakan pemenuhan hak dan pemberianbantuan kepada saksi agar saksi merasa aman dan nyaman dan tidak tertekan dalam ia memberikan keterangan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendirimengenai terjadinya suatu tidak pidana pada setiap proses peradilan pidana, mulaidari proses penyidikan, penuntutan dan proses pemeriksaan disidang pengadilan.Perlindungan mana diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun 2006, dengan dibantu oleh semua aparathukum. 2. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses peradilan pidana setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 adalah :  - Capacity building Lembaga Perlindungan Saksi yang terbentuk sejak tahun 2006 pasca diberlakukannya undang-undang nomor 13 tahun2006 belum memiliki kekuatan yang penuh dalam memberikan perlindungan hukum bagi saksi. - Kerjasama Lembaga Perlindungan saksi dan korban dengan lembaga terkait lainnya terutama pihak kepolisian dan kejaksaan sebagai penyidik belum terjalin dengan sehingga perlindungan saksi belum terlaksana secara komprehensif. Kata kunci:  Perlindungan, saksi, korban.
TANGGUNG JAWAB PIDANA PARA MEDIS TERHADAP TINDAKAN MALPRAKTEK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Damopolii, Sartika
LEX CRIMEN Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Tanggung Jawab Malpraktek menurut Hukum Pidana dan bagaimana Tanggung Jawab Para Medis terhadap tindakan Malpraktek.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tanggung jawab Malpraktek dalam hukum Pidana sangat erat kaitannya dengan pembuktian perbuatan seseorang (dokter/para medis) untuk dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice, manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana. 2. Tanggung jawab Para medis berkaitan dengan tindakan Malpraktek Pidana yang telah melanggar pasal-pasal Pidana dalam KUHP yang berkaitan dengan Malpraktek antara lain: Pasal 322 tentang Wajib Simpan Rahasia, Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal 351 KUHP, tentang Penganiayaan.Kata kunci: Tanggung Jawab Pidana, Para Medis, Tindakan Malpraktek
PRINSIP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN Mewengkang, Elisabeth
LEX CRIMEN Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Perusahaan terhadap pencemaran lingkungan dan bagaimana proses penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh Perusahaan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengkalisikasikan tanggung jawab perusahaan terhadap pencemaran lingkungan yaitu tanggung jawab keperdataan (ganti rugi), tanggung jawab administrasi (pencabutan izin usaha, pembekuan izin lingkungan, teguran tertulis, dan paksaan pemerintah) serta pertanggung jawaban kepidanaan (penutupan kegiatan usaha, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; perbaikan akibat tindak pidana; pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/ataupenempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.) serta secra umum yaitu pidana penjara dan denda bagi pelaku usaha ataupun terhadap atasan yang memberikan perintah. 2. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur mengenai upaya penyelesaian sengketa baik di dalam atau pun di luar pengadilan. Kata kunci: Perusahaan, Pencemaran
KAJIAN YURIDIS PENERAPAN PASAL 359 KUHP TERHADAP TINDAK PIDANA KEALPAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN SESEORANG Suryanto, Qalby R.
LEX CRIMEN Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan Pasal 359 KUHP sehingga orang yang karena kealpaannya menyebabkan kematian seseorang dapat dipidana dan bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana kelalaian yang telah menyebabkan kematian seseorang itu diberhentikan dan tidak dilanjutkan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penerapan Pasal 359 KUHP terhadap tindak pidana kelalaian / kealpaan yang telah menyebabkan kematian tersebut belum lah sesuai sebagaimana yang telah diatur. Seperti pada kasus kealpaan diatas dengan nama tersangka Rijali Weken yang tidak dilanjutkan dan malah berhenti pada saat tahap penyidikan dikarenakan orang tua korban telah iklas atas kejadian yang terjadi. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan Delik Biasa dan Pasal 109 ayat (2) KUHAP mengenai wewenang melakukan penghentian penyidikan. Jadi walaupun keluarga atau pihak korban  telah mencabut laporan atau pun telah mengiklaskan dan memaafkan pelaku atas kejadian tersebut, maka dari pihak penyidik wajib dalam memproses perkara tersebut dan perkara tersebut tetaplah harus dilanjutkan apapun yang terjadi. Terkecuali dengan delik aduan yang mana delik itu hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana, sehingga masih dapat diselesaikan secara kekeluargaan. 2. Masih terdapatnya kepentingan-kepentingan dari pada pihak Kepolisian. Pihak kepolisian disini tidak melakukan penerapan hukum sebagaimana mestinya. Karena salah satu keluarga korban dan salah satu pihak dari penyidik memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Ini jelas telah bertentangan dengan salah satu kepentingan hukum yang wajib di lindungi yaitu kepentingan pribadi yang menyangkut hak hidup / nyawa. Dengan tidak dilanjutkannya perkara ini sama saja penyidik tidak melakukan penerapan hukum sebagaimana mestinya karena telah menyampingkan hak hidup daripada korban, yang mana pelaku tersebut seharusnya wajib di proses sesuai ketentuan sebagaimana telah diatur. Penyidik sebagai penegak hukum seharusnya menjalankan hukum berdasarkan aturan yang telah di tetapkan, dan tidak seharusnya menyimpang untuk memberhentikan perkara ini.Kata kunci: Penerapan Pasal 359 KUHP, Tindak Pidana Kealpaan, Kematian Seseorang.
SANKSI PIDANA TERGANGGUNNYA FUNGSI JALAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN Kasenda, Bujung Jekly Winsy
LEX CRIMEN Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan bagaimana sanksi pidana mengakibatkan terganggunnya fungsi jalan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan yaitu dengan sengaja dan karena kelalaian melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, milik jalan, pengawasan jalan. Melakukan kegiatan penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan. Melakukan kegiatan pengusahaan suatu ruas jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri. Selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan sengaja memasuki jalan tol. 2.  Sanksi pidana terhadap kegiatan yang dilakukan dengan sengaja mengakibatkan terganggunya fungsi, penyelenggaraan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‑undangan, mengusahakan suatu ruas jalan sebagai jalan tol sebelum adanya penetapan Menteri, dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika dilakukan karena kelalaian diberlakukan pidana kurungan dan pidana denda. Apabila dilakukan oleh badan usaha, baik karena kesengajaan maupun kelalalaian pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan berupa pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.Kata kunci:  Sanksi Pidana, Terganggunnya Fungsi Jalan.
PENGUSIRAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA SETELAH MENJALANI MASA PIDANA Pangestu, Danang Y.
LEX CRIMEN Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian I. Umum, dijelaskan Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengawasan terhadap Orang Asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian. Tindak pidana Keimigrasian merupakan tindak pidana khusus sehingga hukum formal dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, misalnya adanya pidana minimum khusus. Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana pemberlakuan sanksi pidana terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika serta bagaimana pengusiran terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika setelah menjalani masa pidana. Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini ialah metode penelitian yuridis normatif yang ditunjang dengan studi kepustakaan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur hukum yang membahas mengenai tindak pidana narkotika serta kamus-kamus hukum yang diperlukan untuk menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 146 mengatur tentang warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, mengatur dalam Pasal 12,  Menteri berwenang melarang Orang Asing berada di daerah tertentu di Wilayah Indonesia. Kejahatan internasional dapat didefinisikan sebagai tindakan yang oleh konvensi internasional atau hukum kebiasaan internasional dinyatakan sebagai kejahatan di bawah hukum internasional atau kejahatan terhadap masyarakat internasional yang penuntutan dan penghukumannya berdasarkan prinsip universal. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa, perlakuan terhadap warga negara asing pelaku tindak pidana narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku melalui sistem peradilan pidana dan apabila warga negara asing terbukti dalam persidangan di pengadilan melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana narkotika maka sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan akan dikenakan terhadap warga negara asing termasuk pelaksanaan pemidanaan. Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia. Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
PELAKSANAAN PIDANA MATI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2/PNPS/1964 Jacob, Efryan R. T.
LEX CRIMEN Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan-alasan yang diberikan oleh mereka yang pro pidana mati dan mereka yang kontra pidana mati dan bagaimana tata cara pelaksanaan pidana mati menurut Undang-Undang No. 2/PNPS/1964.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative disimpulkan: 1. Alasan dari mereka yang pro pidana mati adalah karena adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu, maka para penjahat yang makin mengganas perlu diberikan shock terapy (terapi kejutan), berupa pidana mati terutama bagi penjahat-penjahat tertentu yang memang tidak bisa lagi diharapkan untuk dapat berubah. Sedangkan mereka yang kontra pidana mati memberikan alasan bahwa pidana mati sifatnya final, sehingga sekali dijatuhkan tidak dapat diperbaiki lagi, walaupun ternyata terjadi kekliruan terhadap terpidana, juga pidana mati akan menutup kemungkinan bagi terpidana untuk memperbaiki kesalahannya di masa yang akan datang.  2. Berdasarkan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 maka tata cara pelaksanaan pidana mati di Indonesia dilakukan dengan ditembak sampai mati, oleh satu regu penembak, yang dilakukan disuatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan tingkat pertama, terkecuali ditentukan  lain oleh Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, yang pelaksanaannya dihadiri oleh komisariat daerah (Kapolres) atau perwira yang ditunjuknya bersama dengan Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggung jawab. Kata kunci: Pelaksanaan, pidana, mati
TIDAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB DALAM HUKUM PIDANA DAN PENGATURANNYA DI MASA MENDATANG Rorie, Andrey
LEX CRIMEN Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana jiwanya cacat dalam pertumbunuhan dan jiwanya terganggu karena penyakit mengakibatkan orangnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana dan bagaimana pengaturan hal tersebut di masa mendatang. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dapat disimpulkan bahwa: 1. Keadaan jiwa cacat dalam pertumbuhan yang dimaksudkan oleh Pasal 44 ayat (1) KUHPidana adalah keterbelakangan perkembangan sejak yang telah dibawa sejak lahir. 2. Dalam Pasal 34 RUU KUHPidana 1999/2000 tidak lagi digunakan istilah ?pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit?, melainkan menyebut sebagai alasan untuk tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah : gangguan jiwa, penyakit jiwa dan retardasi mental. Kata kunci: Tidak mampu bertanggung jawab.
BENTUK-BENTUK PERBUATAN PENYELENGGARA NEGARA YANG DAPAT DIKENAKAN SANKSI PIDANA Maramis, Marhcel R.
LEX CRIMEN Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor  28 Tahun 1999  tentang  Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: Bentuk-bentuk perbuatan penyelenggaran negara yang dapat dikenakan sanksi pidana, seperti tidak melaksanakan kewajiban sebagai penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perbuatan kolusi merupakan permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. Nepotisme merupakan perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bentuk tindak pidana korupsi dan sanksi pidananya diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi. Kata kunci: Bentuk-bentuk perbuatan, penyelenggara negara, sanksi pidana.
PERAN PENYIDIK DALAM PRAPENUNTUTAN BERDASARKAN KUHAP Langi, Liem F. J.
LEX CRIMEN Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan  penyidik  dalam perampungan  berita  acara  pemeriksaan  tersangka  sesuai  dengan    peraturan  perundang-undangan dan bagaimana  upaya  penyidik  setelah  berkas  perkara dikembalikan  oleh jaksa  penuntut  umum. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Peran Penyidik pada menhadapi, penanganan perkara pidana pada dasarnya secara implisit adanya kecepatan penyidikan dan penyelesaian perkara serta penyempurnaan guna penyidangannya. Hal ini dalam rangka mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam menyelesaikan perkara-perkara pidana baik sebelum maupun sesudah sidang pengadilan. 2.Kemungkinan dikembalikannya berkas perkara oleh penuntut umum kepada penyidik adalah semata-mata untuk kepentingan tersangka dan kesempurnaan penuntutan sehingga secara jelas apakah perkara tersebut memenuhi persyaratan atau tidaknya untuk dilimpahkan ke pengadilan yang berwenang mengadili. Tidak adanya suatu ketentuan yang memberikan pembatasan berapa kali berkas perkara dapat dikembalikan dan akibat yang ditimbulkan bila berkas perkara tidak dikembalikan dari pihak penuntut umum apabila dalam tujuh hari tidak mengembalikan berkas perkara maka berkas perkara penyidikan dianggap selesai.Kata kunci: Peran Penyidik, Prapenuntutan

Page 22 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue