LEX CRIMEN
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana.
Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Articles
1,647 Documents
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM BERUPA PEMIDANAAN TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Kapojos, Marcella J.
LEX CRIMEN Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konvensi hak anak sehubungan dengan sistem peradilan pidana anak di Indonesia dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim anak dalam menjatuhkan pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Perlindungan terhadap anak dalam proses Peradilan Anak telah dijamin dalam Instrumen Nasional maupun Internasional. Harmonisasi Instrumen Hukum Nasional, Mengacu pada standar Instrumen Internasional tentang Perlindungan Anak. Konvensi Hak-Hak Anak yang merupakan salah satu intrumen internasional tentang perlindungan hukum terhadap anak menjadi salah satu pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Konvensi Hak-Hak Anak merupakan sumber hukum yang memberikan materi pada pembuatan hukum dan harmonisasi hukum tentang anak. Artikel 37 dan 40 Konvensi Hak Anak memuat hal-hal yang berkaitan dengan bidang peradilan pidana, diatur hal-hal menyangkut proses pemeriksaan pada tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan pengadilan hingga menjalani pidana. 2. Sanksi pidana bagi anak dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya, atau dikenal dengan istilah “ultimum remidiumâ€. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tetang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana dalam undang-undang ini pemidanaan terhadap Anak Nakal mempunyai konsep Keadilan Restoratif / restorative justice dimana lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korban. Hakim dalam memutus perkara pidana anak selain harus memperhatikan aspek-aspek yuridis juga harus memperhatikan aspek non yuridis sebagai bahan pertimbangan hakim dalam pembuatan suatu keputusan khususnya yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana, jenis pidana, dan berat ringannya pidana yang dijatuhkan terhadap anak. Terkhusus dalam menjatuhkan putusan, Hakim Anak berperan memberikan keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak melalui putusannya yang dilandasi dengan berbagai pertimbangan demi mengusahakan yang terbaik bagi anak yang bersangkutan. Kata kunci: Putusan Hakim, pemidanaan, tindak pidana anak
PERLINDUNGAN HUKUM PADA NARAPIDANA WANITA HAMIL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Ticoalu, Tirsa
LEX CRIMEN Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pada kenyataannya undang-undang tersebut belum maximal menampung ide-ide pemasyarakatan secara keseluruhan. Di samping itu masih banyak hal-hal yang merupakan dasar¬dasar atau pedoman-pedoman pelaksanaan dari sistem pemasyarakatan belum diatur dalam undang-undang ini. Di dalam pelaksanaan peraturan-peraturan yang memuat ide-ide pemasyarakatan, maupun di dalam pelaksanaan Undang-undang Pemasyarakatan aparat pelaksana menjalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku, di mana dalam kasus¬kasus tertentu aparat pelaksana mengambil kebijaksanaan¬kebijaksanaan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi, agar ide-ide pemasyarakatan tersebut tetap dapat terwujud. Dalam melaksanakan peraturan-peraturan tersebut aparat pelaksana menjalin kerjasama dengan instansi-instansi terkait agar apa yang tercantum dalam peraturan tentang ide-ide pemasyarakatan dapat diimplementasikan dengan baik sehingga tujuan dari sistem pemasyarakatan dapat tercapai. Dalam pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut banyak kendala-kendala yang menghambat terwujudnya tujuan pemasyarakatan. Kenadala-kendala tersebut ada yang dikarenakan keberadaan undang-undang itu sendiri, Dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ternyata masalah perlindungan hukum terhadap narapidana wanita belum diatur. Karena dalam undang-undang tersebut hanya disebutkan narapidana saja, tidak dibedakan antara narapidana laki-laki maupun wanita. Kata Kunci : Narapidana, Wanita Hamil
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SERTA PENUNTUTAN TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
Mandak, Allan Dodi L.
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tahap penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana dan bagaimana tahap penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Penanganan tindak pidana di luar persidangan terdiri dari penyelidikan, penyidikan. Hal ini merupakan kewenangan dari Kepolisian Negara RI, PNS yang berwenang khusus dan kejaksaan (Jaksa) pada kasus pidana tertentu sesuai dengan aturan yang tertuang dalam KUHAP. Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara RI, bila selesai pemberkasan dilanjutkan penyerahan berkas tersebut kepada jaksa penuntut umum, apabila belum sempurna/lengkap maka jaksa akan mengembalikan berkas tersebut untuk diperbaiki dalam waktu 7 hari harus dikembalikan. 2. Penanganan tindak pidana di dalam persidangan adalah jaksa penuntut umum sebagai penuntut dalam acara pidana. Adapun hakim selaku pemeriksa dan penuntut dalam acara pidana/persidangan yang dipimpinnya, tuntutan jaksa selaku penuntut umum sesuai atau berdasarkan pada hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara RI, atau oleh Jaksa sendiri (kasus pidana tertentu). Adapun hakim dalam mengambil putusan dalam persidangan berdasarkan pertimbangan, fakta hukum yang terlihat dalam persidangan, bukti-bukti yang sah menurut hukum, keyakinan, hakim dan hasil musyawarah para hakim yang tergabung dalam majelis hakim yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.Kata kunci: Penyelidikan dan Penyidikan, Penuntutan, Tindak Pidana
DAYA PAKSA (OVERMACHT) DALAM PASAL 48 KUHP DARI SUDUT DOKTRIN DAN YURISPRUDENSI
Rattu, Raldo
LEX CRIMEN Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana daya paksa (overmacht) dalam pendapat ahli hukum (doktrin) dan bagaimana daya paksa dalam yurisprudensi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Daya paksa (overmacht) dalam pendapat ahli hukum ada yang berpendapat atas 3 (tiga) yaitu: a. daya paksa absolut; b. daya paksa relatif; dan c. keadaan terpaksa/keadaan darurat (noodtoestand), dan ada yang berpendapat bahwa daya paksa absolut tidaklah termasuk termasuk daya paksa, sehingga daya paksa terdiri atas 2 (dua) saya, yaitu: a. daya paksa relatif dan b. keadaan terpaksa. 2. Daya paksa dalam yurisprudensi di Indonesia antara lain telah mengaskan bahwa perasaan pribadi seseorang, misalnya orangnya dikenal sebagai petugas di daerah tersebut, bukanlah suatu daya paksa (putusan MAÂ No. 121 K/Kr/1960, 30 Mei 1961) dan gaji yang sedikit dari seorang pegawai negeri bukanlah suatu keadaan terpaksa (noodtoestand) untuk melakukan pemalsuan surat dan pemerasan oleh pegawai negeri (putusan MA Nomor 117 K/Kr/1968, 2 Juli 1969).Kata kunci:Â Daya Paksa (Overmacht), KUHP, Doktrin,Yurisprudensia
BATALNYA SURAT DAKWAAN (NULL AND VOID) KARENA DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM KABUR (OBSCUUR LIBELI)
Harianty, Harianty
LEX CRIMEN Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Surat Dakwaan dapat menjadi dasar pemeriksaan oleh Pengadilan dan bagaimanakah Surat Dakwaan yang di tetapkan/diputuskan oleh Hakim sebagai Surat Dakwaan Batal Demi Hukum (Van rechtswege/null and void) atau dinyatakan Surat Dakwaan Tidak Dapat diterima (obscuur libeli), yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Bahwa surat dakwaan adalah dasar pemeriksan sidang pengadilan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, surat dakwan tidak serta merta terjadi dengan sendirinya, yang mana apabila terdakwa atau penasihat hukumnya sesuai dengan Pasal 156 KUHAP mengajukan bantahan/tangkisan/eksepsi yang menyatakan pendapatnya bahwa surat dakwaan tidak mmenuhi syarat menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP atau menyatakan bahwa surat dakwaan kabur (exception obscuur libeli) maka terhadap eksepsi tersebut setelah mendengar pendapat di penuntut umum, hakim dapat menerima atau menolak dalam bentuk penetapan atau putusan. 2. Bahwa sesuai dengan uraian di atas disimpulkan bahwa akibta hukum dari pembatalan surat dakwan pernyataan surat dakwaan tidak dapat diterima (NO) hanya berlaku terhadap surat dakwaannya saja, dalam arti bahwa surat dakwaaan yang dibatalkan atau yang dinyatakan batal demi hukum atau dinyatakan tidak dapat diterima masih dapat diperbaiki/disempurnakan sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP untuk selanjutnya beserta berkas perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Kata kunci: surat dakwaan, obscuur libeli
TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (ONLINE) MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008 JO. UU NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Oentoro, Filia
LEX CRIMEN Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi aspek hukum pidana penipuan jual beli melalui media elektronik dan bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap tindak pidana penipuan akibat transaksi jual beli secara online. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Salah satu bentuk kejahatan dalam transaksi elektronik adalah kejahatan penipuan akibat transaksi jual beli barang melalui online (internet). Tindak pidana penipuan menurut UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan, bahwa: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. 2. Dalam pendekatan perlindungan hukum dalam transaksi jual beli secara online dengan pendekatan undang-undang perlindungan konsumen, disebutkan: perlindungan hak kenyamanan, perlindungan hak untuk memilih barang, perlindungan hak atas informasi yang benar, jelas, jujur kondisi barang atau jasa. Perlindungan atas hak untuk mendapatkan ganti rugi/pengertian apabila yang diperjanjikan tidak sesuai dengan kontrak perjanjian. Kontrak elektronik menurut Pasal 48 ayat (2) PP PSTE dianggap sah apabila: Ada kata sepakat para pihak, adanya subyek hukum yang cakap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terdapat hal tertentu, obyek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.Kata kunci: Tindak pidana, penipuan, jual beli, media elektronik
KEWAJIBAN PENYIDIK DALAM MENGINTEROGASI TERSANGKA MENURUT KUHAP
Doringin, Brayen
LEX CRIMEN Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi apa yang menjadi hak-hak dari seseorang yang disangka telah melakukan tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat yuridis-normatif. Untuk menghimpun bahan yang diperlukan, maka penulis telah menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku hukum, artikel-artikel yang membahas masalah hukum, himpunan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, serta berbagai sumber tertulis lainnya. Hasil penelitian menunjukkan tentang kewajiban-kewajiban Penyidik mendahului dalam menginterogasi terhadap tersangka serta kewajiban-kewajiban Penyidik pada saat menginterogasi terhadap tersangka. Pertama, 1) kewajiban-kewajiban Penyidik terhadap tersangka itu dapat dibedakan atas: Kewajiban Penyidik terhadap tersangka mendahului dilakukannya pemeriksaan (interogasi); Kewajiban Penyidik pada saat melakukan pemeriksaan (interogasi). 2) Penyidik terhadap tersangka mendahului dilakukannya pemeriksaan (interogasi) yang diatur dalam Bab XIV Bagian Kedua. Kedua, Kewajiban-kewajiban Penyidik Pada Saat Menginterogasi Terhadap Tersangka. Dalam KUHAP telah ditentukan adanya beberapa kewajiban bagi Penyidik pada saat melakukan pemeriksaan (interogasi) terhadap tersangka. Dengan asas praduga tak bersalah yang dimiliki KUHAP dengan sendirinya memberikan kepada aparat penegak hukum yang dalam hal ini termasuk penyidik untuk mempergunakan prinsip aqusatuir dalam setiap pemeriksaan dan bukan menggunakan prinsip inquisatuir. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam KUHAP, kewajiban-kewajiban Penyidik mendahului dilakukannya pemeriksaan terhadap tersangka, yaitu : Kewajiban memanggil tersangka dengan surat panggilan yang sah. – Kewajiban memberitahu kepada tersangka tentang apa yang disangkakan kepadanya. – Kewajiban memberitahu kepada tersangka haknya mendapat bantuan hukum. – Kewajiban Penyidik terhadap tersangka pada saat melakukan pemeriksaan (interogasi), yaitu : – Kewajiban menanyakan kepada tersangka apa ia menghendaki didengarnya saksi a decharge. – Kewajiban memanggil dan memeriksa saksi a decharge jika tersangka menghendaki saksi a decharge. Kewajiban mendapatkan keterangan tersangka tanpa tekanan dari siapapun dan atau bentuk apapun terhadap tersangka.
PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KUHP
Sepang, Marcelino Brayen
LEX CRIMEN Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pertanggung jawaban hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial menurut UU No 11 Tahun 2008 tentang Imformasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP dan bagaimana  dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial menurut UU No 11 Tahun 2008 tentang Imformasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pertanggung Jawaban hukum dalam tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial, sanksi yang diberikan kepada pelaku, dimana ini ditinjau dari KUHP dan UU ITE. Pertanggung Jawaban hukum dalam tindak pidana pencemaran nama baik menganut asas Lex spesialis derogate legi generali, dimana sanksi tindak pidana pencemaran nama baik menurut UU No 1 Tahun 2008 adalah Pidana Penjara paling lama 4 Tahun dan denda Rp.750.000.000,00. 2. Dalam penjatuhan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial telah diatur dalam KUHP dalam pasal 183 yang didalamnya berhubungan dengan keyakinan hakim dalam menjatuhkan hukuman, namun tidak terlepas dari pembuktian yang telah diatur dalam pasal 183 KUHAP. Dalam menjatuhkan hukuman, ada 3 pilihan kemungkinan yang dapat dijatuhkan hakim kepada pelaku tindak pidana pencemaran nama baik yaitu, pemidanaan, putusan bebas,dan lepas dari segala tuntutan hukum. Hakim pun menggunakan teori atau pendekatan dalam menjatuhkan hukuman agar dapat melihat seberapa besarkah hukuman yang akan diberikan kepada pelaku serta hakim harus melihat unsur-unsur dari yang berhubungan dengan tidak pidana yang dilakukan pelaku agar mendapatkan keyakinan yang adil dalam menjatuhkan hukuman.Kata kunci: Pertanggung Jawaban Tindak Pidana, Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial.
PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERKARA PIDANA ANAK
Warikie, Awan Pelangi Putra
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan d8ilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses perkara pidana anak berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana perlindungan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses perkara pidana anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Proses perkara pidana anak berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan melalui tiga tahapan, yakni tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang. Penyidikan perkara anak dilakukan oleh penyidik yang telah berpengalaman sebagai penyidik, memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Penuntutan perkara anak dilakukan oleh penuntut umum yang berpengalaman dan memahami masalah anak. Pemeriksaan di muka sidang, anak disidangkan dalam ruang sidang khusus. 2. Perlindungan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan sejak proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang sampai pada penjatuhan pidana. Dalam penyidikan dan penuntutan, penyidik dan penuntut umum wajib memberikan perlindungan khusus bagi anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat. Dalam pemeriksaan di muka sidang anak, hakim tidak memakai toga, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum tidak memakai pakaian dinas. Penjatuhan pidana terhadap anak tanpa pemberatan.Kata kunci: Perlindungan khusus, anak, proses perkara, pidana anak
PERANAN ADVOKAT MELAKSANAKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP KLIEN DALAM PERKARA PIDANA
Siburian, Soar H.
LEX CRIMEN Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penerapan hukum dan penegakan hukum dilaksanakan secara tegas dan lugas tetapi manusiawi berdasarkan asas keadilan dan kebenaran. Pelayanan dan bantuan hukum terus ditingkatkan agar masyarakat pencari keadilan memperoleh perlindungan hukum secara lancar dan cepat. Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini yaitu bagaimana syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum?, bagaimana Peranan Advokat Melaksanakan Bantuan Hukum Terhadap Klien Dalam Perkara Pidana?. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Sebagai sumber data adalah data sekunder, yakni: sumber dari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, majalah dan lain-lain yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberlakuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah memberikan landasan yang kuat dan kokoh dalam pelaksanaan tugas pengabdian advokad dalam kehidupan masyarakat. Dalam undang-undang ini diatur secara lebih komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi advokat. Diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya. Peranan penting dalam suatu proses penegakan hukum bukan hanya manusia yang menjadi aparat penegak hukum, namun juga organisasi yang mengatur dan mengelola operasionalisasi proses penegakan hukum. Seseorang yang menghadapi masalah hukum, meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi, berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat dan tata cara untuk mendapatkan bantuan hukum diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum. Peranan Advokat sebagai penegakan hukum, yaitu sebagai pengawas penegakan hukum, sebagai penjaga Kekuasaan Kehakiman dan sebagai pekerja sosial.