cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
TANGGUNG JAWAB PIDANA BAGI PENYEDIA JASA PROSTITUSI ONLINE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Palandi, Andi Brian
LEX CRIMEN Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Mengenai Prostitusi Online Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Bagi Penyedia Jasa Prostitusi OnlineDitinjau dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 jo Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana prostitusi online dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan beberapa peraturan perundang-undangan lain,  diantaranya: -Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pada Pasal 296 dan Pasal 506. Kedua pasal ini mengatur tentang pertanggungjawaban penyedia layanan prostitusi yang dilakukan secara konvensional. Dikarenakan dalam pasal ini tidak mengatur tentang sarana yang digunakan oleh penyedia layanan maka pasal-pasal ini tidak dapat digunakan dalam kasus prostitusi online. -Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu pada Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dalam pasal ini siapa saja yang memenuhi unsur tindak pidana melakukan eksploitasi seksual dapat dipidana sesuai ketentuan pidana yang berlaku dalam UU ini. 2. Pertanggungjawaban pidana penyedia layanan prostitusi online sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia, yaitu: -Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 jo Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, yaitu pada Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 Pasal 45 dalam ketentuan pasal ini dapat dikenakan pada penyedia layanan prostitusi online karena telah mengakomodir sarana yang digunakan yaitu melalui media elektronik dan perbuatan tersebut melanggar kesusilaan. -Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pada Pasal 296 dan Pasal 506 dapat dikenakan kepada penyedia layanan prostitusi secara konvensional tidak untuk prostitusi online dikarenakan tidak mengatur tentang fasilitas yang digunakan jadi belum tepat diterapkan dalam kasus ini.-Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu dalam Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 30.  Unsur-unsur dalam pasal ini sudah sangat jelas dapat dikenakan kepada penyedia layanan yang menyediakan jasa prostitusi baik itu yang dilakukan secara konvensional maupun lewat teknologi. Kata kunci: Tanggungjawab pidana, jasa prostitusi, online.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN PEMILIK WEBSITE DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KRIMINALISASI CYBERCRIME DI INDONESIA Bawole, Grace
LEX CRIMEN Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya kajan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kajian yuridis terhadap perlindungan website dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kriminalisasi cybercrime di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan disimpulkan bahwa perlindungan pemilik website dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kriminalisasi cybercrime di Indonesia secara yuridis sudah dilindungi oleh hukum akan tetapi belum begitu tegas diatur oleh salah satu perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang kriminalisasi cybercrime ini. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab semakin maraknya kriminalisasi cybercrime yang sangat merugikan pemilik website. Kata kunci: cybercrime
JENIS-JENIS TINDAK PIDANA TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI Hutabarat, Ericxon Verly Samuel
LEX CRIMEN Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penyidikan tindak pidana terhadap tenaga kerja Indonesia yang akan ditempatkan di luar negeri  dan bagaimana jenis-jenis tindak pidana terhadap tenaga kerja Indonesia yang terjadi dalam proses penempatannya di luar negeri. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Terjadinya pelanggaran hukum terhadaptenaga kerja Indonesia, dapat dilakukan serta ditindaki olehbadan hukum tertentu seperti; Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di instansi Pemerintah yang bergerak pada bidang ketenagakerjaan Indonesia, yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana, termasuk meminta keterangan dan bahan bukti. Selain itu penyidikan dilakukan untuk penyitaan bahan atau barang bukti, surat dan/atau dokumen lain yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI.Penyidikan perlu dilakukan sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Tindak Pidana Terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang dianggap bermasalah dalam proses penempatan di luar negeri, dapat dikategorikan sebagai kejahatan dan pelanggaran sehingga jenis-jenis tindak pidana yang merugikan ini memerlukan upaya pencegahan dan penindakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku agar tercipta kemanan kepastian hukum dan keadilan bagi para calon tenaga kerja Indonesia yang akan ditempatkan di luar negeri.Kata kunci: Jenis-jenis tindak pidana, tenaga kerja Indonesia, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TENTANG PENGHINAAN DI MEDIA SOSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG ITE DAN KUHP Lompoliuw, Brian Obrien Stanley
LEX CRIMEN Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah untuk mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kasus cybercrime khususnya penghinaan di media social dan bagaimana pencegahan, penanggulangan serta penegakan hukum terhadap penghinaan di media social. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Faktor-Faktor Penyebab terjadinya penghinaan di media sosial dan berkembangnya kejahatan tesebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Faktor Kesadaran Masyarakat, yang mana masyarakat belum terlalu mengetahui apa itu cyber crime dan jenis-jenis kejahatan yang ada di dalanya, berikutnya Faktor Keamanan, yang membuat pelaku bebas melakukan kejahatan dunia maya karena berada di tempat yang tersembunyi dan sulit dilacak serta dilengkapi dengan teknologi yang memadai, Faktor Penegak Hukum, dimana para penegak hukum yaitu pihak kepolisian belum dilengkapi oleh peralatan yang memadai bahkan pengetahuan yang masih kurang tentang kejahatan di dunia maya, terkhusus yang berada di daerah-daerah yang masih butuh pelatihan, pengetahuan dan sarana yang memadai, terakhir Faktor Psikologis, yang menyebabkan pelaku penghinaan di media sosial, terkesan mencari perhatian di media sosial, karena faktor kepribadian pelaku yang narsistik dan juga faktor-faktor psikologis yang lain. 2.  Upaya-upaya pencegahan bahkan penanggulangan kasus penghinaan di media sosial, telah dilakukan dengan dikeluarkannya peraturan khusus tentang cyber crime yaitu UU.No. 11 Tahun 2008 yang kemudian di revisi menjadi UU No. 19 Tahun 2016, dibentuknya divisi khusus oleh kepolisian yang khusus menangani kasus cyber crime, diadakannya cyber patrol untuk memantau aktifitas di media sosial, sampai pembentukan badan cyber nasional untuk meminimalisir penyebaran konten negatif di media sosial, serta adanya layanan pemerintah untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan kasus-kasus cyber crime.Kata kunci: Analisis, Penegakan Hukum Pidana, Penghinaan, Media Sosial
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DITINJAU DARI UU NO. 2 TAHUN 2012 Dotulong, Ivan
LEX CRIMEN Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana  Pengaturan Pemerintah dalam hal ini melaksanakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum sesuai dengan Undang-Undang no 2 Tahun 2012 dan bagaimana Hak dari masyarakat yang Tanahnya terkena Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Undang-undang No. 2 Tahun 2012 memang memiliki kekuatan Hukum yang mengikat. Namun secara pelaksanaannya masih terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain: terlalu luasnya arti Kepentingan Umum, bentuk dan dasar perhitungan ganti kerugian kepada pemilik hak atas tanah, dan mekanisme Pengadaan Tanah yang dilakukan oleh Pemerintah. 2. Regulasi yang mengatur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum tidak menjamin pemegang Hak Atas Tanah memperoleh kehidupan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Hal itu disebabkan karena dasar perhitungan ganti rugi hanya memperhitungkan kerugian yang bersifat fisik yaitu: tanah, bangunan, dan tanaman yang berada diatasnya. Kerugian non fisik yang terkait dengan sosiologis, yang dialami pemilik hak atas tanah tidak diperhitungkan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kata kunci: Pengadaan tanah, kepentingan umum
KAJIAN HUKUM TERHADAP AKTA JUAL BELI YANG DI BUAT OLEH KEPALA DESA Dante, Glendy Irvandi
LEX CRIMEN Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akta di bawah tangan bisa dijadikan dasar penerbitan sertifikat dan sejauhmana kekuatan hukum surat keterangan tanah yang dibuat oleh Kepala Desa dalam transaksi jual beli.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Akta di bawah tangan diakui dalam KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 telah ditentukan syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sah yang dimaksud maka dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dan dihadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Fungsi akta ada 2 yaitu fungsi formal yang menentukan lengkapnya (bukan untuk sahnya) dan fungsi akta sebagai alat bukti di kemudian hari. 2. Bahwa kekuatan hukum surat keterangan tanah Kepala Desa dalam transaksi jual beli tanah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah akan memperoleh kekuatan hukum yang sah apabila diketahui oleh camat selaku pejabat pembuat akta tanah, dengan dasar hukum berdasarkan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 39 ayat huruf b angka (1) dan angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah. Surat keterangan tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik yang dibuat atau dikeluarkan oleh pejabat pembuat akta tanah, namun karena Surat keterangan tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka Surat keterangan tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan Sertifikat  hak atas tanah.Kata kunci: Kajian Hukum, Akta Jual Beli, Kepala Desa
ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PEMERIKSAAN PERKARA KEKERASAN FISIK DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN Ruru, Kardian
LEX CRIMEN Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan mengenai alat bukti yang sah dalam pemeriksaan perkara kekerasan fisik dalam rumah tangga di pengadilan dan bagaimanakah pembuktian dalam pemeriksaan perkara kekerasan fisik dalam rumah tangga di pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Kekerasan seksual yang dilakukan selain dari suami istri adalah pengakuan terdakwa. Alat bukti yang sah ialah keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa dan hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 2. Pembuktian dalam pemeriksaan perkara kekerasan fisik dalam rumah tangga di pengadilan,sesuai Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dan Untuk mempidana seseorang hakim harus mendapat keyakinan atas bukti-bukti yang diisyaratkan dalam undang-undang sehingga terdakwa dinyatakan sebagai pihak yang bersalah, karena di Indonesia menganut sistem pembuktian yang negatif, yaitu pembuktian didasarkan pada ada atau tidaknya alat bukti yang diperoleh dari barang bukti di mana alat bukti itu hakim mendapat keyakinan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak bersalah. Kata kunci: Alat bukti,kekerasan fisik, rumah tangga.
TINJAUAN YURIDIS ATAS KELALAIAN DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK MENURUT PASAL 58 UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Agustinus, Christiany Jilly Grace
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Hubungan Hukum antara Tenaga Medis dan Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik dan bagaimana Tinjauan Yuridis atas kelalaian dalam perjanjian terapeutik berdasarkan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Hubungan hukum antara pasien dengan tenaga kesehatan dapat terjadi antara lain karena pasien sendiri yang datang untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi hubungan hukum yang bersumber dari kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan. 2. Tenaga medis yang melakukan pengobatan tidak sesuai dengan Standart Prosedur Operasional dan sesuai Peraturan Perundang-Undangan maka dari pihak pasien dapat menuntut pertanggung jawaban kepada pihak medis kecuali dalam keadaan darurat.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Kelalaian, Perjanjian Terapeutik, Kesehatan
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU DESERSI DALAM PASAL 87 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER Horukie, Dalson
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian yakni untuk mengetahui bagaimanakah keluasan cakupan dari rumusan Pasal 87 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer yang menyangkut desersi dan bagaimanakah pertimbangan dari sudut Hak Asasi Manusia berkenaan dengan tindak pidana desersi, khususnya Pasal 87 KUHPM do ,ama dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Tindak pidana desersi dalam Pasal 87 KUHPM, di satu pihak merupakan bentuk khusus dari tindak-tindak pidana ketidakhadiran tanpa izin lainnya karena dipandang sebagai perbuatan yang perlu diancam pidana lebih berat. Di samping Pasal 87 KUHPM ini, masih ada tindak-tindak pidana lainnya dalam KUHPM yang merupakan pemberatan terhadap perbuatan desersi.  2. Doktrin “noodplicht” atau kewajiban terpaksa, menyampingkan hak asasi anggota militer untuk mempertahankan kepentingan diri sendiri, karena dengan memilih pekerjaan/tugas sebagai anggota militer, maka yang bersangkutan dianggap telah bersedia menerima risiko yang berbahaya atas dirinya.Kata kunci: desersi; militer;
HUKUMAN TAMBAHAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pilli, Inggrid
LEX CRIMEN Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korupsi telah menjadi kejahatan yang dianggap merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bernegara. Korupsi di Indonesia merupakan persoalan bangsa yang bersifat darurat yang telah dihadapi bangsa Indonesia dari masa ke masa dalam rentang waktu yang relatif lama. Salah satu cara mengembalikan korupsi Negara yang hilang tersebut adalah dengan memberi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini yaitu bagaimana kedudukan pidana tambahan dalam perkara pidana korupsi, serta bagaimana proses pelaksanaan hukuman tambahan dalam perkara pidana korupsi. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, maka pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan prosedur indentifikasi dan inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pidana tambahan dalam perkara korupsi harus dipahami sebagai bagian dari upaya pemidanaan terhadap mereka yang melanggar hukum.  Dalam hal ini hukum yang dilanggar adalah tindak pidana korupsi. Hukum pidana korupsi merupakan salah satu pidana khusus. Prinsip pemberlakuannya adalah hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada pidana umum. Bentuk-bentuk pidana tambahan antara lain: perampasan barang, pembayaran uang pengganti, penutupan perusahaan. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Proses pelaksanaan putusan pengadilan secara umum diatur dalam Bab XIX KUHAP. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti maka terpidana diberitenggang waktu sebulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk melunasinya.  Jaksa  tidak dapat memperpanjang  batas  waktu  terpidana  untuk membayar uang penggantinya. Jika dalam waktu yang ditentukan tersebut telah habis maka jaksa sebagai eksekutor Negara dapat menyita dan melelang barat benda terdakwa. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu cara untuk mengembalikan korupsi negara akibat perbuatan pidana korupsi adalah dengan pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti.  Jika terpidana tidak membayar uang pengganti, paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutu piuang pengganti tersebut.

Page 7 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue