cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 566 Documents
PENERAPAN METODE PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) UNTUK PROGRAM PENGENDALIAN DAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KASUS : SUNGAI CILIWUNG Tikno, Sunu
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (118.264 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2160

Abstract

Banjir merupakan suatu peristiwa hidrologi yang kadang sulit diprediksi kejadiannyadan sering mendatangkan kerugian. Metode penelusuran banjir (metode muskingum) telah banyak digunakan oleh ahli-ahli hidrologi untuk melakukan pengendalian banjir. Tulisan ini merupakan kajian penerapan metode penelusuran banjir di Sungai Ciliwung pada ruas Depok hingga Manggarai. Hasil perhitungan nilai-nilai konstanta dan koefisien sebagai berikut : x = -0.002; K = 6 jam; C0 = 0.1443; C1 = 0.1409 dan C3 = 0.7147. Nilai K = 6 jam berarti bahwa waktu perjalanan puncak gelombang banjir dari Depok menuju Manggarai adalah sekitar 6 jamFlood is the hydrological event and the event occurrence was very difficult to predictand usually detriment. Flood routing (Muskingum method) has been applying for the effort of flood control. This paper described the study of application of flood routing using Muskingum method in Ciliwung River at Depok through Manggarai section. Calculated result of constantan and coefficients value were: x =-0.002; K = 6 hours; C0 = 0.1443; C1 = 0.1409 and C3 = 0.7147. The K value equal 6 hours indicated that travel time of the center mass of flood wave from Depok to Manggarai is 6 hours.
THE USE OF WRF MODEL TO SUPPORT CLOUD SEEDING OPERATION: A STUDY IN THE CITARUM CATCHMENT AREA Kudsy, Mahally; Ridwan, Ridwan; Renggono, Findy; Sunarto, Faisal
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 1 (2012): June 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9312.405 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v13i1.2203

Abstract

This paper presents about the use of WRF modelling to assist weather analysis for cloud seeding operation in the Citarum Catchment Area, West Java, Indonesia. In this study, WRF parameterization was carried out . The parameterized values were used to forecast precipitation during cloud seeding operation. To study the effect of variational run, WRF 3DVAR was run using GDAS data set and doppler weather radar data. The result of this study shows that precipitation can be better predicted by ingesting radar data into 3DVAR run.Makalah ini menyajikan tentang penggunaan pemodelan dengan WRF untuk membantu analisis cuaca yang dipakai dalam operasi penyemaian awan di DAS Citarum, Jawa Barat, Indonesia. Dalam kajian ini telah dilakukan parameterisasi WRF, kemudian nilaiparameter yang diperoleh dipakai untuk mendapatkan prakiraan presipitasi selama operasi penyemaian awan. Untuk mempelajari pengaruh dari run variasional, WRF 3DVAR dijalankan dengan menggunakan data GDAS dan data radar doppler. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa prakiraan presipitasi yang lebih baik dapat diperoleh dengan mengasimilasikan data radar ke dalam run 3DVAR.
ANALISA PENGARUH DEBIT AIR LIMPASAN CURAH HUJAN DI DAS KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TERHADAP JUMLAH TITIK PANAS/TITIK HOTSPOT PADA BULAN JUNI - NOVEMBER 2014 Sibarani, Rini Mariana; Prayoga, M. Bayu Rizky; Muttaqin, Alfan
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 16, No 1 (2015): June 2015
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1217.231 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v16i1.2636

Abstract

INTISARITitik panas / titk Hotspot merupakan indikator kebakaran lahan dan hutan yang selalu menjadi masalah pada saat kondisi udara kering. Rendahnya intensitas curah hujan di suatu wilayah mengakibatkan jumlah titik panas ini meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah debit limpasan curah hujan di suatu wilayah. Pada tahun 2014 di Kabupaten Ogan Komering Ilir terditeksi jumlah titik panas terbanyak. Dimana ada 4 Daerah Aliran Sungai dengan luasan daerah yang cukup besar. Daerah aliran ini mengalami jumlah titik panas terbanyak pada bulan September hingga dasarian kedua bulan November 2014. Selain disebabkan karena debit limpasan dan intensitas curah hujan, jenis lahan dan kelembapan udara juga menjadi faktor penyebab pertambahan jumlah titik panas.ABSTRACHotspot is an indicator of land and forest fires which were always a problem when the dry air conditions. The low intensity of rainfall in the region resulted in the number of hotspots is increasing. It can be seen from the amount of runoff discharge rainfall  in a region.  In 2014 in Ogan Ogan Ilir detected a fairly high the amount of hotspots. Where there are 4 Watershed with an area large enough. In This flow area detected a fairly high the amount of hotspots in September until second dasarian November 2014. In addition due to the discharge of runoff and the intensity of rainfall, type of soil and the humidity also become a factor increasing hotspots.
TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA YANG EFEKTIF DAN EFISIEN Haryanto, Untung
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 1 (2000): June 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.691 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2100

Abstract

Terdapat beberapa tahapan klasik yang selalu dilakukan pada kegiatan penyemaian yang dilaksanakan oleh UPT Hujan Buatan yaitu penentuan waktu pelaksanaan, penyiapan bahan semai (termasuk di dalamnya adalah produksi, mobilisasi, dan mempertahankan ukuran atau packing,). Ketika sudah berada di lapangan pelaksana dihadapkan pada penentuan atau pemilihan awan yang disemai dan teknik penyebarannya, waktu dan lokasi penyemaian dalam kaitannya dengan obyek awan. Pada tahap akhir, kegiatan yang dilakukan berupa evaluasi, yang sementara ini baru menggunakan teknik statistik. Teknik evaluasi statistik yang digunakan terkadang tidak berhasil mendeteksi tambahan curah hujan baik pada jaringan penakar hujan ataupun tambahan inflow pada sistem catchment. Dari beberapa tahapan tersebut, beberapa diantaranya kerapkali dirasa sebagai kendala baik dari sisi pandang user maupun pelaksana karena tidak "efektif dan efisien". Salah satu hal yang sering dipersalahkanadalah cuaca : angin yang kuat, tidak ada awan potensial. Dari tinjauan proses hujanyang terjadi di dalam awan, dasar ilmiah manipulasi proses, dan dipadukan denganstatus teknologi modifikasi cuaca yang dilaksanakan beberapa tempat di dunia hinggatahun 1999, disimpulkan bahwa teknologi modifikasi cuaca yang efektif dan efisien dapat dicapai melalui dua pendekatan yaitu pertama menjadikan teknologi modifikasi cuaca sebagai bagian integral pengelolaan sumberdaya air, dan kedua menerapkan pemakaian "new cloud seeding device", serta pemakaian sarana yang sesuai untuk kebutuhan operasional.There were some classical operational steps on each cloud seeding operational carriedout by UPT Hujan Buatan that was determine the initial of operatianal day, preparing and handling seeding agent, and the last was overall evaluation. During the opereational day, incharge person on the field should be decided when he must seed and where, which cloud to be choosed, and how much seeding agent must be injected into the cloud on the right time and the right place. Some time, the evaluation based on statistical could not detect the additioal rainfall or river disharge on catchment. Some of those steps looks like in view of user or operator as costraint because its inefective and ineficient. The frequent of unfavourable weather and strong wind during operational day caused the absence of potential cloud. Base on rain process knowledge and its manipulation it was concluded that an efective and eficient cloud seeding operatioanal could be reached by two aproached that is firstly: carried out the cloud seeding operational as an integral part of water resources management, and secondly : by using a "new cloud seeding device", and using the proper tools and equipment for operational.
KAJIAN SEEDING DAN HUJAN DI DAS BRANTAS Bagian Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca Di Sub DAS Kali Brantas Husni, Mohamad
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 2, No 1 (2001): June 2001
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.784 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2151

Abstract

Arah dan kecepatan angin selain berpengaruh terhadap pergerakan dan perkembangan awan, juga berpengaruh terhadap pergerakan masa udara di daerah sasaran dan sekitarnya. Kondisi kecepatan angin yang tinggi akan menyebabkan bergeraknya awan potensial di dalam target ke luar target. Atau dapat dikatakan dengan kecepatan angin yang tinggi di dalam target akan memperkecil jumlah hujan. Tulisan ini mengkaji kejadian hujan berkaitan dengan arah dan kecepatan angin yang terjadi selama penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca di Sub DAS Kali Brantas bulan Jan – Peb 1998.Wind direction and velocity influenced cloud movement and development as well as air mass movement in target area and its surrounding. High wind velocity results in the movement or escape of potential cloud from the target erea. In other words high wind velocity in target area decreases precipitation amount. This paper discusses the relationship between precipitation occurrence and wind direction and velocity during the cloud seeding activity in Brantas Catchment Area in January – February 1998
PARAMETERISASI MODEL CUACA WRF-ARW UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (TMC) DI SUMATERA, SULAWESI, DAN JAWA Ridwan, Ridwan; Kudsy, Mahally
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 12, No 1 (2011): June 2011
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6761.336 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v12i1.2184

Abstract

Telah dilakukan penelitian prediksi cuaca dengan perangkat lunak model cuaca WRF-ARW selama kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca di Sumatera, Sulawesi, dan Jawadalam periode tahun 2010 dan 2011. Data masukan diperoleh dari prediksi global GFS(Global Forecast System) yang dapat diunduh setiap enam jam pada situs NOAA.Dengan WPS (WRF Prepossessing System), data global tersebut akan dipersempitsesuai wilayah yang akan diprediksi. Unsur cuaca yang diprediksi adalah curah hujandan arah angin yang diproses sehari sebelumnya. Hasil prediksi diolah secara spasialdengan program GrADS. Validasi dilakukan dengan mencocokan hasil GrADS dengandata radar atau data satelit. Selain itu, dilakukan juga parameterisasi untuk memperolehhasil prediksi yang lebih akurat dengan mengacu pada metode menggantikan prosesyang terlalu kecil atau kompleks secara fisik yang direpresentasikan dalam model yangdisederhanakan. Diharapkan hasil prediksi cuaca WRF-ARW ini dapat menjadi acuanuntuk menentukan peluang yang paling baik dalam periode harian untuk melakukanpenyemaian awan.Weather prediction with WRF-ARW has been carried out daily for Weather ModificationTechnology activities in Riau and West Sumatra from June 21 – July 21, 2010. The input data obtained from GFS (Global Forecast System), which can be downloaded every six hours from the NOAA website. With WPS (WRF Preprocessing System) global data will be downscaled according to the area that would be predicted. Weather components are predicted rainfall and wind direction is processed the day before. The prediction results are spatially processed with the program Grads. Validation is done by matching the results of Grads and radar data or satellite data. It is expected that the results of WRF-ARW forecast weather can be a reference to determine the best opportunities in conducting cloud seeding.
KARAKTERISTIK HUJAN DAN AWAN PENGHASIL CURAH HUJAN HARIAN TINGGI BERDASARKAN DATA MICRO RAIN RADAR (Studi Kasus : Wilayah Dramaga, Bogor) Syafira, Sara Aisyah; Syaifullah, Djazim; Renggono, Findy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 17, No 1 (2016): June 2016
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (915.647 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v17i1.535

Abstract

IntisariKejadian hujan di wilayah Bogor yang seringkali dikaitkan dengan kejadian banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi dasar pentingnya studi karakterisasi awan-awan penghasil curah hujan harian tinggi di wilayah Bogor tersebut. Suatu instrumen cuaca, yaitu micro rain radar (MRR),  merupakan instrumen yang cukup potensial dalam hal ini, tetapi belum banyak dimanfaatkan di daerah tropis, khususnya Indonesia. Dalam penelitian ini, dilakukan karakterisasi hujan dan awan-awan penghasil curah hujan harian tinggi di wilayah Dramaga, Bogor berdasarkan data MRR. Hasil analisis terhadap data MRR ini dengan cukup jelas memperlihatkan bahwa kejadian hujan dengan akumulasi curah hujan harian tinggi di daerah tersebut utamanya dihasilkan oleh awan-awan konvektif yang mencapai ketinggian puncak awan sekitar 4.5 km, dengan kejadian hujan berkisar pada siang, sore, dan malam hari.  AbstractRain events in Bogor area that are often associated with flood occurrences in Jakarta and surrounding areas become important basic of characterization studies of clouds producing high daily rainfall in the Bogor area. A weather instrument, namely micro rain radar (MRR), is an instrument that is considerable potential in this regard, but has not been widely used in tropics, especially Indonesia. In this study, characterization of rain and clouds producing high daily rainfall in Dramaga, Bogor based on MRR data were conducted. Analysis results of the MRR data quite clearly show that occurrences of rain with high daily rainfall accumulation in the area were mainly produced by convective clouds which reached a height of cloud tops about 4.5 km, with rain events happened generally at afternoon, evening, and night. 
USULAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DENGAN GROUND-BASED GENERATOR UNTUK MENAMBAH DEBIT ALIRAN SUNGAI MAMASA, SULAWESI Seto, Tri Handoko; Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 2 (2013): December 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7259.723 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i2.2685

Abstract

IntisariTelah didesain sebuah usulan pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dengan ground-based generator (GBG) untuk menambah debit aliran sungai Mamasa di Sulawesi guna meningkatkan produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru. GBG adalah metode alternatif operasi penyemaian awan dari darat menggunakan menara. Penelitian tentang GBG telah selesai dilakukan di kawasan Puncak Bogor yang merupakan bagian dari sistem orografik Gunung Gede-Pangrango. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa memiliki kemiringan lereng antara 25%-40%. Topografi dengan kelerengan curam berada di bagian tengah, sebagian kecil di bagian hulu serta di bagian hilir DAS. Faktor orografi sangat dominan dalam pembentukan awan di DAS Mamasa. Uap air yang masuk ke DAS dipaksa naik oleh pebukitan di batas DAS sehingga terjadi pembentukan awan. Bagian tengah DAS sisi sebelah barat (Sikuku dan Sumarorong) memiliki curah hujan paling banyak sedangkan bagian tengah sisi sebelah timur (Rippung, Tabone, Tatoa dan Salembongan) memiliki curah hujan paling rendah. Hasil kajian topografi merekomendasikan wilayah Sikuku, Makuang dan Sumarorong sebagai lokasi menara GBG. Sementara itu,  Polewali direkomendasikan untuk lokasi radar. Karena DAS Mamasa adalah daerah yang rawan longsor maka pembangunan menara GBG disarankan dilakukan pada bulan bulan tidak banyak hujan yaitu pada bulan Juni sampai dengan Agustus.AbstractA proposed use of weather modification technology (TMC) with ground-based generator (GBG) to increase Mamasa river flow in Sulawesi to increase electricity production from Bakaru hydropower was designed. GBG is an alternative method of cloud seeding operations from the ground using towers. Research on GBG has been completed in the area of Puncak, Bogor, which is part of the orographic system Gunung Gede-Pangrango. Mamasa Watershed has a slope of between 25% -40%. Topography with steep slopes are in the middle, a small portion in the upstream and in the downstream of watershed. Orography is very dominant factor in the formation of clouds in the Mamasa watershed. Water vapor that enters the watershed is forced up by the hills in the watershed resulting in the formation of clouds. The middle part of west side (Sikuku and Sumarorong) have the most rainfall, while the central part of the eastern side (Rippung, Tabone, Tatoa and Salembongan) has the lowest rainfall. Results of the assessment of topography recommend the area of Sikuku, Makuang and Sumarorong as GBG tower locations. Meanwhile, Polewali recommended for radar location. Because Mamasa watershed is an area that is prone to landslides, the construction of the GBG tower suggested carried out during June to August.   
PEMBAGIAN IKLIM INDONESIA BERDASARKAN POLA CURAH HUJAN DENGAN METODA “DOUBLE CORRELATION” Aldrian, Edvin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 2, No 1 (2001): June 2001
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.596 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2142

Abstract

Pembagian wilayah atau region iklim Indonesia berdasarkan pola curah hujan tahunandibahas disini. Sebuah metoda yang dinamakan metoda “double correlation” diperkenalkan untuk tujuan di atas. Dengan metoda regionalisasi yang dipakai dihasilkan tiga region iklim berdasarkan pola curah hujan tahunan. Region pertama adalah region A yang terletak di wilayah selatan Indonesia yang disebut region monsun Australia karena region ini lebih banyak dipengaruhi oleh monsun Australia. Region kedua adalah region B di wilayah barat laut Indonesia, yang disebut sebagai region monsun passat tenggara karena dipengaruhi oleh monsun ini. Region terakhir adalah region C atau region arus lintas laut Indonesia (arlindo) karena terletak pada daerah aliran arlindo. Pola hasil dari regionalisasi ini dibandingkan dengan pola pada region yang sama pada keluaran model reanalisa ECMWF dan ECHAM.A regionalization of Indonesian climate based on its annual rainfall patterns has been done. A new method called the “double correlation method” was introduced and used for such purpose. With this regionalization method there are three climate regions based on their annual rainfall patterns. The first region or region A lies in south Indonesia and is called the Australian monsoon region because it is much affected by the Australian monsoon. The second region or region B lies in northwest Indonesia, which is called as the NE Passat region because it is much affected by that monsoon. The last region or region C lies over the Indonesian Throughflow and is called as the Indonesian Throughflow region. Patterns resulted from this regionalization method are compared to those of their corresponding regions from the output of ECMWF reanalysis and a Global Circulation Model ECHAM.
KAJIAN SEA SURFACE TEMPERATURE (SST), SOUTHERN OSCILLATION INDEX (SOI) DAN DIPOLE MODE PADA KEGIATAN PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI PROPINSI RIAU DAN SUMATERA BARAT JULI – AGUSTUS 2009 Syaifullah, M Djazim
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 11, No 1 (2010): June 2010
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1173.348 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v11i1.2175

Abstract

Kajian suhu muka laut, SOI dan Dipole Mode Index (DMI) telah dilakukan untuk melihatpengaruh global terhadap kondisi pertumbuhan awan di daerah DAS Kotapanjang danSingkarak pada pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Juli – Agustus 2009.Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data Sea Surface Temperature (SST)yang diambil dari University Corporation for Athmospheric Research (UCAR). suhumuka laut yang dianalisis adalah daerah Nino dan daerah Sumatera bagian barat. Darihasil analisis terlihat bahwa selama kegiatan TMC nilai anomali SST untuk keempatdaerah Nino (Nino12, Nino3, Nino34 dan Nino4) adalah positif, hal ini menunjukkanbahwa selama kegiatan TMC kondisi global sudah memasuki fase ElNino meskipunbelum begitu kuat. Sedangkan di wilayah Sumatera bagian barat secara umum sejakawal bulan April 2009 nilai suhu muka laut berada di atas rerata dari normalnya (anomali positif). Dilihat dari nilai SOI secara umum berada pada kisaran normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama kegiatan TMC kondisi atmosfer kedua DAS cukup kering dan sangat sulit untuk mendapatkan awan-awan yang potensial untuk disemai. Study of sea surface temperature, SOI and dipole mode indices (DMI), was held to seeglobal influence conditions of cloud growth in Kotapanjang and Singkarak catchment on the cloud seeding project from July to August 2009. The data used in this study was sea surface temperature (SST), taken from University Corporation Athmospheric research(UCAR). The sea surface temperature was analysed in Nino12 regions and Westernregion of Sumatra. Based on the analysis shows that during cloud seeding period thesea surface temperature anomaly for the four regions of Niño (Niño2 Niño3, Niño34and Niño4) is positive, while in the western of Sumatra in general since the beginning ofApril 2009 the sea temperature was higher than normal. This indicates that during cloudseeding period global condition has entered a stage of Elnino, although not so strong.The soi is generally in the range of normal. The analysis showed that during the cloudseeding period either watershed atmospheric conditions dry enough and very difficult toget a potential cloud for sowing.

Page 2 of 57 | Total Record : 566


Filter by Year

2000 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 More Issue