Articles 
                566 Documents
            
            
                        
            
                                                        
                        
                            MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003 
                        
                        Syaifullah, M Djazim                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 3, No 1 (2002): June 2002 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (405.513 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2161                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Setelah kejadian bencana banjir maka wilayah Indonesia dihadapkan pada bencanaekstrim lainnya yaitu kekeringan akibat dari fenomena alam El-Nino. Fenomena El-Ninoterakhir terjadi pada tahun 1997, dimana dengan kekuatan intensitas yang cukup besarmenyebabkan kekeringan di wilayah Indonesia yang cukup parah. Dengan mempelajarikarasteristik dari fenomena tersebut maka tahun 2002 ~ 2003 ini diperkirakan fenomenaEl-Nino akan berulang lagi. Analisis time series dari data indikator El-Nino nilai anomali SST wilayah Pasifik Tengah dan Timur, nilai SOI, angin pasat sampai dengan bulan April 2002 terlihat indikasi bahwa fenomena El-Nino kemungkinan akan terjadi pada kuartal terakhir tahun 2002 sampai kuartal pertama tahun 2003. Intensitas fenomena El-Nino ini diperkirakan tidak lebih besar daripada kejadian pada tahun 1997.In Indonesia area, after flood hazard period would be continued by another extremelyhazard were drought period due to El-Nino phenomena. The last phenomena wasoccurred in 1997 which intensity impact of extremely drought over Indonesia area. By the assessment of the charasteristic phenomena was indicated that the El-Nino episode will face out again. Time series analysis for sea surface temperature anomaly of East Pacific and Central Pacific area, Southern Oscillation Index value and Easterly wind up to April 2002 shows that this phenomena was indicated occur in last four month of 2002 until first four month of 2003. The intensity of El-Nino phenomena was smaller than previous occurrance.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            ANALYSIS OF STORM CATEGORY AND COALESCENCE ACTIVITY : RELATIONSHIP TO THE DAILY MEAN CATCHMENT RAINFALL (CASES CLOUD SEEDING OPERATIONAL IN LARONA AND CITARUM CATCHMENT AREA) 
                        
                        Haryanto, Untung; 
Harsanti, Dini; 
Goenawan, R. Djoko; 
Adithya, Krisna                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 13, No 1 (2012): June 2012 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (9468.306 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v13i1.2204                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Cloud seeding operational has been conducted in Indonesia. In this study, the two cases operational were analysis, ie Larona (2005) and Citarum Catchment Area (2011). The coalescence activity during operational were analysed using archives of NOAAGFS model sounding and it also used to determined storm category and ICA. For this purpose, the number parameters for moderate threshold range on Raob-55 software were reduced and modified with more suitable range for Indonesia region. Result indicated that in Larona Catchment Area, the most of the storm having category weak to moderate with mean of storm category 67% and 21% respectively, the mean ICA value was -5.7. Relative larger weight of Weak and Medium category of storm were shown in Citarum ie 72% for weak and 18%, with the mean of ICA was -2.7%. As consequences, proportion of Medium together with Strong category for Larona is larger than Citarum,resulting larger amount mean catchment rainfall for Larona (17.1mm) compare to the Citarum (5.2 mm). The coalescence actifity in cloud during operation was effective for booth of two area, but varies due to the varies of cloud base height temperature and potential buoyancy (PB). The mean of CCL temperature in Larona was 20.30C since PB was 3.80C. This study also found that mean 500mb temperature (T) and mean rising parcel (TP) in Larona catchments was more warmer comparing to the Citarum is -4.00C and -0.150C for Larona , and -5.30C and -1.50C for Citarum. Base of the result it has been concluded that ICA has inverse correlation to the mean daily catchments rainfall, since together of Medium and Strong Storm Category has positive correlation.Modifikasi awan sudah operasional. Pada studi ini dilakukan analisis dua kasus operasional , yaitu operasional di DAS (Daerah Aliran Sungai) Larona (2005) dan DAS Citarum (2011). Aktifitas koalesensi selama operasional dianalisis menggunakan arsip data sounding NOAA-GFS yang digunakan untuk menentukan ICA (Index Coalescence Activity â indeks aktifitas koealesensi) dan Storm Category â kategori awan hujan). Bagi keperluan ini banyaknya parameter dan rentang kategori moderat pada perangkat lunak Raob -55 di dikurangi dan dimodifikasi dengan yang paling sesuai dengan kondisi daerah di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar awan hujan yang ada memiliki kategori weak hingga moderat â yaitu 67% dan 21% di DAS Larona dengan rata-rata nilai ICA besarnya -5.7, sedangkan di DAS Citarum, nilai kategori ini lebih besar yaitu 72% dan 18% dengan nilai rata rata ICA adalah -2.7. Sebagai konsekuensinya adalah porsi awan hujan dengan kategori ini lebih banyak muncul di DAS Larona dibandingkan pada DAS Citarum dengan rata rata hujan masing masing 17.1mm di DAS Larona dan 5.2mm di DAS Citarum. Aktivitas koalesensi di kedua DAS ini sama-sama aktif, variasinya ditentukan oleh variasi ketinggian dasar awan konvektif (CCL) dan potensi daya apung awan (PB). Di DAS Larona CCL cukup hangat yaitu 20.30C , dengan nilai PB 3.80C. Pada sutudi ini juga di peroleh bahwa rata rata suhu dan suhu parsel paras 500mb pada DAS Larona lebih hangat (-4.00C dan -0.150C) dari pada di DAS Citarum (-5.30C dan -1.50C). Dari studi ini, disimpulkan bahwa ICA berkorelasi terbalik dengan curah hujan harian, dan berkorelasi positif dengan awan hujan berkategori â sedangâ dan âkuatâ secara bersama-sama.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            ANALISA KEJADIAN BANJIR DI KOTA SOLO APRIL 2015 
                        
                        Muttaqin, Alfan; 
Sibarani, Rini Mariana                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 16, No 1 (2015): June 2015 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (1221.079 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v16i1.2637                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
AbstrakBanjir sering dikaitkan dengan fenomena meteorologi yang terjadi dialam. Kota Solo diterjang banjir pada tanggal 22 April 2015. Fenomena meteorologi yang menyebabkan terjadinya banjir tersebut telah dianalisis pada tulisan ini. Analisa meteorologi meliputi Gradien wind, Citra Satelit, Curah hujan dan Peta daerah aliran sungai. Dari segi gradien wind ini terlihat adanya Tropikal Siklon yang berada di Samudra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa yang mulai tumbuh pada tanggal 19 April 2015. Tropikal siklon ini sangat mempengaruhi pola angin yang melewati daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, sehingga didaerah itu terbentuk daerah belokkan angin. Hujan yang terjadi sejak tanggal 19 April 2015 menyebabkan material tanah mengalami keadaan jenuh. Tanggal 22 April 2015 awan - awan potensial hujan tebentuk secara merata di daerah Jateng dan Yogyakarta sehingga menyebabkan hujan deras dalam durasi yang cukup lama. Curah hujan yang tinggi didaerah lereng gunung merapi menyebabkan air limpasan masuk kedaerah disekitarnya termasuk Yogyakarta, Boyolali, Sukoharjo dan Solo. Banjir yang terjadi tidak hanya dari hujan lokal namun juga air limpasan dari lereng gunung merapi.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PERANAN BAHAN SEMAI HIGROSKOPIS DALAM PENYEMAIAN AWAN 
                        
                        Seto, Tri Handoko                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 1, No 1 (2000): June 2000 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (219.285 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v1i1.2101                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Dalam setiap kegiatan penyemaian awan, faktor yang sangat menentukan adalahpenggunaan bahan semai. Berbagai jenis bahan semai telah dibuat untuk keperluan ini. Akan tetapi secara mendasar terdapat dua jenis bahan semai, yaitu bahan semaihigorskopis untuk penyemaian awan panas dan bahan semai inti es yang digunakandalam penyemaian awan dingin. Bahan semai higroskopis banyak digunakan di daerahtropis sedangkan bahan semai inti es bayak digunakan di daerah lintang tinggi sesuaidengan karakteristik awan yang biasa tumbuh di masing-masing daerah tersebut. Tulisan ini mengkaji peranan atau kinerja bahan semai higroskopis dalam awan panas. Kajianliteratur ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi berbagai pengambilan keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan penyemaian awan panas.The main factor on every cloud seeding activity is seeding agent. Many kinds of seeding agent were produced for this need, but basically there are two kinds of seeding agent: hygroscopic seeding agent for warm cloud seeding activity and ice nuclei seeding agent for cold cloud seeding activity. Hygroscopic seeding agent has been using mostly in tropic region and ice nuclei has been using mostly in high latitude region because of cloud characteristic that usually grow on that regions. This article assesses how hygroscopic seeding agent works in warm cloud. Hopefully, this literature assessment can be used to be a reference to make decisions in conducting warm cloud seeding activity.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            NOTE AND CORRESPONDENCE TANGGAPAN TERHADAP TULISAN REANALISIS KONDISI ATMOSFER UNTUK DEKLARASI FAVOURABLE-DAY 
                        
                        Widodo, F Heru; 
Nuryanto, Satyo                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 2, No 1 (2001): June 2001 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (190.8 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2152                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Keputusan âfavourable dayâ pada tanggal 18 Desember 1999, berdasarkan hasil analisiswahana radiosonde dan sinop/satelit yang menyatakan favourable day meskipun wahana cuaca permukaan dan pibal menyatakan unfavourable day. Keputusan ini sesuai dengan desain penelitian. Hasil survey dengan pesawat yang dilengkapi dengan pengukuran LWC menunjukan bahwa kondisi cuaca mendukung terbentuknya awan cumulus kongestus dengan nilai LWC memenuhi kriteria desain penelitian. Dengan dasar ini amplop (untuk randomized seeding) dibuka dan menyatakan âSEEDâ (dilakukanpenyemaian), maka dilakukan penyebaran bahan semai di dalam awan. Karena prosedur sudah mengikuti desain penelitian, maka data sampel semai pada tanggal 18 Desember 1999 sah dan tidak bisa digugurkan atau dikeluarkan dari set data semai. Reanalisis kondisi cuaca dalam kasus ini tidak dapat dipakai untuk menggugurkan data semai tapi untuk mengevaluasi keakuratan analisis kondisi cuaca sebelumnya.Decision of âfavourable dayâ on 18 December 1999 was based on the result of dataanalyses of radiosonde and synoptic weather/satellite imageries which stated that theday was favourable to find cumulus congestus development over study area, even dataanalyses of surface weather and winds data said unfavourable day. The decision met the criteria of the research design. Morover, survey using aircraft indicated that LWC wasalso met the criteria. Based on these assessments, the randomized seeding was carriedout and the envelope said to be seeded, therefore seeding was done. Becauseprocedures to carry out randomized seeding met the reaserch design, data of randomized seeding on 18 December 1999 was valid and should not be exluded fromdata set. In this case, weather condition reanalyses should not be utilized to drop databut to weigh up the precision of weather condition analysis.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            POTENSI ATMOSFER DALAM PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF PADA PELAKSANAAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI DAS KOTOPANJANG DAN DAS SINGKARAK 2010 
                        
                        Syaifullah, M Djazim                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 12, No 1 (2011): June 2011 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (970.24 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v12i1.2185                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Kajian potensi atmosfer terhadap proses pembentukan dan pertumbuhan awan konvektifpada saat pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) telah dilakukan dengan datapengamatan sounding dari stasiun Tabing Sumatera Barat. Sebanyak 330 buah datapengamatan harian jam 00Z dan 12Z dari Juni sampai dengan Nopember 2010 telahdianalisis. Dengan aplikasi RAOB analisis dilakukan untuk menentukan parameterdan indeks radiosonde sebagai penduga potensi atmosfer di wilayah tersebut. Hasilanalisis kandungan uap air yang diwakili oleh nilai Mixing Ratio dan PW menunjukkanbahwa selama bulan-bulan tersebut kandungan uap air cukup besar, presipitasi yangdihasilkan dipengaruhi oleh labilitas atmosfer yang diindikasikan oleh beberapa indeksradiosonde. Apabila labilitas pada hari itu cukup baik, maka peluang presipitasinyaakan semakin besar.Study the potential of the atmosphere on the formation and growth of convective cloudsduring the implementation of Weather Modification Technology (TMC) has been donewith observational data came from Padang, West Sumatra station. A further 330 piecesof observation data at 00Z and 12Z each day from June to November 2010 has beenanalyzed. By the RAOB application analysis conducted to determine the parameters and indices as sounding estimators of potential atmospheric in the region. Moisture content analysis results that represented by the value of Mixing Ratio (MR) and Precipitable Water (PW) showed that during the months of water vapor content is quite large, the rainfall was influenced by atmospheric unstability could indicated by several indexes. If unstability on the day was good enough, then the precipitation will be even greater.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            ANALISIS PARAMETER RADAR DUAL POLARISASI PADA KEJADIAN HUJAN TANGGAL 14 FEBRUARI 2016 DI WILAYAH DKI JAKARTA 
                        
                        Sibarani, Rini Mariana; 
Nugroho, Ari; 
Wirahma, Samba                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 17, No 1 (2016): June 2016 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (2017.372 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v17i1.958                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
IntisariRadar Dual Polarisasi digunakan pada kegiatan Intensive Observation Periode (IOP) yang dilaksanakan pada tanggal 18 Januari  - 16 Februari 2016 di Puspiptek Serpong. Berdasarkan data hujan dari satelit TRMM tanggal 14 Februari 2016 terpantau kejadian hujan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dengan intensitas 30â40 mm/h pada siang hingga sore hari. Kejadian hujan ini menyebabkan adanya genangan di beberapa titik di wilayah tersebut. Jika dilihat dari parameter keluaran radar, pada saat terjadi hujan maka nilai untuk setiap parameter sebagai berikut; untuk parameter rain terukur sebesar 20â30 mm/h. Parameter reflektivitas (Zh) berkisar 25-35 dBz yang menunjukkan bahwa hujan yang terjadi adalah hujan dengan sifat moderate, parameter Zdr berkisar 2â2,5 menunjukkan ukuran butir droplet hujan (D) > 2 mm , parameter beda perambatan fase (fdp) berkisar 200â250 dan nilai beda spesifik fase (Kdp) berkisar 0.4â2 yang membuktikan bahwa konsentrasi droplet hujan di wilayah tersebut cukup tinggi, serta nilai parameter koefisien korelasi (rhv) sebesar 0.85â1 yang menandakan bahwa partikel yang tertangkap radar adalah partikel hidrometeorologi. Parameter terakhir, kecepatan (V) bernilai positif 0â10 m/s yang menandakan partikel bergerak menjauhi radar dengan kecepatan yang tidak terlalu besar.   AbstractDual Polarization Radar is used on Intensive Observation Period (IOP) activities that was held on Januari 18 â Februari 16, 2016 at Puspiptek Serpong. Based on TRMM satellite data on February 14 2016, rainfall event is observed in East Jakarta and South Jakarta with the intensity of 30-40 mm/h in the afternoon. This rainfall caused inundation at some point in the region. When viewed from the radar output parameter during rain, the values for each parameter as follows; Rain ranges from 20-30 mm/h. Reflectivity (Zh) ranges from 25-35 DBZ which showed that the rain occurred was the rain with moderate nature, ZDR ranges from 2-2.5 indicates the grain size droplet of rain (D)> 2 mm, different propagation phase (fdp) ranges from 200-250 and the specific value of the phase difference (KDP) ranges from 0.4-2, which proves that the droplet concentration of precipitation in the region is quite high, and the value of the correlation coefficient (rhv) of 0.85-1 indicating that the particles which is captured by radar are hydrometeorology particles. Last parameter, velocity (V) is positive 0-10 m/s which indicates that the particles moves away from the radar at a not too large pace. 
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            KARASTERISTIK CURAH HUJAN DAN ALIRAN DAS LARONA KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN 
                        
                        Syaifullah, Djazim                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 14, No 2 (2013): December 2013 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (11652.464 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v14i2.2687                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
IntisariKarasteristik curah hujan dan aliran DAS Larona telah dilakukan dengan menggunakan data curah hujan dan aliran (inflow). Data curah hujan 7 buah stasiun data bulanan dan harian 10 sampai 29 tahun dan 8 buah stasiun penakar otomatis untuk mendapatkan data jam-jaman. Nilai inflow biasanya dihitung berdasarkan data outflow. Hasilnya menunjukkan bahwa daerah di sekitar Mahalona, bagian tenggara Matano dan bagian Barat Laut Towuti mempunyai konsentrasi curah hujan yang paling besar. DAS ini masuk musim kering pada bulan Agustus dan September, sementara bulan bulan yang lain termasuk bulan basah. Curah Hujan bulanan maksimum terjadi pada bulan April dengan nilai sekitar 360 mm, sedangkan curah hujan bulanan minimum terjadi pada bulan September sekitar 105 mm. DAS Larona didominasi oleh hujan ringan (kurang dari 5 mm dalam satu harinya) dengan durasi hujan  dominan kurang dari 1 jam (rata-rata sekitar 47 % dari total kejadian hujan). Dari nilai koefisien aliran yang berkisar 0.6 menunjukkan bahwa DAS Larona masih berada pada kondisi moderate dalam hal sebagai reservoir air  AbstractPrecipitation and flow charasteristics of the Larona watershed was conducted by use of the rainfall and inflow data. There are monthly and daily rainfall data 10 until 29 year long for 78 automatic rainfall stations. The value of inflow was calculated based on outflow.The results show that the region around Mahalona, the southeastern of Matano and part of Northwest of Towuti have the most concentration of rainfall. This Catchment came into rainy season on August until September, while other month in the rainy season. Maximum monthly rainfall occurs in april with the value of around 360 mm, while the minimum monthly rainfall happened in september around 105 mm. The Llarona catchment was dominated by light rain (less than 5 mm/day) with the duration of rainfall less than 1mm/hour. From the value of the stream coefficients shows that Larona Catchment are still at moderate condition in terms as water reservoirs
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            VALIDASI PREDIKSI RATA-RATA CURAH HUJAN HASIL REGIONAL SPECTRAL MODEL (Studi Kasus di Jawa Barat, Bulan Desember 1998) 
                        
                        Kudsy, Mahally; 
Nugroho, Sutopo Purwo                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 2, No 1 (2001): June 2001 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (36.618 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2143                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Validasi Model Spektral Regional dilakukan dengan membandingkan hasil prakiraandengan data aktual. Model dijalankan untuk membuat simulasi curah hujan untuk periode dari 9 sampai 15 Desember 1998. Data curah hujan diperoleh dari 55 lokasi penakar hujan yang tersebar di daerah Jawa Barat. Nilai curah hujan menurut model di lokasi penakar hujan diperoleh dari interpolasi isohyet yang menggambarkan curah hujan menurut luaran model. Studi ini menunjukkan bahwa nilai curah hujan lokai tidak dapat diprediksi dengan mudah dengan menggunakan RSM. Curah hujan rata-rata wilayah berdasarkan luaran RSM mempunyai penyimpangan â2 sampai 150% terhadap nilai pengamatan. Dari studi ini ditemukan bahwa ketelitian prakiraan semakin baik bila waktu prakiraan lebih panjang. Prakiraan yang terbaik diperoleh bila waktu prakiraan adalah 7 hari ke depan dengan penyimpangan â2.1%Validation of Regional Spectral Model was carried out by comparing the results of rainfall prediction with actual data. The model was run to simulate rainfall for one week period of December 9 to 15, 1998. The rainfall data from the sama period was obtained from 55 raingauge stations in West Jawa. The predicted values of preciptation in the gauge location obtained by interpolation from isohyet were then compared to the actual values. This study showed that local precipitation can not be predicted easily using RSM. The predicted values of the average local precipitation deviated from the Ukurerved value by about -2 to 150%. It is found that the accuracy of the prediction is better for longer prediction time. The best prediction was obtained for 7 day-lead with deviation of -2.1% from the observed value.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG (27 MARET 2009) BUKAN KARENA FAKTOR CURAH HUJAN EKSTRIM 
                        
                        Harsoyo, Budi                        
                         Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca  Vol 11, No 1 (2010): June 2010 
                        
                        Publisher : BPPT 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                            |
                                
                                
                                    Full PDF (2389.152 KB)
                                
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.29122/jstmc.v11i1.2176                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Analisis spasial dan hidrologi telah dilakukan untuk mengetahui faktor utama yangmenyebabkan insiden jebolnya Situ Gintung pada 27 Maret 2009. Analisis spasialdilakukan untuk mendapatkan beberapa parameter yang perlu sebagai masukan untukanalisis hidologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan sebenarnya menjadisalah satu faktor yang menyebabkan insiden, tetapi tidak sebagai faktor utama. Kondisitanggul yang sudah rusak sebagai akibat dari waktu hidup dan juga kondisi saluranpembuangan yang belum berfungsi sebagai seperti sebagai awalnya pada saatdibangun oleh Pemerintah Belanda, lebih sebagai faktor utama yang menyebabkanledakan insiden bendungan Situ Gintung Spatial and hidrology analysis has been done to find out the main factor of causingthe burst of Situ Gintung dam incident on March 27, 2009. Spatial analysis was doneto get some parameters that needs as input for hidology analysis. The analysis resultsindicating that rain fall actually was be one of cause factors that incident, but not as themain factor. The condition of dike which already broken as the consequence of its lifetime and also the condition of spill way which has not function as like as innitialy builtby Nederland Goverment, is more as principal factor of causing the burst of Situ Gintung dam incident.