cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
RESENSI BUKU : HUKUM KETENAGAKERJAAN: HAKIKAT CITA KEADILAN DALAM SISTEM KETENAGAKERJAAN Hollyness N Singadimedja
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buku Hukum Ketenagakerjaan: Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketenagakerjaan yang ditulis oleh Sayid Mohammad Rifqi Noval merupakan buku yang sangat berbeda dengan buku literatur hukum ketenagakerjaan kebanyakan, buku ini membahas mengenai Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketanagakerjaan yang tentunya selama ini sulit terimplementasi karena terdapat 2 perspektif keadilan yang tidak sama antara pihak pekerja dan pengusaha. Buku ini memberikan pemikiran-pemikiran baru terkait dengan Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketanagakerjaan dan didukung oleh analisis secara mendalam mengenai praktik ketenagakerjaan dari masa ke masa di Indonesia, putusan pengadilan Hubungan Industrial dan perbandingan pengaturan ketenagakerjaan di Negara Belanda dan Filipina. Dengan sistematika yang terstruktur rapi, buku yang diterbitkan Refika Aditama sebagai pengembangan dari disertasi Penulis ini merupakan literatur yang sangat dianjurkan bagi para akademisi, politisi, para pengambil kebijakan, aparat penegak hukum, pelaku penemuan hukum, juga pekerja, pengusaha, dan organisasi pekerja/pengusaha.
PROBLEMATIKA APLIKASI EKONOMI SYARIAH DALAM REZIM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA Ghansam Anand; Kukuh Leksono S. Aditya; Bagus Oktafian Abrianto
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPrinsip bagi hasil merupakan konsep praktik yang membedakan kegiatan usaha bank syariah dengan bank konvensional. Dalam praktiknya, banyak dijumpai bahwa skema pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah diikuti perjanjian assesoir yang pada intinya menyatakan pihak yang dibiayai harus memberikan sejumlah agunan kepada Bank Syariah selaku pemberi biaya. Jaminan diperkenankan dalam Islam namun pada posisi untuk mengamankan akad utama yaitu apabila orang yang berutang tidak mampu membayar utangnya. Namun ditinjau dari perspektif kepailitan syariah di Indonesia ada suatu kecenderungan untuk mengubah esensi utang secara syariah menjadi utang-piutang secara konvensional. Perubahan esensi dari hubungan hukum demikian tampak dari unsur syarat mengajukan permohonan kepailitan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 terpenuhi yakni adanya kreditor dan debitor. Setiap sengketa kepailitan syariah yang terjadi selalu menimbulkan upaya paksa untuk memunculkan kreditur dan debitur, padahal para pihak tersebut (kreditur dan debitur) tidak ada dalam setiap pembiayaan syariah, dalam pembiayaan syariah dikenal hubungan kemitraan untuk menjaga iktikad baik dari para pihak supaya tidak ada yang dirugikan dari pembiayaan tersebut, namun ketiadaan regulasi yang mengatur tentang kepailitan syariah secara khusus menyebabkan setiap sengekta kepailitan syariah di selesaikan melalui cara-cara konvensional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan teori.Kata kunci: hubungan kemitraan, kepailitan syariah, perjanjian assesoir, pembiayaan syariah, perbankan syariah. ABSTRACTProduction sharing principle is practical concept that distinguish business activity between sharia banking and conventional banking. In practice, mostly can be found that financial scheme that was done by sharia banking followed agreement accesoir in essence said that the parties who be funded should give a number of collateral to sharia bank a a funding. Security allowed in Islam in position to secure main agreement that ruled if a person who owes are not able to affort the loan. Viewed from sharia bankruptcy perspective in Indonesia, it’s have a trend to change essence of sharia debt to conventional debt. Essential change from sharia debt to conventional debt seem from requirement of applying bankruptcy in Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment. Every dispute of sharia bankruptcy always incur of coersion to raise creditor and debitor, whereas the parties (i.c creditor and debitor) doesn’t exist in sharia financial. In sharia financial, known a partnership relation to keep good faith of the parties in order to be injustice. But nonexistent of regulation that to rule of sharia bankruptcy cause every dispute of sharia bankruptcy be solved by conventional manner. This is a normative legal research ellaborate with statute approach and theoritical approach.Keywords: agreement accesoir, partnership relation, sharia banking, sharia bankruptcy, sharia financial. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.6
TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN REGULASI DAN USAHA PERGADAIAN SEBAGAI PRANATA JAMINAN KEBENDAAN Lastuti Abubakar; Tri Handayani
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKRegulasi usaha pergadaian berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan alternatif pembiayaan, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah, serta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian menjadi landasan hukum pengembangan layanan jasa usaha pergadaian dan membuka kesempatan bagi usaha pergadaian swasta. POJK ini bertujuan meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat menengah ke bawah serta kemudahan akses terhadap pinjaman bagi masyarakat menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil dan menengah. PT Pegadaian (Persero) akan mengembangkan layanan usahanya dengan menggagas gadai sertifikat tanah untuk memberikan akses pada petani mendapatkan akses pembiayaan modal kerja yang murah. Penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh melalui penelitian kepustakaan, baik berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan regulasi pergadaian bertujuan menyediakan akses pembiayaan untuk menciptakan iklusi keuangan dengan memperhatikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Perluasan objek gadai melalui gadai sertfikat tanah hanya dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah melalui akad rahn tasjily. Diperlukan dukungan hukum, khususnya kedudukan surat kuasa dalam eksekusi gadai sertifikat tanah.Kata kunci: gadai sertifkat tanah; usaha pergadaian; perkembangan regulasi ABSTRACTThe development of regulation of the pawn business are developing with alternative financing needs, especially for the lower middle class, as well as the micro, small and medium enterprises. The issuance of POJK Number: 31/POJK.05/2016 regarding Pawnshop Business which will become the legal basis for development of the business services of pawnshops and opens opportunities for private pawn business. The POJK aims to improve financial inclusion for lower to middle-income class and the ease of access to loans for the lower and middle-income class also for micro, small and medium enterprises. PT Pegadaian (Persero) develops its business services by pawning land certificates to give farmers access to cheap working capital. This Research was conducted by using the normative juridical method with an analytical descriptive approach. The data used are secondary data obtained through library research, whether in the form of primary legal materials, secondary, and tertiary. Secondary data are analyzed by qualitative juridical. The results show the development of regulation of pawnshop aims to provide access to finance to create financial inclusion with due attention to legal protection for the community. The extension of pawning objects through the pledge of land certificates can only be done based on sharia principles through the rahn tasjily agreement. Legal support is required, especially the position of power of attorney in the execution of land certificate pledge.Keywords: pledge of land certificate, pawn business, regulatory development DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.7
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA AHLI WARIS DARI PEWARIS PENJAMIN AKTA PERSONAL GUARANTEE DI PERUSAHAAN PAILIT Lenny Nadriana
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPutusan Pengadilan Niaga yang dikuatkan oleh Putusan Kasasi MA telah memutuskan bahwa ahli waris dari pewaris pemegang jaminan perorangan dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya meskipun Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 125 PK/Pdt.Sus-Pailit/2015 Tahun 2016 mengabulkan permohonan pemohon PK Ahli Waris AS dan GS namun terhadap harta kekayaan ahli waris yang sudah dieksekusi oleh kurator tidak dapat dimintakan kembali. Permasalahan yang akan dibahas berkaitan dengan konsep perlindungan hukum yang ideal terhadap harta ahli waris dari pewaris pemegang jaminan perorangan yang dijadikan pailit oleh putusan pengadilan niaga. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian kepustakaan yang sumbernya menggunakan data sekunder. Akibat dipailitkanya ahli waris, maka segala harta kekayaanya baik pribadi maupun boedel waris dijadikan boedel pailit, namun melihat ketentuan Pasal 209 UU Kepailitan dan PKPU dan Pasal 175 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam serta hukum adat justru memisahkan harta pribadi ahli waris dengan harta pewaris, sebagai perbandingan pengaturan hukum di singapura jika tidak terdapat peralihan penjaminan sesuai dengan permohonan pewaris yang meninggal dunia tanpa persetujuan dari ahli waris tersebut, maka ahli waris tidak dapat bertanggung jawab terhadap utang kreditor. Perlu dilakukan revisi UU Kepailitan dan PKPU untuk memisahkan harta kekayaan orang yang meninggal dengan harta ahli waris pribadinya.Kata Kunci: ahli waris; debitor; jaminan perorangan; pailit; perlindungan hukum. ABSTRACTThe Commercial Court ruling corroborated by the Decision of the Supreme Court cassation has ruled that the heirs of the individual heirs holders are declared bankrupt with all the legal consequences even though the Supreme Court Judicial Review Judgment Verdict Number 125 PK/Pdt.Sus-Bankrupt/ 2015 granted the appeal of the US heirs AS and GS but against the assets of the heirs executed by the curator can not be requested again.The problem of this article should be the concept of ideal legal protection of the heirs of the individual heirs of individual holder guards made bankrupt by a commercial court ruling? Methods this study uses normative legal research is a library research that the source uses secondary data. As a result of his heirs go bankrupt all his wealth both personal and boedel heritage become boedel bankruptcy but see the provisions of Article 209 of the Bankruptcy and PKPU Law and Article 175 paragraph (2) Compilation of Islamic Law and customary law actually separates the personal property of the heirs with the property of heir, law in singapore if there is no transitory swap in accordance with the application of the deceased heir without the consent of the heir, the heirs can not be held liable to the creditor’s debt. It is necessary to revise the Bankruptcy and PKPU Law to separate the property of the deceased person with his personal heirs.Keyword: bankrupty; debitor; heirs; legal protection; personal guarante. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.8
ANALISA HUKUM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Bastianto Nugroho; M. Roesli
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPerdagangan orang adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Menurut Protokol Palermo ayat (3), definisi aktivitas transaksi meliputi perekrutan, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang, yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Dalam pembahasan artikel ini, penulis menggunakan dua macam metode pendekatan yaitu pendekatan mengenai permasalahan yang mendasarinya melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan, sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan melalui permasalahan yang didasari pendapat para sarjana atau pakar hukum. Melalui sosio-yuridis mengkaji fenomena sosial yang dikaitkan dengan peraturan pandangan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang kriminalisasi dalam perdagangan orang (trafficking) berdasarkan literatur, dasar-dasar dan ketentuan hukum yang berlaku atau yang telah ada. Fenomena tentang adanya tindak pidana trafficking (perdagangan orang) merupakan suatu persoalan serius yang harus segera disikapi oleh pemerintah maupun aparatur negara lainnya dalam payung hukum yang secara khusus mengatur tentang penghapusan tindak pidana trafficking (perdagangan orang). Akibat perdagangan manusia meliputi eksploitasi meliputi setidak-tidaknya pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain, atau tindakan lain seperti kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan, atau pengambilan organ tubuh.Kata kunci: perdagangan orang; protokol palermo; tindak pidana; undang-undang. ABSTRACTHuman trafficking is all buying and selling of humans. According to the Palermo Protocol in paragraph three, the definition of transaction activity include: the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, carried out by the threat or use of force or other forms of coercion such as abduction, deception or deceit, abuse of power, abuse of position prone, using the giving or receiving of payments (profit) in order to obtain approval consciously (consent) of a person having control over another person for the purpose of exploitation. Exploitation includes at least prostitution (exploitation of prostitution) of others, or other measures such as forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude, or the removal of organs. In this case I use two kinds of methods approaches: the approach of the underlying problems with the legislation applicable and relevant, while the second approach is based on the approach through the problems or expert opinion of legal scholars. Pay attention and look at existing problems in the current material, in this case I tend to approach the socio-juridical to examine social phenomena associated with regulatory outlook contains provisions on criminalization of the trafficking (trafficking in persons) based on the literature, the basics and applicable law or existing.Keywords: crime; human trafficking; legislation; protocols palermo DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.9
URGENSI IMPLEMENTASI SNI PRODUK/BARANG DALAM RANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Pupung Faisal; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKStandardisasi barang atau produk melalui SNI dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perlu diimplemetasikan seefektif mungkin. SNI dapat mencegah beredarnya barang atau produk yang tidak bermutu di pasar dalam negeri. Produk yang tersaring merupakan produk yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. SNI juga dapat mencegah masuknya barang atau produk impor bermutu rendah dengan harga murah yang berdampak pada pelaku usaha dalam negeri. Selain itu, penerapan SNI dalam rangka MEA pada barang atau produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha dalam negeri dapat meningkatkan daya saing barang atau produk tersebut di pasar dalam negeri dan pasar tunggal ASEAN. Regulasi mengenai SNI untuk barang atau produk telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Khusus dalam rangka implementasi MEA, telah terbit Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Daya Saing Dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asia Nations dan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Strategi Standardisasi Nasional Tahun 2015-2025.Kata kunci: barang, daya saing; MEA; Standardisasi; SNI. ABSTRACTStandardization of goods or products through Indonesian National Standard (known as ‘SNI’) within the framework of the ASEAN Economic Community (AEC) is need to be implemented as effectively as possible. The SNI will prevent the circulation of goods or products with no quality in the domestic market. The products that do not meet the requirements of health, safety, safety and preservation of environmental functions will be filtered. The SNI also prevents the entry of low quality goods or imported products at low prices which will affect local business etities. In addition, the application of SNI in the framework of AEC to goods or products produced by domestic business entities can enhance the competitiveness of such goods or products in the domestic market and ASEAN single market. The SNI for goods or products has been regulated in various acts in Indonesia. Especially for the framework of the implementation of AEC, Indonesia already enacted the Presidential Instruction No. 6 of 2014 concerning Increasing Competitiveness in Order to face AEC, and Regulation of the Head of Indonesia National Standardization Agency Number 2 Year 2014 about National Standardization Strategy from 2015 to 2025.Keywords: competitiveness; goods; MEA; standardizationn; SNI. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.10
RISENSI BUKU: SISTEM PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN Nella Sumika Putri
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah pertanggungjawaban pidana merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan dalam ilmu hukum pidana. Sampai saat ini literatur yang membahas secara khusus tentang pertanggungjawaban pidana masih sangat kurang. Literatur yang ada belum memadai dalam membantu masyarakat, termasuk mahasiswa, akademisi dan praktisi, dalam memahami konsep pertanggungjawaban pidana beserta perkembangan dan penerapannya. Menurut penulis, terjadinya perubahan sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi juga berdampak terhadap model pertanggungjawaban pidana.Buku Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan Penerapan yang diterbitkan oleh PT Rajagrafindo Persada pada tahun 2015 ini ditulis oleh Hanafi Amrani, S.H.,M.H.,LL.M.,Ph.D dan Mahrus Ali, S.H.,M.H. Karya ini merupakan salah satu literatur yang membahas secara khusus tentang sistem pertanggungjawaban pidana. Latar belakang penulis dalam membuat buku ini adalah sebagai respon atas perkembangan konsep pertanggungjawaban hukum pidana. Perkembangan tersebut dapat terlihat dalam transformasi konsep pertanggungjawaban pidana dari asas kesalahan (liability on fault) menuju asas ketiadaan kesalahan (liability without fault) yang selanjutnya berkembang antara lain menjadi sistem pertanggungjawaban korporasi (corporate liability). Perkembangan model pertanggungjawaban ini kemudian dijabarkan oleh penulis dalam bab-bab tersendiri.
KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR BARU PENERIMA PENGALIHAN PIUTANG TANPA PERSETUJUAN AGEN DAN PESERTA SINDIKASI LAINNYA Huriah Raih Cita; Lastuti Abubakar; Etty Mulyati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Kredit sindikasi merupakan alternatif pembiayaan skala besar yang digunakan dalam praktik perbankan untuk menaati ketentuan hukum perbankan tentang batas maksimum pemberian kredit, manajemen risiko dan tingkat kesehatan bank. Kekhususan kredit sindikasi yaitu: adanya beberapa bank yang secara bersama-sama bertindak sebagai kreditur terhadap satu debitur, dan hubungan hukum antara mereka dilakukan melalui agen. Pengalihan piutang (cessie) dalam kredit sindikasi dapat dilakukan terhadap perjanjian kredit sindikasi yang bersifat dapat dialihkan, sesuai ketentuan Pasal 613 KUHPerdata. Perjanjian kredit sindikasi umumnya mensyaratkan persetujuan agen dan peserta sindikasi lainnya dalam pengalihan piutang karena adanya kompleksitas hubungan hukum para pihak. Masalah timbul karena pengalihan piutang oleh HSBC kepada Langdale Profits Limited dinyatakan tidak sah karena dilakukan tanpa persetujuan agen dan peserta sindikasi lainnya sesuai ketentuan perjanjian, sebagaimana dimuat dalam Putusan PN Cilacap No. 41/Pdt.G/2012/PN.Clp. dan Putusan MA No. 1345 K/Pdt/2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan syarat-syarat penentu keabsahan pengalihan piutang dan menjelaskan kedudukan hukum kreditur baru. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan piutang yang dilakukan tanpa kewenangan mengakibatkan akta cessie menjadi dapat dibatalkan, yang berdampak pada kedudukan hukum kreditur baru. Kreditur baru yang beritikad baik dapat dilindungi secara represif dan kerugiannya dibebankan kepada pihak yang bersalah. Kata kunci: kredit sindikasi; kedudukan hukum kreditur; pengalihan piutang. ABSTRACT Syndicated credit is a large scale financing alternative which has been applied in banking practices following the banking regulations regarding legal lending limit, risk management, and bank health rate. The syndicated credit characteristics are: multiple banks act together as creditor for one debtor, where the legal relation between the parties are conducted by an agent. Loan transfer (cessie) in syndicated credit is executable upon transferrable loan facility, in accordance with Article 613 of The Civil Code. Syndicated credit agreement commonly requires the agent and the other creditors’ consent in a loan transfer due to the complexity of the parties’ legal relations. The issue arised because the loan transfer from HSBC to Langdale Profits Limited was declared unlawful without the consent of the agent and the other creditors as required in the agreement, according to the Verdict of Cilacap Regional Court No. 41/Pdt.G/2012/PN.Clp. and the Verdict of Supreme Court No. 1345 K/Pdt/2015. The purpose of this research is to convey the determining requirements for loan transfer and to explain the legal standing of the new creditor. This research uses descriptive analytical method and normative juridical approach. The results reveal that the loan transfer conducted without the legal capacity will make the cessie agreement voidable, which impacts the legal standing of the new creditor. The new creditor acted upon good faith can be protected repressively with the damages imposed upon the guilty party. Keywords: legal standing of creditor; loan transfer syndicated credit.
PEMBENTUKAN PRINSIP JURISDICTION TO PREVENT (PRE-EMPTIVE JURISDICTION) DAN PRINSIP PERLINDUNGAN AKTIF DALAM HUKUM SIBER Purna Cita Nugraha
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Ruang siber telah mengubah cara masyarakat dalam berkomunikasi dan berinteraksi tanpa dibatasi oleh batas-batas negara. Dengan karakteristiknya yang transnasional, hingga saat ini masih sulit menemukan kesepahaman internasional dalam konsep pengaturan yang sesuai. Belum terdapatnya rezim internasional yang mengatur hal ini mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum dalam tataran pengaturan internasional dan nasional. Dalam rangka untuk mencari konsep yang sesuai dan tepat waktu untuk mengatur dunia maya yang menghadapi berbagai tantangan dan hambatan terkait dengan yurisdiksi antar negara, Lex Informatica telah memberikan para pembuat kebijakan suatu opsi dengan pengaturan teknis melalui teknologi yang dapat melampaui batas-batas masing-masing negara (ekstrateritorial). Kombinasi rezim hukum dan Lex Informatica akan menghasilkan prinsip-prinsip baru dalam mengatur dunia maya, seperti Prinsip Yurisdiksi untuk Mencegah dan Prinsip Perlindungan Aktif. Prinsip jurisdiction to prevent (pre-emptive jurisdiction) dan prinsip perlindungan aktif merupakan prinsip hukum utama yang dapat digunakan untuk mendukung konsepsi kedaulatan negara guna membentuk rezim extraterritorial juridiction dalam cyberlaw di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang menitikberatkan penelitian pada ketentuan hukum yang berlaku. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis futuristik (hukum yang akan datang). Kata kunci: lex informatica; prinsip; ruang siber. ABSTRACT Cyberspace has changed the way society interacts and communicates to each other withour border. Because of its transnational characteristics, up until today, it is still difficult to find international agremeent on the right and proper instrument to regulate cyberspace. The legal gap caused by the absence of international legal regime will in fact produce a legal uncertainty in the context of international and national regulation. In order to find the appropriate and timely concept to regulate cyberspace which are facing now multifacet challanges and obstacles regarding jurisdiction among States, the Lex Informatica has provided policy makers with technical arrangements through technology that can reach beyond each States’ borders (extraterritorial). The combination of legal regime and the Lex Informatica will produce new principles in regulating cyberspace, such as the Principle of Jurisdiction to Prevent and the Principle of Active Protection. The Principle of Jurisdiction to Prevent and the Principle of Active Protection will become the main principles in supporting the concept of the state sovereignty in developing extraterritorial jurisdiction regime for cyberlaw in Indonesia. This researh is considered as a legal research focussing on examining existing rules and regulations and also considers legal futuristic research in nature in trying to find which legal instrument should be developed in the future”. Keywords: cyberspace; lex informatica; principle.
PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK SERTA TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN TRANSNASIONAL TERORGANISIR BERDASARKAN KONVENSI PALERMO Maria Efita Ayu; Sherlu Ayuna Putri
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Kejahatan terorganisir dalam perdagangan perempuan dan anak yang bersifat transnasional merupakan kejahatan yang serius dan berdampak luas bahkan dapat digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana telah ditegaskan dalam Statuta Roma (1998) yang mengatur pengadilan tetap pidana internasional (International Criminal Court). Sasaran ketentuan dalam protokol ll tersebut adalah organisasi kejahatan yang berada di balik perdagangan perempuan dan anak yaitu dengan menghukum para pelakunya dan melindungi korban-korbannya yaitu perempuan dan anak. Di dalam Konvensi Palermo 2000 ditegaskan mengenai tujuan pokok untuk meningkatkan dan memperkuat kerja sama antara negara pihak dalam rangka mencegah dan memberantas kelima jenis kejahatan yang ada dalam konvensi tersebut. Tulisan merupakan hasil penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji dan meneliti data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah mengenai perdagangan perempuan dan anak. Konvensi Palermo (2000) merupakan suatu terobosan bagi dunia internasional, khususnya negara-negara anggota PBB untuk secara efektif dan efisien mencegah dan memberantas kejahatan terorganisasi transnasional. Terobosan tersebut dapat dilihat dalam kesepakatan mengenai definisi kelompok terorganisasi (criminal group) dan ruang lingkup dari kejahatan transnasional. Kata kunci: kejahatan terorganisir; korupsi; perdagangan perempuan dan anak. ABSTRACT Organized crime in the transnational trafficking of women and children is a serious and far-reaching crime and can even be classified as crimes against humanity as stated in the Rome Statute (1998) which regulates the permanent international criminal court. The objective of the provisions in protocol II is the criminal organization behind the trafficking of women and children, namely by punishing the perpetrators and protecting their victims, namely women and children. In the Palermo Convention2000) it is emphasized that the main objective is to enhance and strengthen cooperation between states parties in preventing and eradicating the five types of crimes which are the jurisdiction of the convention. This paper is the result of a research useing normative juridical approach by reviewing, and examining secondary data in the form of legislation, legal principles, and cases relating to the problem regarding to the trafficking of women and children. Further in Article 3 subparagraph (a) Appendix II of the Palermo Trafficking Protocol (2000), describes the definition of human trafficking in more detail. The problem regarding corruption acts can no longer be classified as ordinary crimes but has become an extraordinary crime. Keywords: corruption; organized crime; trafficking.

Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue