cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 253 Documents
ASPEK VIKTIMOLOGI DALAM PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN PADA PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL Lasma Natalia
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Aspek korban masih jarang untuk menjadi perhatian dalam penangan kasus di Indonesia. Salah satunya dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap korban perempuan. Penanganan kasus pidana terhadap korban kekerasan seksual masih sangat minim dengan menggunakan perspektif viktimologi. Salah satu faktor penyebabnya adalah sistem peradilan pidana di Indonesia yang masih berfokus kepada pelaku. Hal itu tercermin dalam proses penyusunan dakwaan oleh jaksa. Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji bagaimana aspek korban dalam penyusunan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum dalam kasus kekerasan seksual dan sejauh mana mekanisme penanganan perkara yang dilakukan oleh jaksa telah memenuhi hak-hak korban kekerasan seksual. Tulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menginventarisasi, mengkaji, dan meneliti data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan kasus-kasus yang berkaitan dengan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Hasil analisa dari tulisan ini, penulis menyarankan penting adanya suatu pengaturan dalam sistem peradilan pidana yang mengatur tentang hak-hak korban dan mekanisme yang melibatkan korban dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual. Selain itu, sebelum adanya pengaturan khusus yang mengatur tentang pelibatan yang memperhatikan korban, hal tersebut dapat dimulai dengan mengubah perspektif dan tindakan oleh jaksa dalam memandang kepentingan korban, serta jaksa juga bisa menerapkan pasal 98 KUHAP yaitu penggabungan perkara pidana dan perdata. Kata kunci: jaksa; kekerasan seksual; korban. ABSTRACT The victims aspect is still lacking in criminal proceedings in Indonesia. For example is happened in the process sexual violence against female case. The criminal proceeding of sexual violence case is very minimal by using a victimology perspective. It happen because the criminal justice system in Indonesia still focused on the perpetrators. This is reflected in how the prosecutor’s process compiled the indictment. The case mechanisms carried out by prosecutors also do not fulfill the rights of victims of sexual violence. In this paper, the author will specifically examine the aspects of victims in the preparation of indictments by public prosecutors in cases of sexual violence and the extent to which case handling mechanisms carried out by prosecutors have fulfilled the rights of victims of sexual violence. This paper will use a normative juridical approach by inventorying, reviewing, and examining secondary data in the form of legislation, legal principles, and cases relating to the problem that the author will review, which is related to handling cases of sexual violence against women. The results of the analysis of this paper, the authors suggest that the criminal justice system in Indonesia shall regulates the rights of victims and mechanisms that involve victims in the criminal process, because the existing arrangements cannot accommodate victims’ rights. In addition, it also can be started by changing perspectives and actions by prosecutors in viewing victims as those who have interests and prosecutors can also apply them through article 98 of the Criminal Procedure Code which is a merger of cases criminal law and civil law. Keywords: prosecutor; sexual violence; victim.
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UNDANG-UNDANG ADMNISTRASI PEMERINTAHAN Dola Riza
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK KTUN sebagai objek sengketa di PTUN telah diatur dalam UU PTUN termasuk prosedurnya. Setelah diundangkannya UU AP, KTUN dan prosedurnya ini juga turut diatur dalam UU AP, namun terdapat perbedaan dalam pengaturan terhadap hakikat keputusan dan prosedurnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi dokumen dengan teknik analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaturan terhadap 3 aspek yang diatur dalam UU PTUN dan UU AP, yaitu pertama pengaturan terhadap hakikat KTUN, kedua pengaturan terhadap status permohonan yang didiamkan oleh Badan dan/atau Pejabat TUN, ketiga pengaturan terhadap pengajuan gugatan yang melalui upaya administratif berupa banding. Meskipun terdapat perbedaan, pengaturan untuk hukum materil berpedoman kepada UU Administrasi Pemerintahan dan hukum formil tetap berpedoman kepada UU PTUN. Implikasi dari Pengaturan terhadap hakikat KTUN dalam UU PTUN dan UU AP adalah terjadinya perluasan kriteria KTUN dan perluasan kewenangan PTUN. Kata kunci: administrasi pemerintahan; keputusan TUN; sengketa. ABSTRACT Decision of State Administration as the object of dispute in the state administrative court has been regulated in the statutory administrative law of the state including its procedures. After the promulgation of the law of the Government Administration, The state administrative decisions and procedures are also governed by the laws of the Government Administration. but there are differences in the arrangement of the nature of decisions and procedures. Type of research used is normative legal research with used is approach to legislation and conceptual approaches. The legal material used is primary, secondary and tertiary legal materials. The technique of collecting the legal material used is study documents with used qualitative analysis techniques. Based on the results of the study can be concluded that 1). there are different settings against the 3 aspects set forth in laws of state administrative courts and government administration laws that is, the first is the regulation of the nature of the state administrative decisions, the second is the regulation of the status of the government’s silenced petition, third is the arrangement of a lawsuit filed through an administrative appeal in the form of an appeal, Although there are differences, arrangements for material law are guided by the laws of the Government Administration and formal law remains guided by the state administrative court law. 2). Implications of Arrangements on the nature of state administrative decisions in state administrative justice laws and Government Administration laws are the occurrence of expansion of the criteria of state administrative decisions and expansion of the authority of the state administrative court. Keywords: goverment administration; decision of state administration; dispute.
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA SISTEM ONLINE PAYMENT POINT BANK Lukmanul Hakim
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Salah satu produk yang diterapkan oleh lembaga perbankan adalah adanya sistem payment secara online. Dalam sistem payment online point, bank berfungsi sebagai lembaga penyedia jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedudukan hukum konsumen/nasabah sistem payment yang menggunakan jasa perbankan dalam melakukan tagihan pembayaran kepada pelaku usaha. Peraturan perundang-undangan, khususnya di bidang perbankan maupun peraturan di bidang perlindungan konsumen telah mengatur secara jelas tentang perlindungan terhadap hak-hak para konsumen/pelanggan yang terlibat dalam sistem payment online bank, khususnya dalam hal terjadinya keluhan terhadap pihak bank maupun nasabah pengguna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif. Dalam penelitian ini, ada dua pendekatan pokok yang digunakan yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), serta Pendekatan Konsep (conceptual approach). Penelitian hukum normatif didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang telah menggunakan jasa perbankan yang menggunakan Sistem Online Payment Point dapat dilihat dalam POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dimana dalam POJK tersebut tertuang perlindungan hukum kepada nasabah pengguna jasa perbankan yang melindungi nasabah dalam menggunakan produk dan jasa perbankan khususnya dalam sistem pembayaran yang menggunakan sistem online dalam perkembangan teknologi saat ini. Kata kunci: bank; hukum; konsumen; payment; perlindungan. ABSTRACT One of the product used by banking institutions is online payment system. In the online point payment system, the bank becomes service provider under a payment traffic. Legal standing of the consumer in such customer payment system is the user of banking services in billing payments to business actors. Laws and regulations, especially in the banking sector and regulations in the field of consumer protection, have clearly regulated the protection of the rights of consumers or customers involved in the bank’s online payment system, especially in the presence of complaints against the bank. The method used in this study is a normative juridical method. There are two main approaches that are used in this research, namely: Legislation, and Concept Approach. Normative legal research is based on secondary data and emphasizes speculative-theoretical steps and normative-qualitative analysis. Legal protection for consumers who have used banking services in the Online Payment Point system can be seen in the Financial Services Authority Regulation Number 1 of 2013 concerning Consumer Protection in the Financial Services Sector where legal protection is provided to customers who use banking services that protect customers in using banking products and services especially in payment systems. Keywords: bank; costumer; law; payment; protection.
CROSS-BORDER BUSINESS COMPETITION: KEABSAHAN DAN HAMBATAN PENERAPAN PRINSIP EKSTRATERITORIAL DALAM PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA Irma Ambarini Darmawan; Isis Ikhwansyah; Pupung Faisal
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Peningkatan aktivitas perdagangan lintas batas negara mengantarkan Indonesia pada ekonomi internasional yang terintegrasi. Perkembangan tersebut menghadirkan tantangan bagi sistem hukum persaingan usaha sebab kegiatan usaha tidak lagi hanya melibatkan perorangan atau badan usaha yang berkedudukan di satu negara saja. Pendefinisan “Pelaku Usaha” dalam UU No. 5 Tahun 1999, sebagai perorangan atau badan usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Indonesia, belum memproyeksikan perkembangan demikian. Namun dalam beberapa perkara, KPPU telah menjatuhkan sanksi yang bersifat ekstrateritorial, yakni kepada pelaku usaha dan perbuatan di luar wilayah Indonesia. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai keabsahan penerapan prinsip ekstrateritorial persaingan usaha di Indonesia serta hambatan hukum dan implikasinya terhadap pelaksanaan putusan persaingan usaha yang bersifat ekstrateritorial. Disimpulkan bahwa prinsip ekstrateritorial persaingan usaha tidak dapat diterapkan di Indonesia karena definisi Pelaku Usaha dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak dapat menjangkau aktor dan perbuatan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia sekalipun menimbulkan dampak persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Implikasi dari hambatan hukum yang muncul, antara lain: Pertama, tidak dapat dijatuhkannya sanksi kepada badan usaha asing yang melakukan kegiatan di luar wilayah Indonesia. Kedua, sulitnya pengeksekusian putusan di luar negeri karena tidak adanya kerjasama antar negara dalam hal tersebut. Kata kunci: ekstrateritorial; lintas batas; penegakan hukum; persaingan usaha. ABSTRACT The increase of cross-border trade activities brings Indonesia to an integrated international economy. This development presents challenges to the business competition legal system because business activities no longer involve individuals or business entities domiciled in one country only. The definition of “Business Actors” in Law No. 5 of 1999, as individuals or business entities that are domiciled or carry out activities within the territory of Indonesia, has not projected such a development. However, in several cases, KPPU has imposed extraterritorial sanctions, namely on business actors and acts outside the territory of Indonesia. As part of normative juridical research, this article discusses the validity of extraterritorial principles application in business competition in Indonesia and the legal obstacles and its implications for the enforcement of extraterritorial business competition decisions. It was concluded that the extraterritorial principle cannot be applied in business competition in Indonesia because the definition of Business Actors in Law No. 5 of 1999 could not reach actors and actions outside the territory of Indonesia even though they had effect of unfair business competition in Indonesia. The implications of legal obstacles to the implementation of extraterritorial business competition decisions are: First, the sanction cannot be imposed on foreign business entities that carry out activities outside the territory of Indonesia. Second, the difficulty of executing decisions abroad because of the absence of cooperation between countries. Keywords: business competition; cross-border; extraterritorial; law enforcement
TINDAKAN DIREKSI YANG MEMBERIKAN CORPORATE GUARANTEE TERHADAP ANAK PERUSAHAAN TANPA PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS DITINJAU DARI HUKUM PERSEROAN Mira Widyawati; Nyulistiowati Suryanti; Kilkoda Agus Saleh
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar. Pada praktiknya seringkali terjadi direksi tidak memperhatikan batasan kewenangannya dalam hal mengikat perseroan sebagai penjamin, dimana pemberian jaminan disyaratkan oleh anggaran dasar memerlukan adanya persetujuan dewan komisaris. Penelitian ini bertujuan untuk memahami akibat hukum terhadap kerugian yang timbul akibat pemberian jaminan perusahaan oleh direksi tanpa adanya persetujuan dewan komisaris dan tanggung jawab direksi terhadap kerugian perseroan akibat pemberian jaminan perusahaan tanpa adanya persetujuan dewan komisaris. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu dengan mengkaji dan menguji data sekunder ditunjang dengan wawancara. Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan menganalisis ketentuan-ketentuan hukum, teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan akibat hukum dan tanggung jawab direksi terhadap pemberian jaminan perusahaan.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil: pertama, bahwa dalam hal anggaran dasar mengatur perlunya persetujuan dewan komisaris maka akibat hukum terhadap jaminan perusahaan yang diberikan direksi tanpa persetujuan dewan komisaris adalah batal demi hukum. Kedua, tanggung jawab direksi terhadap pemberian jaminan perusahaan tersebut adalah dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi. Namun sebaliknya, direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya apabila anggaran dasar tidak menentukan perlunya persetujuan dewan komisaris. Kata kunci: dewan komisaris; jaminan perusahaan; tanggung jawab direksi. ABSTRACT The Directors are authorized to organize a company in accordance with the policy deemed as appropriate within the limitation determined in the Law of Company and/or its articles of association. In practice, often the directors do not pay attention to the limitation of its authority in attributing the company as a guarantor, that required approval from board of the commissioner in the articles of association. This research aims to comprehend on the legal consequence and responsibility of the directors against the damages occurred resulting from the grant of corporate guarantee without the board of commissioner’s approval. The research method used is the juridical-normative method, which inspects and tests the secondary data supported by interviews. The research specifications are in descriptive-analytical, it depicts and analyze the law provisions, law theory and positive law in relation to the legal consequence and responsibility of the directors against the grant of corporate guarantee. The result shows conclusion, first, in the event of the articles of association regulates the necessity of approval from the board of commissioner, the legal consequence is null and void. Second, with respect to the directors’ responsibility on the granting of corporate’s guarantee, it can be requested to the directors as individuals. On the contrary, the responsibilities cannot be requested to them if the articles of association does not regulate the requirements of approval from the board of commissioner. Keywords: corporate guarantee; responsibility of the directors; the board of commissioner.
RESENSI BUKU: TEORI DAN KEBIJKAN HUKUM INVESTASI LANGSUNG (DIRECT INVESTMENT) Helitha Novianty Muchtar
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan investasi langsung (Direct Investment) dari masa ke masa mengalami banyak pro dan kontra, banyak literature membedakan antara penanaman secara modal langsung (Direct Investment) dan penanaman modal tidak langsung (Indirect Investment). Perbedaan jenis penanaman modal ini didasarkan atas definisi keduanya yang berbeda, Direct Investment dan Indirect Investment memiliki perbedaan pada “karakter yuridis” istilah yang digunakan Prof. Rahmi Jened, penulis buku ini untuk memaparkan pengertian penanaman modal langsung dari aspek yuridis.
NEGARA BANGSA POS-KOLONIAL SEBAGAI BASIS DALAM MENENTUKAN IDENTITAS KONSTITUSI INDONESIA: STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Franko Johner; Indra Perwira; Susi Dwi Harijanti
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKonstitusi negara modern pada dasarnya adalah perwujudan dari gagasan dan cita-cita kebangsaan yang kemudian dimanifestasikan seiring dengan berdirinya suatu negara bangsa. Konstitusi suatu negara modern bukan hanya memuat prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, dan susunan organisasi negara, akan tetapi juga mengandung identitas nasional yang terbentuk dari gagasan pendirian negara bangsa sehingga membedakannya dengan konstitusi negara lain. Artikel ini membahas negara bangsa pos-kolonial menjadi basis dalam menentukan identitas konstitusi Indonesia dan apa saja yang menjadi unsur-unsur pembentuk identitas konstitusi Indonesia dan bagaimanakah implikasi hukumnya terhadap ketatanegaraan Indonesia. Indonesia sebagai negara bangsa pos-kolonial memiliki identitas nasional berupa semangat dekolonisasi. Oleh karena itu, dalam pembentukan konstitusi suatu negara modern selalu muncul upaya mewujudkan sistem sendiri. Dalam suatu konstitusi, terdapat norma-norma yang bersifat sebagai identitas nasional dan fundamental yang menjadi inti dari konstitusi yaitu ‘identitas konstitusi‘. Identitas konstitusi harus dijaga dan dilindungi dari upaya perubahan.Kata kunci: konstitusi; negara bangsa pos-kolonial; Undang-Undang Dasar 1945. ABSTRACTConstitution of a modern state basically is a manifestation of nations’ ideas and goals which is institutionalized pararel to forming of the state. Constitution of a modern state is not only consist of priciples, norms, regulations and organizational matters, but also consist of national identitiy which is formed from the ideas behind state formation itself. These are factors that make constitutions difrent one another. Indonesia as post-colonial nation state has its national identity in a form of decolonialization spirit. Therefore, there is always effort to make unique system in the forming process of a constitution. A constitution has a fundamental national identitiy which becomes the core of the constitution; this is known as ‘constitutional identity’. The constitutional identity must be guarded and protected from changing process.Keywords: constitution, nation state post-colonial, 1945 Constitution.
PEMBATASAN KEWENANGAN HAKIM UNTUK TIDAK MELAKUKAN SITA JAMINAN ATAS SAHAM Tumpal Napitupulu
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKHakim berwenang mengadili perkara di pengadilan sehingga hakim dituntut menjaga dan menegakkan kehormatan, memperhatikan etika dan perilaku dan taat pada Pedoman Pelaksanaan Tugas Administasi dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. KMA/032/SK/IV/2006. Artikel ini membahas pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan, khususnya pada huruf Y dengan permasalahan pelaksanaan putusan atas permohonan sita jaminan saham dan upaya permohonan sita jaminan atas saham. Dengan metode pendekatan Yuridis Sosiologis, Sita jaminan terhadap saham-saham yang berada di Pasar Modal tidak dapat dilakukan karena berada dalam pengawasan OJK, tetapi terhadap saham-saham yang tidak berada di Pasar Modal seharusnya dapat dilakukan upaya sita jaminan. Disarankan perlu dilakukan revisi terhadap Buku II di atas, khususnya berkenaan dengan Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Perdata Umum pada angka 11.Kata kunci: hakim; kewenangan mengadili; keadilan; pedoman teknis administrasi dan teknis perdata; sita Jaminan atas saham. ABSTRACTJudge has an authority to try case in court, so judge have to maintain and prevail his honor by obeying the ethical rules and also Guidelines for Administrative Fungction under Decree of Head of Indonesian Supreme Court No. KMA/032/SK/IV/2006. This article presents a discussion about the entry into force of Book II of the Guidelines of Administrative Function Implementation in Court, in particular the problem of letter Y which contains the problem of Shares Guarantee Seizure (Sita Jaminan Saham) and effort to request guarantee seizure to stock. The research using Jurical-Sociological method concludes that Sita-Jaminan is not possible to be applied to stocks in Stock Market, because of OJK Supervision. However, Sita-Jaminan is applicable for share outside the Stock Market. It is suggested that the Book II, mentioned above have to be revised, especially the norm for Administrative Technical Guidelines and General Private Technical Gudelines under Number 11.Keywords: administrative technical guidelines; authority to prosecute; general private technical gudelines; judge; justice; shares guarantee seizure.
PRINSIP KESEIMBANGAN (TASWIYAH) DALAM PERJANJIAN (AKAD) WARALABA BERDASARKAN SISTEM SYARIAH Sudaryat Sudaryat
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKWaralaba merupakan pola kemitraan usaha sekaligus sarana untuk memperluas pemasaran barang dan/atau jasa juga sarana pemberdayaan UMKM. Perkembangan waralaba tidak hanya yang bersifat konvensional namun berkembang pula waralaba berdasarkan system syariah (waralaba syariah). Perjanjian waralaba pun terbagi dalam dua katagori yaitu perjanjian waralaba konvensional dan perjanjian waralaba syariah. Perjanjian (akad) waralaba bersifat standard, namun bagaimana penerapan prinsip keseimbangan (taswiyah) berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada akad waralaba syariah. Hasil analisis menunjukan bahwa prinsip keseimbangan (taswiyah) dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diterapkan dalam Perjanjian (akad) waralaba berdasarkan sistem syariah dengan pembuktian bahwa pada akad waralaba syariah mengutamakan taawun (tolong menolong), menghilangkan franchisee fee dan royalty fee, adanya kedudukan yang setara antara pemberi waralaba dan penerima waralaba, adanya keseimbangan hak dan kewajiban baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, serta pembagian keuntungan dan risiko (profit and risk sharing) antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba sehingga menjadi sarana sesungguhnya dalam pemberdayaan UMKM. Guna lebih memastikan diterapkannya prinsip keseimbangan (taswiyah) maka sebaiknya dalam perancangan akad waralaba syariah memperhatikan masukan dari penerima waralaba (UMKM), dipublikasi melalui media sebelum diberlakukan, mengingat stigma masyarakat UMKM bahwa perjanjian waralaba bersifat standar dan lebih dominannya kepentingan pemberi waralaba dibandingkan penerima waralaba.Kata kunci: akad; keseimbangan; risiko; syariah; waralaba. ABSTRACTFranchise is a pattern of business partnership as well as means to add goods and/or facilities for the empowerment of UMKM. The growth of franchise is not only conventional but also developing a franchise system based on sharia (sharia franchise). Meet the franchise was divided into two categories namely conventional franchise agreement and sharia franchise agreement. Agreement (akad) franchise is standard, but how to do the principle of balance (taswiyah) based on Compilation of Economic Law on sharia franchise contract. The results show that the principle of equilibrium (taswiyah) in the Compilation of Islamic Economic Law is given in the agreement (akad) based on the syariah system by proving in the shariah franchise contract prioritizing taawun (please help), eliminating the franchise’s fee and royalty fee, including the position given between the franchisor and recipients of franchises, guarantees and responsibilities both in terms of quantity and quality, as well as profit and risk sharing (profit sharing and risk) between franchisor and franchisor become an important tool in the empowerment of MSMEs. To further emphasize the application of the principle of balance (taswiyah), in the sharia franchise agreement, consider the input of the franchise recipients (UMKM), published through the media before it is enacted, given the stigma of UMKM community that the franchise agreement is the standard and franchisor is more dominant than franchisee.Keywords: akad; balance; risk; franchise; sharia.
PROFESIONALISME PENEGAK HUKUM TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA SETELAH PUTUSAN PRAPERADILAN YANG MENYATAKAN TIDAK SAHNYA PENETAPAN TERSANGKA Afandi Maruli Silalahi; Ijud Tajudin
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenegak hukum disebut “profesional” karena kemampuan berpikir dan bertindak melampaui hukum tertulis tanpa menciderai nilai keadilan. Dalam menegakkan keadilan, dituntut kemampuan penegak hukum mengkritisi hukum demi menemukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang profesional. Pada praktiknya, masih banyak penegak hukum yang tidak profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pengeluaran surat perintah penyidikan yang berulang dalam perkara yang sama seperti kasus Ilham Arief Sirajuddin dan La Nyalla Mahmud Mattaliti. Penelitian bertujuan mengkaji profesionalitas penegak hukum dalam menjalankan tugasnya yakni penerbitan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) baru pasca adanya putusan praperadilan terhadap perkara yang sama. Dengan metode pendekatan yuridis normatif disimpulkan penerbitan SPRINDIK berulang kali setelah putusan praperadilan bertentangan dengan prinsip penyidikan itu sendiri yakni legalitas, profesional, akuntabel, efektif, dan prosedural. Dengan diterbitkannnya SPRINDIK secara terus menerus akan mengartikan bahwa aparat penegak hukum tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, maka dibutuhkan pengawasan terhadap penegak hukum dalam menjalankan tugasnya sehingga tercapainya keadilan.Kata kunci: penyidikan; profesionalisme; praperadilan; sprindik; tersangka. ABSTRACTLaw enforcer can be called “professional” because of its ability to think and act beyond written law without injuring the value of justice. To bring the justice, law enforcer has to possess ability to criticize a law in order to find what a professional should do. In practice, there are still many law enforcers who act unprofessional in doing their duties and in implementing their authorities related to the repeated exhortation of inquiries in the same case as shown in Ilham Arief Sirajuddin and La Nyalla Mahmud Mattaliti cases. This article aims to examine the professionalism of law enforcers in carrying out their tasks in the issuance of a new investigation order (SPRINDIK) after the pretrial decision on the same case. With the normative juridical approach method, it is concluded that the repeatedly issuance of SPRINDIK after the pretrial decision is contradictory to the principle of investigation itself which are legality, professionality, accountability, effectivity, and procedural. The continuous publication of SPRINDIK shows that law enforcement officers are not professional in carrying out their duties, so they need supervision carrying out their duties to achieve justice.Keywords: investigation; investigation order; pre-judicial; professionalism.

Filter by Year

2016 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 1 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 9 Nomor 1 September 2024 Vol. 8 No. 2 (2024): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Number 2 March 2024 Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 March 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue