cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
MEDIA MEDIKA INDONESIANA
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 134 Documents
Penanganan Stres dan Kesejahteraan Psikologis Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Radioterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Karyono Karyono,; Kartika Sari Dewi; Lela TA
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 2 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.415 KB)

Abstract

Stress management and psychological well-being in breast cancer patient undergoing radiotherapyBackground: Many breast cancer patients suffer low psychological well-being because the disease and radiotherapy. To improve the patient’s psychological well-being, should be good stress management strategy.Objective: The research aimed to examine correlations between stress management strategy and psychological well-being among breast cancer patients, and the effectivity of stress coping to psychological well-being.Method: This study was an correlational study between stress management strategy and the psychological well-being. The subjects consist of 30 breast cancer patients undergoing radiotherapy in Moewardi Hospital of Surakarta. Data were measured using Stress Management Strategy Scale and Psychological Well-being scale. Statistical analysis was simple regression analysis.Result: There was significant correlations between stress coping and psychological well-being on breast cancer patients (r=0.778 and p=0.00). The (R2) was 0.606, which means 60.6% psychological well-being were influenced by stress management strategy.Conclusion: Stress management determines psychological well-being in breast cancer patient undergoing radiotherapy.Keyword: Stress management strategy, psychological well-being, breast cancer patient and radiotherapy.ABSTRAKLatar Belakang: Banyak penderita kanker payudara mengalami penurunan kesejahteraan psikologis karena penyakit dan radioterapi yang dijalani. Untuk memperbaiki kesejahteraan psikologis, dibutuhkan strategi penanganan stres.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi penanganan stres dengan kesejahteraan psikologis pada pasien kanker payudara, dan sumbangan efektif variabel stress coping terhadap kesejahteraan psikologis.Metode: Penelitian korelasional dilakukan dengan variabel prediktor strategi penanganan stres dan kesejahteraan psikologis. Subyek penelitian terdiri dari 30 pasien kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang menjalani radioterapi. Data penelitian diambil dengan Skala Strategi Penanganan Stres (koefisien reliabilitas 0,931) dan Skala Kesejahteraan Psikologis (koefisien reliabilitas 0,941). Analisis regresi sederhana digunakan terhadap data yang ada.Hasil: Ada hubungan antara strategi penanganan stres dengan kesejahteraan psikologis (r=0,778, p=0,00), dengan nilai R2=0,606 yang berarti 60,6% kesejahteraan psikologis ditentukan oleh strategi penanganan stres.Simpulan: Strategi penanganan stres sangat menentukan kesejahteraan psikologis pasien kanker payudara yang menjalani radioterapi.
Suplementasi Folate, Kadar Homocysteine, Nitric Oxide dan Petanda Retinopati Diabetik Studi pada Tikus Sprague Dawley Diabetes Banundari Rachmawati
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2012:MMI VOLUME 46 ISSUE 2 YEAR 2012
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.225 KB)

Abstract

Folate supplementation homocysteine, nitric oxide levels and marker for diabetic retinopathy: Study on Sprague Dawley diabetic ratsIntroduction: Diabetic retinopathy (DR) is the leading cause of blindness among diabetes mellitus (DM) patients. Hyperhomocysteinemia (HHcy) is reported to increase the risk for DM complications, however, the underlying mechanism is still unclear. Retina is particularly vulnerable to oxidative stress due to a high demand for oxygen. Hyperglycemia stimulates retinal oxidative stress and increases Nitric Oxide (NO). NO contributes to the regulation of retinal blood vessel function and the occurrence of retinopathy. The administration of folic acid (FA) 0.65 mg/day on HHcy subject, decrease serum Hcy by 42%. This study was aimed to analyze the effect of folate administration on Hcy, NO levels and markers of DR (VEGF serum).Methods: An experimental study using a randomized controlled group pretest posttest design was conducted in UGM Yogyakarta. The total of 40 male Sprague Dawley rats were divided into 5 groups: negative control and the other four group were induced with Streptozotocin 40 mg/kgBW intraperitoneal. Intervention group were given FA 2, 4, 8 ppm through a nasogastric tube for 30 days. Before and after intervention, serum Hcy, NO and VEGF were assessed, and Wilcoxon tests were used to measure the difference ofit.Result: Administration of 8 ppm FA significantly decreased serum Hcy (p=0.043), NO levels (p=0.043) but not for markers of DR.Conclusion: Folic acid supplementation of 8 ppm gives benefits to diabetic rats.Keywords: Diabetic retinopathy, homocysteine, NO, VEGFABSTRAKPendahuluan: Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi diabetes mellitus yang dapat menjadi salah satu penyebab kebutaan. Hyperhomocysteinemia (HHcy) meningkatkan risiko komplikasi diabetes, namun bagaimana interaksinya masih belum jelas. Retina sangat peka terhadap stres oksidatif karena kebutuhan O2 yang tinggi sedangkan hiperglikemi akan memacu retinal oxidative stres dan peningkatan nitric oxide (NO). NO berperan pada regulasi fungsi pembuluh darah retina dan terjadinya retinopati. Pemberian folic acid (FA) 0,65 mg/hr pada subyek HHcy menurunkan Hcy serum 42%. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pemberian folate terhadap kadar Hcy, NO dan petanda RD (VEGF serum)Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan randomized controlled group pretest posttest design. Penelitian dilakukan di LPPT unit IV UGM Yogyakarta. Sampel 40 tikus Sprague Dawley jantan, umur 2-3 bulan, BB 190-275 g dibagi 5 kelompok: kelompok kontrol negatif dan 4 kelompok lain diinduksi dengan STZ 40mg/kgBB intra peritoneal. Kelompok intervensi diberi FA 2, 4, 8 ppm (sonde) selama 30 hari. Kemudian diperiksa kadar Hcy, VEGF, NO serum. Perbedaan parameter sebelum dan sesudah intervensi dianalisis dengan uji Wilcoxon.Hasil: Pemberian FA 8 ppm menurunkan secara bermakna kadar Hcy (p=0,043), NO serum (p=0,043) dan tidak menurunkan petanda RD (VEGF serum) secara bermakna.Simpulan: Pemberian FA 8 ppm bermanfaat pada tikus diabetes.
Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi pada Siswi SMA Santi Dwi Rahayu; Fillah Fithra Dieny
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2012:MMI VOLUME 46 ISSUE 3 YEAR 2012
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.087 KB)

Abstract

The body image, mother’s education, family income, nutritional knowledge, eating behavior and iron intake among senior high school female studentsBackground: The concept of ideal body shape in female adolescent is tall and slim that oftenly to lead restriction of the food intake especially the food sources of iron that are considered as foods with high fat. This study aimed to identify factors association between body image, mother’s education, family income, nutritional knowledge, and eating behavior with iron intake among senior high school female students.Method: This study used cross sectional design, and it was conducted on female students at SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. The selection of 80 subjects was performed by stratified random sampling technique. Data on body image was obtained by body shape questionnaire, family income, mother’s education, nutritional knowledge and eating behavior were collected by questionnaire, and iron intake was obtained by 24-hour food recall. Data were analyzed by Rank Spearman.Result: Subjects aged in 15-17 years old. The subjects had a dissatisfaction of their body image were 41.25% subjects and 40% subjects had deficit iron intake. Subjects had inappropriate eating behavior 47.5% and 66.3% were classified as intermediate level of family income. The level of mother’s education at SMA/MA were 53.8% subjects and only 7.5% subjects had good nutritional knowledge. The subjects had a dissatisfaction of their body image would be had inappropriate eating behavior so they had lower iron intake too. The good mother’s education of subjects would be had good iron intake, moreover the higher family income that increased food expenditure so subjects had adequate iron intake. The nutritional knowledge was not correlated with iron intake.Conclusion: Body image was associated with eating behavior. Eating behavior, mother’s education, and family income were correlated with iron intake.Keywords: Body image, eating behavior, iron intake ABSTRAKLatar belakang: Konsep tubuh ideal tinggi langsing menimbulkan remaja putri melakukan pembatasan asupan makanan terhadap sumber zat besi yang dianggap sebagai makanan dengan lemak tinggi. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara  citra tubuh, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi dan perilaku makan dengan asupan zat besi pada siswi SMA.Metode: Rancangan penelitian cross sectional. Populasi adalah siswi SMA Negeri 1 Tangerang Selatan. Pemilihan 80 subyek dilakukan secara stratified random sampling. Data citra tubuh dengan body shape questionnaire, pendapatan keluarga dengan angket, pendidikan ibu, pengetahuan gizi dan perilaku makan dengan kuesioner serta asupan zat besi dengan kuesioner food recall 24 jam. Data dianalisis dengan korelasi Rank Spearman.Hasil: Subyek berusia 15-17 tahun. Subyek dengan ketidakpuasan citra tubuh sebanyak 41,25% dan 40% subyek mempunyai tingkat asupan zat besi defisit. Subyek dengan perilaku makan tidak sesuai sebanyak 47,5% dan 66,3% subyek mempunyai tingkat pendapatan keluarga ekonomi menengah. Tingkat pendidikan ibu subyek tamat SMA/MA sebanyak 53,8% dan hanya 7,5% yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi baik. Subyek dengan citra tubuh yang tidak puas cenderung mempunyai perilaku makan yang tidak sesuai sehingga asupan zat besinya rendah. Subyek dengan ibu berlatar belakang pendidikan tinggi cenderung mempunyai asupan zat besi baik, selain itu makin tinggi pendapatan keluarga, maka pengeluaran belanja pangan makin meningkat sehingga asupan zat besi pada subyek terpenuhi. Namun pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan perilaku makan.Simpulan: Citra tubuh berhubungan dengan perilaku makan. Perilaku makan, pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga berhubungan dengan asupan zat besi
Emping Garut (Maranta arundinacea Linn) sebagai Makanan Ringan dan Kadar Glukosa Darah, Angiotensin II Plasma serta Tekanan Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) Dwi Novitasari; Sunarti Sunarti; Arta Farmawati
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2011:MMI Volume 45 Issue 1 Year 2011
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.18 KB)

Abstract

ABSTRACTConsumption of crispy arrowroot (Maranta arundinacea Linn), blood glucose and angiotensin II level, and blood pressure in type 2 diabetesBackground: The mortality of DM caused by cardiovascular complication is about 75% can be reduce by using food with lowglycemic index. The level of fiber consumption on DM sufferers is low (12.08±3.80 gr/day). Crispy arrowroot has 14 glycemic index. The purpose of this study is to know the influence of crispy arrowroot giving to the fasting plasma glucose, angiotensin II rate and blood pressure and also to study the correlation between angiotensin II and blood pressure before and after the giving of crispy arrowroot.Method: This research used quasi-experimental design of pre and post test one group design, the subjects were 14 DMT2 female sufferers (35 to 60 years old), the length of suffering from DM was 1 year, and used insulin therapy. The giving of crispy arrowroot was 20 gr/day for four weeks. The determination of fasting blood glucose rate used colorimetry, angiotensin II rate used ELISA sandwich method and blood pressure used spignomanometer. The data analysis used paired t test and regression test.Results: Consumption of crispy arrowroot does not increase fasting blood sugar (p=0.551), or decrease angiotensin II (p=0.550), and systolic-diastolic blood pressure (psystolic=0.518; pdiastolic=0.216). Conclusion: Crispy arrowroot of 20 g/day for 4 weeks does not give any benefit to DM type 2 patients.Keywords: Crispy arrowroot, blood glucose, angiotensin II, hypertensionABSTRAKLatar belakang: Angka kematian penderita DM karena komplikasi kardiovaskular sekitar 75%. Upaya mengurangi komplikasi tersebut dapat menggunakan makanan dengan indeks glikemik rendah. Tingkat konsumsi serat penderita DM relatif rendah yaitu sekitar 12,08±3,80 gr/hari. Umbi garut mempunyai indeks glikemik 14 sehingga dapat digunakan sebagai makanan fungsional penderita DM. Tujuan penelitian untuk mengkaji pengaruh pemberian makanan ringan emping garut terhadap kadar glukosa darah puasa (GDP), angiotensin II dan tekanan darah serta mengkaji hubungan antara angiotensin II dan tekanan darah sebelum dan setelah pemberian emping garut pada penderita DMT2.Metode: Penelitian menggunakan desain kuasi eksperimental pre and post test one group design, subyek penelitian 14 wanita (35-60 tahun) penderita DMT2, lama DM 1 tahun dan menggunakan insulin. Emping garut sangrai 20 gr/hari diberikan pagi dan sore hari selama 4 minggu. Pengukuran GDP menggunakan metode kolorimetri, angiotensin II ditentukan menggunakan metode ELISA sandwich dan tekanan darah menggunakan spignomanometer. Analisis data menggunakan uji paired t test dan uji regresi.Hasil: Pemberian emping garut tidak meningkatkan GDP (p=0,551) dan tidak menurunkan kadar angiotensin II (p=0,550), serta tekanan sistolik dan diastolik (psistolik=0,518; pdiastolik=0,216).Simpulan: Pemberian emping garut sangrai 20 gr/hari selama 4 minggu pada penderita DM tidak menunjukkan manfaat.
Skor Diskriminan Manifestasi Klinis dan Laboratorik sebagai Prediktor Syok pada Demam Berdarah Dengue Mohamad Supriatna; MMDEAH Hapsari; Maria Mexitalia; Yusrina Istanti
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2010:MMI VOLUME 44 ISSUE 3 YEAR 2010
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.994 KB)

Abstract

Discriminant score of clinical and laboratory manifestations as a predictor of shock in dengue hemorrhagic fever Background: Case fatality rate of dengue shock syndrome (DSS) is still high. In Dr. Kariadi Hospital Semarang (RSDK) was 5.7 to 10.8% during 2000 to 2004. This is due to clinical course of dengue hemorrhagic fever (DHF) are unpredictable whether patients will develop to shock or not. We aimed to formulate discriminant score of clinical and laboratory manifestations that can be used as a predictor of shock in DHF.Methods: An observational analytic study was done. Consecutive sample were taken from DHF patients aged 3–14 years who were treated at RSDK in February 2001–March 2003. Diagnosis was established based on WHO 1997 criteria and serologic indirect-ELISA. Septic children were excluded. Clinical and laboratory manifestations were examined at admission or when diagnosed as DHF. Chi-square, Mann-Whitney, and discriminant analysis were done to formulate discriminant score.Results: There were 152 DHF patients enrolled, consist of 61 non-DSS and 91 DSS. Discriminant score formulation was obtained as: D=–1.103 + (0.013 x bleeding type) + (1.229 x vomiting) + (0.478 x abdominal pain) + (0.922 x hepatomegaly) – (0.039 x haemoglobin) + (0.014 x haematocryt) – (0.404 x albumin) – (0.046 x total protein) + (0.043 x pleural effusion index). Discriminant score mean for DSS is +0.739 and non-DSS –1.103 with cut-off point of –0.182. If the score <–0.182 patients become non-SSD and ≥–0.182 DSS. Conclusion: Discriminant score of clinical and laboratory manifestations can be used as a predictor of shock in DHF with prediction accuracy of 80.3%.ABSTRAKLatar belakang: Angka kematian sindrom syok dengue (SSD) masih tinggi. Di RSUP Dr. Kariadi (RSDK) Semarang 5,7–10,8% pada tahun 2000–2004. Hal ini disebabkan perjalanan klinis demam berdarah dengue (DBD) sulit diprediksi apakah penderita akan mengalami syok atau tidak. Tujuan penelitian adalah merumuskan skor diskriminan manifestasi klinis dan laboratoris yang dapat dijadikan sebagai prediktor syok pada DBD. Metoda: Dilakukan penelitian observasional analitik dengan sampel secara consecutive dari penderita DBD umur 3–14 tahun yang dirawat di RSDK pada Februari 2001–Maret 2003. Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria WHO 1997 dan serologis indirect-ELISA. Anak dengan sepsis dieksklusi dari penelitian. Manifestasi klinis dan laboratoris diperiksa saat masuk rumah sakit atau saat diagnosis ditegakkan. Uji Chi-square, Mann-Whitney, dan analisis diskriminan dilakukan untuk merumuskan skor diskriminan.Hasil: Didapatkan 152 penderita DBD yang terdiri dari 61 non-SSD dan 91 SSD. Rumus skor diskriminan yang didapat sebagai berikut: D=–1,103 + (0,013 x jenis perdarahan) + (1,229 x muntah) + (0,478 x nyeri perut) + (0,922 x hepatomegali) – (0,039 x hemoglobin) + (0,014 x hematokrit) – (0,404 x albumin) – (0,046 x protein total) + (0,043 x indeks efusi pleura).Rerata skor diskriminan SSD +0,739 dan non-SSD –1,103 dengan cut off point –0,182. Bila skor <–0,182 penderita akan menjadi non-SSD dan ≥–0,182 akan menjadi SSD. Simpulan: Skor diskriminan manifestasi klinis dan laboratoris dapat dijadikan sebagai prediktor syok pada DBD dengan 80,3% ketepatan prediksi.
Antenatal, Place of Birth and Post-natal Related to Breastfeeding Practice among Women in Peri-urban Area, Semarang Ani Margawati
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2008:MMI Volume 43 Issue 1 Year 2008
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.504 KB)

Abstract

ABSTRACTBackground: Key health issues for women of reproductive age include problems concerning sexuality and reproduction. Sexuality is not merely about sex, but about the right of women to make choices and decisions related to sexual behaviour and practices, relationships, breastfeeding, contraception and abortion. This paper will examines the various health facilities, the services and treatments which are available, in particular those which influence breastfeeding practices.Methods: A combination of qualitative and quantitative data collection methods were used in this research. In the quantitative method, a questionnaire survey was conducted following preliminary analysis of the data collected through focus group discussions (FGDs). The methods employed for qualitative data collection included focus group discussions, informal and in-depth interviews and participant observation. The sample group in the peri-urban area included pregnant women, mothers with babies less than 2years old, a few husbands and a small number of women of reproductive age.Results: This research found that there were many factors influencing the choice of birth place such as location, costs and the quality of the services provided by nurses, doctors, etc. The women in this area still preferred the services of the dukun bayi for the postnatal treatment.Conclusion: The place where the mother delivers the baby influences their motivation to breastfeed. Although the respondents mentioned that breastfeeding is a good practice for feeding baby, however, they lack of knowledge about breastfeeding. This condition is closely related to poor counselling about breastfeeding.Key Words: Breast-feeding practice, lack of knowledge, antenatal care, birth place.ABSTRAKTempat persalinan, pemeriksaan pre dan pasca melahirkan terhadap pengetahuan dan praktek menyusui di pinggiran Semarang.Latar belakang: Beberapa permasalahan utama pada perempuan usia reproduksi adalah seksualitas dan reproduksi. Seksualitas tidak hanya meliputi masalah tentang seks, akan tetapi juga hak perempuan untuk memilih dan menentukan terhadap perilaku seksual, praktek, menyusui, pemilihan alat kontrasepsi dan juga aborsi. Artikel ini akan menganalisis berbagai fasilitas kesehatan, pelayanan dan perlakuan terhadap ibu hamil dan melahirkan dalam kaitannya dengan perilaku menyusui.Metode: Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik survei adalah metode yang diaplikasikan dalam metode kuantitatif dan disajikan secara deskriptif; sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Sampel dalam penelitian adalah ibu yang tinggal di lokasi penelitian dan mempunyai anak di bawah 2 tahun dan beberapa wanita usia reproduksi.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang membuat keputusan terhadap pemilihan lokasi pemeriksaan kehamilan, tempat persalinan, dan perawatan pasca persalinan, seperti lokasi, biaya dan mutu pelayanan. Ibu-ibu di daerah penelitian masih lebih memilih dukun bayi sebagai orang yang melakukan perawatan pasca persalinan.Simpulan: Tempat persalinan memberi pengaruh dan motivasi ibu-ibu di daerah penelitian untuk menyusui. Meskipun responden menyatakan bahwa menyusui merupakan perilaku yang baik sebagai pemberian makanan kepada bayi, akan tetapi mereka masih terbatas pengetahuannya terhadap menyusui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan disebabkan karena terbatasnya penyuluhan yang diberikan oleh petugas pada masa pemeriksaan kehamilan, dan juga pasca persalinan.
Kajian Spektra Infra Merah dan UV Minyak Atsiri dari Umbi Teki (Cyperus Rotundus Linn.) Murnah Murnah
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2012:MMI VOLUME 46 ISSUE 1 YEAR 2012
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.278 KB)

Abstract

Infra red and ultra violet spectra study of essential oils from tubber root (Cyperus Rotundus Linn.)Background: Tubber roots (Cyperus rotundus Linn.) has long been known as Indonesian original drug for centuries and used widely by the people of Indonesia. However, until now only few research has been done on tuber roots based on its function as a traditional medicine. The essential oils within tubber roots is suspected has potential role for traditional medicine. The purpose of this study is to determine the profile of infrared and ultra violet (UV) spectra of the tubber.Method: The research was a descriptive research. Extraction of essential oil from tubers puzzles using Soxhlet method with petroleum ether solvent. To get the best fraction analysis was carried out by column chromatography. All fractions were then separated by thin layer chromatography (TLC) and collected by extracting with chloroform. Chloroform extract was evaporated and dissolved in methanol and analyzed by infra red (IR) and UV spectrophotometer.Result: The infrared spectra indicate that there was a volatile oil absorption characteristics of aromatic compounds and functional groups C=O and CH3. In addition, there was an absorption which showed the C-C binding, C-H, and C-CH. UV spectra showed that there were two peaks at a wavelength of 204 nm and 249 nm.Conclusion: Infrared and UV spectra show that the structure of essential oils contained in the bulb puzzle has similarities with the structure of the compound a-cyperone.Keywords: Tuber roots, essential oils, UV, infra-red, a-cyperone ABSTRAKLatar belakang: Umbi teki (Cyperus Rotundus Linn.) telah lama dikenal sebagai obat asli Indonesia sejak berabad-abad lamanya dan digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Namun demikian, hingga kini tidak banyak dilakukan penelitian mengenai umbi teki berdasarkan fungsinya sebagai obat-obatan tradisional. Dalam umbi teki diduga terdapat minyak atsiri yang fungsinya dapat mendukung umbi teki sebagai obat-obatan tradisional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil spektra infra merah danUV dari umbi teki.Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Ekstraksi minyak atsiri dari umbi teki menggunakan metode Soxhlet dengan pelarut petroleum eter. Untuk mendapatkan fraksi terbaik dilakukan dengan kromatografi kolom. Semua fraksi yang diperoleh kemudian dipisahkan secara kromatografi lapis tipis (KLT) dan dikumpulkan dengan cara diektrasi dengan kloroform. Ekstrak kloroform ini diuapkan kemudian dilarutkan dalam metanol dan dianalisis dengan spektrofotometer IR dan UV.Hasil: Spektra inframerah minyak atsiri menunjukkan bahwa terdapat serapan karakteristik dari senyawa aromatik dan gugus fungsi C=O dan CH3. Selain itu, terdapat serapan yang menunjukkan ikatan C–C, C–H, dan C–CH. Spektra UV menunjukkan bahwa terdapat dua puncak pada panjang gelombang 204 nm dan 249 nm.Simpulan: Spektra infra merah dan UV menunjukkan bahwa struktur minyak atsiri yang terdapat dalam umbi teki memiliki kemiripan dengan struktur senyawa a-siperon.
Determination of L-Type Calcium Current in the Primary Hypertrophied Left Ventricular Cardiomyocytes of Hypertrophy Heart Rats/HHR Vennetia R. Danes
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2009:MMI VOLUME 43 ISSUE 6 YEAR 2009
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.952 KB)

Abstract

Background: The molecular mechanisms responsible for electromechanical derangements found in primary left ventricular (LV) hypertrophy have not been clearly elucidated. Of particular interest is the voltage gated L-type Ca current (ICa L) which plays crucial role in the EC-coupling. This study aimed to investigate cardiomyocyte ICa(L) in newly developed line of rats namely HHR (hypertrophy heart rat) and NHR (normal heart rat).Methods: A pure experimental study has been conducted using male HHR (n=7 rats) and NHR (n=9 rats), aged 19-25 week. Cardiomyocytes were isolated enzymatically. By using whole cell patch clamp techniques, ICa were measured and normalized (pA/pF) for cell size determined by capacitance (Cm). In Na-free superfusate, the ICa(L) of HHR (n=18 cells) and NHR (n=12 cells) obtained at holding potential (HP) -50 mV were analyzed using Student’s t-test and one-way ANOVA (repeated measures). p<0.05values were considered significance.Results: Myocyte mean Cm of HHR slightly increased but not significantly greater than that of NHR (364.3±22.33 pF vs 300.2±27.78 pF, p=0.08). In HHR, peak Ca current density was significantly increase, i.e, at HP -50 mV, the ICa(L) evoked at test potential (TP) -10 mV were -7.74±0.86 (HHR) vs -4.68±1.09 (NHR) pA/pF, p<0.02.Conclusions: Peak Ca current density of HHR increases approximately 1.6 times that of the NHR (-7.74±0.86 vs -4.68±1.09 pA/pF). This increase is attributed primarily to L-type Ca current, best known to peak at around TP -10 mV. The dramatic increase in sarcolemmal calcium influx in the HHR provides evidence of altered EC coupling processes in primary LV hypertrophy.Keywords: HHR rats, LV hypertrophy, cardiomyocyte, L-type calcium currentABSTRACT Penentuan arus kalsium tipe L pada kardiomiosit tikus yang mengalami hipertrofi primer ventrikel kiri (Hypertrophy Heart Rats/HHR)Latar belakang: Mekanisme molekuler yang bertanggung jawab pada munculnya kelainan elektro-mekanik pada hipertrofi primer ventrikel kiri masih belum jelas, khususnya arus kasium tipe L, ICa(L), yang berperan penting pada ‘EC-coupling’. Tujuan penelitian ini untuk mengukur dan menganalisis ICa(L) kardiomiosit dari tikus jenis baru bernama HHR (hypertrophy heart rat) dan NHR (normal heart rat).Metode: Eksperimen murni laboratorik dilakukan pada tikus jantan NHR (n=9) dan HHR (n=7) berusia 19-25 minggu. Kardiomiosit diisolasi menggunakan teknik enzimatika. Dengan teknik ‘whole cell patch clamp’; arus kalsium ICa(L) diukur dan dinormalisasi sesuai ukuran selnya (pA/pF), yang ditentukan melalui pengukuran kapasitans membran (Cm). Pada kondisi bebas Na, ICa(L) dari kedua kelompok sel HHR (n=18) dan NHR (n=12), yang didapat dari ‘holding potential’ (HP) -50mV dianalisis dengan Student’st-test dan one-way ANOVA (repeated measures). Nilai p<0,05 dianggap bermakna.Hasil: Rerata kapasitans membran (Cm) dari HHR dan NHR secara statistik tidak beda secara bermakna (364,3±22,33 pF vs 300,2±27,78 pF, p=0,08). Pada HP -50 mV, densitas arus kalsium ICa(L) yang dihasilkan dari ‘test potential’ (TP)-10 mV  meningkat secara bermakna pada HHR dibanding NHR -7,74±0,86 vs -4,68±1,09 pA/pF (p<0,02).Simpulan: Terjadi peningkatan densitas arus kalsium pada HHR yaitu 1,6 kali NHR (-7,74±0,86 vs -4,68±1,09 pA/pF). Peningkatan ini seluruhnya disebabkan oleh ICa(L), karena tipe ini biasanya memuncak pada TP sekitar -10 mV. Peningkatan influx kalsium sarkolemma HHR yang sangat besar ini, merupakan bukti adanya perubahan proses ‘EC coupling’ pada ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi primer.
Kekuatan Genggam pada Lansia Wanita Aktif dan Tidak Aktif Berolahraga Gheby Soraya S; Etisa Adi Murbawani
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2011:MMI Volume 45 Issue 2 Year 2011
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.889 KB)

Abstract

Handgrip strength in active and inactive elderly womanBackgrounds: Exercise is one of the factors determining handgrip strength. Lower handgrip strength is an indicator for lower Body Mass Index (BMI). The aim of this study is to compared differences in handgrip strength between active and inactive elderly woman. Methods: This was a cross-sectional study of 26 elderly active woman (spent ≥30 minutes for five times or more a week for exercise) and 26 elderly inactive woman (spent <30 minutes and less than five times a week for exercise). Subject were chosen through purposive sampling. Handgrip strength was measured with handgrip dynamometer. Questionnaire was used for measuring exercise activity. BMI value were obtained from body weight was measurement with digital scale and height measurement with microtoise. Data on energy and protein intake were obtained from food frequency semi quantitative questionnaire (FFSQ). Data analysed were using Kolmogorov-Smirnov, independent t-test, and anacova. Result: Most of active elderly woman (69.2%) had handgrip strength in sufficient category. There were significant differences of handgrip strength between the active and inactive elderly woman (p=0.001) and after being controlled by BMI, energy and protein intake per day (p=0.005). Conclusion: Routine exercise should be recommended to elderly for better handgrip strength.. ABSTRAKLatar belakang: Lansia wanita mempunyai kekuatan genggam yang lebih rendah daripada pria. Kebiasaan olahraga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan genggam. Nilai kekuatan genggam merupakan indikator nilai Indeks Massa Tubuh (IMT). Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kekuatan genggam pada lansia wanita yang aktif dan tidak aktif berolahraga. Metode: Studi cross-sectional pada 26 lansia wanita yang aktif (menghabiskan waktu ≥30 menit dan 5 kali atau lebih dalam seminggu untuk berolahraga) dan 26 lansia wanita yang tidak aktif (menghabiskan waktu <30 menit dan kurang dari 5 kali dalam seminggu untuk berolahraga). Sampel diperoleh dengan cara purposive sampling. Kekuatan genggam diukur menggunakan Handgrip Dynamometer. Kuesioner digunakan untuk mengetahui kebiasaan olahraga. IMT diperoleh dari data berat badan yang diukur dengan timbangan digital dan tinggi badan yang diukur dengan mikrotoa, sedangkan data asupan energi dan protein diperoleh dari Food Frequency Semi Quantitative Questionnaire (FFSQ). Analisis data dengan Kolmogorov-smirnov, Independent t-test dan Anacova. Hasil: Nilai kekuatan genggam sebagian besar lansia wanita yang aktif berolahraga (69,2%) dalam kategori cukup sedangkan sebagian lansia wanita yang tidak aktif berolahraga (53,8%) dalam kategori sangat kurang. Terdapat perbedaan kekuatan genggam sangat bermakna antara lansia wanita yang aktif dan tidak aktif berolahraga (p=0,001) dan setelah dikontrol dengan IMT, asupan energi dan protein (p=0,005).Simpulan: Latihan teratur perlu dilakukan para lansia agar memiliki kekuatan genggam yang baik.
Sumbangan All-Trans Asam Retinoat (ATRA) Bagi Penyembuhan Periodontitis Praptiwi Praptiwi; Siti Fatimah Muis; Soeharyo Hadisaputro; Suryono Suryono
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2011:MMI Volume 45 Issue 3 Year 2011
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (74.225 KB)

Abstract

ABSTRACTAll-trans retinoic acid (ATRA) contribution to periodontitis healingBackground: In inflammation and infection of periodontal ligament i.e periodontitis, collagen fiber is damaged. All-trans retinoic acid (ATRA), metabolite of vitamin A, has potency to depress damage in inflammation. Indonesia with high vitamin A deficiency, facing to delayed recovery of periodontitis. The disease is vastly suffered by common people in this country. The study aimed to know the collagen status of periodontal ligament suffering periodontitis treated with tetracycline and ATRA supplementation.Method: The experimental study using post test only design in 12 adult male Wistar rat was done in 7 days. The animal study were induced periodontitis through Porphyromonas gingivalis inoculation. Tetracycline 90 mg/kg was given, beside ATRA supplementation of 10 mg/kg and 5 mg/kg. Four experimental groups were chosen randomly. Group of periodontitis + tetracycline was the control of the study. The independent variables were ATRA supplementation of those high and low dose. The dependent variable was collagen status. Collagen status consist of degradation and synthesis of collagen, indicated by mRNA MMP-2 and mRNA P1CP respectively. They were measured by reversed transcriptase polymerizing chain reaction and thin layer chromatography. All-trans retinoic acid concentration was measured using high performance liquid chromatography. The dataanalyzed using t-test, Oneway ANOVA, post hoc duncan and least significant differences.Result: In group receiving 10 mg ATRA/kgBB, the ATRA level was highest but the collagen degradation was lower although not significant compared to the low dose ATRA group. In both groups the degradation was significantly lower than the control group (p=0.007). The synthesis of collagen in the low dose ATRA group was higher than the high dose ATRA group and the control group.Conclusion: High dose of ATRA supplementation contribution to less degradation of collagen, but in term of collagen synthesis, low dose ATRA supplementation gives better result.Keywords: ATRA supplementation, collagen degradation, periodontitis ABSTRAKLatar belakang: Pada peradangan dan infeksi kronik ligamentum periodontal yaitu periodontitis, terjadi kerusakan serat kolagen. All-trans asam retinoat (ATRA), metabolit vitamin A, berpotensi menekan kerusakan pada peradangan. Tingginya defisiensi vitamin A di Indonesia, menghambat proses penyembuhan periodontitis yang banyak diderita masyarakat luas. Penelitian bertujuan mengetahui status kolagen ligamentum periodontal periodontitis yang mendapat pengobatan tetrasiklin dan suplementasi ATRA.Metode: Studi eksperimental dengan rancangan post test only pada 12 tikus Wistar jantan dewasa telah dilakukan selama 7 hari. Hewan coba diinduksi periodontitis melalui inokulasi bakteri Porphyromonas gingivalis. Diberikan tetrasiklin 90 mg/kg, juga suplementasi ATRA 10 mg/kg dan 5 mg/kg. Empat kelompok studi dipilih secara acak. Kontrol adalah kelompok sakit + tetrasiklin. Variabel bebas adalah suplementasi ATRA dosis tinggi dan dosis rendah, variabel tergantung adalah status kolagen. Status kolagenmencakup degradasi dan sintesis, berturut-turut dengan petanda mRNA MMP-2 dan mRNA P1CP, diukur menggunakan reverse transcriptase polymerizing chain reaction dan thin layer chromatography. Kadar ATRA diukur dengan high performance liquid chromatography. Data dianalisis dengan uji t, Oneway ANOVA, post hoc Duncan dan least significant differences.Hasil: Pada kelompok yang menerima suplementasi ATRA 10 mg/kgBB kadar ATRA tertinggi, tetapi degradasi kolagennya lebih rendah walau tidak bermakna. Kedua kelompok sumplementasi degradasi kolagennya lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok kontrol (p=0,007), dalam sintesis kolagen,kelompok yang mendapat suplementasi ATRA 50 mg/kgBB sintesisnya lebih baik dibanding kelompok yang mendapat ATRA 10 mg/kgBB maupun kelompok kontrol.