cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
LAW REFORM
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18584810     EISSN : 25808508     DOI : -
Core Subject : Social,
s a peer-reviewed journal published since 2005. This journal is published by the Master of Law, Faculty of Law, Universitas Diponegoro, Semarang. LAW REFORM is published twice a year, in March and September. LAW REFORM publishes articles from research articles from scholars and experts around the world related to issues of national law reform with pure law or general law studies.
Arjuna Subject : -
Articles 341 Documents
PERLINDUNGAN KARYA CIPTA BANGUNAN KUNO/BERSEJARAH DI KOTA SEMARANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA BANGSA Ana Prasetyowati
LAW REFORM Vol 6, No 1 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/lr.v6i1.12507

Abstract

Beragam ciptaan bangunan dengan arsitektur kuno bernafaskan Belanda banyak dijumpai di Kota Semarang namun belakangan ini bangunan kuno/bersejarah yang berupa gedung maupun rumah tinggal tersebut perlahan tapi pasti mulai dibongkar sesuai dengan selera pemiliknya untuk dialihfungsikan dengan pembangunan fasilitas baru atau berbagai alasan tertentu sehingga dapat menghilangkan aspek orisinalitas suatu obyek ciptaan. Bangunan kuno bersejarah merupakan karya cipta bangunan di bidang arsitektur sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki nilai seni dan historikal yang sangat tinggi sehingga perlu dilindungi kelestariannya.  Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis, maka penulis berusaha menjelaskan mengenai kondisi pengaturan terhadap perlindungan bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang, apakah pengalihfungsian bangunan kuno bersejarah merupakan suatu tindakan pelanggaran sebagaimana ditentukan dalam UUHC 2002 dan bagaimanakah peran Pemerintah Kota Semarang dalam memberikan perlindungan terhadap kelestarian bangunan kuno bersejarah sebagai warisan budaya. Hasil penelitian terakhir yang diperoleh bahwa pada Tahun 2006 Kota Semarang memiliki sebanyak 290 buah bangunan kuno/bersejarah. Adapun perlindungan terhadap bangunan kuno/bersejarah tersebut telah lebih dahulu diatur oleh Surat Keputusan Walikota Semarang No.646/50/Tahun 1992, sebelum UU Benda Cagar Budaya diterbitkan. Selama ini masyarakat mengetahui bahwa ciptaan bangunan kuno/bersejarah hanya dilindungi oleh UU Benda Cagar Budaya padahal karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya dalam bidang seni arsitektur pada bangunan kuno/bersejarah juga dilindungi oleh UUHC 2002.   Kesimpulan yang diperoleh bahwa minimnya pengetahuan akan prinsip-prinsip dan bentuk perlindungan bangunan kuno/ bersejarah menyebabkan kondisi pengaturan hukum terhadap pelaksanaan perlindungan dan pelestarian bangunan kuno tidak berjalan efektif. Pada dasarnya suatu konsep alih fungsi terhadap karya ciptaan bangunan kuno bersejarah tidak melanggar UUHC 2002 maupun UU Benda Cagar Budaya sepanjang dilakukan menurut kaidah-kaidah konservasi atau pelestarian. Adapun usaha pemerintah yang telah dilakukan belum berjalan maksimal dikarenakan faktor sumber daya manusia yang kurang memahami prinsip perlindungan bangunan kuno/bersejarah serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terhadap penanganan bangunan kuno. Rekomendasi yang diberikan adalah penanganan permasalahan bangunan kuno per kasuistis, penyediaan dana pemeliharaan bangunan kuno atau pemberian kompensasi berupa keringanan pajak bagi pemilik bangunan, pembentukan lembaga pengawas atau pemerhati bangunan kuno maupun lembaga inventarisir bangunan kuno, sosialisasi perangkat peraturan, dan melengkapi UUHC 2002 dengan PP mengenai pertimbangan pelaksanaan teknis sebagai aplikasi 15 huruf f maupun Pasal 10 ayat (1) beserta ketentuan pidananya. Kata Kunci : bangunan kuno, warisan budaya, perlindungan hak cipta
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN NEGARA Diajeng Kusuma Ningrum; Budi Ispiyarso; Pujiono Pujiono
LAW REFORM Vol 12, No 2 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.114 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i2.15875

Abstract

Pajak merupakan bagian terbesar dari pendapatan negara dan sebagai salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. Peranan strategis sektor perpajakan terlihat dari kecenderungan meningkatnya target yang telah dicanangkan oleh pemerintah di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, target penerimaan negara dari sektor perpajakan meningkat sekitar 190% yaitu dari Rp. 652 trilyun pada tahun 2010 menjadi Rp. 1.246 trilyun pada tahun 2014 dan Rp. 1.244,7 trilyun (APBNP) yang ditargetkan dalam APBN Perubahan Tahun 2015.Penggunaan sanksi pidana di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, menimbulkan permasalahan hukumdalam tataran konseptual, Antaralain sebagai berikut; Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana di bidang perpajakan sebagai upaya peningkatan penerimaan negara saat ini, bagaimana implementasi kebijakan hukum pidana di bidang perpajakan sebagai upaya peningkatan penerimaan negara saat ini, serta bagaimanakah kebijakan formulasi di bidang perpajakan yang akan datang sebagai upaya peningkatan penerimaan negara, dengan metode pendekatan yuridis sosiologis diperoleh hasil analsis antaralain; Kebijakan kriminalisasi dan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana fiskal di masa yang akan datang ditinjau dari sudut pembaharuan hukum pidana.  Pengaturan mengenai sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pelaku delik juga harus diformulasikan kembali sehingga dapat mencakup pidana formal seperti kurungan dan denda dan pidana informal. Selain itu pula, pembentuk undang-undang harus mempertimbangkan pengenaan sanksi yang berbeda bagi korporasi dan perorangan atau individu. Tolok ukur dari sanksi pidana ini pada akhirnya adalah efektivitas sanksi pidana untuk mencegah terjadinya suatu delik (hal ini mengacu pada teori pencegahan dalam konteks hukum penitensier) atau pun untuk mengembalikan keadaan seperti sediakala.
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Ridwan Ridwan
LAW REFORM Vol 8, No 1 (2012)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.463 KB) | DOI: 10.14710/lr.v8i1.12418

Abstract

Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memiliki cita-cita yang mulia yaitu menciptakan kesejahteraan umum yang merupakan landasan utama bagi setiap pengambilan kebijakan, termasuk kebijakan legislatif untuk terus berupaya meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. Namun demikian, cita-cita tersebut dapat terhambat oleh tindakan korupsi yang berkembang sangat cepat, bahkan merusak sendi-sendi kehidupan bangsa, dan tidak hanya merugikan keuangan atau perekonomian negara, tetapi merusak perekonomian rakyat, serta menjadi ancaman bagi stabilitas Nasional dan internasional. Untuk itu diperlukan kebijakan formulasi hukum pidana khususnya mengenai formulasi tindak pidana, karena itu permasalahan difokuskan pada dua hal pokok yaitu bagaimana kebijakan formulasi tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan yang berlaku saat ini dan yang akan datang. Tujuan penelitian adalah menganalisa kebijakan formulasi yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini serta untuk mengetahui dan menganalisa mengenai kebijakan formulasi yang harus dilakukan dalam rangka penanggulangan tindak pidana korupsi yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan mengkonsepsikan hukum sebagai kaidah norma yang merupakan patokan prilaku manusia, dengan menekankan pada sumber data sekunder yang dikumpulkan dari sumber primer yaitu perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kebijakan formulasi hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana korupsi masih terdapat beberapa kelemahan, sehingga diperlukan pembaharuan dengan menekankan rumusan tindak pidana pada unsur”merugikan negara”. Mengingat perkembangan korupsi semakin cepat dari tahun ke tahun, maka Konsep KUHP dirasakan sebagai kebijakan hukum pidana yang tepat bagi penanggulangan tindak pidana korupsi yang akan datang.Kata kunci : kebijakan formulasi, Penanggulangan, tindak pidana korupsi
URGENSI REKONSTRUKSI HUKUM E-COMMERCE DI INDONESIA Margaretha Rosa Anjani; Budi Santoso
LAW REFORM Vol 14, No 1 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.343 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i1.20239

Abstract

Pada era ekonomi digital, penggunaan media internet sebagai sarana perdagangan secara elektronik (e-commerce) mengalami perkembangan  yang signifikan . Keberadaan regulasi e-commerce  di indonesia  belum secara komprehensif  dalam  memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku e-commerce.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu tentang aspek pengaturan hukum bagi pelaksaan e-commerce di Malaysia dan di Indonesia dan tentang pengaturan e-commerce yang diharapkan yang dapat diterapkan di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakanadalah yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal, dimana penelitian hukum ini menekankan pada penelaahan dokumen-dokumen hukum dan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan hukum di bidang e-commerce pada dasarnya telah diatur dan diakui di Indonesia, namun pengaturan tersebut masih secara parsial atau sebagian dari kegiatan e-commerce, Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur secara spesifik aturan-aturan dasar dan infrastruktur-infrastruktur teknis yang mendukung realisasi e-commerce. Sedangkan Malaysia telah memiliki peraturan khusus bagi pelaksanaan e-commerce. Dimana undang-undang ini mengakomodir undang-undang lainnya yang mendukung pelaksaan e-commerce. Saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah diperlukannya undang-undang khusus yang mengatur e-commerce untuk memberikan perlindungan dan kepastian bagi para pihak yang bertransaksi secara elektronik dan dapat membangun sistem penyelesaian sengketa melalui Online Dispute Resolution.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA POLITIK Dian Rahadian
LAW REFORM Vol 9, No 2 (2014)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.053 KB) | DOI: 10.14710/lr.v9i2.12451

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kebijakan hukumpidana dalam menanggulangi tindak pidana politik, serta kebijakan hukumpidananya di masa mendatang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridisnormatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder berupaperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundangundangan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana politik identikdengan tindak pidana terhadap keamanan Negara yang diatur dalam Bab I BukuKedua KUHP. Sanksi pidana yang diformulasikan adalah pidana pokok berupaancaman pidana mati, pidana penjara, dan pidana denda, sedangkan sanksi pidanatambahan berupa pencabutan hak, perampasan barang, dan pengumuman putusanhakim. Subjek tindak pidana politik yang dapat dipertanggungjawabkan hanyaorang/manusia saja. Kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidanapolitik di masa mendatang yaitu dalam konsep RUU KUHP, tindak pidanapolitik/tindak pidana terhadap keamanan Negara diatur pada Bab 1 Buku Kedua.Tindak pidana politik/tindak pidana terhadap keamanan Negara termasuk dalamdelik yang dipandang berat dan sangat berat/serius, sehingga subjek yang dapatdipertanggungjawabkan tidak hanya orang/manusia saja, bisa pula korporasiwalaupun tidak dirumuskan dalam pasal-pasalnya, melainkan diatur dalam aturanumum.Kata Kunci: Kebijakan hukum pidana, Tindak pidana politik
DESENTRALISASI FISKAL DAN OTONOMI DAERAH Di INDONESIA Adissya Mega Christia; Budi Ispriyarso
LAW REFORM Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.568 KB) | DOI: 10.14710/lr.v15i1.23360

Abstract

Desentralisasi fiskal tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur keuangan daerah sesuai potensi masing-masing. Penelitian ini menganalisis permasalahan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah di Indonesia. Pendekatan penelitian ini yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Kesimpulan penelitian ini bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia mengalami perkembangan mulai dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah hingga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah namun sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara lex specialis mengatur mengenai desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sebagai sarana mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat secara mandiri sesuai dengan potensi daerah meskipun masih terdapat banyak kendala.
PENERAPAN ATAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PRAKTEK PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Kota Mataram) Rangga Sasmita
LAW REFORM Vol 7, No 1 (2011)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.325 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i1.12501

Abstract

Sebagaimana dimaklumi bahwa hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada jati diri manusia secara kodrat dan universal berfungsi menjaga integritas keberadaan manusia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun juga.            Salah satu hak asasi manusia yang diturunkan dari hak asasi manusia adalah hak asasi tersangka/terdakwa pada proses peradilan pidana yaitu hak untuk dianggap tidak bersalah sebelum dibuktikan kesalahanya atau dikenal dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).             Tesis ini mencoba untuk menganalisis penerapan dan faktor-faktor yang menghambat dari penerapan asas praduga tak bersalah dalam praktek penanganan perkara tindak pidana pencurian, melalui studi kasus di Kota Mataram. Dalam tesis ini, penyusun menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pembaharuan hukum pidana, yaitu hukum pidana formil.            Dengan mengunakan konsep Hak Aasasi Manusia dan sistem peradilan pidana sebagai pisau analisis diharapakan dapat ditemukan jawaban atas permaslahan pokok yang pada gilirannya dapat dirumuskan suatu konsep harmonisasi hubungan antara asas praduga tak bersalah pada sistem peradilan pidana di Indonesia khususnya sistem peradilan pidana di Kota Mataram pada masa yang akan datang. Kata Kunci : Asas Praduga Tak Bersalah, Hak Asasi Manusia dan Sistem Peradilan                                           Pidana.
HUKUM PIDANA ADAT BADUY DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Ferry Faturrahman
LAW REFORM Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (938.171 KB) | DOI: 10.14710/lr.v5i2.12493

Abstract

Hukum pidana adat Baduy merupakan hukum yang tidak tertulis yang mengorientasikan penyelesaian perkara pidana secara integral yang meliputi pemulihan kepentingan korban, kepentingan pelaku dan kepentingan masyarakat. Hukum pidana adat Baduy mengenal berbagai jenis tindak pidana berikut konsep pertanggungjawaban dan sanksi hukumnya. Hukum pidana adat Baduy juga mengenal tindak pidana santet, konsep pertanggungjawaban pelaku yang menderita kelainan jiwa, dan pidana ganti rugi dengan berbagai karakteristiknya yang perlu dipertimbangkan untuk diakomodir dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional Kata kunci: Hukum pidana adat Baduy, pembaharuan hukum pidana, penyelesaian perkara integral .
UPAYA PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI KAIN TAPIS DAN SIGER LAMPUNG SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA TRADSIONAL Nenny Dwi Ariani; Kholis Roisah
LAW REFORM Vol 12, No 1 (2016)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.563 KB) | DOI: 10.14710/lr.v12i1.15842

Abstract

Kain Tapis dan Siger bagi Masyarakat Adat Lampung bersifat sakral dan berfungsi sebagai busana adat yang penggunaannya bersifat khusus, namun saat ini telah terjadi desakralisasi terhadap Kain Tapis dan Siger Lampung. Penelitian ini berfokus pada urgensi Kain Tapis dan Siger mendapat perlindungan hukum, kebijakan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dalam melindungi Kain Tapis dan Siger, dan kebijakan ideal dalam melindungi Kain Tapis dan Siger. Metode penelitian menggunakan pendekatan socio-legal research, pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa  Perlindungan Kain Tapis dan Siger sangat urgen baik ditinjau secara filosofis, sosiologis dan yuridis; Kebijakan Pemerintah Daerah di Provinsi Lampung melakukan optimalisasi terhadap Peraturan Daerah yang terkait dan membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Kekayaan Intelektual tahun 2015. Kendalanya berupa aspek substansi, struktur dan kultur; Kebijakan Ideal yang dilakukan yaitu  membuat Peraturan Daerah Provinsi Lampung dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang substansinya berisi ketentuan khusus tentang Kain Tapis dan Siger serta membuat peraturan pelaksana berupa Peraturan Gubernur, Bupati dan  Walikota.
PERTANGGUNGJAWABAN PENGGANTI (VICARIOUS LIABILITY) DALAM KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DI INDONESIA Fines Fatimah
LAW REFORM Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.738 KB) | DOI: 10.14710/lr.v7i2.12408

Abstract

Regulasi vicarious liability dalam Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan pengecualian dari asas “tiada pidana tanpa kesalahan” sekaligus merupakan wujud dari ide keseimbangan sekaligus pelengkap (complement) dari asas Geen Straft Zonder Schuld, hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 38 ayat (2) Konsep KUHP/RKUHP 2008. Penjelasan Pasal 38 ayat (2), menyatakan bahwa vicarious liability harus dibatasi untuk kejadian-kejadian tertentu yang ditentukan secara tegas oleh undang-undang agar tidak digunakan secara sewenang-wenang. Dari sinilah penulis merasa perlu untuk membuat sebuah penelitian tentang vicarious liability dalam kebijakan hukum pidana, karena pada kenyataannya pengaturan vicarious liability dalam Konsep KUHP belum menegaskan dalam hal-hal apa saja subjek hukum dapat dipertanggunjawabkan secara vicarious.Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bertujuan mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan mengenai: pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dalam kebijakan formulasi hukum pidana saat ini, dan pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dalam kebijakan formulasi hukum pidana yang akan datang.Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yakni yang memusatkan penelitian pada sumber data sekunder. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual.1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Undip2 Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Undip1Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, Kebijakan formulasi vicarious liability/ pertanggungjawaban pengganti di Indonesia saat ini lebih tertuju pada kejahatan korporasi. Kebijakan formulasi vicarious liability/ pertanggungjawaban pengganti di Indonesia yang akan datang sebaiknya dirumuskan tidak hanya untuk tindak pidana korporasi, atau tidak hanya pada hubungan kerja, tapi juga dapat diterapkan pada hubungan orang tua dengan anaknya, dan suami dengan isterinya. Vicarious liability seharusnya diterapkan pada tindak pidana yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai tindak pidana strict liability (dilakukan oleh orang dalam “hubungan” yang telah disebutkan), dan tindak pidana tersebut diancam dengan pidana denda.Kata kunci: Pertanggungjawaban pengganti, kebijakan

Page 11 of 35 | Total Record : 341