cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)" : 16 Documents clear
PERKEMBANGAN AWAL LARVA KERAPU KERTANG (Epinephelus lanceolatus) Philip Teguh Imanto; Made Suastika
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.56 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.365-372

Abstract

Observasi pada larva kerapu kertang (E. lanceolatus) dilaksanakan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL), Gondol-Bali, untuk mengumpulkan informasi dasar tentang perkembangan awal morfologi larva yang penting untuk menunjang keberhasilan pembenihannya. Larva berasal dari telur hasil pemijahan yang dirangsang dengan hormon (di Taiwan) dan ditransportasikan segera setelah menetas (D-0) melalui transportasi udara ke laboratotium pembenihan BBRPBL, Gondol. Pengamatan dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas tangki 500 L dengan sistem air resirkulasi. Dari data yang dihimpun diketahui bahwa rata-rata panjang total larva (D-1) 2,48 mm; D-8 3,17 mm; dan tumbuh dengan cepat mencapai 10,79 mm pada D-19. Kuning telur larva yang berumur sehari (D-1) rata-rata bervolume 150,3 x 10-4 mm3 dan pada hari ketiga terserap 42,61% dan habis pada hari keempat (D-4). Butir minyak larva D-1 sebesar 41,9 x 10-4 mm3 dan masih tersisa sebesar 0,34 x 10-4 mm3 sampai dengan D-6. Mulut larva diperhitungkan sudah mencapai lebar sebesar 200 μm pada D-2. dan mampu untuk memangsa rotifer sejalan dengan pigmentasi mata yang mulai terjadi pada D-2 dan sempurna pada D-3. Dari analisis pertumbuhan terjadi titik belok (flexion point) pada D-8 dan setelah itu terjadi kurva pertumbuhan yang cepat y= 0,6747x-2,5508. Berdasarkan hasil observasi tersebut maka pemberian pakan awal untuk larva kerapu kertang sudah bisa diberikan pada D-2 akhir (sore), pada D-8 komposisi pakan alami sudah harus diubah dengan memberikan pakan yang lebih besar dan bernutrisi tinggi.Observation on early development of E. lanceolatus larvae have been conducted in laboratory condition at Gondol Research Institute for Mariculture (GRIM) Bali; the purpose was to gain basic data mainly on the larval development stage to support both larval rearing and aquaculture technique of this species. The larvae from egg were produced by induced spawning technique and transported on D-0 to GRIM. Observation have been conducted in 500 L tank with recirculation (close system) facilities. Morphological data showed that the total length of larvae on D-1 was 2.48 mm, became 3.17 mm on D-8 and grew faster to reach 10.75 mm on D-19. The volume of yolk on D-1 was 150.3 x 10-4 mm3 and was absorbed 42,61% on D-3 and finished on D-4. Oil globule on D-1 was 41.9 x 10-4 mm3 and still remained 0.34 x 10-4 mm3 on D-6. The mouth width of larval was 200  μm on D-2 and able to catch and feed rotifer in line with eye pigmentation where started from D-2 (in the afternoon) and became completed on D-3 early morning. The flexion point was on D-8 with faster growth with curve at y= 0.6747x–2.5508 afterward. Based on this result, there are some key points, first feeding for king grouper larvae might start on late D-2, and on D-8 larval feed should be changed with bigger size and more nutritious feed.
PEMILIHAN LOKASI BUDI DAYA IKAN, RUMPUT LAUT, DAN TIRAM MUTIARA YANG RAMAH LINGKUNGAN DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH Utojo Utojo; Abdul Mansyur; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Abdul Malik Tangko
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.964 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.303-318

Abstract

Sumber daya lahan perikanan pesisir di Sulawesi Tengah yang potensial untuk pengembangan budi daya laut berada di Teluk Tomini, namun demikian belum diperoleh data secara rinci kelayakannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan lokasi bagi pengembangan budi daya di perairan Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah dan penelitiannya dilaksanakan dengan metode survai. Pengumpulan data sekunder meliputi data iklim, pasang surut, produksi perikanan, peta rupa bumi Indonesia kawasan Tojo Una-Una skala 1:25.000, peta citra landsat7ETM digital, dan peta navigasi (batimetri) skala 1:200.000 yang dilakukan sebelum pelaksanaan survai. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung di lapang yang meliputi topografi pantai, keterlindungan, oseanografi, dan biologi. Seluruh lokasi pengambilan contoh ditentukan posisinya dengan Global Positioning System (GPS) dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Dari hasil penelitian ini telah diidentifikasi sumber daya lahan perikanan pesisir yang potensial dikembangkan dan dinilai layak untuk kegiatan budi daya laut yaitu seluas 1.601,3 hektar. Lokasi yang potensial dikembangkan untuk budi daya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) terdapat di sekitar Kepulauan Siatu 365,2 hektar; Kepulauan Salaka 385,8 hektar; dan Pulau Kadidiri 270,9 hektar. Sedangkan lokasi yang potensial dikembangkan untuk budi daya rumput laut dan tiram mutiara terdapat di sekitar Pulau Huo dan Bungin 579,4 hektar. Seluruh lokasi tersebut ditampilkan dalam peta prospektif skala 1:50.000.Central Sulawesi had coastal resources which are potential to be developed for mariculture i.e Tomini Bay, however the scientific data support was unavailable. This study was conducted by survey method to find out suitable location to be developed for mariculture in Togean Archipelago, Tojo Una-Una Regency, Central Sulawesi. Secondary data such as wheather, tidal plate, coastal fisheries production, Indonesia earth surface map of scale 1:50,000, citra land sat-7ETM digital product, and navigation map of scale 1:200,000 were collected before the study. The primary data was collected from each study areas and interpreted as mariculture requirement for several domesticated species i.e. fish, seaweed, and mollusca. Tematic map of area, suitability as the main expected out put of the study was made through spatial analysis and GIS as suggested by reference. The total potential areas which were suitable for mariculture development  are 1,601.3 hectares, namely either for fish culture in floating net cage (1,021.9 hectares), seaweed and pearl oysters (579.4 hectares) were distribution in the sea waters of Siatu, Salaka, Kadidiri, Huo, and Bungin island.
Front Matter dan Back Matter Suyatno Suyatno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.939 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.i-v

Abstract

KERAGAMAN GENETIK IKAN ENDEMIK BUTINI (Glossogobius matanensis) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Jefry Jack Mamangkey; Sulistiono Sulistiono; Djadja Subardja Sjafei; Dedi Soedharma; Sutrisno Sukimin; Estu Nugroho
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.207 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.385-393

Abstract

Evaluasi keragaman genetik ikan endemik butini yang diambil dari Danau Towuti Sulawesi Selatan dilakukan dengan menggunakan penanda RAPD. Sampel ikan dikoleksi dari Danau Towuti yang terbagi atas tiga zone dan masing-masing zone memiliki kedalaman 25 m, 75 m, dan 150 m. Tidak terdapat perbedaan genetik yang nyata antar ketiga zone dari masing-masing kedalaman. Heterozigositas berkisar  antara 0,0491—0,1861. Dendrogram berdasarkan 26 loci mengelompokkan secara garis besar kedalam dua kelompok yaitu kelompok ikan pada kedalaman 25—75 m dan kelompok ikan pada kedalaman >150 m.Evaluation of genetic variability of endemic fish, butini which catched from Towuti Lake - South Sulawesi has been conducted based on the RAPD marker. Fish sample collected from Towuti Lake that divided into three zone and with depth of 25 m, 75 m, and 150 m. There is no significant differentiation genetically among fish from three zone and depth. Heterozygosity was range between 0.0491 to 0.1861. Dendrogram based on the 26 loci divided the fish population generally into two group i.e. first group is consisted of fish collected from 25—75 m in depth and second one is constructed fish collected from >150 m in depth.
VALIDASI LUAS LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Mudian Paena; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.656 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.329-340

Abstract

Keberhasilan budi daya tambak udang windu pada awal tahun 1990-an menyebabkan terjadinya pertambahan luas tambak yang cukup besar di Sulawesi Selatan termasuk di Kabupaten Pinrang. Untuk mendapatkan data perubahan luas dan luas tambak terkini di kabupaten tersebut maka dilakukan validasi luas tambak melalui pemanfaatan citra satelit. Citra satelit yang digunakan adalah Landsat-7 ETM+ akuisisi 2002 dan 2005 yang selanjutnya dilakukan klasifikasi. Sedangkan untuk data sebelumnya yaitu tahun 1991 digunakan peta rupabumi Indonesia yang didigitasi dan dilakukan analisis spasial dengan menggunakan SIG. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas tambak di Kabupaten Pinrang pada tahun 1991 adalah 7.490,805 ha dan meningkat pada tahun 2002 dan 2005 menjadi berturut-turut 13.366,086 ha dan 14.569,180 ha. Penambahan luas tambak di Kabupaten Pinrang sebagian besar berasal dari konversi sawah dan sebagian lagi berasal dari konversi penggunaan lahan lainnya yang ada di kawasan pesisir.The successful of tiger prawn culture in the brackish water pond in the early of 1990s to cause expansion of brackish water pond area in fairly large in South Sulawesi including Pinrang Regency. To find data of area changing and updating data of brackish water pond area in this regency, was conducted the validation brackish water pond area with satellite image. Satellite image which used was Landsat-7 ETM+ acquisition 2002 and 2005. Satellite image was classified, while the early data, in 1991, was used maps of rupabumi Indonesia that was digitized and conducted spatial analysis with GIS. The results of analysis show that brackish water pond area in Pinrang regency in 1991 was 7,490.805 ha and increased up to 13,366.086 ha and 14,569.180 ha in 2002—2005, respectively. The addition of brackish water ponds area in Pinrang Regency was mainly came from conversion of paddy field and it remaining was from the other land uses type of coastal zone.
BUDI DAYA KARANG HIAS MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG HIAS YANG BERKESINAMBUNGAN Ofri Johan; Wartono Hadie; Adang Saputra; Joni Hariyadi; Nurbakti Listyanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.25 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.415-424

Abstract

Kegiatan budi daya karang hias di Indonesia perlu dilakukan untuk menjamin perdagangannya agar berjalan tanpa merusak keanekaragaman dan kondisi terumbu karang. Budi daya karang hias menggunakan rak berupa meja yang terbuat dari paralon PVC yang dinilai sangat ekonomis dan mudah diaplikasikan masyarakat lokal. Pengamatan pertumbuhan hanya dilakukan pada 1 rak masing-masing jenis karang yang dibudidayakan yaitu Acropora sp., Acropora formosa, Acropora humilis, Acropora millepora, Acropora nobilis, dan Seriatopora hystrix. Kegiatan dilakukan pada dua lokasi yaitu Pulau Simakakang-Mentawai, Sumatera Barat dan Gondol, Bali. Pengamatan dilakukan setiap dua bulan dan penelitian dilaksanakan selama 6 bulan. Hasil pengamatan diperoleh tingkat mortalitas pada lokasi Pulau Simakakang diperoleh 5,56% dari 36 sampel yang diukur dari 6 jenis karang dan 6 ulangan, pertambahan panjang jenis A. formosa 0,64 cm/bulan, lebih cepat dibandingkan dengan jenis A. millepora 0,58 cm/bulan dan jenis lain. Karang A. humilis memiliki laju perambatan pada substrat semen dan batang pengikat yang  lebih cepat dari jenis lain. Pada lokasi Gondol, Bali memiliki laju pertambahan panjang karang A. millepora lebih cepat (0,50 cm/bulan) dibandingkan dengan jenis A. tenuis (0,43 cm/bulan) dan jenis lain berkisar antara 0,21—0,39 cm/bulan.Tingkat kematian 3 koloni (7,1%) dari total 42 koloni yang disampling.The culture of ornamental coral is important to be conducted to guarantee the coral trade can be run well without giving impact to coral reef biodiversities and coral reef condition in Indonesia. This cultured using table using nets as a place which is made from PVC pipe. This method can minimize cost comparing with others materials as well as applicable for coastal community. One table can be placed 12 (3x4) substrate with a distance among others of 25 cm, then fragmented coral were tied to that substrates. This activity was carried out in two locations that were Simakakang Island, Mentawai, West Sumatera, and Gondol, Bali. The observation of mortality found that the one in Simakakang Island had 5.56% of 36 fragments of 6 species and of 6 replications, length growth of A. formosa was 0.64 cm/month, more rapid than the one of A. millepora (0,58 cm/month) and others species. A. humilis had encrusted to cement substrate, it was more rapid than the one in others species. Length growth rate of A. millepora in Gondol, Bali was more rapid (0.50 cm/month) than A. tenuis (0.43 cm/month), and others (0.21—0.39 cm/month). The mortality rate was 7.1% (3 colonies) from 42 colonies.

Page 2 of 2 | Total Record : 16


Filter by Year

2007 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue