cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)" : 7 Documents clear
SEBARAN UKURAN DAN BEBERAPA PARAMETER POPULASI HIU KARET (Prionace glauca Linnaeus, 1758) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA Agus Arifin Sentosa; Umi Chodrijah; Irwan Jatmiko
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10536.216 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.67-76

Abstract

Hiu karet (Prionace glauca) adalah hiu pelagis yang menjadi target tangkapan nelayan artisanal Tanjung Luar dan umumnya tertangkap di Samudera Hindia Selatan Nusa Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran ukuran dan beberapa parameter populasi hiu karet (Prionace glauca) yang tertangkap di perairan selatan Nusa Tenggara. Analisis dilakukan terhadap 1.414 ekor hiu karet yang tertangkap rawai hanyut di selatan Nusa Tenggara dan didaratkan di Tanjung Luar, Lombok Timur selama periode 2014 – 2016. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan beberapa parameter populasi diduga menurut rumus empiris Froese & Binohlan (2000). Hasil penelitian menunjukkan sebaran ukuran panjang total hiu karet berkisar antara 95 – 383 cm (jantan) dan 113 – 333 cm (betina) dengan rerata ukuran yang tertangkap tidak berbeda nyata. Nisbah kelamin didominasi oleh hiu karet jantan dan telah matang kelamin. Dugaan terhadap beberapa parameter adalah: nilai L∞ antara 333,02 - 385,59 cm dengan Lm jantan antara 187,21 – 215 cm dan betina 139,82 – 159,34 cm. Sebanyak 39,96 – 44,71% hiu karet tertangkap pada panjang optimumnya sehingga ada kecenderungan tangkap lebih.The blue shark (Prionace glauca) is targeted pelagic shark of artisanal fishermen of Tanjung Luar and commonly caught from the southern part of Nusa Tenggara water. The research aims to determine the size distribution and some population parameters of blue shark (Prionace glauca) caught in the Southern part of Nusa Tenggara water. The analysis was performed on 1,414 blue sharks caught by drifting longlines in the Southern part of Nusa Tenggara water and landed at Tanjung Luar, East Lombok during the period 2014 - 2016. The data were analyzed descriptively and some parameters of the population were calculated by the empirical formula from Froese & Binohlan (2000). The results showed that the length total size distribution of blue sharks ranged between 95-383 cm (male) and 113-333 cm (females). The sex ratio was dominated by male shark. The estimation of population parameters of shark were L∞ ranged between 333.02 - 385.59 cm, Lm estimated ranged between 187.21 to 215 cm (male) and from 139.82 to 159.34 cm (female). About 39.96 to 44.71% of total sample was caught at its optimum length, so it tends to be over exploitation. 
INDEKS KEANEKARAGAMAN HAYATI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA SELATAN JAWA Thomas Hidayat; Nurulludin Nurulludin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6030.678 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.123-130

Abstract

Penelitian telah dilakukan di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa pada bulan September-Oktober 2015. Peneletian ini bertujuan mendapatkan informasi indeks keanekaragaman jenis ikan demersal, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan. Pengumpulan data spesies dilakukan melalui survei pukat dasar (bottom trawl) menggunakan KR. Baruna Jaya IV (1200 GT). Hasil penelitian mendapatkan 70 spesies ikan demersal yang tergolong dalam 36 famili. Spesies yang mendominasi adalah famili Sciaenidae (ikan tigawaja), Trichiuridae (ikan layur) dan Ariidae (manyung), Haemulidae (ikan kaci-kaci) dan Mullidae (kuniran). Tingkat keanekaragaman jenis ikan demersal termasuk dalam kategori “sedang” dengan indeks “Shanon-Wiener” (H’) berkisar 2,5. Indeks kekayaan jenis “Margalef” (R1 ) sebesar 7,9. Penyebaran diantara spesiesnya bersifat sedang, dengan indeks kemerataan jenis “Pielou” (E) rata-rata 0,30 dan tidak banyak jenis yang mendominasi kelimpahannya, dengan nilai indeks dominasi (C) rata-rata sebesar 0,12.  The research was conducted in the Indian Ocean southern part of  Java during September-October 2015. This research aims to examine species diversity indices of demersal fish. Data collection was carried through a survey bottom trawl using KR. Baruna Jaya IV (1200 GT). The results showed that catch consisted of 70 species (36 families). The dominant families were the Sciaenidae, Trichiuridae Ariidae, Haemulidae and Mullidae. The level of species diversity of demersal fish was medium category. The species diversity indices of “Shanon-Wiener” (H ‘),  “Margalef” (R1), Evennes indices of “Pielou” (E1) and dominant indices (C) were 2.5, 7.9, 0.30 and 0.12, respectively. 
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU BOTOL (Centrophoridae) YANG DIDARATKAN DI TENAU, NUSA TENGARA TIMUR Andrias Steward Samusamu; Dharmadi Dharmadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.767 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.89-98

Abstract

Hiu botol merupakan jenis ikan hiu yang bernilai ekonomis tinggi, karena dapat menghasilkan minyak ikan dari ekstrak hati dinamakan squalen. Pada umumnya, hiu botol hidup di perairan Samudera Hindia pada kedalaman lebih dari 100 meter, namun sampai saat ini penyebarannya belum banyak diketahui. Selain itu, informasi terkait komposisi jenisnya masih sangat terbatas. Tulisan ini bertujuan mengkaji komposisi hiu botol yang tertangkap rawai dasar dan daerah penangkapannya di perairan Samudera Hindia yang berbasis di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Data diperoleh dari survei lapangan dan wawancara dengan nelayan penangkap hiu di daerah Tenau, periode bulan Januari-Desember 2016. Hasil kajian menunjukkan bahwa hiu botol yang menjadi target penangkapan terdiri atas tiga jenis yaitu; Centrophorus squamosus (10-13%), Centrophorus granulosus (15-20%), dan Centroscymnus coelolepis (sekitar 40%). Prosentase hiu botol yang di Samudera Hindia berkisar 0,01-0,04 % dari total tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau. Sedangkan, prosentase hiu botol periode tahun 2011-2014 relatif besar dibandingkan dengan hasil tangkapan jenis hiu lainnya. Namun, pada periode 2012-2014 hasil tangkapan hiu botol cukup fluktuatif dan cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi sumber daya jenis hiu ini telah terjadi penurunan. Hasil tangkapan hiu botol tertinggi terjadi pada bulan Januari-Februari dan Agustus-September, yang tertangkap di wilayah perairan Selatan Pulau Rote, Timor dan Sabu. Daerah penangkapan potensial hiu botol berada pada koordinat 1240-1280 BT dan 100-110 LS pada kedalaman antara 200-800 meter. A dogfish shark has a high economic value, especially its liver oil, namely squalen. In general, a dogfish sharks live in the waters of the Indian Ocean at a depth of over 100 meters, but its distribution and composition has not been well documented. This paper aims to describe the composition of sharks caught by bottom longlines operated in the Indian Ocean landed at Kupang, East Nusa Tenggara. Data obtained from field surveys and interviews with shark fishermen from Tenau in January-December 2016. The results showed that the dogfish shark consisted of three species: Centrophorus granulosus, Centrophorus squamosus and Centroscymnus coelolepis. The percentage of dogfish sharks in the Indian Ocean ranged from 0.01 to 0.04% of the total catch landed at Tenau. While the percentage of dogfish shark in period 2011 - 2014 was relatively large compared to the catch of other species of sharks. However, in period 2012 - 2014 dogfih shark catches fluctuated and tended to decrease. This indicates that the population decline of this species. The highest catches of dogfish shark occurred in January-February. During August-September sharks were caught in the territorial waters of the South Island of Rote, Timor and Sabu. Potentially fishing areas of dogfish shark would be located at 124o-128o E and 10o-11o S with depths between 200-800 meters. 
KEPADATAN DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PERAIRAN KARANG BUTON DAN WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA Isa Nagib Edrus; Kris Handoko
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9417.487 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.131-139

Abstract

Kajian tentang ukuran populasi ikan napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan bagian dari upaya pengelolaan sumberdaya ikan rawan punah. Penelitian ikan napoleon dilaksanakan di perairan karang Kabupaten Buton (2014) dan Wakatobi (2016). Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi kepadatan populasi napoleon dan distribusi frekuensi panjang ikan napoleon. Metode pengambilan data yang digunakan adalah Underwater Visual Census (UVC) dengan alat bantu GPS-ploating Kit sebagai penentu luas area sensus. Jumlah individu ikan napoleon yang ditemukan dalam satuan luas area sensus dihitung sebagai kepadatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan ikan napoleon di Buton dan Wakatobi masing-masing 0,76 dan 0,93 individu /ha. Nilai kepadatan ikan napoleon masuk kategori kritis dengan tingkat kepadatan sedang. Ukuran ikan anakan napoleon cukup banyak di Buton (26 %) dan ukuran dewasa terbanyak (100 %) dijumpai di Wakatobi, yaitu antara 30 – 50 cm. Ukuran ini termasuk dalam ukuran terlarang panen.  Assessing the population sizes of humphead warasse (Cheilinus undulatus) is vital to manage an endangered fish resource. This research aims to examine the population density and length distribution. This study was carried out at reef waters of Buton (2014) and Wakatobi (2016). A method used in data colection is underwater vicual census (UVC). The GPS-ploating Kid used as additional tool to record sensus areas. Results show that densities of humphead warasse in Buton and Wakatobi were 0.76 and 093 individual per hectar, respectively.  The status was critical and a fair density level. In Buton domined by juvenile (15) valued about 26 %. While, in Wakatobi domined by larger size (30 to 50 cm). However, both size was forbidden for exploiding.
MODEL ESTIMASI KONSUMSI BAHAN BAKAR KAPAL IKAN HUHATE DAN RAWAI TUNA Suryanto Suryanto; Wudianto Wudianto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8963.304 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.99-110

Abstract

Huhate dan rawai tuna merupakan alat tangkap utama untuk menangkap ikan tuna di perairan Indonesia. Hasil tangkapannya harus bersaing dalam perdagangan global dimana biaya bahan bakar merupakan faktor produksi yang dominan. Namun kebijakan Pemerintah terkait subsidi bahan bakar minyak terlalu sering berubah karena keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah. Disisi lain peraturan subsidi bahan bakar kapal perikanan yang berlaku kurang mencerminkan kondisi nyata armada perikanan Nasional. Oleh karena itu, perkiraan konsumsi bahan bakar yang diperlukan harus dilakukan secara cermat. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model estimasi konsumsi BBM mesin induk dan mesin bantu, khususnya untuk armada huhate dan rawai tuna. Uji model Kleppesto, Digernes dan Hollenbach digunakan untuk mengestimasi daya mesin induk armada huhate dan rawai tuna berdasarkan data SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan pengukuran kecepatan kapal dilapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa model Kleppesto mendapatkan hasil lebih akurat. Selanjutnya model ini dipakai untuk memperkirakan faktor konsumsi BBM mesin induk dan mesin bantu (Cbbm) dengan 2 skenario efisiensi quasi propulsive optimis dan pesimis. Hasil penelitian menunjukan, dengan kedua skenario tersebut, Cbbm armada huhate dan rawai tuna didapatkan nilai 0,121-0,160 dan 0,136-0,180 (kg/HP.jam). Hal ini menjelaskan bahwa untuk mendapatkan faktor konsumsi BBM kapal ikan perlu memperhatikan jenis alat tangkap ikan yang digunakan. Pole and line and long line are main fishing gear for catching tuna in Indonesian seas. Their catches must compete in global trade where as fuel cost is a dominant production factor. However the Government’s policy on fuel subsidies has changed too often due to the limited financial capacity of the Government. In addition, the present regulation of fuel subsidy for fishing vessels does not reflect the real condition of the national fishing fleet. Thus, the estimation of the required fuel consumption must be done carefully. This paper aims to develop fuel consumption estimation model for pole and liner and tuna longliner. Based on the data of fishing licences and in situ vessel speeds measurements; Kleppesto, Digernes and Hollenbach models were used to estimate the required engine power of pole and liner and tuna longliner samples. The study indicates that Kleppesto model is more accurate compared to the other two. Using the scenario of optimistic and pessimistic quasi propulsive efficiencies, then the models were used to estimate the fuel oil consumption factor for main and auxiliary engines (Cbbm) of the fleets. The research shows, Cbbm of pole and liner and tuna longliner are 0,121-0,160 dan 0,136-0,180 (kg/HP.jam)  respectively. The result showed that fuel oil consumption factor of fishing vessel depends on fishing gear used.
IDENTIFIKASI STRUKTUR STOK IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) DI SAMUDRA HINDIA (WPP NRI 573) MENGGUNAKAN ANALISIS BENTUK OTOLITH Arief Wujdi; Bram Setyadji; Suciadi Catur Nugroho
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11964.688 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.77-88

Abstract

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) yang tersebar luas di Samudra Hindia selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara telah dieksploitasi secara terus menerus dengan berbagai alat tangkap. Pengelolaannya saat ini belum rasional karena masih diasumsikan sebagai unit stok tunggal tanpa adanya bukti ilmiah sehingga rentan mengalami lebih tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi struktur stok ikan cakalang dengan teknik analisis bentuk otolith. Sampel otolith (saggittae) dikumpulkan pada bulan April, Agustus, dan September tahun 2016 di 4 lokasi, yaitu: Binuangeun, Sadeng, Prigi, dan Labuhan Lombok. Rekonstruksi bentuk otolith dilakukan dengan pendekatan outline analysis menggunakan teknik transformasi discrete wavelet. Uji statistik multivariate dengan kluster analisis menggunakan canonical analysis ofprincipal (CAP) dan uji ANOVA-like permutation juga diterapkan untuk menentukan signifikansi antar populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis bentuk otolith dapat digunakan sebagai penanda yang akurat untuk mengidentifikasi struktur stok. Bentuk otolith ikan cakalang bervariasi khususnya pada bagian rostrum, namun tidak berbeda nyata antar populasi (p>0,001). Hal tersebut berarti struktur stok ikan cakalang di Samudra Hindia (WPP NRI573) terdiri dari 1 populasi yang bergerak mengikuti pola perubahan lingkungan perairan di sepanjang Samudra Hindia. Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) distributed vastly along the Indian Ocean south of Java, Bali and Nusa Tenggara. It has been exploited by various fishing gear yet it always assumed to be a single stock. It was not based on scientific evidence but merely based on “a scientific assumption”, so that vulnerable to subject of overfishing. This research aims to examine the alternative tool for identifying the stock structure based on the otolith shape. Sampling location took place in four regions, namely: Binuangen, Sadeng, Prigi and Labuhan Lombok. The otolith (sagittae) samples was collected during April, August, and September 2016. The otolith shape was reconstructed using outline analysis with discrete wavelet transformation technique. A multivariate statistic using canonical analysis of principal (CAP) and ANOVA-like permutation test were also used to determine the signification among populations. The result showed that skipjack’s otolith shape was varied from one and another, especially in the rostrum. But it was not statistically different among regions (p>0.001), which means a single stock for skipjack in the Indian Ocean (Indonesian territory of FMA 573). This study also proved that otolith shape can be useful marker tool to identify stock structure for management purpose.
HUBUNGAN KEPADATAN IKAN DENGAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN ESTUARI DI KABUPATEN BANYUASIN Aroef Hukmanan Rais; Rupawan Rupawan; Herlan Herlan
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10566.26 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.111-122

Abstract

Estuari di wilayah Kabupaten Banyuasin dengan potensi biodiversitas sumber daya ikan yang tinggi, merupakan wilayah penangkapan yang potensial dan berkontribusi besar terhadap poduksi perikanan Provinsi Sumatera Selatan. Distribusi biomassa sumber daya ikan di wilayah estuari sangat dinamis dan dipengaruhi oleh parameter salinitas dan suhu perairan pada suatu lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kepadatan biomassa ikan dalam hubungannya dengan kondisi lingkungan perairan di wilayah perairan estuari Kabupaten Banyuasin.Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan percobaan penangkapan menggunakan alat tangkap trawl mini yang diopeasikan di tiga wilayah estuari yaitu Sungai Banyuasin, Sungai Musi dan Sungai Upang. Pada masing-masing wilayah estuari ditentukan sebanyak empat lokasi sampling. Frekuensi pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali yaitu pada Maret, Juni, Agustus dan Oktober agar mewakili kondisi musiman.Parameter lingkungan yang dianalisa adalah salinitas, suhu perairan, kecerahan, nitrat, amoniak, total fosfat dan kelimpahan fitoplankton. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 87 spesies ikan telah teridentifikasi. Diperoleh nilai kepadatan biomassa 332,13 – 861,49 kg/km2 di estuari Upang, 590,51 – 2.235,04 kg/km2 di estuari Musi dan 1.296,4 - 33.714,88 kg/km2 di estuari Banyuasin. Spesies ubur-ubur (Aurelia aurita) mendominasi tangkapan pada Agustus hingga Oktober yang mencapai 77,22% dari biomassa total ikan dikarenakan lingkungan yang sesuai untuk keperluan pertumbuhannya. Kepadatan biomassa ikan berkorelasi positif dengan parameter salinitas dan kelimpahan fitoplankton, dan berkorelasi negatif terhadap parameter amoniak. Estuaries of Banyuasin district has a high biodiversity of fish resources and significant contribution to the fisheries production in the South Sumatera Province. The biomass distribution of fish in the estuary fluctuated and probably affected by by salinity and water temperature. This research aims to investigate the correlation between biomass density and environment condition in the estuary of Banyuasin Regency. Sampling was conducted through experimental fishing used a mini trawl that operated in three estuary areas, such as: Banyuasin Rivers, Musi Rivers, and Upang Rivers. Every estuary area was replicated for four sampling sites. Samples were collected during March, June, August and October. The waters parameters analyzed were salinity, water temperature, transparency, nitrate, ammonia, phosphate total, and phytoplankton. The results showed that about 87 species of fish have been identified. The biomass density was 332,13 – 861,49 kg/km2 in estuary Upang, 590,51 – 2.235,04 kg/km2 in estuary Musi and 1.296,4 - 33.714,88 kg/km2 in estuari Banyuasin. A jelly fish (Aurelia aurita) is dominated in August to October, up to 77.22% of total biomass. The biomass density of fish was positively correlated with salinity and phytoplankton abundance, whereas negatively correlated to ammoniac condition.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue