cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)" : 7 Documents clear
KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAERAH ASUHAN UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricius, 1798) DI PERAIRAN ACEH TIMUR Astri Suryandari; Dimas Angga Hedianto; Didik Wahju Hendro Tjahjo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (383.978 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.105-116

Abstract

Udang windu (Penaeus monodon Fabricus) merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi di Perairan Aceh Timur yang penangkapannya dilakukan secara terus-menerus sehingga mengancam kelestariannya. Untuk dasar penetapan kawasan konservasinya perlu diketahui karakteristik biologi dan daerah asuhannya. Penelitian dilakukan pada periode 2014-2016 dengan pengambilan data langsung di lokasi pada April, September dan Desember 2014; April dan September 2015 serta April 2016. Parameter yang diamati meliputi hubungan panjang berat, nisbah kelamin, kematangan gonad, fekunditas, kebisaan makanan serta sebaran dan kepadatan stok juvenil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan panjang berat udang windu jantan dan betina bersifat alometrik negatif dengan persamaan W=1,236L2,516 untuk udang jantan dan W=1,266L2,515 untuk udang betina. Jenis makanan udang windu didominasi oleh kelompok Crustceae, Gastropoda, Bivalva, dan detritus. Nisbah kelamin untuk udang windu jantan dan betina di Aceh Timur adalah 1:1,1. Pemijahan udang windu terjadi setiap bulan dengan puncak pemijahan pada Maret dan Agustus dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah pada ukuran panjang karapas 46 mm, sedangkan fekunditas cukup tinggi berkisar antara 195.969-747.129 butir. Daerah asuhan utama udang windu diperkirakan terdapat di perairan estuaria Kuala Peureulak dan perairan ekosistem mangrove Kuala Geuleumpang (Julok).Indian tiger prawn (Penaeus monodon Fabricus) is a fishery commodity with high economic value. East Aceh is known as high quality performance of indian tiger prawn. However, the intensive shrimp catch activity to provide the market demand and people consumption, can be threaten for the sustainability of the shrimp resource. Biological characteristic and nursery ground are essential components required in establishing the conservation area of indian tiger prawn as effort to preserve the resources. A research was conducted during a period of 2014-2016. Field sampling was done in April, September and December 2014; April dan September 2015; April 2016. Parameters observed were length-weight relationship, sex ratio, gonad maturity, fecundity, food habits, distribution and stock density of juvenile. Results showed that length-weight relationship of indian tiger prawn showed allometric negative with equation W=1,236L2,516 for male and W=1,266L2,515 for female . Food composition of shrimp were dominated by Crustaceae, Gastropod, Bivalve and detritus. Sex ratio of indian tiger prawn in East Aceh were 1:1,1. Spawning occured every month and reached its peak in March and August. The length maturity (Lm) of female on the size of 46 mm carapace length, while fecundity were ranged between 195,969-747,129. The main nursery ground of indian tiger prawn are presumed in the Kuala Peureulak estuary and mangrove ecosystem area in Kuala Geuleumpang (Julok).
KERAGAMAN GENETIK TUNA MATA BESAR (Bigeye tuna, Thunnus obesus) DI SAMUDRA HINDIA BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA Raymon Rahmanov Zedta; Irwan Jatmiko; Abram Barata
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3602.885 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.97-104

Abstract

Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang unit stok adalah dengan menggunakan pendekatan genetik. Informasi struktur populasi ini merupakan basis kajian stok dan opsi upaya pengelolaan agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi variasi genetik dan struktur populasi tuna mata besar di Samudra Hindia. Sampel genetik yang berasal dari daging tuna mata besar dianalisis dengan metode chelex, PCR dan elektroforesis. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2015 dengan lokasi pengambilan sampel berada di perairan Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudra Hindia selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Hasil analisis menunjukkan bahwa keragaman genetik tuna mata besar di Samudra Hindia masih tinggi. Terdapat hubungan kekerabatan yang relatif dekat antar kelompok sampel populasi tuna mata besar di Samudra Hindia barat Sumatera dan selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Variasi genetik diantara populasi tuna mata besar relatif kecil, namun variasi genetik dalam populasi relatif tinggi. Struktur populasi tuna mata besar di perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Nusa Tenggara (Samudra Hindia) masih merupakan satu stok populasi.One other technique that used to obtain information about stock units is to use a genetic approach. This genetic population structure information is the basis of stock assessmentand the options for how to manage the utilization can be done sustainably. This study aims to obtain information on genetic variation and population structure of large tuna populations in the Indian Ocean. Genetic samples derived from bigeye’s tuna flesh analyzed by using chelex, PCR and electrophoresis methods. This research carried out in the waters of the Indian Ocean west of Sumatra and the southern Indian Ocean of Java, Bali and Nusa Tenggara at January until December 2015. The results of the analysis show that the genetic diversity of large eye tuna in the Indian Ocean is still high. There is a relatively close relative relationship between bigeye tuna population groups in the Indian Ocean west of Sumatra and southern Java, Bali and Nusa Tenggara. Genetic variation among bigeye tuna populations is relatively small, but genetic variation in the population is relatively high. The population structure of bigeye tuna in West Sumatera and South Java-Nusa Tenggara (Indian Ocean) is still in one stock population.
ESTIMASI DAYA TARIK TALI MINI HAULER UNTUK DITERAPKAN PADA PERIKANAN PANCING ULUR TUNA DI SAMUDERA HINDIA SELATAN JAWA Berbudi Wibowo; Fedi Alfian Sondita; Budhi Hascaryo Iskandar; John Haluan; Deni Achmad Soeboer
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.605 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.137-148

Abstract

Berat tuna hasil tangkapan nelayan pancing ulur di perairan Selatan Jawa dapat mencapai 100 kg/ekor, dan sampai saat ini tali pancing ulur ditarik secara manual. Kondisi ini beresiko bagi nelayan seperti kecelakaan atau sakit tulang belakang (back pain). Untuk mengurangi resiko tersebut maka digunakan mini hauler untuk menarik tali pancing ulur sehingga memudahkan menaikan hasil tangkapan ke atas kapal. Mini hauler disesuaikan dengan beban yang akan ditarik. Beban mini hauler berasal dari daya dorong tuna yang berenang pada kondisi kecepatan spontan ketika tuna berusaha melepaskan diri dari jerat pancing dan beban yang timbul dari rangkaian pancing ulur. Perhitungan dengan menggunakan persamaan archimedes dan persamaan bernoulli menunjukan bahwa daya dorong yang dikeluarkan tuna berukuran 190cmFL untuk berenang dalam kondisi burst speed sebesar 1.746 newton. Total beban terbesar ketika tuna berenang vertikal membentuk sudut 1800 terhadap rangkaian pancing ulur yaitu sebesar 1.763,90 newton dengan tenaga  sebesar 8,82 Kw setara 11,99 Hp.Tunas caught by hand line fishers can reach 100 kg in weight per individual, however, they still use manual technology to pull out the line from waters. This condition could risk the fisherman’s safety such as accident or back pain. To reduce those risks that could be happened, it required tools such as mini hauler to help fisherman pull out the fish line so fish could be unload much easier. Design of mini hauler were adjusted to the target species. Mini hauler’s load comes from tuna swimming power at burst speed condition and the load arising from the series of fishing line itself. Using Archimedes and Bernoulli equations, the results shown that the force used by tunas at size of 190 cmFL to swim at the burst speed condition was 1,746 Newton. The highest total load when the fish swims vertically down to form the angle of 1800 to fising line is 1763,90 newton, equal to 8.82 kw≈11,99 horse power.
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APENDIKS II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN – NUSA TENGGARA TIMUR Sri Pratiwi Saraswati Dewi; Rodo Lasniroha; Yuniarti K Pumpun; Zainal Abidin; Suko Wardono
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2549.144 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.149-156

Abstract

Namosain, Kupang – Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu sentra produksi perikanan hiu di Indonesia. Namun informasi terkait komposisi jenis hasil tangkapannya masih terbatas, terutama karena pendataan hasil tangkapan yang masih bersifat umum dan masuk dalam satu kategori yaitu cucut. Selain itu, kondisi hiu saat didaratkan sudah tidak utuh, terpisah bagian sirip, daging, ekor, tulang dan kulitnya sehingga menyulitkan dalam melakukan pengelompokkan dan identifikasinya. Sedangkan aturan konvensi (CITES) mengharuskan melakukan identifikasi ikan hingga tingkat genus atau spesies, oleh karena itu pendataan ikan hiu hingga tingkat spesies sangat diperlukan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji komposisi jenis hiu yang tertangkap oleh pancing rawai dan mengetahui daerah penangkapannya, terutama untuk jenis hiu apendiks II CITES. Data diperoleh dari pendataan langsung hasil pendaratan hiu di pantai Namosain periode Juli – September 2017. Hasil kajian menunjukkan bahwa 100% hiu yang didaratkan dalam kondisi tidak utuh, sehingga identifikasi jenis dilakukan berdasarkan bentuk siripnya. Dari total 4.183 individu yang terdata, 21,32% adalah jenis hiu apendiks II CITES yang terdiri dari Carcharhinus falciformis sebanyak 5,90%, Sphyrna mokarran sebanyak 3,04%, S. lewini dan S. zygaena sebanyak 13,49%. Jika dibandingkan dengan data monitoring pendaratan hiu pada tahun 2016, terjadi kenaikan sebesar 12%. Jumlah individu terbanyak adalah Sphyrna lewini dan S. zygaena dengan ukuran sirip yang mendominasi adalah 20up (20-24 cm). Hasil tangkapan hiu apendiks II CITES tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Sedangkan daerah penangkapan potensial hiu apendiks II CITES berada pada koordinat 90 – 110 LS dan 1230 – 1280 BT.Namosain, Kupang – East Nusa Tenggara is one of Indonesia’s shark fishing center. However there is only little information regarding shark species, because data of catch composition recorded in one category that is “cucut”. Besides that, condition of sharks that landed has been cut off to some pieces such as fins, meat, caudal, skin, and cartilage, so it’s difficult to identify or classify the species. However, the regulation set up to species level, it is important to have report of catch composition up to the speciel level. This paper aims to describe landed shark species composition, especially those included in appendix II CITES caught by longline in East Nusa Tenggara. Data were obtained by enumerator catch of shark landed on Namosain in July - September 2017. The results show that all of landed shark were not being whole and intact, but in parts. Identification of landed shark was done by observing their fins. From total of 4,183 individu, 21.32% of them are included appendix II CITES consisting of Silky Shark (Carcharhinus falciformis) about 5.90%, Great Hammerhead (Sphyrna mokarran) about 3.04%, and Scalopped Hammerhead (S. lewini) and Smooth Hammerhead (Sphyrna zygaena) about 12.38% with dominan fin size 20up. There is a 13.49% incline from 2016. The highest catch of shark appendix II CITES was occurred in August with the high potential location of fishing is in 90 – 110 South latitude (S) and 1230 – 1280 East latitude (E).
PARAMETER PERTUMBUHAN DAN STATUS PEMANFAATAN LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus Fabricius, 1798) DI PERAIRAN SORONG, PAPUA BARAT Tirtadanu Tirtadanu; Helman Nur Yusuf
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.273 KB) | DOI: 10.15578/jppi.1.2.2018.%p

Abstract

Pengelolaan lobster mutiara (Panulirus ornatus Fabricius, 1798) secara berkelanjutan di perairan Sorong memerlukan informasi parameter pertumbuhan dan status pemanfaatan. Penelitian ini bertujuan mengkaji parameter pertumbuhan dan status pemanfaatan lobster mutiara di perairan Sorong. Penelitian dilakukan pada Juni 2015 – Juni 2016. Parameter pertumbuhan dianalisis berdasarkan pergeseran modus kelas panjang karapas. Status pemanfaatan diduga berdasarkan laju eksploitasi dan estimasi rasio pemijahan berbasis data panjang (LB-SPR). Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan lobster relatif lambat dengan laju pertumbuhan (K) sebesar 0,34 per tahun pada jantan dan 0,33 per tahun pada betina. Ukuran panjang karapas asimptotik sebesar 174,05 mm pada jantan dan 162,75 mm pada betina. Laju eksploitasi (E) lobster sebesar 0,42-0,44. Estimasi rasio pemijahan lobster mutiara saat ini diperoleh sebesar 0,32 lebih besar dari ambang batas penangkapan berlebih yaitu sebesar 0,20. Status pemanfaatan berdasarkan laju eksploitasi dan estimasi rasio pemijahan menunjukkan tingkat pemanfaatannya masih berada di bawah titik optimum. Pilihan pengelolaan yang disarankan adalah meningkatkan upaya sekitar 12% dari upaya saat ini.Sustainable management of ornate spiny lobster (Panulirus ornatus Fabricius, 1798) required information about growth parameter and exploitation status. The aims of this research were to study the growth parameter and the exploitation status of ornate spiny lobster in Sorong Waters. The research was conducted in June 2015 - June 2016. The growth parameters were based on the Modal Progression Analysis. Exploitation status was estimated based on length based spawning potential ratio (LB-SPR). The results showed that the growth of lobster was relatively slow with the growth rate (K) of 0,34 year-1 for male and 0,33 year-1 for female. The asymptotic carapace length was 174,05 mm for male and 162,75 mm for female. Exploitation rate (E) of lobster were 0,42-0,44. The current spawning potential ratio was 0,32, greater than the overfishing threshold of 0,2. Exploitation status based on exploitation rate and spawning potential ratio was still below of the optimum point. The management option was that the efforts can be increased by approximately 12% of the current effort.
ASPEK BIOLOGI, DINAMIKA POPULASI DAN KEPADATAN STOK UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man, 1888) DI HABITAT ASUHAN ESTUARIA SEGARA ANAKAN, CILACAP Karsono Wagiyo; Adrian Damora; Andina Ramadhani Putri Pane
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.997 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.127-136

Abstract

Estuaria Segara Anakan merupakan habitat asuhan utama udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man, 1888). Informasi mengenai status stok sumberdaya udang jerbung di estuaria Segara Anakan sangat penting untuk penerapan pengelolaan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang aspek biologi, dinamika populasi dan kepadatan stok udang jerbung. Sampling dilakukan dengan metode survei pada musim timur dan musim peralihan II pada tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan pola pertumbuhan udang jerbung bersifat allometrik negatif. Nisbah kelamin udang jerbung tidak seimbang, populasi udang betina lebih besar dibandingkan populasi udang jantan. Udang jerbung mempunyai rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc)=17,15 mmCL, laju pertumbuhan (K)=1,47/tahun, panjang yang dapat dicapai (L”)=44,6 mmCL, laju kematian alami (M)=1,34/tahun, laju kematian karena penangkapan (F)=2,37/tahun dan laju pemanfaatan (E)=0,64. Laju tangkap udang jerbung pada musim timur 269 gr./jam dan pada musim peralihan II 186 gr/jam. Kepadatan stok udang jerbung pada musim timur adalah 22.634 gr/km2 dan pada musim peralihan II sebagai 13.253 gr/km2. Agar sumber daya udang di estuaria Segara Anakan terjaga kelestariannya, maka perlu dilakukan pengaturan ukuran mata jaring/peningkatan selektifitas alat, mengurangi intensitas penangkapan dan perbaikan kondisi lingkungan.Segara Anakan estuary is an primary nursery habitat  of banana prawn (Penaeus merguiensis de Man, 1888). Stock status information of banana prawn resources in Segara Anakan estuary is essential for the application of sustainable management. The objective of this research is to obtain data and information about biological aspect, population dynamics and stock density of banana prawn. Sampling was conducted by survey method on east monsoon and the second intermonsoon in 2013. The result of research shows that the growth pattern of banana prawn was allometric negative. Sex ratio of banana prawn  was unbalanced, female population greater than males  population. Banana prawn has a length at first capture (Lc)=17,15 mmCL, growth rate (K) = 1.47/year, natural mortality rate (M) = 1.34/year, fishing mortality rate (F) = 2.37/year and the rate of exploitation (E) = 0.64. Catch rate of banana prawn in the east monsoon season  was 269 gr./hours and in the second intermonsoon season was 186 gr/ hr. Stock density of banana prawn in east monsoon season was 22634 gr/km2 and in the second intermonsoon was 13253 gr/km2. For the sustainability banana prawn resources in the Segara Anakan estuary it  is necessary to regulate  mesh size of the net to increase the gear selectivity, reducing the fishing intensity and improving environmental conditions.  
PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ARMADA TONDA DI SEKITAR RUMPON DI PALABUHANRATU Erfind Nurdin; Anthony Sisco Panggabean; Yoke Hany Restiangsih
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.423 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.2.2018.117-128

Abstract

Kondisi oseanografis dapat digunakan sebagai petunjuk produkvitas suatu perairan dengan mengetahui kondisi suhu dan kelimpahan klorofil-a yang menjadi faktor penentu keberadaan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara peningkatan upaya dan parameter oseanografi (sebaran suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a) terhadap hasil tangkapan. Penelitian dilakukan pada periode April 2015 – Maret 2016 di Palabuhanratu. Analisis data dilakuan dengan menghitung laju tangkap (CPUE), suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata CPUE bernilai 706,84 kg trip-1, rata-rata suhu permukaan laut 28,8 °C, nilai sebaran klorofil-a rata-rata 0,2 mgm-3. Pengaruh parameter oseanografi terhadap hasil tangkapan menunjukkan pola nilai CPUE mengikuti pergerakan fluktuasi nilai klorofil-a, dimana saat klorofil-a naik maka CPUE akan naik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa tren peningkatan produktivitas hasil tangkapan terjadi pada saat kondisi klorofil-a tinggi dengan suhu permukaan laut rendah.Oceanographic conditions can be used as a guidance for the productivity by knowing the condition of temperature and chlorophyll-aabundance which determines the existence of fish.This study aims to examine the relationship between increased efforts and oceanographic conditions (distribution of sea surface temperature and chlorophyll-a concentration) to the production of catch. The study was conducted from April 2015 until March 2016 in Palabuhanratu. The data analysis was done by calculating the catch rate (CPUE), sea surface temperature and chlorophyll-a. The results showed that average CPUE was 706.84 kg trip-1, average sea surface temperature 28.8 °C, andaverage chlorophyll-a 0.2 mg m-3. The effect of oceanographic condition on catch showedthat the pattern of CPUE values was in line with the fluctuation of chlorophyll-a values, as chlorophyll-a rises then CPUE will increase. Based on the results of the study, it can be concluded that the trend of increased productivity of the catch occured at the time of high chlorophyll-a and low sea surface temperature concentration

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue