JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI
Jurnal Hukum Media Bhakti dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak dengan ISSN 2580-3298 (cetak) dan ISSN 2580-7277 (online). Jurnal Hukum Media Bhakti terbit pertama kali sejak tahun 2017 yang lalu, JHMB terbit dalam setiap 6 bulan yakni pada bulan Juni dan Desember yang merupakan berkala ilmiah bidang hukum, hasil-hasil penelitian dibidang ilmu hukum yang belum pernah dipublikasikan dimedia apapun.
Articles
42 Documents
KEPASTIAN HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN YANG MENCERMINKAN NILAI KEMANUSIAAN
Rachmawati, Fauziah
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i1.49
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping sandang, pangan dan papan. Salah satu kesehatan yang perlu dijaga pada umumnya adalahorgan manusia. Perkembangan terapi di dunia kedokteran yang digunakan untuk melakukan perawatan yaitu transplantasi organ. Transplantasi organ adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia kepada tubuh manusia lain atau tubuhnya sendiri. Tujuan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh adalah untuk kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersilkan. Metode penelitian yang digunakan dengan menggunakan jenis penelitian normatif. Transplantasi orang bertujuan untuk nilai kemanusiaan tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan komersil pada tranplantasi organ. Hasil dari penelitian ini regulasi mengenai transplantasi organ belum memberikan kepastian hukum bagi pendonor dan resipien. Sehingga harus adanya peraturan yang jelas mencerminkan nilai kemanusiaan dan peraturan memberikan kepastian hukum bagi pendonor dan resipien.
PERLINDUNGAN HAK PEKERJA DALAM SATU PERUSAHAAN UNTUK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13/PUU-XV/2017
Karo Karo, Rizky;
Sukardi, Ellora;
Purnama, Sri
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i1.36
Latar belakang didasari oleh diskriminasi hak pekerja yang ingin melangsungkan perkawinan dalam satu perusahaan namun dilarang oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) Pasal 153 ayat (1) huruf f. Rumusan masalah yang diangkat ialah: (1). Bagaimanakah hak pekerja dalam satu perusahaan yang ingin melangsungkan perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?; (2). Upaya apakah yang harus dilakukan oleh pihak pemberi kerja pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017?.Tujuan hasil kajian ini adalah: (1). menganalisis konsekuensi hukum dan hak kepada pekerja yang melakukan hubungan perkawinan dengan rekan kerja satu perusahaan; (2). Untuk mengedukasi pekerja untuk tidak takut diberhentikan oleh pelaku usaha karena melangsungkan perkawinan dengan rekan sekerja dalam satu perusahaan yang sama. Metode penelitian adalah yuridis normatif, penulis menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 terhadap UU Ketenagakerjaan, menggunakan analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dari umum ke khusus.Hasil penelitian adalah (1). Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan dianggap bertentangan dengan UUD 1945, dan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi, dan pengusaha tidak dapat lagi memberhentikan pekerja yang akan melangsungkan perkawinan dengan teman di satu perusahaan yang sama; (2). Pemberi kerja wajib segera merubah Peraturan Perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dengan menyesuaikan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XV/2017 jika tidak diubah maka peraturan perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama adalah batal demi hukum (nietigheid vanrechtswege).Adapun saran penulis ialah (1). Pengusaha wajib mengubah Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dengan menyesuaikan Putusan MK yang pada pokoknya tidak dapat memberhentikan pekerja yang menikah dengan rekan satu perusahaan; (2). Jika pengusaha/pemberi kerja khawatir kedua pekerja tersebut akan melakukan kolusi maka kedua pekerja tersebut sebaiknya ditempatkan di divisi pekerjaan yang berbeda.
POLITIK HUKUM PENGATURAN BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) DI INDONESIA: DI MASA LALU, SAAT INI, DAN AKAN DATANG
Noho, Muhammad Dzikirullah H.
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i1.51
Keberadaan pengaturan BOT saat ini masih sangat parsial, berdiri sendiri, dan tidak ada kepastian hukum serta tidak memberikan batasan boleh atau tidak boleh melakukan perjanjian dengan skema BOT. Dampak dari tidak adanya kepastian hukum akhirnya muncul berbagai sengketa perjanjian BOT, salah satunya kasus wanprestasi BOT Pasar Turi yang masuk di peradilan. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang coba dikaji yaitu menelusuri pengaturan BOT di masa lalu, saat ini, dan yang akan datang. Melalui penelusuran tersebut diharapkan dapat membangun pengaturan BOT yang ideal di masa yang akan datang. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan undang-undang, konsep, dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukan pengaturan BOT di masa lalu dimulai sejak adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan kemudian diperkenalkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995 dengan istilah bangun guna serah. Peraturan di masa lalu hanya memperkenalkan istilah bangun tanpa memberikan penjelasan mekanisme. Pengaturan pada saat ini juga demikian, meskipun adanya tambahan penjelasan perjanjian BOT dan pelimpahan pengelolaan dengan skema BOT oleh Daerah. Bertolak dari penjelasan tersebut maka pengaturan BOT di masa yang akan datang harus sesuai dengan nilai hukum Pancasila. Nilai hukum ini akan dituang ke dalam peraturan yang memuat diantaranya ketentuan umum project BOT, keputusan kualifikasi penawaran dan penghargaan, evaluasi penawaran, negosiasi perjanjian, penghargaan dan penandatanganan perjanjian dan diakhir proyek terdapat monitoring. Bertolak dari hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa periodisasi pengaturan BOT dari masa lalu hingga saat ini selalu mengalami perubahan namun belum ada satupun pengaturan yang spesifik mengenai BOT. Oleh karenanya di masa yang akan di perlukan pengaturan yang spesifik mengenai pengaturan BOT dan semua aspek-aspek yang terdapat dalam BOT.
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM KASUS PENYEBARAN BERITA HOAX DI MEDIA SOSIAL DI INDONESIA
Pranesti, Dewi Ayu;
Arifin, Ridwan
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i1.35
Berbagai kasus penyebaran berita palsu dan bohong (fake news and hoax) di Indonesia telah menjadi permasalahan yang sangat serius. Bukan hanya berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan, namun pada perlindungan hukum terhadap masyarakat dan penegakan hukum. Pada kasus-kasus penyebaran fake news and hoax, undang-undang beserta perangkat penegakan hukum lebih fokus kepada pelaku kejahatan, sementara korban (victim) dalam kasus tersebut tidak banyak mendapatkan porsi yang lebih. Tulisan ini mendiskusikan tentang pengaturanterkait beritapalsu atauberita hoaxdan penerapan sanksiterhadap pelaku tindak pidana penyebaran berita hoax terhadap beberapa pihak yang juga ikut terkait penyebarluasanberita bohong. Tulisan ini juga fokus kepada upaya perlindungan terhadap korban dalam berbagai kasus penyebaran berita hoax di media sosial di Indonesia. Penelitian ini menganalisis berbagai kasus terjadi di Indonesia yang diperoleh dari berbagai media baik cetak maupun online. Sehingga, metode dalam penelitian ini menggunakan studi empiris dan kepustakaan. Penelitian ini menegaskan bahwa dasar pengaturan atas penyebaraluasanberitapalsu (hoax)telah diaturdan ditetapkan keUU No.19 Tahun 2016 pasal28 ayat1 dan ayat 2. Kemudian dari Undang-Undang itu ada juga peraturan lain yang membahas tentang penyebarluasanberitahoaxyang kemudian dijelaskan ke dalam UU No. 1Tahun1946 (UU Peraturan Hukum Pidana) pasal 14danPasal 15, juga dalam pasal311 dan pasal 378KUHP,serta Pasal27ayat3UUNo. 19Tahun2016(UU ITE). Perlindungan korban dalam kasus ini dapat ditemukan pada berbagai aturan perundang-undangan, diantaranya PP No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada saksi dan korban; dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
EFEKTIFITAS APLIKASI KONVENSI TOKYO 1963 DAN PROTOKOL MONTREAL 2014 TERHADAP UNRULY PASSENGER CASE DALAM DUNIA PENERBAGANGAN
Kurniawijaya, Aditya;
Latifah, Emmy
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i1.34
Peraturan yang berlaku di dalam pesawat penerbangan dimaksudkan agar masyarakat mematuhi hal-hal apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan ketika berada dalam pesawat penerbangan. Peraturan yang sudah ada ini tak terlepas dari pelanggaran terhadap aturan yang berlaku di dalam pesawat. Kasus penumpang yang tidak mematuhi aturan atau dikenal dengan unruly passenger merupakan sebuah contoh pelanggaran terhadap aturan yang berlaku di dalam pesawat. Konvensi Tokyo 1963 menjadi jawaban dalam mengatasi kasus unruly passenger tersebut. Namun, kandungan dari Konvensi Tokyo 1963 pada kenyataannya belum mampu menangani seluruh masalah terkait unruly passenger. Melihat hal tersebut, ICAO mengamandemen Konvensi Tokyo 1963 untuk memperkuat dasar hukum bagi maskapai dalam menangani kasus unruly passenger, hingga akhirnya menghasilkan Protocol to Amend the Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft atau dikenal sebagai Protokol Montreal 2014. Keberadaan Konvensi Tokyo 1963 dan Protokol Montreal 2014 ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan terkait unruly passenger dalam dunia penerbangan.
TUNJUK AJAR DALAM TAAT HUKUM ORANG MELAYU SEBAGAI CIRI KHAS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) SEBAGAI STRATEGIS PENCEGAHAN KORUPSI BAGI MAHASISWA DI SUMATERA UTARA
Purba, Nelvitia;
Mulyono, Hardi;
Risnawaty, Risnawaty;
Darwis, Umar
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i2.58
Kejahatan Korupsi di Indonesia merupakan permasalahan yang besar yang merupakan kejahatan extra ordinary crime (kejahatan yang luar biasa) hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan tuntas. Salah satu konsep untuk mengurangi kejahatan korupsi ini melalui pencegahan kepada generasi muda. Konsep pencegahan ini membutuhkan waktu lama terutama yang berkaitan dengan Pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kearifan lokal sebagai Tunjuk Ajar masyarakat Melayu yang dapat dijadikan Sumber Hukum dalam taat hukum untuk pencegahan korupsi bagi mahasiswa di Sumatera Utara Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian (R&D) untuk menghasilkan rancangan produk desain Pendidikan Anti Korupsi berbasis Tunjuk Ajar taat hukum, produk ini di validasi secara internal (pendapat ahli dan praktisi). Analisis datanya dilakukan dengan cara kualitatif yaitu dengan tidak menggunakan angka-angka dan rumus-rumus statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal Orang Melayu Taat Hukum terlihat dalam tunjuk ajar yang terdapat dikalangan orang Melayu yang berbentuk petuah-petuah, amanah-amanah syair dan pantun. Tunjuk Ajar taat hukum yang terdapat dalam Kearifan Lokal tercermin dalam aktivitas sehari-hari dapat tercermin diantaranya; Harus Malu Mengambil Yang Bukan Haknya, Harus Malu Mengambil Yang Bukan Miliknya.
PENGGUNAAN DISKRESI OLEH PEJABAT PUBLIK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Edy Kurniawan, Erwin Hidayat;
Diamantina, Amalia
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i2.104
Dengan ada nya diskresi, pelayanan publik bisa terpenuhi dan dilakukan dengan maksimal. Pelaksanaan Diskresi membuat pelaksanaan wewenang pejabat publik menjadi ringan, dengan adanya diskresi pejabat yang tidak mempunyai wewenang terhadap suatu permasalahan dapat dilipahi wewenang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normative. Pejabat Negara yang melakukan atau menjalakan kewenangan diskresi tidak akan dipidanakan, karena wewenangan tersebut tidak lain untuk kepentingan public. Dengan adanya diskresi diharapkan pejabat publik dapat berkontribusi dalam pembangunan Negara. Pemerintah sekarang lebih sering ikut campur dalam masyarakat untuk tercapai nya suatu kesejahteraan masyarakat. Dapat dicontohkan kemacetan yang berada di Jakarta, dengan ada nya suatu wewenang diskresi setidaknya polisi dapat merekayasa lalu lintas untuk mengurangi kemacetan yang ada. Tetapi menjalankan diskresi tidak semua pejabat publik mengerti peraturan yang mengaturnya. Pejabat publik takut akan mempertanggung jawabkan wewenang diskresi tersebut di kemudian hari. Sebenarnya Penggunaan diskresi itu sendiri sangat diperlukan oleh badan badan hokum atau pejabat publik karena dengan adanya diskresi pejabat bisa lebih cepat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dimana pejabat publik tidak memiliki kemampuan atau kewanangan yang sesuai maka pejabat publik dapat melakukan diskresi untuk memberikan keputusan atau tindakan tanpa terikat suatu perundang-undangan.
PERKEMBANGAN PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Disemadi, Hari Sitra;
Jaya, Nyoman Serikat Putra
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i2.80
Berkembangnya ilmu pengetahaun dan teknologi membawa perubahan sosial salah satunya di bidang perekonomian yang mengahruskan berkembangnya pelaku ekonomi dari orang-perorang menjadi korporasi. Hal ini menimbulkan pula adanya kejahatan yang dilakukan oleh orang-perorangan ataupun korporasi. Orang-perorangan yang melakukan suatu kejahatan pastinya akan mendapatkan sanksi pidana untuknya, namun sanksi pidana bagi korporasi yang apabila melakukan tindak pidana di dalam KUHP belum mengaturnya. Konsep korporasi sebagai subjek hukum pidana mengalami ketidakjelasan. Untuk itu artikel ini bertujuan untuk mengetahui landasan korporasi dijadikan subjek hukum pidana dan untuk mengetahui perkembangan pengaturan korporasi sebagai subjek hukum di Indonesia. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini bersifat doktrinal yaitu menggunakan metode Penelitian hukum normatif (normative legal research) dengan menggunakan data sekunder. Hasil yang ditemukan dalam penulisan artikel ini adalah korporasi sebagai subjek hukum pidana dapat dipersamakan dengan manusia. Karena di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum, dan karenanya kecakapan korporasi juga dipersamakan dengan kecakapan manusia yang terlihat didalamnya. Korporasi telah ditentukan sebagai subjek hukum tindak pidana oleh Rancangan Undang-Undang KUHP, yang mana nantinya akan berlaku keseluruh sistem hukum pidana. Diakibatkan hal itu setiap perundang-undangan diluar KUHP tidak perlu lagi mengatur secara khusus, kecuali perundang-undangan diluar KUHP itu ingin menentukan lain atau menyimpang.
FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP SURAKARTA DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN SUNGAI (STUDI PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURAKARTA)
Rumaisa, Dewi;
Christy, Evie;
Hermanto, Hermanto
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i2.88
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan. Tidak akan ada kehidupan jika tidak ada air. Air yang bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan industri, pertanian dan lain sebagainya. Saat ini air menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Hampir semua sungai yang ada di Indonesia tercemar kualitasnya akibat aktivitas industri, kuantitas dan kualitas limbah yang dibuang kesungai seringkali tidak terkontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi, hambatan serta strategi Dinas Lingkungan Hidup khususnya Kota Surakarta. Rumusan masalah yang diangkat (1) Bagaimana fungsi Dinas Lingkungan Hidup dalam pengendalian pencemaran sungai di Surakarta? (2) Apa hambatan dalam pelaksanaan fungsi Dinas Lingungan Hidup dalam pengendalian pencemaran sungai di Surakarta dan bagaimana strategi pengendaliannya?. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Fungsi Dinas Lingkungan Hidup sebagai media penyuluhan, pengawasan dan penertiban. Hambatan atas fungsi tersebut juga bermacam-macam maka Dinas Lingkungan Hidup harus mendasari strategi dengan upaya perencanaan, pembinaan dan pengawasan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP GURU YANG BERKEADILAN DI KOTA PONTIANAK
AS, Yenny;
Setiawati, Rini
JURNAL HUKUM MEDIA BHAKTI Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32501/jhmb.v3i2.105
Kewajiban memberikan perlindungan hukum kepada guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, terutama diletakkan pada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kewajiban itu dimulai dengan menyediakan regulasi peraturan perundang-undangan yang mengakomodir perlindungan terhadap guru.Menyikapi hal tersebut Kota Pontianak telah meregulasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru. Substansi pokok di dalam Perda tersebut telah mengakomodir perlindungan terhadap guru melalui amanah pentingnya pembentukan Unit Pelayanan Hukum dan Perlindungan Guru (UPHPG) yang dapat dijadikan wadah menyelesaikan permasalahan garu dalam menjalankan tugas profesinya guna terwujudnya keadilan. Mendasari hal tersebut, permasalahannya apa urgensinya pembentukan UPHPG tersebut dan bagaimana mengimplementasikan kelembagaan UPHPG tersebut. Melalui metode yuridis-sosiologis dengan pendekatan kualitatif terungkap hasil penelitian bahwa urgensi pembentukan UPHPG dilandasi fakta sosiologis bahwa belum adanya mekanisme penanganan dan penyelesaian permasalahan guru dalam menjalankan tugas profesinya serta landasan filosofis pentingnya mewujudkan nilai keadian maka UPHPG yang telah diamanatkan dalam Perda Kota Pontianak Nomor 7 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru penting untuk segera diwujudkan pembentukannya melalui Peraturan Walikota dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.