cover
Contact Name
Muhammad Najib Habibie
Contact Email
najib.habibie@gmail.com
Phone
+6285693191211
Journal Mail Official
jurnal.mg@gmail.com
Editorial Address
Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
ISSN : 14113082     EISSN : 25275372     DOI : https://www.doi.org/10.31172/jmg
Core Subject : Science,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG) is a scientific research journal published by the Research and Development Center of the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) as a means to publish research and development achievements in Meteorology, Climatology, Air Quality and Geophysics.
Articles 310 Documents
DIGITAL ELEVATION MODEL ALTERNATIVES ASSESSMENT FOR DEFORMATION ANALYSIS PURPOSES USING GNSS AND INSAR Dina Anggreni Sarsito; Brian Bramanto
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 23, No 1 (2022)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1038.122 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v23i1.845

Abstract

Digital Elevation Model (DEM) is the starting point in the analysis performed to explain the deformation pattern changes from the Earth's surface. The estimated value of deformation based on point-wise GPS and InSAR data with a better spatial resolution must be defined in a reference frame system that reflects the phenomenon of deformation of the real physical world, e.g., orthometric height for the vertical component. Therefore, this study aims to provide alternative DEM models based on a suitable combination between the Global Geopotential Model of Earth Geopotential Model 2008 (EGM2008) and global terrain models, providing position changes with respect to the orthometric height. The alternative DEM models are (i) the global elevation model of ETOPO1 (DEM1), (ii) the modified global elevation model of SRTM30_PLUS (DEM2), and (iii) the regional elevation model of DEMNAS (DEM3). These alternative models comply with each other for the land areas with mean difference values lower than 1 meter. While for the ocean areas, we found that DEM1 and DEM2 have apparent differences due to the different types of data used. However, a similar assessment could not be performed for DEM3 as it only covers the land areas. Additionally, we compared the orthometric height from these terrain models with leveling observations for the coinciding locations. DEM3 achieves the highest accuracy with the estimated standard deviation of 11.2745 meters and is followed by DEM2 and DEM1 with the respective standard deviation of 29.4498 and 37.6872 meters. We found that these models can be used as a starting position determination for horizontal and vertical deformation analysis.
APLIKASI SOFT COMPUTING PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI KALIMANTAN Deni Septiadi
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 9, No 2 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.896 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v9i2.24

Abstract

Analisis clustering curah hujan di Kalimantan menggunakan Jaringan Kompetitif Kohonen menghasilkan 5 kelompok wilayah yang disebut Zona Prediksi. Sementara itu spektrum data memperlihatkan sinyal sunspot hadir dalam deret waktu data curah hujan di semua Zona Prediksi dengan magnitude terbesar pada Zona Prediksi 2 yang mengindikasikan bahwa zona  tersebut memberikan respon langsung pada fenomena sunspot. Peranan aktivitas matahari pada pembentukan awan tinggi dipercayai berkaitan dengan variabilitas fluks sinar kosmik yang bervariasi terhadap lintang. Prediksi curah hujan bulanan dengan Metode ANFIS maupun Jaringan Neural dilakukan dengan menggunakan 1 Prediktor (curah hujan) dan 2 Prediktor (kombinasi antara sinar kosmik dan sunspot) dengan panjang data bervariasi yaitu 45 tahun, 30 tahun, dan 15 tahun  serta panjang data 46 tahun untuk prediksi tahunan (2007–2020). Secara keseluruhan keluaran Metode ANFIS 1 Prediktor menunjukkan nilai rata-rata RMSE (Root Mean Square Error) yang lebih kecil untuk prediksi bulanan. Namun pada prediksi tahunan, Metode ANFIS 2 Prediktor menunjukkan hasil yang lebih baik. Dengan demikian fenomena sunspot dan sinar kosmik sebagai prediktor perlu dipertimbangkan dalam melakukan prediksi jangka panjang karena memberikan akurasi yang lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan curah hujan sebagai prediktor. Clustering analysis of rainfall using competitive neural Kohonen yields 5 groups area called prediction zone. Meanwhile, data spectrum  shows that sunspot signal exist in time series of rainfall to all of prediction zone with the biggest magnitude at prediction zone 2 and indicates that zone gives direct response to the sunspot phenomena. Role of sunspot activity to the cloud formation believed relationships to the cosmic rays flux that various at latitude. Monthly rainfall prediction with ANFIS Method and Neural Network done with 1 Predictor (rainfall) and 2 Predictors (combine between cosmic rays and sunspot) at various length of data that is 45 years, 30 years, and 15 years and 46 years data length for yearly prediction (2007-2020). Over all, 1 Predictor ANFIS Method shows small average value RMSE (Root Mean Square Error) for monthly prediction. But, for yearly prediction 2 Predictors ANFIS Method shows more accurate. That’s way, sunspot  and cosmic rays phenomena as predictor needs to be considered for long term prediction because gives better accuracy then using rainfall as predictor.
Sampul Jurnal MG JMG BMKG
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (934.578 KB)

Abstract

Sampul Jurnal MG Volume 14 No. 2 Tahun 2013
ANALISIS BIAS DATA OBSERVASI PARALEL DI STASIUN KLIMATOLOGI MEMPAWAH-KALIMANTAN BARAT Firsta Zukhrufiana Setiawati; Syarifah Nadya Soraya; Siswanto Siswanto; Wandayantolis Wandayantolis
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 1 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1347.358 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v20i1.529

Abstract

Otomatisasi pengukuran parameter cuaca di BMKG telah dimulai sejak tahun 2006. WMO mensyaratkan dalam hal pengamatan otomatis akan menggantikan pengamatan manual maka seharusnya terpenuhi pengamatan paralel (overlaping) dalam waktu tertentu bergantung pada unsur yang diamati. Dalam paper ini, metode uji statistik sederhana telah diterapkan pada tiga parameter utama cuaca yaitu suhu minimum dan maksimum serta curah hujan harian selama 12 bulan dari data pengamatan otomatis dan data pengamatan manual di Stasiun Klimatologi Mempawah Kalimantan Barat. Penelitian ini mengidentifikasi adanya homogenitas antaradata pengukuran Automatic Weather Station (AWS) dan pengukuran manual. Korelasi terkuat antara data AWS dan manual adalah curah hujan ringan (0.54) dan korelasi terlemah adalah curah hujan lebat (0.19). Selain itu, data pengukuran AWS dan manual menunjukkan nilai RMSE suhu udara minimum (1.22oC), suhu udara maksimum (1.69oC), curah hujan ringan (5.1 mm); sedang (14.6 mm); lebat-sangat lebat (38.4 mm). Dalam penelitian ini juga mengidentifikasi ketepatan pengukuran AWS dibanding manual untuk suhu minimum sebesar 34.5%; suhu maksimum 34.0%; curah hujan 52.4%. 
KARAKTERISTIK SINYAL EMISI ULF YANG BERHUBUNGAN DENGAN PREKURSOR GEMPABUMI DI SUMATERA, STUDI KASUS: GEMPABUMI PADANG 2009 DAN GEMPABUMI MENTAWAI 2010 Gunawan Ibrahim; Suaidi Ahadi; Sarmoko Saroso
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.133 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v13i2.122

Abstract

Karakteristik prekursor gempabumi yang berhubungan dengan anomali emisi ULF (Ultra Low Frequency, f < 1 Hz) medan magnet bumi dianggap paling potensial untuk studi prekursor gempa jangka pendek. Gempabumi Padang 2009, Mw = 7,6 dan gempabumi Mentawai 2010, Mw=7,8 masing-masing berjarak 141 km dan 358 km dari KTB (Kototabang, Sumatera) sangat menarik untuk diteliti hubungannnya dengan anomali emisi ULF tersebut. Kedua gempabumi tersebut memiliki magnitudo > 7 dengan jarak yang berbeda. Metode yang dilakukan adalah menganalisis data magnet bumi menggunakan periode 10 - 45 detik yang berasosiasi dengan gangguan magnet bumi eksternal dan hubungannya dengan prekursor gempabumi. Untuk memonitor dari gangguan eksternal digunakan dua indeks magnet bumi, yaitu Dst (untuk lintang rendah) dan E Dst (untuk ekuator), polarisasi power ratio komponen Z/H yang dibandingkan dengan stasiun referensi DAV (Davao Filipina) dan DAW (Darwin, Autralia) yang merupakan jaringan MAGDAS untuk mewakili variasi medan magnet bumi di ekuator. Selanjutnya dilakukan polarisasi power ratio antara dua stasiun referensi yaitu [HKTB/HDAV] dan [HKTB/HDAW]. Hasilnya diperoleh karakteristik dan lamanya anomali dari sinyal prekursor untuk kedua gempabumi tersebut adalah gempabumi Padang sebesar 23 hari dan gempabumi Mentawai 5 hari. Characteristics of earthquake precursors associated with anomalous ULF emission (Ultra Low Frequency, f <1 Hz) geomagnetic field is considered the most potential for the study of short-term earthquake precursors. Padang Earthquake 2009, Mw = 7.6 and Mentawai earthquake 2010, Mw = 7.8 respectively is 141 km and 358 km from KTB (Kototabang, Sumatra) is very interesting to study the anomaly its relationship ULF emissions. Both earthquakes had magnitudes> 7 and different distances. The method used is to analyze data using period of 10-45 seconds associated with external geomagnetic disturbance and its relationship with earthquake precursors. To monitor geomagnetic disturbance use two indices, namely Dst (low-latitude) and E Dst (equator). Polarization power ratio Z/H were compared to reference station DAV (Davao, Philippines) and DAW (Darwin, Autralia) which is to represent the network Magdas geomagnetic field variations at the equator. Further polarization power ratio between the two reference stations are [HKTB/HDAV] and [HKTB/HDAW]. The results obtained from the signal characteristics and anomali ULF emission for both earthquake precursors Padang earthquake for 23 days and 5 days Mentawai earthquake.
SAMPUL JURNAL MG JMG BMKG
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 12, No 1 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (12606.218 KB)

Abstract

Sampul Jurnal MG Volume 12 No. 1 Tahun 2011
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DAN SUHU UDARA TERHADAP INTERVENSI ANTHROPOGENIK (STUDI KASUS NYEPI TAHUN 2015 DI PROVINSI BALI) Kharisma Aprilina; Imelda Umiyatul Badriah; Edvin Aldrian
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 17, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2598.078 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v17i1.397

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan hubungan antara konsentrasi karbon monoksida (CO) dan suhu udara pada saat Perayaan Hari Raya Nyepi tahun 2015 di Provinsi Bali (tanpa intervensi anthropogenik) dan pada hari-hari biasa di luar Hari Raya Nyepi (dengan intervensi anthropogenik). Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran konsentrasi CO dan suhu udara di tiga titik pengukuran yaitu Denpasar, Singaraja, dan Bedugul antara tanggal 17-25 Maret 2015, dimana hari Raya Nyepi dirayakan pada tanggal 21 Maret 2015. Pengukuran gas CO dilakukan dengan menggunakan alat pengukur konsentrasi polutan yang dinamakan Multi Gas Sensync dan pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggunakan alat Portable Weather Station (PWS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara konsentrasi CO dan suhu diDenpasar, Bedugul dan Singaraja pada saat hari Raya Nyepi menunjukkan adanya hubungan linier yang positifyang berarti antara konsentrasi CO dan suhu udara terjadi pengaruh yang saling menguatkan yaitu apabila terjadi peningkatansuhu udaramaka konsentrasi CO juga akan meningkat dan sebaliknya, sedangkan pada hari-hari di luar hari raya Nyepi hubungan antara keduanya terlihat tidak konsisten yang diduga karena adanya pengaruh dari faktor lain terutama yang disebabkan oleh aktivitas manusia (faktor anthropogenik). This study was conducted to determine the differences of carbon monoxide (CO) concentration and air temperature relation during the celebration of Nyepi Day 2015 (without anthropogenic intervention) in Bali Province and the days outside Nyepi Day (with anthropogenic intervention). The study was conducted by measuring the CO concentration and air temperature at the three measuring points those were Denpasar, Singaraja, and Bedugul, from 17 to 25 March 2015 which Nyepi Day was celebrated on March 21, 2015.CO measurement was performed using pollutant concentration measuring tool called Multi Gas Sensync and air temperature measurement was performed using Portable Weather Station (PWS). The results showed that the relation between CO concentration and air temperature in Denpasar, Bedugul, and Singaraja during Nyepi Daygenerally showed a positive linear relation which means that CO concentration and air temperature influences each other: whenever there was an increase in air temperature then CO concentration will also increase and vice versa, whereas in the days outside Nyepi Day, relation between the two looks inconsistent due to the influence of other factors mainly caused by human activity (anthropogenic factors).
PENENTUAN KEDALAMAN KERAK BUMI DENGAN TEKNIK STACKING H-k MENGGUNAKAN MATLAB PADA DATA SINTETIK RECEIVER FUNCTION Wiwit Suryanto; Drajat Ngadmanto; Pupung Susilanto
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11, No 1 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1258.619 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v11i1.57

Abstract

Salah satu metode untuk mendapatkan informasi mengenai struktur di bawah permukaan bumi adalah  receiver function. Konsep dasar metode receiver function ini adalah pendekatan kedalaman kerak bumi dengan menggunakan informasi waktu tunda dari fase gelombang Ps yang merupakan konversi dari pantulan gelombang P menjadi gelombang S pada batas mantel-kerak bumi. Akurasi ditingkatkan dengan menggunakan bantuan dari waktu tiba fase-fase gelombang lain yang tiba setelahnya, yaitu fase gelombang PpPs dan PpSs+PsPs. Program diuji menggunakan dua buah model kecepatan 4 lapis dengan variasi kecepatan yang besar berada pada kedalaman masing-masing 32 km dan 38 km. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode stacking H-k ini diperoleh kedalaman interface kerak sebesar 32 km dan 38 km yang bersesuaian dengan model yang dibuat. Perhitungan dengan H dan k masing-masing sebanyak 301 sample (total 301 × 301 kali perhitungan maju receiver function) diperlukan waktu selama 20 detik pada komputer dengan processor Intel Dual Core dan memori sebesar 2 GHz. One of methods to obtain information about structure beneath the earth's surface is receiver function. The basic concept of receiver function method is to estimate of the Earth's crust depth using phase delay information from Ps wave which is a conversion from P wave reflection to S wave at the earth’s crust-mantle boundary. The accuracy of the calculated depth was enhanced by using additional phases that arrived after that, i.e. PpPs and PpSs + PSPs. The program was examined using two models, each have a four-layer velocity models  with large velocity contrast at 32 km and 38 km of depth. We obtained that the depth of crust interface are about 32 km and 38 km. These depths correspond to the velocity model. It takes 20 seconds on a computer with an Intel Dual Core with memory of 2 GHz to calculate the model with 301 x 301 samples of H and k
ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BAHAYA SAMBARAN PETIR DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING DI PROVINSI BALI Tomy Gunawan; Lestari Naomi Lydia Pandiangan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 15, No 3 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.165 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v15i3.221

Abstract

Bali merupakan daerah potensi rawan sambaran petir karena memiliki iklim tropis dengan peluang terjadinya hujan disertai petir cukup tinggi dan juga rentan karena tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini mengancam keselamatan jiwa dan harta benda penduduk, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menganalisa tingkat kerawanan sambaran petir di wilayah Bali. Untuk identifikasi tingkat kerawanan sambaran petir digunakan dua faktor yaitu faktor ancaman menggunakan data kejadian petir CG (2009-2013) dan faktor kerentanan menggunakan data kepadatan penduduk dan penggunaan lahan untuk rumah dan bangunan. Dua faktor tersebut dianalisa menggunakan metode SAW (Simple Additive Weighting) untuk mendapatkan tingkat kerawanan sambaran petir tiap kecamatan. Dari hasil perhitungan menunjukkan kecamatan Selemadeg Barat, Denpasar, Kuta, Pupuan, Klungkung dan Selemadeg memiliki tingkat kerawanan sambaran petir tinggi, 27 kecamatan berada dalam kategori sedang dan 21 kecamatan sisanya berada dalam kategori rendah. Bali is a potential lightning strike prone area due to its tropical climate with the high probability of rain accompanied by lightning that is also vulnerable due to its high population density. This condition threatens the safety of the lives and property of the population and makes it necessary to study the vulnerability of lightning strikes in Bali. To identify the level of vulnerability to lightning strikes there are two factors, the first is a threatening factor using CG lightning data (2009-2013) and the second is a vulnerability factor using the data of population density and land use for homes and buildings. Both factors were analyzed using the method of Simple Additive Weighting (SAW) to obtain the level of vulnerability to lightning strikes for each district. The results of the calculations show that Selemadeg Barat, Denpasar, Kuta, Pupuan, Klungkung, and Selemadeg have a high level of vulnerability to lightning strikes, 27 districts are in the middle level and the remaining 21 districts are in a low category.
PEMANFAATAN DATA GELOMBANG MIKRO PASIF DAN INFRAMERAH DALAM PEMISAHAN BUTIRAN AWAN KONVEKTIF DAN STRATIFORM Dodo Gunawan; Endarwin Endarwin; Radyan Putra Pradana
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 14, No 1 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9412.89 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v14i1.145

Abstract

Di wilayah tropis, jenis awan dapat dibagi  atau dipisahkan menjadi 2 kelompok yakni konvektif dan stratiform.  Pada penelitian ini dilakukan pemisahan dengan menggunakan 3 metode pemisahan yakni Convective Stratiform Technique (CST), Variability Index (VI) dan Window Channel Difference (WCD). Ketiga metode tersebut memanfaatkan data satelit cuaca baik satelit gelombang mikro pasif maupun inframerah sebagai masukan utamanya. Verifikasi menggunakan metode tabel kontingensi dari ketiga metode tersebut dilakukan dengan menggunakan data radar cuaca. Penggunaan data radar cuaca sebagai pembanding didasarkan atas kemampuan data radar yang lebih baik dari satelit dalam mendeteksi kondisi hidrometeor. Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta untuk tujuh hari pengamatan yang dilaksanakan pada awal Januari 2010. Selama tujuh hari pengamatan diperoleh 180 titik yang bersesuaian waktu dan posisi antara data satelit dan radar. Berdasarkan hasil verifikasi di 180 titik tersebut diketahui bahwa metode CST adalah metode terbaik untuk  melakukan pemisahan yang selanjutnya diikuti oleh VI dan terakhir WCD. Separation of 2 main groups of tropical rainfall namely convective and stratiform was conducted in this research. There are 3 methods of separation i.e. Convective Stratiform Technique (CST), Variability Index (VI) and Window Channel Difference (WCD). These methods utilized the passive microwave and infrared weather satellite data. Verification using contingency table method of separation results from those methods has also been done in this research to assess the quality of separation. To verify the separation results, the same methods were applied to radar data. Utilization of radar data for verification was considered due to its ability on observing the hydrometeor which is more sensitive than satellite. From seven observation days in early January 2010 there were found 180 points with appropriate position and time among passive microwave satellite, infrared satellite and radar in West Java, Banten and Jakarta area. Based on the verification results at those points, the CST give the best outcome, followed by VI and WCD. 

Page 4 of 31 | Total Record : 310