cover
Contact Name
Muhammad Najib Habibie
Contact Email
najib.habibie@gmail.com
Phone
+6285693191211
Journal Mail Official
jurnal.mg@gmail.com
Editorial Address
Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
ISSN : 14113082     EISSN : 25275372     DOI : https://www.doi.org/10.31172/jmg
Core Subject : Science,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG) is a scientific research journal published by the Research and Development Center of the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) as a means to publish research and development achievements in Meteorology, Climatology, Air Quality and Geophysics.
Articles 310 Documents
CORRELATION AND COHERENCE ANALYSIS OF SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DISTRIBUTED BY THE SURFACE WIND IN WEST SUMATERA WATERS Ulung Jantama Wisha; Rahaden Bagas Hatmaja; Ivonne Milichristi Radjawane; Try Al Tanto
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 19, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2910.564 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v19i2.572

Abstract

West Sumatera Waters have a tremendous dynamic in ocean characteristics. It directly faces the Indian Ocean exactly located below the equator. Consequently, West Sumatera waters are influenced by the tropical climatic factors such as monsoons, climate variability, and the Indian Ocean Dipole (IOD), controlling sea surface temperature (SST) fluctuation in the Indian Ocean. This study aims to review the correlation and coherence of SST distributed by surface wind in the West Sumatera waters. Wavelet method (cross wavelet transforms and wavelet coherence) was used to analyze the correlation and coherency between SST and surface wind. The annual variation of SST for 365 days period is the strongest event throughout the year caused by either monsoon or the changes of wind speed in the surface. Otherwise, the strongest intra-seasonal SST variation of 35 - 60 days observed from December 2012 to March 2013. The highest surface wind speed occurs in the southern and western waters. During the positive dipole mode in October 2015, the surface wind speed is slightly high resulting in the SST declination. Nevertheless, during the negative dipole mode in July 2016, the condition is inversely proportional. The surface wind plays a role in the SST distribution of 35 - 60 days period (intra-seasonal variability). Besides, surface wind with 6 months period (semi-annual variability) influences the SST distribution, identified only in the southern waters and the Indian Ocean regions. These conditions predicted as the influence of monsoon. Sumatera Barat merupakan wilayah perairan yang stategis dimana secara langsung berhadapan dengan Samudera Hindia dan tepat berada pada dibawah Garis Katulistiwa. Oleh karena itu, Perairan Sumatera Barat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim tropis seperti monsun dan variabilitas iklim, sangat terkait dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang mengendalikan fluktuasi suhu permukaan laut (SPL) di Samudera Hindia. Tujuan dari penelitian ini adalah menelaah korelasi dan koherensi antara parameter SPL dan komponen kecepatan angin  di perairan Sumatera Barat. Metode wavelet (cross wavelet transform dan wavelet coherence) digunakan untuk menganalisa korelasi dan koherensi dari kedua parameter yang diuji. Variasi tahunan dari SPL pada periode 365 hari merupakan kejadian terkuat sepanjang tahun yang disebabkan oleh monsun atau perubahan pengaruh angin dipermukaan. Sebaliknya, variasi musiman terkuat dari SPL pada periode 35-60 hari ditemukan terjadi pada bulan Desember 2012 hingga Maret 2013. Kecepatan angin tertinggi terjadi di perairan selatan dan barat. Selama dipole mode positif pada bulan Oktober 2015, kecepatan angin permukaan sedikit meningkat yang mengakibatkan penurunan suhu perairan. Namun, selama dipole mode negatif pada bulan Juli 2016, kondisinya berbanding terbalik. Angin permukaan memainkan peran pada peningkatan distribusi suhu permukaan laut pada periode 35-60 hari (variabilistas musiman). Selain itu, angin permukaan dengan periode 6 bulan (tengah tahunan) sangat mempengaruhi distribusi suhu yang teridentifikasi pada wilayah selatan dan Samudera Hindia. Kondisi tersebut diperkirakan sebagai pengaruh dari monsun.
KAJIAN AWAL MUSIM HUJAN DAN AWAL MUSIM KEMARAU DI INDONESIA Giarno Giarno; Zadrach Ledoufij Dupe; Musa Ali Mustofa
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (783.991 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v13i1.113

Abstract

Kriteria Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam menentukan awal musim hujan dan awal musim kemarau memerlukan waktu sebulan untuk memastikan masuknya musim hujan dan musim kemarau. Kadang didapatkan tahun tanpa awal musim hujan atau mundur hingga tahun berikutnya. Misalnya, tahun 2003, akumulasi hujan bulan Desember di Kupang 722 mm namun  bulan  tersebut  bukan  awal  musim  hujan.  Kriteria  ini  diperbaiki  dengan menggabungkan kesimpulan penelitian peneliti terdahulu yang menyimpulkan adanya hubungan kuat hujan 50 mm/dasarian dan angin baratan, dengan batas  evapotranspirasi potensial. Dengan menggunakan modifikasi hydrological onset and withdrawal index (HOWI) menunjukkan perambatan awal musim hujan dimulai dari utara menuju ke selatan dan secara zonal dari barat ke timur. Sedangkan awal musim kemaraunya dimulai dari selatan menuju utara dan secara zonal dari timur ke barat. Perbaikan metode untuk mempercepat penentuan awal musim hujan/kemarau dilakukan dengan menggabungkan data observasi hujan dan HOWI. Hasil uji di Makassar dan Kupang menunjukkan metode ini 18-20 hari lebih cepat untuk mendapatkan kepastian awal musim hujan/kemarau. Meteorology Climatology and Geophysics Agency (BMKG) criteria of onset and withdrawal need a month to ensure rainy season and dry season. Sometimes obtained year without onset or retreat to next year. Example, in 2003, rain accumulation in Kupang at Desember was 722 mm but this month was not onset. This criteria improved by combining the conclusions of previous researchers that conclude, there was a close relationship between rainfall accumulation 50 mm/decad and westerlies, with limit of potential evapotranspiration. Modified by hydrological onset and withdrawal index (HOWI) showed that onset propagated from north to south and from west to east. While the early of dry season propagated from south to north and from east to west. Improved method to accelerate certainty onset/withdrawal by combining rain observation data and HOWI. The results in Makassar and Kupang showed 18-20 days earlier to get the certainty of onset/withdrawal. 
PENERAPAN METODE ANOVA1 UNTUK PERBANDINGAN PARAMETER ATMOSFER PERMUKAAN ANTARA PADANG DAN SELAPARANG Ina Juaeni
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 18, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6094.045 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v18i2.405

Abstract

Sudut datang sinar matahari menentukan banyaknya sinar matahari yang sampai dipermukaan sehingga faktor ini menentukan karakter cuaca suatu lokasi. Padang dan Selaparang (Mataram) selalu memiliki sudut datang sinar matahari yang berbeda setiap bulannya. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya perbedaan karakter parameter atmosfer antara dua lokasi tersebut. Pengujian dilakukan dengan selisih nilai dan variansi (ANOVA1). Data yang digunakan adalah data tekanan, kelembapan, temperatur, curah hujan dan kecepatan angin dari OGIMET periode Januari sampai dengan Desember 2015. Berdasarkan selisih nilai-nilai maksimum, minimum, rata-rata dan koefisien variasi untuk tekanan, kelembapan, temperatur, kecepatan angin dan curah hujan antar Padang dan Selaparang menunjukkan kedua data berbeda. Hasil perbandingan dengan metode ANOVA1 menunjukkan bahwa curah hujan bulan Maret dan kelembapan serta temperatur bulan April mempunyai karakter yang sama. Selain variabel dan bulan tersebut, karakter parameter di dua lokasi tersebut berbeda.
KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR, PAPUA BARAT Findy Renggono; M. Djazim Syaifullah
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 12, No 1 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4681.989 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v12i1.81

Abstract

Banjir bandang telah melanda kawasan Wasior, Papua Barat pada Senin 4 Oktober 2010. Bencana ini menyebabkan puluhan orang meninggal, ratusan luka dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Keterbatasan data meteorologis untuk wilayah ini yang sangat minim menyebabkan kesulitan dalam melakukan analisa kondisi cuaca pada saat sebelum dan selama kejadian banjir. Data penakar hujan yang terdekat hanya terdapat di Manokwari dan Sorong, yang letaknya lebih dari 200 km dari Wasior. Dari pengamatan skala sin op, kondisi meteorologis pada saat sebelum banjir memang mendukung adanya pertumbuhan awan yang cukup besar, sedangkan hasil analisa dengan data TRMM diketahui bahwa telah terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi dari tanggal 3 malam sampai 4 pagi. Analisa data curah hujan selama 2 tahun terakhir dengan data TRMM menunjukkan kejadian hujan seperti ini memang beberapa kali pernah terjadi sebelumnya, walaupun tidak menimbulkan bencana banjir. Great flood which hit Wasior, West Papua, Monday October 4th, 2010, has caused up to 200 people were killed or injured, and 1000 homeless. The lacks of meteorological data of this place make it difficult to analyze the meteorological condition before the flood. The nearest rain gauge was only in Sorong and Manokwari which is more than 200 km away from Wasior. Synoptic analysis showed that the atmospheric condition supports cloud development over Wasior area. TRMM data analysis found that the night before the flood, there was a heavy rain, but this kind of rain was also found several times in the last three years.
LINEASI PATAHAN GEOLOGI BERDASARKAN DISTRIBUSI HIPOSENTER RELOKASI DI WILAYAH JAWA Supriyanto Rohadi; Masturyono Masturyono
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 16, No 3 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5662.642 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v16i3.290

Abstract

Penentuan hiposenter gempabumi sebelum relokasi biasanya menggunakan metode single even determination (SED). Hiposenter gempabumi yang diperoleh dengan metode tersebut umumnya masih mengandung kesalahan akibat struktur model kecepatan di permukaan bumi yang tidak termodelkan. Pada penelitian ini dilakukan relokasi hiposenter menggunakan metode tomografi double-difference (tomoDD), metode ini mampu meningkatkan akurasi posisi hiposenter karena mampu mereduksi kesalahan akibat struktur model di permukaan yang tidak termodelkan. TomoDD adalah program tomografi yang melakukan inversi lokasi hiposenter dan struktur kecepatan secara simultan dengan menggunakan data waktu tiba absolut dan waktu tiba diferensial. Data gempabumi yang digunakan berasal dari katalog BMKG, yaitu gempabumi yang terekam bulan April 2009 hingga Februari 2011di wilayah Jawa, dengan batas lintan 5⁰ LS - 11⁰ LS dan batas bujur 105⁰ BT - 115⁰ BT, serta interval kedalaman 2 km hingga 684 km. Jumlah stasiun seismograf yang digunakan adalah 36 stasiun. Relokasi gempabumi mengindikasikan dengan jelas lineasi geologi beberapa patahan geologi lokal, seperti: Jawa Barat Fault Zone, Pelabuhan Ratu Fault Zone, patahan geologi Cimandiri, dan patahan geologi di selat Sunda. Relokasi gempabumi di zona patahan geologi Opak terbagi menjadi dua kelompok atau klaster, yaitu distribusi sumber pada patahan geologi Opak dan distribusi sumber gempabumi di timur patahan geologi Opak. Single Event Determination (SED) method is generally used for Earthquake hypocenter determination. Earthquake hypocenter which is obtained by these methods generally still contains errors as a result of an unmodeled surface velocity structure. In this research, the hypocenter relocation using the double-difference tomography (tomoDD) method is conducted. This method can improve the accuracy of the hypocenter position since it can reduce the error due to unmodeled surface velocity structure. TomoDD is a tomography program that simultaneously inverts event locations and velocity structure by using absolute and differential arrival time data. Earthquake data used came from BMKG catalogs, with the earthquake were being recorded from April 15, 2009, to April 15, 2009, in Java, latitude boundary5⁰S-11⁰S, longitude105⁰E-115⁰E, and the depth interval ranged from 2 to 684 km. The total numbers of seismograph stations are 36 stations. The relocation of earthquakes indicates the existence of geological lineation of some local faults, such as Fault Zone West Java, Pelabuhan Ratu, Cimandiri Fault, and Fault in Sunda strait. Relocation of earthquakes in Opak fault zones was divided into two clusters, which are the seismicity distribution around Opak fault and seismicity distribution east of Opak fault.
Pengantar dan Daftar Isi JMG BMKG
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 10, No 2 (2009)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (101.745 KB)

Abstract

Pengantar dan Daftar Isi Jurnal Meteorologi dan Geofisika
GEODETIC SLIP RATE ESTIMATES FOR THE KUMERING AND SEMANGKO SEGMENTS OF THE SUMATERA FAULT Irwan Meilano; Susilo Susilo; Endra Gunawan; Budi Parjanto
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 22, No 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.256 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v22i1.802

Abstract

The Sumatran fault is a right lateral active inland fault in southern Sumatra, Indonesia. Although historical earthquake records have shown that magnitude 7 class earthquakes have occurred during the last century, the slip rates along the Sumatran fault have not been studied in detail. This is the first research using a new dense GPS array, in which stations are orthogonal to the fault, to analyze the fault slip rates along the Kumering and Semangko segments in southern Sumatra. In this study, we process GPS data from 14 campaign and continuous GPS points. The results show velocities of 14 mm/yr and 15 mm/yr for these two fault segments, respectively. Our estimated geodetic slip rate suggests that the Sumatran fault has a relatively homogeneous slip rate from southern to northern Sumatra.
UNDERSTANDING FARMERS’ NEED TO CLIMATE INFORMATION Rizaldi Boer; Ismail Wahab; Mugni Hadi Hariadi
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 8, No 2 (2007)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.603 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v8i2.14

Abstract

Availability of good skill seasonal climate forecast will be very useful for farmers to assist them to tailor their cropping strategies to the forecast so that the climate risks can be minimized or avoided. This study aimed to identify type of relevant climate forecast information for potato and chili farmers of Pengalengan. The study was done through interview with 60 farmers. The study reveals that the most important climate information required by farmers is the onset of rainy season and then followed by amount of rainfall, and number of rainy days during the seasons. About 75% of farmers said that they need the information at least one month before planting to enable them to prepare better planting strategy. For potato farmers, they expect that they can get information on the onset of rainy season around August. However, the increase in farmers’ capacity to use seasonal climate forecast should be followed by supporting policies or regulations or resources to maximize the benefit of using the forecast, such as price policy, and good storage facility to accommodate surplus production resulting from changing planting strategy. Ketersediaan prakiraan musim dengan skill tinggi sangat diperlukan bagi petani untuk menyesuaikan strategi budidaya dengan informasi prakiraan tersebut sehingga risiko iklim dapat diminimumkan atau dihindari. Kajian ini mengidentifikasi informasi prakiraan yang relevan bagi petani kentang dan cabe Pengalengan, Bandung-Jawa Barat dengan menginterview 60 petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa informasi iklim yang dianggap paling penting bagi petani ialah awal masuk musim hujan dan kemudian diikuti oleh banyak hari hujan dalam musim. Sekitar 75% petani menyatakan bahwa mereka membutuhkan informasi tersebut minimal satu bulan sebelum tanam supaya mereka dapat mengatus strategi budidaya dengan baik. Untuk petani kentang, mereka mengharapkan dapat memperoleh informasi prakiraan awal musim hujan sekitar Agustus. Namun demikian para petani mengungkapkan bahwa peningkatan kemampuan mereka dalam memanfaatkan informasi iklim tidak akan bermanfaat banyak apabila tidak disertai dukungan kebijakan dan peraturan atau sumberdaya yang memungkinkan mereka untuk bisa memaksimumkan keuntungan dari menggunakan informasi prakiraan tersebut. Kebijakan yang dimaksud diantaranya kebijakan harga, dan ketersediaan fasilitas gudang yang dapat mengakomodasi kelebihan produksi yang diperoleh dari perubahan pola budidaya yang mereka lakukan.
VARIASI BULANAN GELOMBANG LAUT DI INDONESIA Roni Kurniawan; Muhammad Najib Habibie; Suratno Suratno
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 12, No 3 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.78 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v12i3.104

Abstract

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan, maka segala aktivitas di laut menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Fenomena laut yang sangat mempengaruhi efisiensi dan keselamatan di laut adalah gelombang tinggi, oleh karena itu diperlukan informasi tentang variasi dan karakteristik tinggi gelombang di perairan Indonesia. Gelombang laut yang paling dominan diakibatkan oleh faktor angin, maka perhitungan tinggi gelombang laut dalam kajian ini menggunakan model gelombang Windwaves-05, dimana model ini menghitung tinggi gelombang berdasarkan energi dari angin permukaan. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa, variasi gelombang di perairan Indonesia berkaitan erat dengan pola angin musiman yang terjadi di wilayah Indonesia. Pada saat monsun Asia dan Australia (DJF dan JJA), rata-rata tinggi gelombang lebih tinggi dibanding pada masa peralihan (MAM dan SON) dan puncak rata-rata gelombang tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Juli. Rata-rata tinggi gelombang di wilayah perairan terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan perairan antar pulau, kondisi ini terjadi karena adanya perbedaan panjang fetch yang terbentuk di wilayah perairan tersebut.Indonesia archipelago mostly consists of waters. All activities in the oceans become an important part of Indonesian society. One of the phenomena affects the efficiency and safety on the oceans is ocean wave heights, therefore, information about characteristics and variations of wave height is crucial to be studied. Wind wave is the most dominant factor on the ocean, so this study utilized Windwaves-05 model to produce the wave height value based on the surface wind energy. The results of this study indicate that the ocean wave variations are closely related to seasonal wind patterns over Indonesia. During the Asian and Australia monsoon (DJF and JJA), mean of wave height is higher than during the transition period (MAM and SON). Mean of the highest ocean waves occurrs on February and July. Mean of wave height on the offshore waters is higher than on the inter-islands waters, this condition caused by different fetch length.
KARAKTERISTIK ANOMALI SUHU MUKA LAUT PADA LAUT JAWA 1982 – 2014 Danang Eko Nuryanto; Rian Anggraeni
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 18, No 3 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6311.707 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v18i3.417

Abstract

Karakteristik anomali suhu muka laut di Laut Jawa diidentifikasi dengan mengaplikasikan Principal Component Analysis (PCA), data anomali suhu muka laut rata-rata bulanan dari Optimum Interpolation Sea Surface Temperature versi 2 (OISSTv2). Diperoleh hasil dengan tiga komponen utama dominan mempunyai keragaman sekitar 83.22%. PC1 dengan karakter spasial mempunyai nilai positif seluruh wilayahnya dan mempunyai periode semi tahunan dengan keragaman 65.30%. PC2 dengan karakter spasial sama dengan rata-rata anomali suhu muka laut yaitu nilai positif lebih dominan di pesisir pantai dibanding dengan tengah Laut Jawa dan mempunyai periode tahunan dengan keragaman 12.44%. PC3 dengan karakter spasial terdapat dua kutub yaitu Laut Jawa bagian barat dengan nilai positif dan Laut Jawa bagian timur dengan nilai negatif yang mempunyai periode semi tahunan dan tahunan dengan keragaman 5.84%.

Page 5 of 31 | Total Record : 310