cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology
ISSN : 20884230     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Psikologi Ulayat (JPU) [Indonesian Journal of Indigenous Psychology] is a peer-reviewed scientific journal in Psychology that publishes empirical based research articles of various topics related to psychology, particularly topics that emphasize indigenous values and cultures of Indonesia.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue " Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat" : 7 Documents clear
RASA PERCAYA PADA PASUTRI PERKAWINAN JARAK JAUH Naibaho, Saira Lastiar; Virlia, Stefani
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.698 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-54

Abstract

Abstract — Couples have the responsibility in domestic life, communicating with each other, and accept any changes that occur in marital life. Physical separation between couples is severe, where the fulfillment of the task of marriage becomes ineffective because couples can’t be met at all times. Trust becomes an important issue for couples with a distance apart, which can help couples maintain a household. This research is a phenomenological study, using interview techniques at the three couples aged 18-40 years who underwent commuter marriage since the beginning of the marriage with a maximum of 18 years of marriage. The results showed that trust in a commuter marriage can be seen from five aspects, such as openness, sharing, acceptance, support, and cooperate. There are two main factors that affect the subject remained with the conditions, commuter marriage is the economic factor and cultural factors that require women to take care her parents. In addition, there are other factors, such as the communication factor, the gratification of sexual needs, and marriage age. Abstrak — Setiap pasangan suami istri (pasutri) memiliki pembagian tanggung jawab di dalam kehidupan rumah tangga, saling berkomunikasi, dan menerima segala perubahan yang terjadi pada pasangan sepanjang waktu di dalam kehidupan perkawinan. Akan tetapi, ada kalanya suatu keluarga tidak dapat tinggal dalam satu rumah dan hidup berdampingan setiap harinya. Perpisahan secara fisik antar pasutri merupakan suatu hal yang sangat berat, di mana pemenuhan tugas perkawinan menjadi tidak efektif karena pasutri tidak dapat bertemu setiap saat. Rasa percaya menjadi masalah penting bagi pasutri dengan jarak yang terpisah, yang dapat membantu pasutri mempertahankan rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologis dengan menggunakan teknik wawancara pada tiga pasutri dengan rentang usia 18-40 tahun yang menjalani perkawinan jarak jauh sejak awal pernikahan dengan usia pernikahan maksimal 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa percaya dalam perkawinan jarak jauh dapat dilihat dari 5 aspek, yaitu aspek keterbukaan, saling berbagi, penerimaan, dukungan, dan  bekerja sama. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi subyek tetap bertahan dengan kondisi pernikahan jarak jauh yaknifaktor ekonomi dan budaya setempat yang mengharuskan subyek perempuan untuk menjaga orangtuanya yang sudah lanjut usia di tempat asal. Selain dua faktor tersebut, terdapat juga faktor lainnya, seperti faktor komunikasi, pemuasan kebutuhan seksual, dan usia pernikahan.
DESCRIPTION OF PROSOCIAL BEHAVIOR IN YOUNG CHILDREN WITH INTELLECTUAL DISABILITY IN EAST NUSA TENGGARA Kiling-Bunga, Beatriks Novianti; Ngawas, Kresensia Wea Aga; Kiling, Indra Yohanes
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.81 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-55

Abstract

Abstract — World Health Organization and United Nations Children’s Fund have stated in year 2012 that one of their global agenda is to fulfill the needs of inclusive Early Childhood Care and Development (ECCD) to increase the participation and development of young children with disabilities. One of important things for the agenda are understanding various special needs of young children with various kind of mental disability, such as mental retardation or nowadays known as intellectual disability. This research aims to narratively describe the prosocial behaviors of a young child with intellectual disability in special school of Pembina Kupang, East Nusa Tenggara. This research used qualitative approach with child observation and interview to the parents as the main technique to gather data. This research shows that prosocial behaviors in young children with intellectual disability are divided into four aspects, those are: a) the ability to join groups, b) supportive acts, c) empathy and caring, and d) self-adjustment. These behaviors were shown in the child’s daily activities, her habits, affected by the culture and daily activities of her parents and siblings, and also by the interaction with her friends and family. This research could give important information about the importance of managing the social interaction in inclusive ECCD by putting emphasis in four aspects described above, and also the role of parents and ECCD tutors in facilitating activities that could help stimulate specific needs of social skills in young children with intellectual disability. Abstrak — World Health Organization dan United Nations Children’s Fund telah menyatakan pada tahun 2012 bahwa agenda global mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) inklusif, salah satunya untuk meningkatkan partisipasi dan perkembangan anak-anak dengan disabilitas. Salah satu hal penting untuk agenda ini adalah pemahaman terhadap berbagai kebutuhan khusus anak-anak dengan berbagai jenis disabilitas mental, seperti retardasi mental atau saat ini dikenal sebagai disabilitas intelektual. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara naratif mengenai perilaku prososial anak muda dengan disabilitas intelektual di sekolah khusus Pembina Kupang, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan observasi pada anak dan wawancara dengan orangtua, sebagai teknik utama untuk mengumpulkan data. Penelitian ini mendapatkan bahwa perilaku prososial pada anak-anak dengan disabilitas intelektual dibagi menjadi empat aspek, yaitu: a) kemampuan untuk bergabung dengan grup, b) tindakan yang mendukung perilaku prososial, c) empati dan peduli, serta d) penyesuaian diri. Perilaku ini ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari anak, kebiasaannya, dipengaruhi oleh budaya dan kegiatan sehari-hari dari orangtua dan saudaranya, juga oleh interaksi dengan teman-teman dan keluarganya. Penelitian ini dapat memberikan informasi penting tentang pengelolaan interaksi sosial dalam PAUD inklusif dengan menempatkan penekanan dalam empat aspek yang dijelaskan di atas, dan juga peran orangtua dan pengajar PAUD dalam kegiatan yang bisa membantu merangsang kebutuhan spesifik dari keterampilan sosial pada anak-anak dengan disabilitas intelektual.
COMMUNICATION SKILLS IN YOUNG CHILDREN WITH EMOTIONAL DISORDER IN KUPANG Kiling-Bunga, Beatriks Novianti; Halla, Oktovianus; Kiling, Indra Yohanes
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.371 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-56

Abstract

Abstract — Young children with disabilities are a group that is prone to stigma and discrimination. Therefore, World Health Organization and United Nations Children’s Fund declared a global agenda in 2012 to address the needs of inclusive ECCD to improve the participation and development of young children with disabilities. In respond to that agenda, it is crucial to understand the particular needs of young children with emotional disorder such as their communication ability, before they can be included into inclusive ECCD service. This research aims to describe the communication skills of young child with emotional disorder in Kupang, Nusa Tenggara Timur. The participant in this study showed insignificant performance in verbal communication skills like linguistic content, structures and the use of language. Meanwhile in non verbal communication skills such as face expression, body gesture and hand gesture, the child showed considerable performance. The research method used qualitative method, which is direct observation to the child and interview to the subject’s parents. Parents and ECCD tutors should consider to set a communication-stimulating relationship in house and ECCD post to support the verbal skills development. The result of this study can give impact in the development of inclusive ECCD science in East Nusa Tenggara, also to aid future research in inventing best practice models in the field. Abstrak — Anak-anak penyandang disabilitas merupakan kelompok yang rentan terhadap stigma dan diskriminasi. Oleh karena itu, World Health Organization dan United Nations Children’s Fund menyatakan suatu agenda global pada tahun 2012 dengan tujuan untuk menangani kebutuhan PAUD inklusif, terutama pada peningkatan partisipasi dan perkembangan kebutuhan tersebut pada anak-anak penyandang cacat. Menanggapi agenda itu, hal pertama yang diperlukan adalah pemahaman akan kebutuhan pada  anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak dengan gangguan emosional, seperti pemahaman akan kemampuan komunikasi mereka, sebelum mereka dimasukkan ke dalam layanan inklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran komunikasi anak-anak dengan gangguan emosional di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Partisipan dalam penelitian ini menunjukkan kinerja yang tidak signifikan pada keterampilan komunikasi verbal seperti konten linguistik, struktur, dan penggunaan bahasa. Sementara itu dalam keterampilan komunikasi non-verbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan gerakan tangan, anak menunjukkan kinerja yang cukup. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data dengan cara observasi langsung ke subjek dan wawancara kepada orangtua subjek. Orangtua dan guru PAUD harus mempertimbangkan untuk mengatur stimulus-stimulus yang berhubungan dengan pelatihan komunikasi di rumah dan setelah PAUD untuk mendukung pengembangan kemampuan verbal. Hasil penelitian ini bisa memberikan dampak dalam pengembangan wawasan pada PAUD inklusif di Nusa Tenggara Timur, juga untuk membantu penelitian di masa depan dalam menciptakan model-model praktis terbaik di lapangan.
ALAT TES PSIKOLOGI KONTEKS INDONESIA: TANTANGAN PSIKOLOGI DI ERA MEA Suwartono, Christiany
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.123 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-51

Abstract

Abstract — Currently, Indonesia is entering the era of the ASEAN Economic Community (AEC), a golden opportunity and a challenge to be able to identify the potential of the nation in order to become an important player in the ASEAN region and even the world. A solution to face this challenge is through the trustworthy  and  reliable psychological tests. Unfortunately in Indonesia, the realization becomes hard as the given attention and effort for the test development in the Indonesian context are little. The version of available tests are very far behind from the original version, in both content and standardization. In addition, the test questions have been leaked and relatively accessible to public. As the result, the scores obtained from these tests  become  questionable, mainly in terms of the validity. One of the efforts to renew the tests is through test adaptation. In order to ensure the validity of the test adaptation results, International Test Commission has issued guidance on the adaptation process of the test. The intention is for the adapted test to be as beneficial as its original version. The other effort is by making novel tests according to the context and needs on the practice area. Good cooperation between the different occupation should also be prioritized and strengthened in order to provide the availability of valid and reliable tests.Abstrak — Saat ini Indonesia sedang memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini merupakan suatu kesempatan emas sekaligus tantangan untuk lebih bisa mengidentifikasi potensi bangsa agar dapat memberikan kontribusi di wilayah ASEAN, bahkan dunia. Salah satu hal yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah dengan adanya alat tes psikologi yang handal dan terpercaya. Sayangnya di Indonesia, realisasi hal ini terhambat karena upaya yang diberikan pun sedikit. Alat tes yang tersedia sudah tertinggal jauh dari versi aslinya, baik secara isi maupun standarisasinya. Ditambah lagi, beredarnya bocoran soal-soal tes yang dapat diakses oleh masyarakat awam. Hal ini membuat validitas sekor yang diperoleh dipertanyakan. Upaya untuk memperbaharui tes-tes tersebut dapat dilakukan dengan cara adaptasi tes. International Test Comission mengeluarkan panduan mengenai adaptasi tes untuk menjamin validitas hasil adaptasi sebuah tes tertentu. Hal ini dilakukan agar tes yang diadaptasi tetap memiliki nilai manfaat yang memadai. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat alat tes sendiri yang tujuannya sudah disesuaikan dengan konteks serta kebutuhan lapangan. Terjalinnya kerja sama yang baik dalam pekerjaan sebaiknya semakin diutamakan, guna tersedianya tes yang reliabel dan valid. 
HUBUNGAN BELIEVING DAN BELONGING SEBAGAI DIMENSI RELIGIUSITAS DENGAN LIMA DIMENSI WELL-BEING PADA MAHASISWA DI TANGERANG Saputra, Andy; Goei, Yonathan Aditya; Lanawati, Sri
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.733 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-52

Abstract

Abstract — Recent studies showed that well-being has been decreasing in both Asia and the United States of America. Another study found that college students’ well-being was also declining. These findings suggest that ways to increase well-being become very crucial to be explored, such as exploring what variables that correlates or affect it. Previous findings found that religiosity, specifically believing and belonging dimension, affects well-being. This study explore how believing and belonging correlates with well-being and its five dimensions, positive emotions, engagement, positive relationships, meaning, and accomplishment among 181 college students. The result shows that both believing and belonging correlates with the five dimensions of well-being significantly, meaning that the belief in God and belonging into religious groups helps individual’s well-being to flourish. Abstrak — Studi-studi menemukan bahwa tingkat well-being di Asia dan Amerika Serikat dan juga pada mahasiswa menurun. Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa cara-cara untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis (well-being) seseorang menjadi krusial untuk ditemukan, seperti mengeksplorasi variabel apakah yang dapat berkorelasi atau mempengaruhinya. Studi sebelumnya menemukan bahwa religiusitas, lebih spesifiknya dimensi believing dan belonging, berpengaruh secara signifikan terhadap well-being. Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana believing dan belonging berkorelasi dengan well-being dan dimensi-dimensinya, yaitu positive emotions, engagement, positive relationships, meaning, and accomplishment pada 181 mahasiswa. Hasil menunjukkan bahwa believing dan belonging berkorelasi secara signifikan dengan lima dimensi well-being, sehingga kepercayaan seseorang kepada Tuhan dan keterlibatannya dengan kelompok religius membantu meningkatkan kesejahteraan psikologisnya.
KEPUASAN KERJA TINGGI PADA MENTAL WORKLOAD YANG TINGGI: STUDI KORELASI DI HOTEL “X” Nainggolan, Ellen Violetta; Hartika, Listiyani Dewi
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.915 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-58

Abstract

Abstract — The increasing amount of hotels in Bali may cause tougher competition among existing hotels. Human resources as organization activator will have an extra workload, such as increasing customer service quality and being an informal marketer. This situation can cause high mental workload felt by the staff. High mental workload is not always balanced by low job satisfaction, as with high mental workload can urge the staff to achieve higher performance and feel work satisfaction. Therefore, researcher wanted to intensively find out the relationship between mental workload and job satisfaction measured with scales designed by the researcher, interview and observation with 52 staff as samples. The result shows that there is a positive relationship between mental workload and job satisfaction (r = .688; p = 0.000). In other words, whenever mental workload is high, job satisfaction will also be high. Abstrak — Pertambahan jumlah hotel di Bali menyebabkan persaingan antar hotel yang ada semakin berat. SDM (sumber daya manusia) sebagai penggerak perusahaan pun tidak jarang akan menerima beban kerja tambahan, seperti meningkatkan kualitas layanan kepada para konsumen dan menjadi pemasar informal. Hal tersebut dapat memicu tingginya beban kerja mental (mental workload) yang dirasakan oleh karyawan. Mental workload yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan rendahnya kepuasan kerja, karena dengan mental workload yang tinggi dapat memacu karyawan untuk bekerja lebih baik dan merasakan kepuasan kerja. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih intensif tentang hubungan mental workload dengan kepuasan kerja karyawan di hotel “X” Kerobokan, Bali. Mental workload dan kepuasan kerja diukur dengan skala yang disusun sendiri oleh peneliti, wawancara dan observasi dengan total sampel penelitian 52 orang karyawan. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang positif antara mental workload dengan kepuasan kerja (r = .688; p = 0.000). Artinya, saat mental workload karyawan tinggi, kepuasan kerja yang dirasakan juga tinggi.
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECENDERUNGAN BURNOUT PADA KARYAWAN BAGIAN PEMASARAN Widjaja, Madeline S.; Sitorus, Kartika S.; Himawan, Karel K.
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.65 KB) | DOI: 10.24854/jpu12016-53

Abstract

Abstract — Working is a stage in the path of life each human will pass. However, during employment, a person may experience pressure and if the pressure persists, the situation may tend to lead to burnout. Burnout is a syndrome of emotional fatigue due to excessive working demands. The effect of burnout is not only experienced physically, but also psychologically. Burnout is caused by numerous factors, both external and internal. Internal factor includes emotional intelligence. The purpose of this study was to observe and identify the correlation between emotional intelligence and burnout tendency of employees in the marketing department. This study adopted 104 samples and data are collected through questionnaires. Based on the statistical tests conducted, significant correlation exists between emotional intelligence and burnout tendency of employees in the marketing department. The correlation was negative, implying that the higher the emotional intelligence employees have, the lower the burnout tendency they may have, and vice versa. Abstrak — Bekerja merupakan sebuah tahap yang pasti akan dilalui oleh setiap manusia. Namun, dalam bekerja seseorang dapat mengalami tekanan dan apabila berkelanjutan maka dapat berkembang menjadi kecenderungan burnout. Burnout merupakan suatu sindrom kelelahan emosional akibat adanya tekanan karena tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak. Burnout dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor eksternal maupun internal. Faktor internal yang dimaksud dalam hal ini adalah kecerdasan emosional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan burnout pada karyawan bagian pemasaran. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 104, dan menggunakan instrumen kuesioner. Berdasarkan uji statistik, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan burnout pada karyawan bagian pemasaran. Hubungan yang ada bersifat negatif, artinya semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional seseorang, maka tingkat kecenderungan burnout semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya.

Page 1 of 1 | Total Record : 7