cover
Contact Name
abdul wahid
Contact Email
riopascaunisma@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
riodyka@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
JURNAL HUKUM dan KENOTARIATAN
ISSN : 25493361     EISSN : 26557789     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 3 (2022)" : 7 Documents clear
HAK WARIS TANAH BAGI ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM Ainul Masruroh; Arum Widiastuti
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.501 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.16472

Abstract

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang beda kewarganegaraan. Perkawinan campuran dapat berakibat hukum pada adanya hubungan hukum antara suami dan istri, hubungan hukum antara orang tua dan anak, dan akibat adanya harta perkawinan. anak yang lahir dari perkawinan campuran akan memperoleh kewarganegaraan ganda terbatas sampai usia 18 tahun. Permasalah yuridis dapat timbul pada hak waris tanah bagi anak dari perkawinan campuran yang orang tuanya meninggal sebelum anak tersebut berusia 18 tahun. Sistem hukum waris yang di anut di Indonesia adalah sistem kewarisan bilateral, bahwa seseorang dapat menerima harta warisan dari ayah atau ibunya. Di sisi lain UU Pokok Agraria melarang WNA atau mereka yang berkewarganegaraan ganda mempunyai hak atas tanah. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan akan dianalisis menggunakan teknik analisis isi, dan diinterpretasikan dengan metode otentik, sistematis, dan komperatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut KUHPerdata dan Hukum Islam perbedaan kewarganegaran tidak menyebabkan terhalangnya anak untuk mendapatkan hak warisnya, hak waris anak atas tanah peninggalan orang tuanya tetap dapat diberikan, namun untuk dapat memiliki hak tersebut anak harus menunggu sampai anak berusia 18 tahun dan menjadi WNI, namun apabila anak tidak memilih menjadi WNI dia harus melepaskan hak atas tanah tersebut dengan menjual atau mengalihkannya.Kata-Kunci: Perkawinan campuran, kewarganegaraan ganda, hak atas tanah, harta warisan. Mixed marriage is a marriage between two people of different nationalities. Mixed marriages can have legal repercussions for the existence of a legal relationship between husband and wife, a legal relationship between parents and children, and the consequences of marital property. children born from mixed marriages will acquire dual citizenship limited to the age of 18. Juridical problems can arise in the right of inheritance of land for a child from a mixed marriage whose parents died before the child was 18 years old. The inheritance law system adopted in Indonesia is a bilateral inheritance system, that a person can receive inheritance from his father or mother. On the other hand, the Basic Agrarian Law prohibits foreigners or those with dual nationality from having land rights. This research is normative juridical research, with a statutory and conceptual approach. The legal materials used will be analyzed using content analysis techniques, and interpreted by authentic, systematic, and comparative methods. The results showed that according to the Civil Code and Islamic Law, differences in citizenship do not cause the child to be hindered from obtaining his inheritance rights, the child's inheritance rights to the land left by his parents can still be given, but to be able to have this right the child must wait until the child is 18 years old and becomes an Indonesian citizen, but if the child does not choose to become an Indonesian citizen he must give up the right to the land by selling or transferring it.Keywords: Mixed marriage, dual citizenship, land rights, estate
KEKUATAN HUKUM KARTU BPJS KESEHATAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH Diyan Isnaeni
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.352 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.16617

Abstract

Since March 1, 2022, the requirements for registration services for the transfer of land rights due to sale and purchase must be accompanied by a photocopy of the BPJS Health Card with the issuance of the Director General of PHPT of the Ministry of ATR/BPN Number: HR 02/153-400/II/2022, as a follow-up to the Presidential Instruction Republic of Indonesia Number 1 of 2022 concerning Optimizing the Implementation of the National Health Insurance Program, land buyers must have registered with the Indonesian government's health insurance program and are active participants.There is legal uncertainty for people who want to register the transfer of rights due to buying and selling with the issuance of the Director General of PHPT ATR/BPN No. HR.02/153-400/II/2022, especially the 2 (two) and 3 (three) numbers. Juridically normative Letter of the Director General of PHPT ATR/BPN No.HR.02/153-400/II/2022, especially number 3 (three) does not have strong legal force, and as a result of the law the requirements for a BPJS Health card are not binding for someone who wants to apply application for registration of the exercise of rights even though it is not equipped with a BPJS Health Card. However, implementing it has strong legal force because the product from the registration of the transfer of rights due to sale and purchase in the form of a land title certificate cannot be taken if it is not equipped with a BPJS Card because it is not yet a BPJS Health participant. Keywords: Registration of Transfer of Rights, BPJS Health, Legal Force                                                                           ABSTRAKSejak 1 Maret Tahun 2022 syarat permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah  karena jual beli harus dilengkapi dengan fotocopy Kartu BPJS Kesehatan dengan dikeluarkannya Surat Dirjen PHPT Kementrian ATR/BPN Nomor: HR 02/153-400/II/2022, Sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, pembeli tanah harus sudah terdaftar jaminan kesehatan program pemerintah Indonesia dan merupakan peserta aktif.Ada ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang ingin mendaftarkan peralihan hak karena jual beli dengan diterbitkannya  Surat Dirjen PHPT ATR/BPN No.HR.02/153-400/II/2022 khususnya angka ke 2 (dua) dan ke ke 3 (tiga). Secara yuridis normatif Surat Dirjen PHPT ATR/BPN No.HR.02/153-400/II/2022 khususnya  angka ke 3 (tiga) tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat, dan akibat hukumnya syarat kartu BPJS Kesehatan tidak mengikat bagi seseorang yang ingin mengajukan permohonan pendaftaran perlaihan hak walaupun tidak dilengkapi dengan Kartu BPJS Kesehatan. Tetapi secara implementif  mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena produk dari pendaftaran peralihan hak karena jual beli berupa sertifikat hak atas tanah belum bisa diambil apabila tidak dilengkapi dengan Kartu BPJS karena belum sebagai peserta BPJS Kesehatan. Kunci: Perndaftaran Peralihan Hak, BPJS Kesehatan, Kekuatan Hukum
PENTINGNYA PENDAFTARAN TANAH: PERSPEKTIF TEORI KEPASTIAN HUKUM Sulasiyah Amini
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.678 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.17712

Abstract

Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pendaftaran tanah untuk pertama kali yang menerbitkan sertifikat tanah, menyebabkan minimnya kepemilikan sertifikat hak atas tanah. Hingga kini tanah yang dimiliki oleh masyarakat sebagian besar belum bersertifikat. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis peran Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, dan untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya pendaftaran tanah dalam perpektif teori kepastian hukum.  Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Lokasi penelitiannya di Kantor Pertanahan Kabupaten Malang, jenis datanya adalah data primer dan data sekunder. Analisis datanya dilakukan secara kualitatif. Peran PPAT terkait dengan pendaftaran tanah pertama kali, sangat penting terkait perbuatan hukum peralihan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah, yang dijadikan sebagai dasar pendaftaran hak atas tanah. Dalam perspektif teori kepastian hukum, mendaftarkan tanah adalah penting guna memperoleh kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Bidang tanah yang telah terdaftar akan terhindar dari tindakan kesewenang-wenangan.Kata-Kunci: Pendaftaran, Tanah, Kepastian Hukum. A lack of understanding of the importance of land registration for the first time that was issued, lead to a limited ownership of the land certificate of rights. Until now, the land owned by the society are largely uncertified. This study aims to know and analyze the role of the Land Deed Official in the performance of land registration, and also to analyze the importance of land registration in assigning legal theories of certainty. The research method uses empirical juridical, with a sociological juridical approach. The location of the research conducts in the National Land Agency of Kabupaten Malang, using the primary and secondary types of data. The data analysis is qualitative. In the first phase of land registration, the roles of the Land Deed Official are particularly important when it comes to legal transitions of land rights, the imposition of land rights which are used as the basis for land rights registration. In the perspective of a legal certainty theory, listing land is essential in order to obtain legal certainty over land ownership. The land that has been listed will avoid any act of arbitrariness. Keywords: Registration, Land, Legal certainty
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Hasan Basri; Mohammad Muhibbin
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.547 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.11365

Abstract

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak merupakan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Independensi hakim dalam Pengandilan Pajak masih menggunakan sistem dua atap (dual roof system), sedangkan lembaga peradilan umum dan lembaga peradilan tata usaha negara berikut lembaga peradilan lainnya menggunakan sistem satu atap (one roof system). Sehingga dalam penelitian ini dihasilkan dua rumusan masalah yaitu :1) Bagaimana kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia? 2) Bagaimana upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Pajak?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan dua metode pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa 1) Eksistensi Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menegaskan bahwa Pengadilan Pajak sebagai peradilan khusus masuk dalam lingkup Peradilan Tata Usaha Negara, 2) upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Pajak ada tiga anatara lain, banding, gugatan, dan Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum dalam konteks Pengadilan Pajak tidak terdapat Banding dan Kasasi seperti badan peradilan lainnya, hal ini mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan tidak memberikan rasa keadilan bagi pencari keadilan (Wajib Pajak). dikarenakan upaya hukum yang ada dalam Pengadilan Pajak mereduksi kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD NRI 1945 sebagai dasar adanya tingkatan sistem peradilan di Indonesia.Kata-Kunci: Kedudukan, Pengadilan Pajak, Sistem Peradilan, Indonesia The position of the Tax Court according to Law Number 14 of 2002 concerning the Tax Court is a court that exercises judicial power. The independence of judges in the Tax Court still uses a two-roof system, while the general judiciary and state administrative courts and other judicial institutions use a one-roof system. So that in this study two formulations of the problem were produced, namely: 1) What is the position of the Tax Court in the Justice System in Indonesia? 2) What is the law on the decision of the Tax Court?. The research method used is normative legal research with two approaches, namely the limitation of invitations. The results of the study state that 1) The existence of the Tax Court based on Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power and Law Number 51 of 2009 concerning the State Administrative Court confirms that the Tax Court as a special court is included in the scope of the State Administrative Court, 2 There are three legal remedies against the Court's decision, among others, an appeal, a lawsuit, and a judicial review (PK). Legal remedies in the context of the Tax Court do not include Appeals and Cassations like other judicial bodies, this results in no legal certainty and no sense of justice for justice seekers (Taxpayers). because the existing legal remedies in the Tax Court reduce the authority of the Supreme Court as regulated in Article 24 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as the basic level of the judicial system in Indonesia.Keywords: Position, Tax Court, Justice System, Indonesia.
PERAN NOTARIS MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA DI NEGARA HUKUM INDONESIA MELALUI PERJANJIAN KERJASAMA Mirin Primudyastutie; Shohib Muslim; Yaqub Cikusin
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.099 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.18098

Abstract

Setiap manusia itu mempunyai sejumlah hak yang harus dilindungi oleh orang lain, termasuk para pihak yang berurusan dengan notaris. Dalam  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan, bahwa   Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1). penulis menggunakan jenis penelitian bersifat deskriptif. Suatu penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainya. notaris dapat diartikan sebagai penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) melalui perjanjian kerjasama kemitraan. Ketika seorang notaris memainkan peran keprofesiannya dengan tegas, apa yang dia lakukan secara otomatis setara dengan menegakkan atau menghormati hak asasi manusia.Kata-Kunci: Notaris, Peran, Hak Asasi Manusia Every human being has a number of rights that must be protected by others, including the parties dealing with a notary. In Law Number 39 of 1999 concerning Human Rights it is stated that human rights are a set of rights that are inherent in the nature and existence of humans as creatures of God Almighty and are His gifts that must be respected, upheld and protected by the state, laws and regulations. Government, and everyone for the sake of honor and protection of human dignity (Article 1 point 1). the author uses this type of research is descriptive. A descriptive study is intended to provide data that is as accurate as possible about humans, conditions or other symptoms. Notary can be interpreted as respect for human rights (HAM) through a partnership agreement. When a notary plays his professional role firmly, what he does is automatically equivalent to upholding or respecting human rights.Keywords: Notary, Role, Human Rights
KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK PEMERINTAH KOTA MALANG DI WILAYAH KECAMATAN KEDUNGKADANG M Fahrudin Andri Andriyansyah; Hisbul Luthfi Ashsyarofi
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.456 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.17650

Abstract

Kecamatan Kedungkandang memiliki posisi strategis dalam agenda pembangunan di Kota Malang, apalagi ditambah dengan keberadaan exit tol Malang-Pandaan (MAPAN) yang menjadikan kecamatan kedungkandang sebagai pintu masuk untuk memudahkan perpindahan orang dan barang. Oleh karena potensi masifnya pembangunan di wilayah kecamatan ini, maka penting kiranya memastikan adanya kebijakan penataan ruang yang berorientasi pada pemenuhan ruang terbuka hijau publik sebagai upaya untuk melindungi lingkungan hidup akan berkontribusi terhadap kualitas hidup masyarakat di wilayah Kota Malang secara umum dan Kecamatan Kedungkandang secara khusus. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah Kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau (RTH) publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Metodologi Penelitian menggunakan penelitian sosiolegal dengan malakukan kajian secara normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan tata ruang di Kota Malang. Pada tahap berikutnya dilakukan penelitian secara sosiologis dengan melakukan wawancara secara langsung kepada sejumlah stakeholder. Kebijakan RTH Publik di Wilayah Kecamatan Kedung Kandang dapat dilihat melalui sejumlah Peraturan Daerah yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah, termasuk juga penjabarannya. Hambatan pelaksanaannya yaitu: Pertama, adanya penetapan RTH Publik dilahan Private, Kedua, Penggunaan Aset Pemkot tidak hanya untuk kepentingan RTH dan Ketiga, Anggaran Pengadaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang terbatas.Kata-Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Publik, Kedungkandang, Malang Kedungkandang District has a strategic position in the development agenda of Malang City, especially related to the existence of the Malang-Pandaan Toll Gate which makes Kedungkandang District an entry point to facilitate the movement of people and goods. Given the enormous development potential in this district, it is important to ensure a spatial planning policy that is oriented towards fulfilling public green open spaces in terms of environmental protection and contributing to the quality of life of people in the urban area of Malang in general and Kedungkandang Regency in particular. According to Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning, the percentage of green open space in urban areas is at least 30 (thirty) percent of the urban area, and the percentage of public green open space in urban areas is at least 20 (twenty) percent of the total area urban. Methodology This research uses social law research by conducting a normative study of the laws and regulations related to spatial planning policies in the city of Malang. In the next stage, sociological research is carried out by conducting direct interviews with various stakeholders. Public green open space policies in KedungKandang District can be seen in several regional regulations on land use planning and regional planning, including their descriptions. The implementation constraints are: First, the determination of public green open space on private land, second, the use of city funds that are not only in favor of green open space, and third, the limited budget for the procurement of public green open space.Keywords: Green Open Space, Public, Kedungkandang, Malang
ANTINOMI KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DAN BPK TERKAIT DENGAN DI INVESTASI NEWMONT Fitria Dewi Navisa
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.262 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i3.16185

Abstract

 Ada 3 lembaga Negara di Indonesia, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiganya memiliki keterkaitan satu dengan yang lain karena kedudukan dan fungsi masing-masing. Akan tetapi antar lembaga Negara tersebut memiliki hubungan yang perlu diketahui baik oleh warga Negara, dan juga antar lembaga Negara itu sendiri. Antar lembaga Negara mempunyai hubungan yang saling mengawasi dan mengontrol. problematika dalam penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara di Mahkamah Konstitusi. Sehingga dapat timbul terjadinya sengketa antar lembaga Negara, yang biasanya berkaitan dengan kewenangan konstitusional. Adanya perbedaan dalam mengartikan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur wewenang maupun fungsi suatu lembaga juga memicu terjadinya sengketa. Salah satu nya permasalahan sengketa antar lembaga Negara dalam divestasi Newmont. Dalam hal ini, antar lembaga Negara sama-sama merasa memiliki wewenang untuk menyelesaikan. Rumitnya kasus ini melibatkan banyak pihak, salah satunya DPR yang tidak menyetujui pembelian 7% saham PT. NNT dikarenakan pembelian saham tersebut harus melalui persetujuan DPR. Sehingga kasus ini diselesaikan dan diputus di Mahkamah Konstitusi dengan permasalahan sengketa kewenangan antar lembaga negara.  Maka dari itu, diperlukan adanya penjelasan mengenai batasan serta makna batasan lembaga Negara, sehingga dalam penyelesaian sengketa dapat berjalan secara efektif. (LEMBAGA yang berkaitan dengan kewenangan konstitusional)Kata-Kunci: Sengketa, Newmont, Divestasi, Lembaga Negara There are 3 state institutions in Indonesia, executive, legislative, and judicial. All three have a relationship with each other because of the position and function of each. However, between state institutions it has a relationship that needs to be known both by citizens, and also between state institutions themselves. Between state institutions have a relationship that oversees and controls each other. problems in dispute resolution authority of state institutions in the Constitutional Court. So that there can be disputes between state institutions, which are usually related to constitutional authority. The existence of differences in deciphering the laws and regulations governing the authority and function of an institution also triggers disputes. One of the problems of disputes between state institutions in the divestment of Newmont. In this case, between state institutions equally feel the authority to resolve. The complexity of this case involved many parties, one of which the DPR did not approve the purchase of 7% of PT. NNT because the purchase of these shares must be through the approval of the DPR. So that the case was resolved and decided in the Constitutional Court with the issue of authority disputes between state institutions.  Therefore, it is necessary to have an explanation of the limits and the meaning of the limits of state institutions, so that the settlement of disputes can run effectively. (Institutions relating to constitutional authority).Keywords: Dispute, Newmont, Divestment, State Institutions

Page 1 of 1 | Total Record : 7