Media Iuris
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Articles
221 Documents
Problematika Normatif Jaminan Hak-Hak Pekerja Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Muh Sjaiful
Media Iuris Vol. 4 No. 1 (2021): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v4i1.22572
Tujuan penelitian adalah menganalisis problematika normatif muatan pasal yang terkandung dalam Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan untuk mengungkap filosofi konseptual yang melandasi lahirnya Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja sehingga dianggap tidak egaliter serta akomodatif menjamin hak-hak untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi para pekerja. Penelitian ini menggunakan metode dengan tipe penelitian hukum normatif. Pendekatannya adalah pendekatan filosofis konseptual dan pendekatan undang-undang. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan hukum sosiologis sebagai alat bantu dalam tipe penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja masih menyimpan sejumlah problematika normatif, yakni belum memberikan jaminan kepastian hukum bagi perlindungan hak-hak pekerja, semisal upah yang layak, jaminan kesehatan, hak cuti/hamil. Undang-undang hanya mengakomodir kepentingan pengusaha sehingga dapat berimplikasi PHK terhadap buruh/pekerja secara sepihak. Penyebabnya terpokok terpokok kepada spirit ekonomi liberalistik yang menjadi basis fundamental kelahiran undang-undang tersebut. Inilah yang menuai penolakan sebahagian besar masyarakat terhadap undang-undang cipta lapangan kerja yang belakangan sudah digodok DPR.
Tindak Pidana Insider Trading Dalam Praktik Pasar Modal Indonesia
Ardian Junaedi
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i3.19639
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kualifikasi Tindak Pidana Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam) menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap kasus Insider Trading Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan sedikit pendekatan kasus. Hasil penelitian artikel ini menunjukkan bahwa tindak pidana Insider Trading ini telah dikualifikasikan dengan jelas dalam Undang-Undang Pasar Modal yang jika perlu dapat pula dikombinasikan dengan Pasal 323 ayat (1) dan (2) KUHP mengenai tindak pidana pembocoran rahasia sehingga memberikan dasar hukum penindakan bagi para penegak hukum termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi kejahatan dalam praktik pasar modal di Indonesia yang nantinya berdampak pada kepercayaan investor untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Mengenai penegakan hukum kejahatan pasar modal selama ini masih dianggap lemah jika ditinjau dari salah satu kasus yang pernah ditangani oleh OJK yakni PT. Bank Danamon Tbk, padahal instrumen hukum yang ada sudah cukup memadai untuk dilakukan penegakan hukum yang tegas.
Hak-Hak Pekerja Rumah Tangga dan Perlindungan Hukum di Indonesia
Muhammad Yafi Azhari;
Abdul Halim
Media Iuris Vol. 4 No. 2 (2021): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v4i2.25492
The purpose of this study is to analyze the rights of informal domestic workers and legal protection in Indonesia through Law Number 13 of 2003 concerning Manpower and Regulation of the Minister of Manpower (Permenaker) Number 2 of 2015 concerning Protection of Domestic Workers. This type of research is qualitative using a normative-empirical approach. Sources of data include primary data in the form of interviews, while secondary data through statutory approaches and document studies. The results show that the rights of domestic workers have not been fully regulated to provide a decent life for domestic workers and the drafting of Permenaker No.2 of 2015 has not become a state protection for domestic workers because the regulation focuses on supervising channeling agencies. Therefore, government awareness of the existence of domestic workers is necessary.Keywords: Domestic workers; Legal protection; Regulation.Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hak-hak pekerja rumah tangga informal dan perlindungan hukum di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Jenis penelitian ini kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif-empiris. Sumber data meliputi data primer berupa wawancara sedangkan data sekunder melalui pendekatan ilmu perundang-undangan dan studi dokumen. Hasil menunjukan bahwa hak pekerja rumah tangga belum diatur secara lengkap untuk memberi kehidupan yang layak bagi PRT dan pembuatan Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 belum menjadi perlindungan negara kepada pekerja rumah tangga karena peraturan tersebut berfokus untuk mengawasi lembaga penyalur. Kata Kunci: Pekerja Rumah Tangga; Perlindungan Hukum; Pengaturan.
Persekusi Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia
Muhammad Hilman Anfasa Maaroef
Media Iuris Vol. 4 No. 1 (2021): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v4i1.24685
Artikel ini berjudul “Persekusi dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia”. Penulisan skripsi ini mengacu pada metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual yang dikaitkan dengan beberapa undang-undang nasional seperti, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi dan Ras, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberntasan Pidana Terorisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbuatan yang dikualifikasi sebagai persekusi dalam hukum pidana serta pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku persekusi. Penelitian ini menunjukkan bahwa persekusi merupakan tindak pidana dengan memenuhi unsur-unsur peraturan pidana umum dan pidana khusus terkait kualifikasi tindak pidananya. Di Indonesia pertanggungjawaban pidana bagi pelaku masih belum ada peraturan secara khusus yang mengatur mengenai pemberian sanksi pidana, sehingga pertanggungjawabannya terdapat dalam peraturan yang terpisah yang menyebabkan tumpeng tindih terhadap masing-masing peraturannya. Setiap perundang-undangan yang terkait dangan persekusi memiliki perbedaan masing-masing seperti bentuk perbuatan dan motif perbuatannya. Berdasarkan penelitian ini, pemerintah sebagai pelindung dan penjamin hak warga negaranya perlu mengatur secara khusus terkait persekusi demi kepastian hukum dalam suatu negara.
Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Dilindungi yang Berimplikasi Tindak Pidana Pencucian Uang
Ferna Lukmia Sutra
Media Iuris Vol. 3 No. 3 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i3.23046
Satwa liar dilindungi merupakan sumber daya alam hayati yang perlu dijaga. Namun potensi sumber daya alam Indonesia mulai terganggu karena praktek perdagangan satwa liar dilindungi pada berbagai macam modus. Peningkatan kejahatan tersebut terjadi karena faktor ekonomi, lemahnya penegakkan hukum, permintaan pasar yang tinggi, dan pelaku memiliki jaringan nasional dan internasional. Regulasi terkait perdagangan satwa liar dilindungi yakni Undang-Undang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistemnya nampakanya belum mengakomodasi subjek pelaku korporasi dan efek jera. Lembaga penegak hukum perlu mengggunakan berbagai peraturan yang ada salah satunya menggunakan instrumen pencucian uang. Penelitian hukum ini membahas perdagangan satwa liar dilindungi sebagai tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang dan pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar dilindungi berimplikasi tindak pidana pencucian uang dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan pembahasan dapat diketahui bahwa beberapa praktek perdagangan satwa dilindungi sulit terdeteksi, salah satunya karena hasil tindak pidana telah masuk pada legal market. Hal ini menunjukkan pentingnya instrumen hukum untuk menjerat subjek pelaku yang memproses pencucian uang. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan Ekosistemnya dapat memenuhi syarat sebagai tindak pidana asal di dalam tindak pidana pencucian uang. Pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar dilindungi dapat berimplikasi pada tindak pidana pencucian uang, sehingga Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat menjadi instrumen hukum untuk memberantas kejahatan ini.
Korupsi State Capture Sebagai Crime Against Humanity
Hana Ramiza
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20473/mi.v3i2.20891
Korupsi merupakan masalah yang telah diakui oleh komunitas internasional dan tidak hanya menyebabkan kerugian bagi finansial negara, namun juga sarat akan pelanggaran hak asasi manusia. Sifatnya yang sistematis, terencana dan luas membuat munculnya pendapat bahwa korupsi menimbulkan akibat yang mengerikan layaknya penyiksaan, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya dan harus ditetapkan sebagai crime against humanity. Artikel ini bertujuan untuk menjawab isu mengenai sifat dan akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi untuk dapat dikategorikan sebagai crime against humanity dengan menggunakan metode penelitian doctrinal research. Sebuah bentuk korupsi yaitu state capture memiliki elemen-elemen yang sesuai dengan crime against humanity sebagaimana diatur dalam Statuta Roma sehingga dengan demikian, korupsi khususnya state capture dapat dikategorikan sebagai crime against humanity. Dengan ditetapkannya korupsi sebagai crime against humanity, maka individu-individu yang terlibat tindak pidana korupsi akan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana di bawah hukum internasional melalui international criminal court atau melalui pengadilan pidana internasional ad hoc.