cover
Contact Name
Nurzamzam
Contact Email
zamzam.law@gmail.com
Phone
+6285242942361
Journal Mail Official
bolrev.borneo@gmail.com
Editorial Address
Jalan Amal Lama No 1 Tarakan Kalimantan Utara
Location
Kota tarakan,
Kalimantan utara
INDONESIA
Borneo Law Review Journal
ISSN : 25806750     EISSN : 25806742     DOI : https://doi.org/10.35334/bolrev.v4i2
Core Subject : Social,
Jurnal Borneo Law Review is the Journal of Legal Studies that focuses on law science. The scopes of this journal are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights and International Law. All of focus and scope are in accordance with the principle of Borneo Law Review.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 132 Documents
OPTIMALISASI POTENSI EKOWISATA DI LAHAN HUTAN BAKAU DIKAITKAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN BENCANA PADA WILAYAH PESISIR DESA LUBUK KERTANG Ramlan Ramlan; Nurul Hakim; Muhammad Yusrizal; Fajriawati Fajriawati
Borneo Law Review Volume 2, No 1 Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i1.718

Abstract

Kerusakan hutan bakau harus segera dihentikan, karena salah satu fungsi hutan bakau adalah untuk mencegah terjadinya bencana. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan potensi ekowisata di kawasan hutan bakau, sehingga hutan bakau tidak lagi dirusak, melainkan dirawat untuk dijadikan tempat wisata dan pada akhirnya dapat mencegah terjadinya bencana. Pemanfaatan kawasan hutan bakau sebagai objek wisata telah dilakukan oleh masyarakat Desa Lubuk Kertang, tetapi pengelolaan yang dilakukan belum berjalan optimal. Fakta ini menarik diteliti, dan tujuannya untuk mendeskripsikan hambatan optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata, serta memformulasikan konsep optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata guna mencegah bencana di Desa Lubuk Kertang. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, bersifat deskriptif dan bentuknya adalah preskriptif. Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder, sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi dokumen, selanjutnya analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan, kesadaran dan keterampilan masyarakat untuk pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau masih rendah, belum ada perhatian serius dari Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan instrumen hukum setingkat Peraturan Desa terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau tidak ada. Konsep penting optimalisasi pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau guna mencegah bencana di Desa Lubuk Kertang, yang perlu dikembangkan adalah melalui pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kemampuan aparatur Pemerintahan Desa Lubuk Kertang untuk merumuskan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekowisata pada lahan hutan bakau setingkat Peraturan Desa
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR PERIKANAN DI KOTA TARAKAN Mawardi Khairi; Sulaiman Sulaiman
Borneo Law Review Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1078

Abstract

ABSTRAKKota Tarakan memiliki empat kecamatan yaitu Tarakan Utara,Tarakan Barat,Tarakan Tengah dan Tarakan Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Tarakan tahun 2018 terdapat 37.894 tenaga kerjawanita dan terdapat 918 orang tenaga keja wanita yang bekerja pada sector perikanan. Perlindungan hokum terhadap tenaga kerja wanita merupakan amanat konstitusi,karena itu Negara harus berpastisipasi aktif untuk melindungi hak-hak pekerja wanita agar kodrat wanita tetap terjaga. Keberadaan tenaga kerja wanita pada sector perikanan sangatlah penting,karena sector perikanan adalah salah satu komoditas unggulan pemerintah daerah Kota Tarakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative empiris yaitu penelitian yang mengkombinaskan antara ketentuan ketentuan normative hokum dengan pelaksanaan hukum di lapangan (law in book and law in action). Adapun tujuan penelitian ini menitik beratkan pada pelaksanaan perlindungan hokum terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada sector perikanan baik oleh perusahaan maupun oleh pemerintah serta menelaah hambatan-hambatan yang menjadi penghalang tidak dapat di penuhinya hak-hak tenaga kerja wanita di sector perikanan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,penulis menyimpulkan bahwa baik perusahaan maupun pemerintah telah memenuhi hak-hak tenaga kerja wanita sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan khususnya tenga kerja wanita sebagai pegawai tetap perusahaan,akan tetapi belumefektif yang di akibatkan oleh rendahnya kemampuan keuangan perusahaan,petugas pengawas ketenagakerjaan yang terbatas serta perilaku tenaga kerja wanita yang terkadang tidak mematuhi ketentuan –ketentuan norma dalam bidang ketenagakerjaan.Keyword: Perlindungan,Perikanan dan Tenaga Kerja WanitaABSTRACTTarakan City has four districts namely North Tarakan, West Tarakan, Central Tarakan and East Tarakan. Based on data from the Tarakan City Central Statistics Agency in 2018 there were 37,894 female workers and there were 918 female workers working in the fisheries sector. Legal protection for women workers is a mandate of the constitution, therefore the State must actively participate in protecting the rights of women workers so that the nature of women is maintained. The existence of women workers in the fisheries sector is very important, because the fisheries sector is one of the leading commodities of the local government of Tarakan City.This study uses empirical normative research methods, namely research that combines the provisions of normative legal provisions with the implementation of law in the field (law in books and law in action). The purpose of this study focuses on the implementation of legal protection of women workers who work in the fisheries sector, both by companies and by the government, and examines the barriers that are barriers to the fulfillment of women's labor rights in the fisheries sector.Based on the results of research that has been done, the authors conclude that both companies and the government have fulfilled the rights of women workers in accordance with statutory provisions - particularly the workforce of women as permanent employees of the company, but not yet effective due to the low financial capability of the company, limited labor inspectors and the behavior of women workers who sometimes do not comply with norms in the field of employment.Keyword: Protection, Fisheries and Women Labor
HAK KONSTITUSIONAL PARTAI POLITIK DALAM PENGUSULAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 Benito Asdhie Kodiyat MS
Borneo Law Review Volume 1, No 2 Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v1i2.713

Abstract

After the decision of Constitutional Court Number: 14/PUU-XI/2013 the judicial riview of the law number 42 of 2008 on presidential and vice presidential elections has no binding legal force and the implementation of legislative and presidential election and vice president are held simultaneously, which then led to a long debate in the Legislative Assembly. The debate concerns the threshold of nomination of President and Vice President in 2019. In the meetings of the people’s representative council, the proposed 20 percent presidential and vice presidential nomination threshold has been ratified aince the enactment of the new electoral law, namely law number 7 of 2017 about general election. The problem is, how to calculate the threshold of presidential and vice presidential nominations for new political parties of 2019 election participants who do not yet have a valid national vote, whereas the political parties participating in 2019 general election have the same constitutional rights in proposing the presidential and vice presidential nominees, the constitutional right of the new political party is inevitavly unenforceable and the right to nominate a presidential and vice presidential candidate must be ignored, whereas granting constitutional rights to new political parties of election participants will strengthen the presidential system adopted in Indonesia and will offer many political options for the Indonesian people who reflecting a healthy election process.
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK TERKAIT (NEIGHBOURING RIGHTS) Zulvia Makka
Borneo Law Review Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1011

Abstract

ABSTRAKHak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak ekslusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga penyiaran. Berdasarkan pengertian hak terkait tersebut maka dapat dipahami bahwa yang merupakan pemilik hak terkait adalah pelaku pertunjukan, produser fonogram (lebih dikenal sebagai produser rekaman), dan lembaga penyiaran. Perlu adanya perlindungan untuk pelaku karena pelaku pertunjukan memiliki hak moral dan hak ekonomi yang terdapat pada pasal 23 UUHC. Yang memuat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilang atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun. Namun pada prakteknya seringkali hak terkait ini dikesampingkan, karena lingkup perlindungan tidak hanya mencakup hak ekonomi dan hak moral. Permasalahan diatas menimbulkan isi hukum bentuk perlindungan terhadap hak terkait menurut undang-undang Hak Cipta dan perolehan Hak Terkait dalam Hak Cipta Isu hukum ini diteliti dengan menggunakan metode dengan tipe penelitian Normatif.Bentuk pelindungan Hukum terhadap Hak Terkait menurut Undang-Undang Hak Cipta terdiri dari 2 (dua) yaitu, perlindungn hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perolehan hak terkait dalam UUHC yaitu hak moral dan hak ekonomis. Hak moral pelaku pertunjukan merupakan hak yang melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak terkait telah dialihkan. Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan adalah suatu hak yang diberikan oleh Undang-undang secara eksklusif kepada Pencipta untuk untuk memanfaatkan keuntungan suatu ciptaan yang biasanya berupa publikasi suatu salinan ciptaan atau fonogram supaya dapat tersedia untuk publik dalam jumlah tertentu. Kata Kunci : Perlindungan, Hak Terkait, Hak Moral, Hak Ekonomi  AbstractRelated rights are rights relating to copyright which are exclusive rights for performers, producer phonograms, or broadcasters. Based on the understanding of related rights, it can be understood that those who are related rights holders are performers, phonogram producers (better known as record producers), and broadcasting institutions. There needs to be protection for the perpetrators because the performers have the moral rights and economic rights contained in article 23 of UUHC. Which includes the performers who cannot be lost or cannot be removed for any reason. But in practice often these related rights are ruled out, because the scope of protection does not only cover economic rights and moral rights. The above issues give rise to the contents of the law in the form of protection of related rights according to the Copyright law and the acquisition of Related Rights in Copyright This legal issue is examined using methods with normative research types.The form of legal protection against Related Rights according to the Copyright Act consists of 2 (two), namely, preventive legal protection and repressive legal protection. The acquisition of related rights in the UUHC is moral rights and economic rights. The moral rights of performers are the rights inherent in the performers who cannot be removed or cannot be removed for any reason even though the related rights have been transferred. The Economic Rights of Performers is a right granted by the Law exclusively to the Creator to utilize the benefits of a work which is usually in the form of the publication of a copy of a work or phonogram so that it can be available to the public in a certain amount. Keywords: Protection, Related Rights, Moral Rights, Economic Rights
PENELITIAN KUALITATIF BIDANG ILMU HUKUM DALAM PERSFEKTIF FILSAFAT KONSTRUKTIVIS Tengku Erwinsyahbana; Ramlan Ramlan
Borneo Law Review Volume 1, No 1 Juni 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v1i1.706

Abstract

Penelitian merupakan sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang hasilnya dipergunakan bagi kehidupan manusia. Dalam penelitian ilmu sosial, termasuk ilmu hukum, dikenal 2 (dua) jenis metode penelitian, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif, dan walaupun masing-masingnya terdapat perbedaan karakteristik metode yang digunakan, tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus dipahami oleh setiap peneliti, seperti: validitas dari hasil capaian dan prinsip-prinsip kejujuran ilmiah. Penelitian kualitatif mengkonstruksi-kan realitas dan memahami maknanya, sehingga lebih memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitasnya. Penelitian kualitatif pada dasarnya ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan, dan yang diteliti adalah kondisi objek alamiahnya, sehingga karakteristik penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitis, lebih mengutamakan pada proses bukan hasil, bersifat induktif, dan mengutamakan pemaknaan. Hal ini sesuai dengan pemikiran filsafat konstruktivis yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri, sedangkan manusia mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya
Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan Yasser Arafat; Mawardi Khairi
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.724

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang dengan prinsip negara hukum yang berorientasi kesejahteraan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Kebijakan tersebut memunculkan pro-kontra di kalangan nelayan. Bagi nelayan tradisional di sejumlah daerah yang selama ini menggunakan alat tangkap tradisional dan sejumlah lembaga yang concern pada pelestarian lingkungan mendukung kebijakan tersebut. Di sisi lain, nelayan pengguna alat tangkap cantrang justru menolak kebijakan larangan tersebut. Mereka menilai regulasi tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan dan akan mempengaruhi kesejahteraan mereka padahal pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan larangan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang sudah sesuai dengan prinsip negara hukum yang berorientasi pada kesejahteraan. Selain melarang penggunaan alat penangkapan ikan cantrang yang selama ini diperbolehkan, pemerintah juga memberikan jangka waktu tertentu untuk memberikan kesempatan kepada semua nelayan cantrang untuk mengalihkan penggunaan alat penangkapan ikan mereka atas dasar pertimbangan keadilan dan kesejahteraan.
DOKTRIN PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA: ANALISIS dan PERKEMBANGANNYA DEWASA INI DI INDONESIA Eman Suparman
Borneo Law Review Volume 2, No 1 Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i1.719

Abstract

Sengketa antar sesama manusia adalah fakta yang hampir tidak mungkin dihindari. Oleh karena itu, jika terjadi selalu harus dicarikan jalan keluarnya. Sesungguhnya tidak ada sengketa yang tidak ada jalan keluarnya, semuanya terpulang kepada manusianya, mau atau tidak mencari dan melakukan jalan keluar yang ada. Dari situlah kemudian manusia melembagakan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa sebagai institusi tempat mencari jalan keluar. Banyak sudah yang telah diketahui tentang institusi bagi solusi suatu sengketa. Akan tetapi karena manusia memiliki tabiat selalu tidak puas dengan yang telah ada, maka di bidang ini pun demikian. Model-model solusi sengketa yang telah ada selalu dan senantiasa diupayakan perkembangannya. Melalui penelitian dan kajian yang tiada henti perkembangan doktrin penyelesaian sengketa juga selalu dicari mana yang lebih membawa manfaat yang lebih baik. Kajian kepustakaan sudah dilakukan secara periodik dan dengan saksama. Hasilnya memang menunjukkan sesuatu perkembangan yang berbeda dari waktu ke waktu Hal itu menunjukkan betapa pun masyarakat manusia ini memang hidupnya dinamis, kritis, tak pernah puas dengan yang telah dicapai, sekaligus juga “serakah”. Akan tetapi, jangan tergesa-gesa memberi konotasi negatif kepada kata “serakah”. Oleh karena ada pula “serakah” yang positif. Umpamanya, “serakah” untuk memiliki ilmu, barangkali boleh saja. Toch orang mencari ilmu tampaknya tidak perlu merugikan orang lain. Simpulannya, sebagai akibat dari tabiat manusia yang semacam itulah, maka doktrin penyelesaian sengketa juga mengalami perkembangan, sejalan dengan berkembangnya kehidupan masyarakat manusia sebagai subjek pembuat sengketa
URGENSI KAMPANYE PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM Akhmad Syahran
Borneo Law Review Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1079

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilatar belakangi adanya undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Umum khususnya berkaitan masa kampanye partai politik yang pengaturannya masih bersifat umum dan tidak jelas. Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, Menganalisis dan menjelaskan masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum. Kedua, menganalisis dan menjelaskan pendidikan politik dalam masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum. Metode penelitian ini menggunakan hukum normatif dengan dua pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach), adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif kualitatif. Hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa: Pertama, masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum adalah mengatur batasan kampanye pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu namun pengaturannya bersifat umum dan tidak komperensif sehingga terdapat kekaburan norma hukum. Kedua, pendidikan politik dalam masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kampanye dan diatur dengan jelas dalam undang-undang pemilu, namun partai politik tidak menjalankan sesuai dengan amanah undang-undang. Rekomendasi dalam penelitian ini yaitu: Pertama, diperlukan adanya revisi undang-undang pemilu pasal 276 ayat (1) huruf a, b, c, d dan ayat (2) huruf f, g terkait masa kampanye pemilu. Kedua, partai politik hendaknya dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan pemilih sesuai dengan tujuan dari pendidikan politik yakni: meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan umum.Kata Kunci: Pemilihan Umum, Masa Kampanye, Pendidikan Politik.ABSTRACTThis research is motivated by the existence of Law No. 7 of 2016 concerning General Elections, especially relating to the campaign period of political parties whose arrangements are still general and unclear. The campaign period of a political party in the perspective of the electoral law is to set the boundaries of the electoral campaign regulated in the electoral law but the regulation is general and not comprehensive so there is a lack of legal norms. Political education in the campaign period of political parties in the perspective of election law is an inseparable part of the campaign and is clearly regulated in electoral law, but political parties do not carry out according to the mandate of the law. So it is necessary to revise the election law article 276 section (1) letters a, b, c, d and section (2) letters f, g related to the election campaign period. Second, political parties should be able to carry out their duties and obligations in providing political education to the public and voters in accordance with the objectives of political education namely: increasing awareness of the rights and obligations of the community in the life of society, nation and state, increasing political participation and community initiatives in social life , nation and state, and increasing independence, maturity, and building the character of the nation in order to maintain national unity and integrity so as to increase voter participation in elections.Keywords: General Election, Campaign Period, Political Education.
PENYELESAIAN PERKARA DELIK ADUAN DENGAN PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE Yasser Arafat
Borneo Law Review Volume 1, No 2 Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v1i2.714

Abstract

Hukum pidana tidak hanya memiliki dimensi publik, tetapi juga dimensi privat. Keberadaan delik aduan menjadi salah satu buktinya. Delik aduan pada dasarnya merupakan tindak pidana yang bersifat privat dan penuntutan terhadap delik aduan harus berdasarkan pada pertimbangan dari pihak korban. Berbeda dengan delik biasa sebagai tindak pidana yang dianggap mengganggu kepentingan masyarakat umum sehingga negara menjadi pihak yang menentukan penuntutan terhadap pelaku. Perbedaan inilah yang membuat proses penyelesaian perkara delik biasa dan aduan seharusnya bisa berbeda. Delik biasa yang mengganggu kepentingan masyarakat umum diselesaikan dengan proses peradilan dan berakhir dengan sanksi pidana. Namun delik aduan, seharusnya bisa menggunakan pendekatan alternatif dalam penyelesaiannya yaitu dengan pendekatan restorative justice. Restorative Justice merupakan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dan berfokus pada pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Pendekatan restorative justice juga sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan praktek yang selama ini berlaku di dalam hukum adat dimana menyelesaikan segala permasalahan antar anggota masyarakat dengan musyawarah. Dengan pendekatan restorative justice, penyelesaian perkara delik aduan yang selama ini selalu menggunakan pendekatan retributive (pembalasan) bisa bergeser menjadi pendekatan restorative (pemulihan). Pendekatan restorative justice diharapkan bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat, terutama di pihak korban.
KEDUDUKAN TIM PENGAWAL DAN PENGAMANAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH (TP4D) DALAM RANGKA UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI Muhammad Junaidi; Marhin Marthin
Borneo Law Review Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1012

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Kejaksaan Republik Indonesia yang telah membentuk struktur organisasi baru yaitu Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan atau dikenal dengan nama (TP4). TP4 ini berlokasi di pusat (Kejaksaan Agung) dan ditiap-tiap daerah ( Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri). Kelahiran TP4 mulanya untuk meningkatkan peran Kejaksaan dibidang perdata dan tata usaha negara (DATUN) tetapi pada akhirnya berada di bidang Intelijen. Selain itu, pembentukan TP4 merupakan salah satu respon Kejaksaan adanya Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015. Pembentukan tim TP4 bertujuan untuk mengawal dan mengawasi pembangunan di daerah serta mendukung keberhasilan pemerintahan dan pembangunan melalui upaya upaya pencegahan secara preventif dan persuasif. Kejaksaan sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan dan juga dapat bertugas sebagai penyidik untuk perkara tertentu sesuai dengan peraturan perundangan. Dalam penanganan perkara terdakwa tindak pidana korupsi, kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan. Dalam pelaksanaannya tim TP4D banyak kemungkinan akan dihadapkan situasi rawan Penyimpangan- penyimpangan dan indikasi terjadinya tindak pidana korupsi terhadap proyek Pembagunan yang sedang dikawal, untuk menghindari hal tersebut sehingga Tim TP4D diharapkan mampu bekerja secara profesional. Selain itu, pembentukan TP4D, juga diharapkan dapat memaksimalkan daya serap anggaran Pembangunan kurang dikarenakan Pemerintah ketakutan untuk melaksanakan pembangunan, sehingga dengan adanya Tim TP4D pemerintah tidak ragu untuk melaksanakan pembangunan.    Kata Kunci: TP4D, Pembangunan dan Tindak Pidana Korupsi   AbstractThis research was motivated by the Attorney General of the Republic of Indonesia which has formed a new organizational structure, namely Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan, also known as (TP4). These TP4s are located in the center (Attorney General's Office) and in each region (High Prosecutor's Office and Public Prosecutor's Office). The birth of TP4 was originally to increase the role of the Prosecutor in the civil and state administration (DATUN) but ultimately was in the field of Intelligence. In addition, the formation of TP4 was one of the attorneys' responses to the Presidential Instruction No. 7 of 2015 concerning the Action on the Prevention and Eradication of Corruption in 2015. The formation of the TP4 team aims to guard and supervise development in the region and support the success of government and development through preventive and persuasive prevention efforts. Prosecutors in accordance with the provisions of Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office have the authority to prosecute and can also serve as investigators for certain cases in accordance with laws and regulations. In handling cases of accused of corruption, the prosecutor's office has the authority to carry out investigations. In its implementation, the TP4D team is likely to be faced with situations prone to irregularities and indications of corruption in the development project being escorted, to avoid this so that the TP4D Team is expected to be able to work professionally. In addition, the formation of TP4D was also expected to maximize the absorption capacity of the development budget due to the Government's fear of implementing development, so that with the presence of the TP4D Team the government did not hesitate to carry out development.Keywords: TP4D, Development and Corruption Crime

Page 4 of 14 | Total Record : 132