JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana
Jurnal Rectum is such a publication media of scientific works produced by academics, practitioners, researchers and students who are pursuing law. This journal is managed by the Faculty of Law, Darma Agung University, in cooperation with the UDA Research and Community Service Institute (LPPM). This journal is opened to the public. Focus and Sope is Law and Social Sciences
Articles
120 Documents
Search results for
, issue
"Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI"
:
120 Documents
clear
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENYEBARAN FOTO/VIDEO ASUSILA MELALUI MEDIA SOSIAL (Studi Putusan Nomor: 429/Pid.Sus/2022/PN.Tjk)
Zulfi Diane Zaini;
Yulia Hesti;
Igo Ilham
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2921
Asusila merupakan perbuatan yang menyimpang dari norma-norma kesopanan yangMenggambarkan perbuatan dan pandangan si peleceh kepada yang dilecehkan dimana pandangan tersebut menghinakan, memandang rendah atau tidak berharga. Permasalahan penelitian mengenai faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penyebaran foto/video asusila melalui media sosial dan pertanggungjawaban pidana pelaku penyebaran foto/video asusila melalui media sosial. Metode penelitian menggunakan: 1. pendekatan yuridis normatif dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah, 2. pendekatan empiris dilakukan dengan wawancara terhadap narasumber.Faktor penyebab terjadinya bahwa benar karena pelaku tidak terima karena Saksi korban ingin mengakhiri hubungan asmara dengan pelaku maka tanpa seijin dan sepengetahuan Saksi korban, pelaku telah menyebarkan luaskan gambar/foto/video asusila Saksi korban.Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku telah memenuhi semua unsur-unsur sesuai dengan dakwaan oleh penuntut umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif dari Pasal 27 ayat (1) UU ITE, Maka Hakim menjatuhkan pidana kepada pelaku dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan. Putusan hakim yang sesuai dan menjerat pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut dikemudian hari, dan membuat efek jera kepada pelaku.
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI OTORISASI HUKUM YANG DIKELOLA
Muslimah Hayati
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2900
Hukum merupakan aturan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Pembentukan hukum yang berlaku tdak hanya di pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah yang diharapkan mampu mencapai tujuannya yaitu menyejahterakan masyarakat. Untuk itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui otorisasi hukum yang dikelola. Tujuan dari penelitian ini ialah memperoleh informasi memgenai peran dari pemerintah daerah dalam membuat beragam hukum yang berlaku sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan ialah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan atau otonomi dalam mengatur dserahnya sendiri termasuk dalam menyusun beragam kebijakan yang akan diberlakukan. Untuk itu, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui beragam aturan yang disusun dan diberlakukan seperti aturan mengenai pemggunaan dana APBD, investasi, wisata, kesejahteraan social, penanggulangan kemiskinan dan lain sebagainya dimana hal ini tentu saja akan memberikan pengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PELANGGARAN HAK DAN WEWENANG KEKUASAAN DI NEGARA INDONESIA OLEH PESAWAT UDARA ASING
Muhammad Ali Adnan;
Atika Sunarto
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2915
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk penegakan hukum dalam mengatur pelanggaran kedaulatan di ruang udara oleh pesawat udara asing dan untuk mengetahui hambatan negara Indonesia dalam upayanya mempertahankan batas wilayah kedaulatan di ruang udara terkait hak melintas pesawat udara asing. yang dengan metode penelitian yuridis empiris, disimpulkan 1.Penegakan Hukum dalam Mengatur Pelanggaran Kedaulatan Di Wilayah Udara oleh Pesawat Udara Asing dalam hukum internasioal adalah dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919 dan telah diperjelas dalam Konvensi Chicago 1944 tentang international civil aviation yang menegaskan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas ruang udara di atas wilayah teritorialnya. Dengan demikian kewenangan penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran kedaulatan di wilayah udara tetap ada pada negara yang memiliki wilayah tersebut. Dalam hukum nasional Indonesia, penegakan hukum terhadap pelanggaran kedaulatan di wilayah udara telah diatur dalam Undang- Undang No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, dalam Pasal 401 Undang- Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 2018 tentang Pengaman Wilyah Udara Republik Indonesia. 2.Hambatan negara Indonesia dalam upayanya mempertahankan batas wilyah kedaulatan di ruang udara terkait hak melintas pesawat udara asing, yaitu adanya pemahaman yang berbeda dalam penanganan perkara pelanggaran izin terbang pesawat asing, sehingga terjadi perbedaan pendapat dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan ini oleh TNI-AU dan Kementerian Perhubungan, terbatasnya jumlah pesawat tempur yang dimiliki Indonesia untuk melaksanakan pengamanan di wilayah udara Indonesia dan kurangnya radar yang dimiliki Indonesia untuk mendeteksi aktivitas yang terjadi di wilayah udara Indonesia.
PERANAN NOTARIS DALAM PEMECAHAN SERTIFIKAT TANAH WARISAN
Rayhan Alfared;
Rahmi Ayunda
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2899
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran notaris dalam pemecahan sertifikat tanah warisan serta kekuatan hukum dalam pemecahan sertifikat tanah warisan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif dengan menggunakan pendekatan masalah dengan mengkaji studi dokumen, berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran notaris mempunyai peran yang sangat penting yakni melayani masyarakat dalam hal pembuatan akta autentik sebagai alat bukti atau sebagai syarat sah atau mutlak untuk pembuatan hukum tertentu. Pemecahan bidang tanah sebenarnya tidak rumit dan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih sedikit apabila masyarakat mengurus secara mandiri tanpa melalui bantuan jasa Notaris dan PPAT yang akan membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal, namun karena ketidaktahuan mengenai prosedur-prosedur yang harus ditempuh maka banyak masyarakat yang lebih memilih untuk mengurus pemecahan sertifikat tanah dengan datang ke Kantor Notaris dan PPAT kemudian menyerahkan pengurusan tersebut melalui jasa Notaris dan PPAT. Perlu diketahui juga untuk menjamin kepastian hukum atas hak tanah harus diadakan pendaftaran tanah yang diatur oleh peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sebelum melakukan pemecahan sertifikat hak atas tanah, dilakukan juga prosedur peralihan hak. Sebagaimana diketahui bahwa apabila orang yang mempunyai hak milik atas tanah meninggal dunia, maka hak milinya secara otomatis beralih kepada ahli waris yang sah. Setelah proses peralihan hak atas tanah yang telah diwariskan sudah jadi, ahli waris yang sudah jadi pemegang hak yang sah bisa melakukan pemecahan secara sempurna menjadi beberapa bagian seperti yang ditegaskan pada pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 1997 tentang pendaftaran tanah.
IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN TANAH DAN BANGUNAN (Studi Putusan Nomor 62/Pdt.G/20222/PN.Tjk)
Tami Rusli;
Aprinisa Aprinisa;
Raja Kapitan Diningrat
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2932
Accounts payable are part of socio-economic activities that usually occur in the midst of society based on the need to meet household needs or business capital. In carrying out debts, a borrower provides a guarantee such as a land certificate or object with an agreement that has been made. An agreement gives rise to the rights and obligations of the parties. The term guarantee comes from the word guarantee which means responsibility, so that guarantee can be interpreted as a dependent. The research method uses normative and empirical juridical methods. This study aims to find out about the Factors Causing the Occurrence of Debt and Credit Disputes with Guaranteed Land and Buildings and the process of Settlement of Debt and Receivable Disputes with Guaranteed Land and Buildings Based on the Study of Decision Number 62/Pdt.G/2022/PN Tjk
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG MENERIMA BARANG YANG TIDAK TERIMA PESANANNYA ATAU RUSAK
Jonathan Alexander Pires;
Oliana Gea;
Billy Gaston;
Prasito Purba
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2873
Perhatian konsumen perlu lebih diperhatikan karena perkembangan kebijakan devisa perekonomian Indonesia telah memperjelas bahwa perekonomian negara juga terhubung dengan perekonomian dunia. Implikasi negatif terhadap perlindungan konsumen dapat diakibatkan oleh praktik perdagangan internasional. Dalam penelitian ini digunakan metodologi normatif Yuridis. Detik data merupakan penjumlahan dalam analisis ini. Sesuai dengan Pasal 8 UUPK, pelaku usaha dilarang menjual barang atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang tercantum dalam label, etiket, deskripsi, iklan, atau promosi yang sesuai. Prosedur penjual untuk menggantikan barang yang tidak sesuai dengan pesanan atau rosak, sertakan butiran aduan untuk menyelesaikan pertikaian pengguna tanpa peguam; Kedua, peringkat proses undang-undang, yang boleh melalui konsiliasi, pengantaraan dan timbang tara; dan ketiga, fasa keputusan, yang mesti diselesaikan dalam tempoh tidak lebih daripada 21 hari bekerja dari komunikasi permintaan sebelum pelaksanaan keputusan.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN STUDI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU
Iin Hotprinauli Purba;
Sukses M.P. Siburian
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2902
Salah satu jenis kerusakan lingkungan adalah kerusakaan hutan dengan cara melakukan pembakaran hutan. Hutan Indonesia yang telah musnah akibat kebakaran hutan mencapai 72 persen. Akibatnya, luas hutan Indonesia selama 50 tahun terakhir telah berkurang dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Kualitas hutan di Indonesia terus menurun disebabkan oleh karena adanya perladangan berpindah, penebangan hutan secara besar-besaran, pembukaan hutan untuk ladang pertanian dengan cara membakar hutan. Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan pembakaran hutan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengkaji dan memahami bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap Tindak Pidana Pembakaran Hutan di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dan Untuk mengkaji dan memahami bagaimana penanggulangan pembakaran hutan di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Hasil penelitian ini adalah Kebijakan hukum pidana dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan dilakukan untuk menanggulangi pembakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Pelalawan. Kebijakan Hukum Pidana mampu mengendalikan terjadinya kebakaran hutan di Kabupaten Pelalawan, dengan adanya Kebijakan Hukum Pidana masalah kebakaran hutan dan lahan dapat diatasi dan mengalami pengurangan jumlah dan luas kebakaran hutan di Kabupaten Pelalawan. Namun masalah kebakaran hutan belum dapat terselesaikan karena kurangnya penegakan hukum pidana. Penegakan Hukum Pidana yang dimaksudkan adalah penerapam sanksi pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Pembakaran Hutan. Penanggulangan kebakaran hutan di Kabupaten Pelalawan diatasi dan dikendalikan dengan koordinasi seluruh pihak. Bentuk penanggulangan yang dilakukan adalah dengan membentuk Satuan Tugas (SATGAS), melakukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dengan Program Masyarakat Peduli Api dan sosialisasi yang bersifat preventif.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DILEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (STUDI KASUS DI RUTAN KELAS II B BALIGE)
Nanci Yosepin Simbolon;
Alex Obryan Simamora
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2887
ABSTRAK Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Hukum merupakan salah satu pranata yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan yang pesat dalam kehidupan manusia. Selain itu hukum juga diperlukan untuk mengantisipasi penyimpangan- penyimpangan yang terjadi. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat misalnya munculnya suatu tindak pidana yang menyebabkan terganggunya kenyamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat pada khususnya dan kehidupan bernegara pada umumnya. Pada dasarnya segala macam tindak pidana kebanyakan dampaknya merugikan masyarakat luas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana bentuk pembinaan narapidana di Rumah Tahanan Kelas II B Balige dan mengetahui apakah terdapat faktor-faktor penghambat pembinaan tersebut dalam UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, sehingga pemilihan judul penelitian “Analisis Yuridis Terhadap Bentuk Pembinaan Narapidana Dilembaga Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Ri Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Kasus Di Rutan Kelas Ii B Balige)”.
PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN DENGAN MODUS MENYEWA MOBIL DI RENTCAR DAN TOUR BERDASARKAN PUTUSAN NOMOR: 120/PID.B/2022/PN.TJK
Zulfi Diane Zaini;
Angga Alfiyan;
Novi Santika
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2919
Indonesia merupakan negara berkembang, semakin tinggi kebutuhan ekonomi masyarakat maka semakin tinggi pula resiko kejahatan. Perilaku pelanggaran hukum tidak akan lenyap dengan begitu saja, kejahatan terus meningkat, dan kejahatan properti atau harga merupakan yang paling umum, salah satunya adalah penggelapan mobil sewaan. Penggelapan sewa mobil sudah sering terjadi di kota-kota besar, Kota Bandar Lampung merupakan salah satunya. Penggelapan merupakan salah satu jenis perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 372 KUHP. Kejahatan penggelapan mobil sewaan ini disebabkan dengan mudahnya merentalkan mobil sewaan kepada orang lain hanya dengan mempercayai pihak lain. Kemudahan dalam menyewa mobil menjadi alasan mengapa orang mencari peluang untuk melakukan penggelapan, total uang tanda jadi dan sewa yang tidak mahal memicu pelaku untuk melakukan modus ingin merental kemudian menggelapkan mobil rentalan tersebut. Adanya faktor internal yaitu karena kondisi ekonomi sedangkan faktor eksternal didasari oleh kondisi lingkungan. Sistem pemantauan dan kontrol yang lemah dari pemilik mobil rental juga berkontribusi sebagai faktor penyebab akan peristiwa ini. Kendala yang dihadapi pihak kepolisian terhadap tindak pidana penggelapan mobil rental di Kecamatan Langkapura Kota Bandar Lampung adalah kurangnya sarana prasarana dalam melakukan pencarian kenderaan modern seperti GPS (Global Positioning System). Jenis penelitian yang digunakan merupakan yuridis normatif dan empiris. perumusan masalah yang akan dibahas adalah, penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mengetahui apa faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan Modus Meyewa Mobil di Rent Car dan Tour serta Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan dengan modus menyewa mobil di Rent Car dan Tour.
FORGIVING OF THE VICTIM AND/OR FAMILY TOWARDS THE PERPETRATOR AS A CONSIDERATION IN IMPOSING CRIMINAL AND PUNISHMENT ACCORDING TO THE LAW NUMBER 1 OF 2023 CONCERNING THE CRIMINAL CODE
Tengku Mabar Ali;
Yopiza Yopiza;
Putri Ramadhani Rangkuti
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2901
Pemaafan korban dan /atau keluarga korban merupakan salah satu dasar pertimbangan di dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (1) huruf j UU No.1/2023 tentang KUHP. Adanya pemaafan dari korban dan/atau keluarganya terhadap pelaku, tidaklah berarti meniadakan dan atau menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku. Akan tetapi, dalam penjatuhan pemidanaan terhadap pelaku, pemaafan korban dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menentukan berat ringannya putusan pidana yang akan dijatuhkan, di samping pertimbangan lainnya.Adanya pemafaaan dari korban terhadap pelaku tindak pidana dapat menjadi pertimbangan yang meringankan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa.