cover
Contact Name
Imam Setyobudi
Contact Email
jurnaletnika.isbibdg@gmail.com
Phone
+6222-7314982
Journal Mail Official
jurnal.budaya.etnika@isbi.ac.id
Editorial Address
Jalan Buah Batu no 212 Bandung.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Budaya Etnika
ISSN : 2549032X     EISSN : 27981878     DOI : -
Jurnal Budaya Etnika merupakan publikasi hasil karya ilmiah yang berkaitan dengan budaya mencakup cipta, karsa, dan karya manusia. Jurnal Budaya Etnika menaruh perhatian pada artikel-artikel hasil kajian mengenai berbagai kebudayaan etnis yang berhubungan dengan seni, religi dan ritual, mitos, media, dan wacana kritis.
Articles 88 Documents
Makna Simbol Terebang Shalawat Modifikasi Kelompok Pusaka Wargi di Dusun Rancakalong Desa/Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang Siti Ulfah Nurazizah; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2078

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang makna simbol dalam Terebang Shalawat modifikasi kelompok Pusaka Wargi di Dusun Rancakalong, Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Pembahasan dalam penelitian ini berfokus pada aspek simbol yang terdapat dalam prosesi pertunjukan, dan sesajen yang digunakan. Landasan teori yang digunakan adalah teori interpretatif simbolik Clifford Geertz. Makna simbol dalam penelitian ini menggunakan pendekatan emik dan etik. Adapun metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik pengambilan data melalui observasi, studi pustaka, dokumentasi, dan wawancara tidak terstruktur. Hasil penelitianini mengemukakanbahwa secara emik, makna simbol pada prosesi pertunjukan merupakan simbol dari siklus kehidupan manusia. Penyatuan komponen-komponen dalam sesajen dipercaya dapat mendatangkan daya magis yang mampu membawa kebaikan dan kemaslahatan hidup masyarakat. Sedangkan secara etik, makna simbol dalam tradisi ini memiliki beberapa makna, yakni makna sinkretisme, edukasi, estetika,dan solidaritas.Kata Kunci: Terebang Shalawat Modifikasi, Pusaka Wargi, dan Dusun Rancakalong.ABSTRACT This study discusses the meaning of symbols in the modified Terebang Shalawat of the Pusaka Wargi group in Rancakalong Hamlet, Rancakalong Village, Rancakalong District, Sumedang Regency. The discussion in this study focuses on aspects of the symbols contained in the procession of the performance, and the offerings used. The theoretical basis used is Clifford Geertz's symbolic interpretive theory. The meaning of symbols in this study uses an emic and ethical approach. The research method in this study is a qualitative method, with data collection techniques through observation, literature study, documentation, and unstructured interviews. The results of this study suggest that emically, the meaning of the symbols in the performance procession is a symbol of the cycle of human life. The unification of the components in offerings is believed to bring magical power that is able to bring goodness and benefit to people's lives. While ethically, the meaning of symbols in this tradition has several meanings, namely the meaning of syncretism, education, aesthetics, and solidarity.Keywords: Modification of Terebang Shalawat, Pusaka Wargi, and Rancakalong Hamlet
Ritual Numbal dalam Syukuran Terowongan Kereta Api Sasaksaat di Kampung Cihanjuang Desa Mandalasari Kab. Bandung Barat Rina Rezanti; Imam Setyobudi; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2079

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini memfokuskan pada permasalahan bagaimana sebuah ritual numbal dalam syukuran Terowongan Kereta Api Sasaksaat dapat memunculkan ketentraman bagi komunitas pekerja Jalan Jembatan Kereta Api Daop 2 Bandung dan masyarakat Kampung Cihanjuang. Tujuan penelitian adalah menjelaskan proses ritual yang dapat memunculkan rasa tentram pada komunitas pekerja JJ dan masyarakat Kampung Cihanjuang dengan analisis teoriliminalitas. Menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan permasalahan secara menyeluruh dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka, wawancara, observasi, serta dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori Liminalitas Victor Turner untuk menganalisis ritual dalam konteks transisional. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat ruang liminalitas pada ritual numbal yang dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat membawa masyarakat pada situasi hidup yang lebih damai. Lewat penyelenggaraan ritual tersebut masyarakat Kampung Cihanjuang dan komunitas pekerja JJ Daop 2 Bandung akan mendapatkan ketentraman dan ketenangan psikologis karena merasa bahwa kekhawatiran yang sebelumnya menghantui mereka telah ternetralisir oleh ritual numbal.Kata kunci: ritual numbal, syukuran terowongan, liminalitas ABSTRACT This study focuses on the problem of how a numbal ritual in the thanksgiving of the Sasaksaat Railway Tunnel can bring peace to the working community of the Daop 2 Bandung Railway Bridge Road and the Cihanjuang Village community. The purpose of this research is to explain the ritual process that can create a sense of peace in the community of JJ workers and the people of Cihanjuang Village community by analyzing the theory of liminality. Using qualitative research methods to describe the problem thoroughly with data collection techniques in the form of literature study, interviews, observations, and documentation. The theory used is Victor Turner's Liminality theory to analyze rituals in a transitional context. The results show that there is a space of liminality in the numbal ritual that can prevent unwanted things from happening and can bring people to a more peaceful life situation. Through the implementation of this ritual, the people of Cihanjuang Village and the working community of JJ Daop 2 Bandung will get peace and psychological calm because they feel that the worries that previously haunted them have been neutralized by the numbal ritualKeywords: numbal ritual, tunnel thanksgiving, liminality
Tradisi Minum Tuak dalam Acara Margondang Di Desa Aek Nabara Tonga Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara Ropikah Hasibuan; Sakti Ritonga
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2075

Abstract

ABSTRAK Di Desa Aek Nabara Tonga yang memiliki latar belakang beragama Islam, mereka memiliki sebuah tradisi mengonsumsi tuak pada acara margondang. Dalam artikel ini, terdapat dua faktor yang akan dibahas, yaitu (1) Apa yang menjadi latar belakang tuak menjadi minuman diacara margondang di desa Aek Nabara Tonga, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas. Dan (2) Bagaimana respon masyarakat terhadap tradisi mengonsumsi cuka pada acara margondang di desa Aek Nabara Tonga, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam hal ini untuk memperoleh data yang dimaksud, peneliti melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, Triangulasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori behavioralisme BF Skinner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi meminum tuak pada acara margondang sudah ada sejak zaman dahulu sebelum para leluhur suku bangsa Batak memeluk Islam. Para pengonsumsiadalah pemeluk agama Islam. Mereka mengonsumsi tuak karena dirasa memberi manfaat bagi tubuh mereka, seperti mencegah masuk angin, membuat tubuh bugar dan kuat bergadang. Berbagai respon masyarakat di desa tersebut yang memiliki latar belakang beragama Islam ada yang menganggap hal tersebut tidak bermanfaat disamping hukum konsumsinya yang haram dalam Islam. Ada juga yang menganggap sah dan baik karena memberi manfaat baik kepada tubuh terlepas dari halal dan haramnya tuak tersebut. Kata kunci: Tradisi, Meminum Tuak, Acara Margondang.ABSTRACT In the village of Aek Nabara Tonga, which has a Muslim background, they have a tradition of drinking palm wine at margondang events. In this study, there are two factors that will be discussed, namely (1) What is the background of tuak being a drink at a margondang event in Aek Nabara Tonga village, Aek Nabara Barumun District, Padang Lawas Regency. And (2) How is the community's response to the tradition of consuming vinegar at the margondang event in Aek Nabara Tonga village, Aek Nabara Barumun District, Padang Lawas Regency. In this study the method used is a qualitative approach. In this case to obtain the data in question, the researchers conducted observations, interviews and documentation. The technique used in data analysis is data collection, data reduction, data presentation and conclusion drawing. The triangulation used in this research is source triangulation. The results of this study indicate that the tradition of drinking tuak at the margondang event has existed since ancient times before the ancestors of the Batak tribe had not embraced Islam. The consumers are followers of Islam. They consume palm wine because it is considered beneficial for their bodies, such as preventing colds, making the body fit and staying up strong. Various responses from the community in the village who have a Muslim background there are those who consider this to be useless in addition to the consumption law which is forbidden in Islam. There are also those who consider it legitimate and good because it gives good benefits to the body regardless of the halal and haram of the palm wine. Keywords: Tradition, Drink Palm Wine, Margondang Tradition
Fungsi Kekerabatan Kelompok Marga dalam Integrasi Ssosial pada Masyarakat di Dusun Jumamangkat Desa Pegagan Julu X Kabupaten Dairi Diah Rahmadhaniah Sitompul
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2076

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui fungsi kekerabatan di Dusun Jumamangkat dan mengetahui fungsi marga berfungsi dalam menata integrasi di Dusun Jumamangkat. Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teori yang digunakan teori AGIL oleh Talcott Parson. Proses pengumpulan data melalui observasi, wawancara, langsung serta dokumentasi. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa kekerabatan yang terjalin di Desa Jumamangkat masih sangat berfungsi dengan baik di dalam masyarakat. Sebagaimana kekerabatan yang terjalin dapat mendorong masyarakat berintegrasi antara sesama masyarakat meskipun berbeda pandangan serta berbeda keyakinan. Keberagaman dalam memeluk agama, suku bangsa, budaya, dan pandangan hidup tidak dapat terhindarkan. Sebagaimana yang terjadi di Dusun Jumamangkat, Kab.Dairi, integrasi sosial tidak terlaksana apabila tidak ada hubungan yang baik antara sesama masyarakat yang berbeda suku bangsa, agama, serta pandangan hidup. Di Dusun Jumamangkat, Kab.Dairi, tidak hanya terdapat satu agama saja.Tetapi juga terdiri dari beberapa agama seperti, Islam, Kristen Protestan, dan Kristen Katholik. Sebagai dusun yang memiliki beragam kepercayaan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tentu saja hal tersebut sangat dekat dengan terjadinya konflik. Namun, di Dusun Jumamangkat kekerabatan berfungsi sebagai dasar apabila terjadi konflik di antara masyarakat di Dusun Jumamangkat. Penelitian ini memperlihatkan fungsi kekerabatan di dalam masyarakat berlangsung baik sehingga kekerabatan menjadi dasar dalam hidup bermasyarakat di Dusun Jumamangkat. Dalam penyelesaian konflik pun masyarakat Dusun Jumamangkat menggunakan fungsi kekerabatan terlebih dahulu untuk menyelesaikan permasalahan. Warga masyarakat mengundang tokoh-tokoh masyarakat di dusun (tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh lainnya) dalam rangka penyelesaian suatu masalah.Kata kunci: Fungsi, Kekerabatan, Integrasi.ABSTRACT This study aims to determine the function of kinship in Jumamangkat Hamlet and to find out how clan kinship functions and regulates integration in Jumamangkat Hamlet. In this study, the author uses a qualitative method with a descriptive approach. And the theory used in this study uses the AGIL theory by Talcott Parson. The process of collecting data using observation, interviews, direct and documentation. The results of the study found that the kinship that existed in Jumamangkat village was still very well functioning in the community. As the kinship that exists can make the community integrate among the community even though they have different views and different beliefs. Indonesian society is a pluralistic society. Diversity in embracing religion, ethnicity, culture, and outlook on life is unavoidable. As happened in Jumamangkat Hamlet, Kab. Dairi, social integration is not carried out if there is no good relationship between people of different ethnicity, religion, and outlook on life. In the village of Jumamangkat, Kab. Dairi, there is not only one religion. But it also consists of several religions such as, Islam, Protestant Christianity, and Catholic Christianity. As a village that has various beliefs in carrying out daily life, of course this is very close to the occurrence of conflict. However, in Jumamangkat hamlet, kinship functions as a basis in case of conflict between communities in Jumamangkat hamlet. This study aims to find out how kinship functions in society well so that kinship becomes the basis of social life in Jumamangkat hamlet. In resolving conflicts, the people of Dusun Jumamangkat use the kinship function first to solve problems. By bringing in important figures in the village.Such as traditional leaders, religious leaders, community leaders and other figures.Keywords: Function, Kinship, Integration.
Peranan Perbase dalam Kehidupan Masyarakat Suku Bangsa-Bangsa Ogan Ghyna Asita Dwi Ningrum; Wawan Darmawan; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2077

Abstract

ABSTRAK Perbase atau peribahasa Ogan merupakan nilai-nilai kehidupan masyarakat suku bangsa Ogan dan menggambarkan pola pikir serta cara pandang masyarakat Ogan. Hal tersebut dibuktikan dengan ungkapan peribahasa yang memiliki peran bagi kehidupan masyarakat Ogan dalam menggambarkan kondisi daerah, perilaku masyarakat, dan keragaman budaya yang tergambar dalam ungkapan peribahasa. Tujuan penelitian ini menjelaskan makna nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam perbase suku bangsa Ogan menggunakan kajian semantik dan menjelaskan bagaimana peran perbase dalam kehidupan masyarakat Ogan. Penelitian ini bermanfaat di bidang akademis sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, mampu menambah litelatur baru pada bidang pemerintahan khususnya bagian budaya, dan masyarakat mampu memahami identitas budaya dengan mengetahui fungsi, makna, dan peran peribahasa bagi kehidupan masyarakat Ogan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data lewat studi pustaka, wawancara, dan observasi.Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa perbase berperan bagi kehidupan masyarakat Ogan. Peribahasa Ogan dapat ditemukan dalam dua bentuk yaitu peribahasa asli dan peribahasa pengaruh bahasa asing. Penggunaan peribahasa berfungsi sebagai sarana pendidikan, tuntunan agama. Bermasyarakat, dan kritik sosial. Adapula makna dan peranan dalam menunjukkan kondisi daerah, perilaku masyarakat, dan keberagaman budaya.Kata kunci: Perbase, Nilai-nilai Kehidupan, Masyarakat Ogan ABSTRACT Perbase or Ogan proverb represents the values of the life of the Ogan tribe and describes the mindset and perspective of the Ogan people. This is evidenced by the proverbial expressions that have a role in the life of the Ogan people in describing local conditions, community behavior, and cultural diversity depicted in the proverbial expressions. This research meant to explain the meaning of the values of life contained in the Ogan tribal percentage using semantic studies and to explain how the role of the percentage in the life of the Ogan people. This research can be useful in academic field as an information for further research, and able to add more literature to the government especially in cultural field, and the community is able to identify and understand the culture by knowing the purpose of proverb in the life of Ogan people. method used in this research is descriptive qualitative method with data collection techniques through literature study, interviews, and observations in the field.Based on the research conclusion, it can be explained that perbase plays a role in the life of Ogan people. Ogan proverb could be found in two verses, first is the originally proverb and the second one is the proverb of foreign language influenced. The use of proverb can be useful in educational purpose, religion guidance, societal, and social criticism. There are also meanings and roles in showing local condition, community behavior and cultural diversity.Keywords: Perbase, The Values Of The Life, Ogan People.
Inovasi Leksikal Bahasa Sunda di Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Taufik Setyadi Aras
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2339

Abstract

ABSTRAK. Masalah dalam penelitian ini adalah mengenai status bahasa Sunda Dayeuhluhur, inovasi leksikal dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur serta distribusi geografisnya. Penelitian ini menggunakan teori yang diungkapkan oleh Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Sibarani (2004) dan Lauder (2007). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode deskriptif-sinkronis. Data dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik cakap dan rekam. Hasil kajian menunjukkan bahwa jarak perbedaan bahasa Sunda Baku dengan bahasa Sunda Dayeuhluhur sebesar 31 persen berdasarkan penghitungan dialektometri leksikal, sehingga termasuk kategori perbedaan subdialek. Bahasa Sunda Dayeuhluhur mengalami inovasi internal yang terdiri dari inovasi fonologi dan morfofonemis, inovasi morfologi, dan inovasi leksikal. Inovasi eksternal yang berupa kata serapan dari bahasa lain juga ada dalam bahasa Sunda Dayeuhluhur. Ditemukan pula kosakata relik bahasa Sunda dan kosakata khas setempat. Dari pemetaan unsur bahasa diperoleh bahwa sebaran unsur bahasa berbeda-beda. Ada unsur bahasa yang tersebar luas di beberapa desa yang diteliti, ada pula yang hanya ditemukan di satu atau dua desa yang diteliti. KataKunci: Inovasi leksikal, Dialek, Bahasa SundaABSTRACT. The problem of this research is about the status, lexical innovation, and geographical distribution of Dayeuhluhur Sundanesse. This research applies some theories from Ayatrohaedi (1985), Mahsun (2005), Lauder (2007), Djajasudarma (2013), Wahya (2015), and Sariono (2016). The method adopted in this research was qualitative with descriptive-synchronies data. The data were collected by a methods refer to the conversation and recording techniques. The result showed the difference between Formal Sundanese and Dayeuhluhur Sundanese is 31 percent based on the Lexical Dialektometri calculation and categorized into subdialek difference. Dayeuhluhur Sundanese has been experiencing internal innovation consisting of phonological innovation and morphophonemic, morphological innovation, and lexical innovation. External innovation in the form of borrowed words from another language also exists in Dayeuhluhur Sundanese, and the researcher found Sundanese relics and special local vocabularies. From the language elements mapping, the researcher found a fact that the distribution of the language is different. There is element of language widespread in some villages studied as well as those that only found in one or two villages surveyed.Keywords: lexical innovation, dialect, Sundanese
Hubungan Tradisi Rewang, Budaya Bekerja, dan Modal Sosial pada Masyarakat Multietnis di Kabupaten OKU Timur Retno Wulan Ayu Saputri; Nugroho Trisnu Brata
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2335

Abstract

ABSTRAK. Rewang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk membantu salah satu tetangga apabila sedang mengadakan acara pesta pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana pelaksanaan tradisi rewang dan untuk mengetahui bagaimana dampak tradisi rewang sebagai modal sosial mampu meningkatkan solidaritas antar masyarakat multietnis di Desa Sumberjaya. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaannya tradisi rewang memiliki susunan kepanitiaan dan pembagian kerja. Hal ini tidak terlepas dari modal sosial. Modal sosial yang terdiri dari tiga komponen yaitu: kepercayaan (trust), norma (norms) dan jaringan (networks) dalam tradisi rewang ini mampu menunjukkan dampaknya bagi masyarakat Desa Sumberjaya. Modal sosial seharusnya (das sollen) dapat membentuk solidaritas yang memungkinkan individu menjalin hubungan sosial. Solidaritas sosial ini diwujudkan dalam solidaritas sosial organik dan mekanik. Namun fungsi tradisi rewang dalam perkembangann selanjutnya ternyata (das sein) tidak lagi sebagai modal sosial jadi hanya semacam penopang kebutuhan tuan rumah. Perubahan makna tradisi rewang juga terjadi karena munculnya jasa catering dan pandangan masyarakat terhadap tradisi rewang yang hanya sebatas sumbangan.Kata Kunci: Multietnis, Modal Sosial, Budaya KerjaABSTRACT. Rewang is one of the activities carried out by the society to help one of the neighbors when holding a wedding party. This study aims to describe dan analyze how the implementation of rewang tradition and to find out how the impact of rewang tradition as social capital is able to increase solidarity between multiethnic societies in Sumberjaya Village. Researcher uses a qualitative research method with an ethnographic approach. The data collection techniques use interviews, observation and documentation. The results show that in the implementation process of rewang tradition has a committee structure and division of work. This is inseparable from social capital. Social capital which consists of three components, which are trust, norms and networks in rewang tradition, is able to show its impact on the people of Sumberjaya Village. Social capital is should (das sollen) to be able to form solidarity that allows individuals to establish social relationships. This social solidarity is manifested in organic and mechanical social solidarity. However, the function of rewang tradition in the next development it turns out is no longer as social capital, so it is only a kind of support for Jurnal Budaya Etnika, Vol. 6 No. 2 Desember 2022 82 the needs of the host. The changes meaning of rewang tradition also occurred due to the emergence of catering services and the public's view of rewang tradition which was only limited to sumbangan.Keywords: Multietnic, Social Capital, Work Culture
Pusat Peradaban Masa Hindu-Budha di Kawasan Dataran Tinggi Malang Lailia Ulfiana Firdawati
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2336

Abstract

ABSTRAK. Dataran tinggi malang merupakan salah satu lingkungan alam yang menarik untuk di kaji, dikarenakan disana terdapat sejarah yang lebih kompleks yaitu dari masa prasejarah hingga masa konteporer. Namun dalam artikel ini hanya akan membahas pada masa hindu-budha yaitu dari abad ke 9 hingga 13 M. Dikatakan pula bahwa dataran tinggi Malang merupakan cekungan yang di apit oleh tiga gunung berapi aktif. Hal inilah yang akhirnya menjadikan pertanyaan tentang proses terbentuknya dataran tinggi malang? Akan dibahas pula tentang kondisi tanah yang subur hingga membahas bagaimana datangnya manusia dan terjadinya peradaban di dataran tinggi Malang abad 9-13 M? Hal ini dilakukan untuk meneliti apakah ada hubungan situs di kawasan dataran tinggi Malang dengan kondisi geologi pada kawasan tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekologi budaya. Dalam teori ini akan di bahas lebih dalam mengapa situs-situs yang berada pada dataran tinggi malang berada pada lembah, bukan di lerengnya. Kemudian terdapat pula dimensi kebentukan dan dimensi waktu, dimensi ini akan difokuskan pada pembahasan sebaran situs tinggalan sejarah yang berada di kawasan dataran tinggi Malang.Kata Kunci: Dataran Tinggi Malang, Masa Hindu-Budha, dan PeradabanABSTRACT. The Malang Highlands is one of the interesting natural environments to study, this is because there is a more complex history, from pre-historic times to contemporary times. However, in this article, we will only discuss the Hindu-Buddhist period, namely from the 9th to 13th centuries AD. It is also said that the Malang plateau is a basin flanked by three active volcanoes. This is what finally raises the question of the process of the formation of the Malang Highlands? It will also discuss the condition of fertile soil to discuss how the arrival of humans and the occurrence of civilization in the Malang highlands in the 9-13th century AD? This is done to examine whether there is a relationship between the site in the Malang highlands area and the geological conditions in the area. The theory used in this research is the theory of cultural ecology. In this theory, it will be discussed more deeply why the sites in the Malang highlands are in the valley, not on the slopes. Then there are also dimensions of formation and time dimensions, these dimensions will be focused on discussing the distribution of historical heritage sites in the highlands of Malang.Keywords: Malang Highlands, Hindu-Buddhist Period, and Civilization
Intersubjectivity dalam Sosial Media: Gelak Tawa hingga Street Fashion Khoirun Nisa Aulia Sukmani
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2337

Abstract

ABSTRAK. Sosial media merupakan ruang bagi masyarakat untuk berbagi dan menyampaikan informasi, hanya dalam hitungan detik gambar dan video yang dibagikan di sosial media menjadi perhatian masyarakat. Netizen – biasa disebut – selalu mencari tren yang ada di masyarakat – sosial media – saat ini. Salah satunya, video remaja-remaja pinggiran Jakarta yang katanya sedang “menguasai kawasan SCBD Dukuh Atas” sebagai ruang bagi mereka berkreasi di masyarakat. Citayam fashion week yang menjadi istilah bagi aksi remaja-remaja di kawasan tersebut, memicu netizen untuk ikut serta menghidupkan tren ini. Bagaimana ini dijelaskan? Interaksi sebagai perilaku sosial dalam bentuk respon seperti like dan komentar harus dimaknai lebih dalam lagi sebagai sebuah proses interaksi yang saling mempengaruhi. Metode social media etnography digunakan untuk melihat interaksi yang terjadi tersebut mempengaruhi dan mendorong netizen untuk ikut berkreasi dalam tren tersebut. Tulisan ini akan membahas mengenai “link to action” di mana satu tren yang sedang terjadi kemudian menjadi stimulan bagi aksi yang sama di wilayah lain yang termediasi sosial media. Tren spontan ini hadir sebagai upaya suatu kelompok berkreativitas di ruang publik, namun dalam kenyataannya tren ini sebagai upaya “menampilkan diri” – dalam tren – untuk mendapatkan representasi diri di sosial media.Kata kunci: Sosial Media, Intersubjektivitas, Representasi, TelecopresenceABSTRACT. Social media is a space for people to share and convey information, just seconds, the images and videos shared on social media become the public attention. Netizens – commonly called – are always looking for trends in society – social media – today. One of them is a video of teenagers on the outskirts of Jakarta who are said "controlling the Dukuh Atas SCBD area" as a space for them to be creative in society. Citayam fashion week, which became the term for the actions of teenagers in the area, triggered netizens to participate in bringing this trend to life. How is this explained? Interaction as social behavior in the form of responses such as likes and comments must be interpreted more deeply as a process of interaction that influences each other. The social media ethnography method used to see how the interactions that occur affect and encourage netizens to be creative in this trend. This paper will discuss the “link to action” where one trend that is currently happening then becomes a stimulant for the same action in other areas mediated by social media. This spontaneous trend is present as an effort by a creative group in the public sphere, but in reality, this trend is an attempt to “show oneself” – in trend – to get a self-representation on social media.Keywords: Social Media, Intersubjectivity, Representation, Telecopresence
Simbol dan Makna Tradisi Ngaruwat Jagat Situraja Rizky Mochamad Ramdan; Cahya Cahya
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 2 (2022): Peradaban dan Pengetahuan Lokal: Pada Masa Hindu hingga Masa Kini
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i2.2338

Abstract

ABSTRAK. Sumedang merupakan ikon budaya Sunda di wilayah Priangan, salah satunya yaitu adanya Tradisi Ngaruwat Jagat Situraja yang hampir di setiap teritorial masyarakat Sunda yang tergolong wilayah Pedesaan sampai dengan akhir tahun 1960-an hampir dapat dipastikan menyelenggarakan tradisi tahunan. Untuk menguji aspek utama dari tradisi ngaruwat jagat Situraja ini penulis menggunakan teori interpretivisme simbolik Clifford Geertz. Sebagian besar bahan teoritis dari penelitian ini dengan cara mengamati, “berpatisipasi” serta mewawancarai baik ditingkat formal maupun informal. Fokus utama masalah penelitian ini adalah mengenai Simbol dan Makna Pada Tradisisi Ngaruwat Jagat Situraja di Kabupaten Sumedang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis kedalaman masalah penelitian digunakan disiplin ilmu antropologi.Kata Kunci: Tradisi Ngaruwat jagat, Situraja, simbol dan maknaABSTRACT. Sumedang is a Sundanese cultural icon in the Priangan region, one of which is the existence of the Ngaruwat Jagat Situraja Tradition which in almost every territory of the Sundanese people belonging to the Pilemburan area until the end of the 1960s almost certainly held an annual tradition. To examine the main aspects of the Situraja's tradition of ngaruwat universe, the writer uses Clifford Geertz's theory of symbolic interpretivism. Most of the theoretical material from this research is by observing, "Participating" and interviewing both at the formal and informal levels. The main focus of this research problem is the Symbol and meaning in the Ngaruwat Jagat Situraja Tradition in Sumedang Regency. The method used in this research is descriptive analysis method, with a qualitative approach to analyze the depth of the research problem used antropology discipline.Keywords: Ngaruwat Jagat Universe Tradition, Situraja, Symbol and Meaning