cover
Contact Name
Dr. Ir., Nurtati Soewarno, M.T
Contact Email
nurtati@itenas.ac.id
Phone
+6222-7272215
Journal Mail Official
terracotta@itenas.ac.id
Editorial Address
Tata Usaha Prodi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Bandung - Itenas Gedung 17 Lantai 1 Jl. P.H.H. Mustofa No 23 Bandung - Jawa Barat 40124
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA
ISSN : -     EISSN : 27164667     DOI : https://doi.org/10.26760/terracotta
Core Subject : Engineering,
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA adalah Jurnal Ilmiah yang berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang-bidang utama : Perancangan Arsitektur (gedung), Stuktur dan Konstruksi, Teknologi Bangunan, Perencanaan Kota dan Asitektur Kota, Perumahan dan Permukiman, serta Teori-Metoda dan Sejarah Arsitektur.
Articles 125 Documents
Kenyamanan Antropometri Ruang-Dalam, pada Bangunan Kantor Balai Kota Cirebon Tecky Hendrarto; M. Taufik Hilman; M. Faisal Anpasha; M Ikhlas
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v3i1.5223

Abstract

AbstrakGedung Balai Kota Cirebon tidak pernah berubah sejak didirikan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda hingga saat ini, tetap sebagai Gedung Pemerintahan Kota. Sebagai sebuah gedung yang diperuntukan bagi Kepala Pemerintahan Kota seharusnya bangunan ini memiliki standard kenyamanan bangunan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui standar kenyamanan bangunan Gedung Balai Kota Cirebon khususnya pada kenyamanan antropometri pada ruang dalamnya. Observasi ke lapangan diperlukan untuk melihat langsung objek penelitian untuk mendapatkan data aktivitas dan kondisi ruang dalamya. Dilakukan pula wawancara dengan pihak pengelola maupun pengguna bangunan berkaitan dengan kenyamanan antropometri. Pengukuran dilakukan pada 3 ruang dalam, yaitu: ruang pertemuan, ruang penerima dan Cirebon Command Centre. Ruang pertemuan mewakili ruang utama, ruang penerima mewakili ruang penunjang sedangkan Cirebon Command Centre adalah fungsi baru pada bangunan tersebut. Pengukuran ini mengacu pada standarisasi kebutuhan ruang berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Hasil diperoleh bahwa ruang-ruang dalam pada Balai Kota Cirebon sudah sesuai dengan standard kebutuhan ruang tetapi belum tergolong nyaman secara antropometri. Diharapkan konsep antropometri dapat diterapkan pada perancangan bangunan guna mendapatkan kenyamanan. Peningkatan kenyamanan mempengaruhi kualitas kerja yang akan meningkatkan kualitas perusahaan dalam hal ini Pemerintah Kota Cirebon. Kata kunci: Gedung Balai Kota Cirebon, Antropometri ruang-dalam, Standarisasi kebutuhan ruang. AbstraCTThe Cirebon City Hall has never changed since it was built by the Dutch Colonial Government until now, still as the City Government Building. As a building intended for the Head of the City Government, this building should have a good building’s comfort standard. This study aims to determine the standards comfort of Cirebon City Hall Building, especially on anthropometric comfort of interior space. Field observation is needed to see directly the research object to get data’s activities and present interior’s condition. Interviews were also conducted with building managers and users related to anthropometric comfort. Measurements were carried out in 3 interior rooms, namely: meeting room, reception room and Cirebon Command Center. The meeting room represents the main room and the reception room represents the supporting room, while the Cirebon Command Center is a new function in the building. This measurement refers to standardization of space requirements based on the Regulation of the Minister of Public Works and Public Housing of the Republic of Indonesia concerning the Development of State Buildings. The results show that the inner spaces at the Cirebon City Hall are in accordance with the standard of space requirements but not yet considered anthropometrically comfortable. It is hoped that the anthropometry concept can be applied to building design in order to achieve comfort. Increasing of comfort affects the quality of work which will improve the quality of the company in this case the Cirebon City Government. Keywords: Cirebon City Hall Building, Indoor anthropometry, Standardization of space requirements.
Kontekstualisme Elemen Fasad Hotel Ibis Styles Braga terhadap Fasad Bangunan Eks Bank Denis Reza Phalevi Sihombing
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4405

Abstract

AbstrakIndonesia memiliki banyak kawasan bersejarah, salah satunya berda di dalam kawasan Jalan Braga Kota Bandung. Kehadiran bangunan baru di kawasan ini menjadi perhatian khusus bagaimana desain olahan fasad  yang akan diterapkan pada fasad bangunannya. Pada studi ini akan membahas bagaimana usaha bangunan baru dalam mendesain fasad bangunan sehingga dapat mengaitkan diri dengan fasad bangunan di lingkungan sekitarnya. Dengan menggunakan metoda deskriptif kualitatif dan metoda kuantitatif, penelitian ini akan meninjau desain elemen fasad Hotel Ibis Styles Braga terhadap bangunan eks Bank Denis yang merupakan bangunan cagar budaya. Karena bangunan cagar budaya dapat dijadikan tolak ukur desain untuk bangunan. Studi literatur digunakan untuk membandingkan antara teori arsitektur kontekstual, dengan teori elemen fasad. Selain dari studi teori yang ada, dilakukan juga pengamatan langsung kawasan dan bangunan sekitarnya. Khususnya pada bagian fasad dan tipologi bangunan kolonial. Hasil studi secara kualitatif memperlihatkan adanya keterkaitan elemen fasad pada bangunan Hotel Ibis Styles Braga terhadap bangunan Eks Bank Denis, namun secara kuantitatif terdapat perbedaan ukuran proporsi terhadap bentuk dari elemen fasad tersebut. Dari pengamatan arsitektur kontekstual yang dilihat dari segi fasade bangunan. Pada fasad bangunan Hotel Ibis Styles Braga memiliki pendekatan konsep selaras dengan fasad bangunan eks bank denis.Kata kunci: Cagar Budaya, Bersejarah, Kontekstual, Fasad. AbstraCTIndonesia has many historical areas, one of which is located in the area of Jalan Braga, Bandung City. The presence of new buildings in this area is of particular concern to how the processed facade designs will be applied to the building facades. This study will discuss how new building businesses are in designing building facades so that they can relate to the facades of buildings in the surrounding environment. By using qualitative descriptive and quantitative methods, this study will review the design elements of the facade of the Hotel Ibis Styles Braga to the former Denis Bank building which is a cultural heritage building. Because cultural heritage buildings can be used as design benchmarks for buildings. Literature studies are used to compare the contextual architectural theory with the facade element theory. Apart from existing theoretical studies, direct observations of the area and surrounding buildings were also carried out. Especially in the facade and typology of colonial buildings. The results of the qualitative study show that there is a relationship between the facade elements of the Ibis Styles Braga Hotel building to the former Denis Bank building, but quantitatively there are differences in the size proportions of the shape of the facade elements. From the contextual architectural observations seen in terms of the building facade. The building facade of the Hotel Ibis Styles Braga has a conceptual approach in line with the facade of the former denis bank building.Keywords: Heritages, Historical, Contextual, Facade
Pertimbangan Kaidah Struktur Pada Transformasi Bentuk Arsitektur Bambang Subekti
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4724

Abstract

AbstrakKaidah struktur seringkali merupakan penghambat proses kreativitas arsitek dalam merancang bentuk bangunan. Banyak karya arsitektur yang hanya bermain pada kemasan saja, tanpa mempertimbangkan efisiensi struktur terutama pada rancangan gedung besar, baik gedung tinggi, maupun bentang lebar. Umumnya gedung tinggi walaupun fungsi dan tampilannya berbeda menggunakan struktur yang sama, yaitu struktur inti dan rangka (core and frames), yang dibedakan dari bentuk (aditif, substraktif, rotasi, repetisi), warna, jenis material, sehingga ketidakteraturan struktur disembunyikan demi mengejar bentuk bangunannya. Hal ini dikarenakan transformasi bentuk sebagai langkah eksplorasi arsitek dalam mewujudkan desainnya tidak menyertakan pertimbangan estetika struktur sebagai bagian dari proses kreatifnya. Pendekatan struktur masih terkesan penuh dengan rumus dan angka yang dianggap akan menghambat proses kreatif dalam olahan bentuk dan ruang. Oleh karenanya tidak sedikit rancangan yang memanipulasi bentuk luarnya dengan konstruksi tambahan, yang cenderung ornamental. Arsitek umumnya menghindar menampilkan struktur sebagai bagian dari estetika,  padahal analisis struktur merupakan proses yang harus dilalui dalam konsep perancangan demi terbangunnya sebuah rancangan gedung. Kajian ini adalah suatu model pendekatan struktur pada gedung tinggi dengan mengikuti tahapan dasar dalam proses analisis struktur. Diharapkan kajian ini dapat memberikan gambaran pendekatan kualitatif pada konsep struktur dan diterapkan dalam proses penyusunan konsep perancangan arsitektur sehingga dapat menghasilkan bentuk struktur yang baik.kata kunci: kaidah struktur, bangunan tinggi, kreativitas arsitek, estetika strukturAbstractRule of structure often is an inhibitor of the process of creativity of architects in designing building’s shape. Many architectural works only play on the packaging, without considering the efficiency of the structure, especially in the design of large buildings, both tall and wide-spanning buildings. Generally, tall buildings although their function and appearance are different use the same structure, namely the core and frame structure, which is distinguished from shape (additive, subtractive, rotation, repetition), color, type of material, so that structural irregularities are hidden in pursuit the building shape. This is because the transformation of form as exploration step in realizing the design architect does not include aesthetic considerations structures as part of the creative process. The structural approach still seems full of formulas and numbers which are considered to hinder the creative process in processing forms and spaces. Therefore many designs manipulate the outer shape with additional construction, which tends to be ornamental. Architects generally avoid presenting structures as part of aesthetics, whereas structural analysis is a process that must be passed in the design concept in order to construct a building design. This study is a structural approach model in tall buildings by following the basic step in the structural analysis process. It is hoped that this study can provide an overview of qualitative approach in structural concepts and could be applied in the process of architectural design concepts so that it could produce the right structural design.key words: rules of structure, tall building, architect creativity, aesthetic structures
Persepsi Masyarakat Cirebon Terhadap Elemen Fisik Perkotaan di Koridor Jalan Cipto Mangunkusumo Tedy Hartino Runny; Farhatul Mutiah
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4801

Abstract

ABSTRAKJalan Cipto Mangunkusumo merupakan salah satu daerah pusat aktivitas kegiatan masyarakat Kota Cirebon, letaknya strategis pada pusat kota sehingga menjadi jalur utama lalu lintas di Kota Cirebon. Namun, ada beberapa elemen kota yang pemanfaatannya kurang sesuai sehingga fungsi elemen kota yang ada di daerah tersebut kurang maksimal dan menimbulkan ketidaknyamanan oleh masyarakat yang beraktivitas atau melintasi di jalan tersebut. Dengan adanya persepsi masyarakat terhadap elemen fisik kota yang ada di koridor jalan tersebut, maka penelitian ini menggunakan teori Hamid Shirvani, teori ini yaitu teori yang menjelaskan tentang 8 elemen fisik pembentuk kota, elemen tersebut antara lain : penggunaan lahan (Land Use), bentuk dan massa bangunan (Building Form and Massing), sirkulasi dan parking (Circulation and Parking), ruang terbuka (Open Space), jalur pejalan kaki (Pedestrian Ways), papan penanda (Signages), pendukung aktivitas (Activity Support), preservasi (Preservation). Dari indikator 8 elemen fisik pembentuk kota maka metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan data kuesioner online kepada 116 responden yang diambil secara random sampling. Maksud pengambilan sampling kepada responden tersebut yaitu giuna untuk mendapatkan data kesimpulan tentang persepsi masyarakat pada kesesuaian dan kurang kesesuaian terhadap 8 elemen fisik pembenetuk kota yang ada di koridor Jalan Cipto Mangunkusumo, diantara persepsi masyarakat pada elemen fisik kota yang sudah sesuai antara lain : penggunaan lahan, bentuk dan massa bangunan, jalur pejalan kaki, papan penanda, preservasi, dan persepsi masyarakat pada elemen fisik kota yang kurang sesuai antara lain : Sirkulasi dan area parkir, Ruang terbuka, Ruang pendukung aktivitas.Kata kunci : elemen fisik kota, kenyamanan kota, koridor jalan.ABSTRACTJalan Cipto Mangunkusumo is one of the central areas for community activities in Cirebon City. It is strategically located in the city center so that it becomes the main traffic lane in Cirebon City. However, there are some elements of the city whose utilization is not suitable so that the function of the urban elements in the area is not optimal and causes inconvenience to people who are active or crossing the road. With the public perception of the physical elements of the city in the corridor of the road, this study uses Hamid Shirvani's theory, this theory is a theory that explains the 8 physical elements that make up a city, these elements include: land use, shape and building mass (Building Form and Massing), circulation and parking (Circulation and Parking), open space (Open Space), pedestrian paths (Pedestrian Ways), signages (Signages), activity support (Activity Support), preservation (Preservation) . From the indicators of 8 physical elements that make up the city, the method used in this study is to use qualitative methods by taking online questionnaire data to 116 respondents who were taken by random sampling. The purpose of taking sampling of these respondents is to obtain conclusion data about people's perceptions of suitability and lack of conformity to the 8 physical elements that make up the city in the corridor of Jalan Cipto Mangunkusumo, among community perceptions on the physical elements of the city that are appropriate, among others: land use, the shape and mass of buildings, pedestrian paths, signboards, preservation, and people's perceptions of the physical elements of the city that are not suitable, including: circulation and parking areas, open spaces, space to support activities.Keywords : physical elements of the city, city convenience, road corridors.
Fasilitas Ruang Khusus Pada Sekolah Inklusi Binar Indonesia (Bindo) di Bandung Mamiek Nur Utami; Wahyu Buana Putra
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i1.4289

Abstract

ABSTRAK     Diterbitkannya Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2019 – 2024, memperkuat keinginan pemerintah dalam membuat konsep sekolah pendidikan inklusi. Sekolah Inklusi merupakan sebuah pelayanan pendidikan dimana Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) belajar bersama satu ruang dengan anak normal. Mereka belajar bersama, meskipun kemungkinan materi yang diberikan berbeda. Saat ini belum ada standar fasilitas kebutuhan ruang untuk sekolah inklusi. Penelitian ini menganalisa kebutuhan ruang, persyaratan ruang sekolah yang dapat mendukung proses belajar pada sekolah inklusi. Analisa kebutuhan ruang untuk sekolah inklusi ini berdasarkan karakteristik umum yang terdapat pada anak lamban belajar, kesulitan belajar, autis dan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metodologi kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah inklusi harus memiliki ruang-ruang khusus yang merupakan bagian dari penanganan anak-anak berkebutuhan khusus, ruang tersebut memiliki persyaratan ruang yang spesifik sesuai dengan karaktek anak yang ditangani. Ruang khusus tersebut diantaranya: (a) Ruang Belajar Individu yang digunakan untuk anak belajar bersama guru secara individual atau bisa juga secara kelompok dengan jumlah siswa terbatas, yaitu maksimum 5 siswa, (b) Ruang Renung dibutuhkan untuk anak yang sedang mengamuk atau tantrum berat, (c) Ruang konsultasi dipergunakan untuk orang tua berkonsultasi dengan  guru , psikolog dan pedagog di sekolah.Kata kunci: inklusi, anak berkebutuhan khusus (ABK), metode kualitatif deskriptif, ruang-ruang khusus. AbstraCTThe issuance of the National Level Inclusive Education Development Master Plan for 2019-2024, strengthens the government's desire to conceptualize inclusive education schools. Inclusive School is an educational service where children with special needs (ABK) study in one room with normal children. They studied together, even though the material might be different. Currently, there are no standard facilities for the space requirements for inclusive schools. This study analyzes space requirements and school space requirements that can support the learning process in inclusive schools. The analysis of space requirements for inclusive schools is based on general characteristics found in slow learners, learning difficulties, autism and Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). The method used in this research is descriptive qualitative methodology. The results of this study indicate that inclusive schools must have special rooms which are part of the handling of children with special needs, these spaces have specific space requirements in accordance with the characteristics of the children being handled. These special rooms include: (a) Individual Study Rooms which are used for children to study with the teacher individually or in groups with a limited number of students, namely a maximum of 5 students, (b) The Reflection Room is needed for children who are raging or heavy tantrums, (c) The consultation room is used for parents to consult with teachers, psychologists and pedagogues in schools.Keywords: inclusive, special needs student, descriptive qualitative method, special rooms
Elemen Nature Suistanable Infrastructure di WetLand Park Bandung Timur Dwi Kustianingrum
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4627

Abstract

Pembangunan infrastruktur yang kian marak mengakibatkan berkurangnya secara pesat lahan hijau dan pertanian di setiap daerah Kota Bandung yang beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman dan bisnis baru. Dampak dari berkurangnya lahan hijau dan pertanian di Kota Bandung adalah berkurangnya daya serap air di saat curah air hujan tinggi dan mengakibatkan banjir yang berkelanjutan. Salah satunya yaitu daerah Gedebage. Pemerintah Kota Bandung memberikan solusi terhadap banjir yaitu dibuatnya Kawasan Wetland Park yang berlokasi di Desa Cisurupan, Cibiru, Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi elemen landscape (lansekap), wetland (lahan basah), water management (manajemen air), dan pengendalian alam Kawasan Wetland Park Cisurupan sebagai bagian dari Nature Infrastructure dalam konsep Sustainable Infrastructure. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis kualitatif. Adapun simpulan dari bahasan ini yaitu kawasan dibuat sebagai daerah resapan air hujan, salah satunya melalui wetland buatan berupa kolam retensi. Pentingnya dibuat wetland dengan penataan landscape sebagai pengendali banjir dan sirkulasi air dari buangan air hujan yang diatur melalui sungai untuk direkayasa dengan cara dibelokkan ke dalam kolam retensi. Kawasan ini menjadi strategi untuk menciptakan lingkungan yang sehat melalui tanaman yang ada pada kawasan ini agar bermanfaat bagi kawasan Wetland Park Cisurupan dan lingkungan sekitarnya sebagai pengendalian alamKata kunci: Suistanable Infrastruktur, Wetland Park, Banjir, Kolam Retensi,
Bukaan Jendela untuk Pencahayaan Alami Bangunan RUTILAHU di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung Achsien - Hidajat; Wahyu Buana Putra
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4293

Abstract

AbstrakRumah Tidak Layak Huni di kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung, telah memperoleh bantuan dana renovasi dari Pemerintah Daerah. Dana ini merupakan bantuan bagi masyarakat tidak mampu untuk merenovasi rumahnya. Perbaikan terutama pada konstruksi dan material bangunan agar bangunan dapat digunakan dengan aman dan nyaman. Focus lain dari renovasi adalah penerapan jendela untuk memasukkan sinar matahari dan udara secara optimal. Diperoleh kecenderungan masyarakat di kawasan ini menggunakan model jendela yang sama yaitu sempit dan vertikal yang sedang trend saat itu. Oleh karenanya bila dilihat dari berbagai arah terdapat kesamaan model jendela pada rumah-rumah tersebut. Penelitian ini menitik beratkan pada perhitungan luas bukaan jendela agar dapat memasukkan cahaya matahari sehingga ruang dalam mendapatkan pencahayaan yang cukup. Selain itu diharapkan pula udara dapat masuk ke dalam rumah sehingga rumah tidak pengap. Diharapkan penggunaan model jendela yang sempit dan vertikal dapat mencapai persyaratan minimal luas bukaan pada suatu fasad bangunan seperti yang disyaratkan bagi sebuah bangunan hunian. Selain itu lantai ruang juga menjadi patokan dalam perhitungan standard bukaan untuk menjadikan sebuah bangunan layak huni. Diharapkan bantuan yang diberikan Pemerintah Daerah dapat menjadikan setiap warga tinggal di rumah yang layak huni yang dapat memasukan sinar matahari dan udara untuk menciptakan rumah yang sehat.Kata kunci: luas bukaan jendela, kenyamanan dan kesehatan rumah,  rumah tinggal layak huni, AbstractUnlivable house in the Ciwidey area, Bandung Regency, has received renovation funds from the Regional Government. This fund is an aid for people who cannot afford to renovate their house. Renovations, especially in construction and building materials, so that buildings can be used safely and comfortably. Another focus of the renovation was the application of windows to optimally input sunlight and air. It was found that the people in this area tend to use the same window model, namely narrow and vertical, which was the trend at that time. Therefore, when viewed from various directions there are similarities in the window models in these houses. This study focuses on the comprehensive calculation of the size of window in order to insert the sunlight so that the space in getting adequate lighting. Besides that, it is hoped that air can flow into the house so that the house is not stuffy. t is expected that the use of a narrow and vertical window model can achieve the minimum requirements for the opening area in a building facade as required for a residential building. n addition, the floor space is also a benchmark in calculating standard openings to make a building habitable. It is hoped that the financial assistance provided by the Regional Government can make every citizen live in a livable house that can bring in sunlight and air to create a healthy home.Key words: healthy and comfortable house, unlivable house, window opening area
Perbandingan Antara Alur Kerja BIM Dengan CAD Pada Proses Renovasi Rumah Tinggal Ardhiana Muhsin
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 3 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i3.4899

Abstract

Building Information Modelling atau BIM menjadi topik pembicaraan bagi pelaku industri konstruksi yang diyakini dapat menambah efisisensi waktu pengerjaan proyek serta menghemat biaya proyek. Keberadaan konsep BIM ini juga semakin kuat dengan adanya peraturan dari Kementerian PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 yang mensyaratkan penggunaan BIM dalam tender perencanaan diatas 2000 m2. Sejumlah pertanyaan muncul atas keraguan terhadap konsep BIM yang ditawarkan misalnya sejauh mana peningkatan efisiensi waktu pada proses perancangan dan juga tahap konstruksi. Konsep BIM yang juga mencakup tahapan renovasi sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan bangunan turut menjadi pembahasan yang sering dibandingkan dengan alur kerja CAD tanpa menggunakan BIM. Selama ini dalam kegiatan renovasi, arsitek terkadang tidak memiliki data yang lengkap tentang bangunan yang akan dikerjakannya. Informasi yang hilang ini tidak jarang menuntun arsitek dan pemilik pada keputusan yang salah seperti mengganti ulang bahan penutup lantai karena kesulitan mendapatkan bahan yang sama atau bahkan lebih fatal lagi menyebabkan runtuhnya sebagian bangunan karena kesalahan dalam pembongkaran. Atas dasar hal tersebut, penelitian ini disusun dan menitikberatkan pada alur kerja tahapan renovasi dengan komparasi penggambaran digital dengan CAD yang tanpa BIM maupun menggunakan konsep BIM. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban apakah konsep BIM dapat dipahami dan terlihat manfaatnya secara nyata
Perubahan Pola Parkir Akibat Penambahan Fungsi Bangunan di Kawasan Paskal Hypersquare di Kota Bandung Dewi Parliana
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i1.4314

Abstract

AbstrakPerubahan  tatanan fungsi dan massa bangunan yang diakibatkan oleh perluasan pada sebuah kawasan kota akan mengakibatkan perubahan pada fungsi lainnya, diantaranya fungsi parkir. Penelitian ini akan mengkaji mengenai perubahan kawasan Paskal 23 di Kota Bandung Indonesia yang berkaitan dengan parkir serta aspek – aspek yang menunjang parkir lainnya yaitu perabot jalan. Paskal 23 awalnya adalah kawasan pertokoan berupa deretan ruko 23 Paskal Shopping Center berlokasi di kawasan one stop business strategis di pusat kota Bandung. Tujuan penulisan ini adalah mengidentifikasi transformasi pada elemen-elemen fisik yang difokuskan pada parkir, perabot jalan yang berpotensi membentuk kawasan Paskal Hypersquare. Metode yang digunakan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik observasi lapangan, pendekatan studi dengan morfologi kota, dan dilihat secara diakronik, yaitu menganalisis transformasi parkir, dan perabot jalan, pada kawasan Paskal Hypersquare berdasarkan data sebelum hingga sesudah Mall 23 Paskal dibangun. Data-data diperoleh dari observasi langsung ke wilayah penelitian dan observasi pustaka lain, serta pembahasan yang bersifat deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan  transformasi elemen-elemen fisik kota terkait Parkir adalah adanya penambahan parkir pada Mall 23 Paskal. Terkait perabot jalan dapat disimpulkan bahwa setelah Mall 23 Paskal dibangun ada penambahan elemen fisik yang mendukung pada pencapaian ke arah Mall 23 Paskal. Elemen parkir dan perabot jalan sangatlah berpengaruh terhadap pembentuk kawasan di Paskal Hypersquare. Elemen fisik pembentuk kawasan Paskal Hypersquare telah memenuhi aspek perencanaan sebuah kawasan.Kata Kunci: Transformasi, Parkir, Perabot jalan, Paskal Hypersquare, ABSTRACTThe development of malls in the city of Bandung undergo a transformation. A total of nine mall (rental and strata) new period 2014 to 2017 One of the malls is 23 Paskal Shopping Center located in one stop strategic business area in downtown Bandung. The purpose of this paper is to identify the transformation of physical elements which is focused on parking, street furniture that potentially form the Paskal Hypersquare area. The method use qualitative research method with field observation technic, morphology of the city study approach, and seen diacronically, i.e analyzing the transformation of parking, street furniture, and signage at Paskal Hypersquare area based on data before and after Mall 23 Paskal is built. The data are obtained from direct observation to research area and other literature observation, as descriptive discussion. From the results of the study can be concluded that the overall transformation of physical elements of the city, according to parking there the addition of parking at Mall 23 Paskal. Related Street Furniture can be concluded that after Mall 23 Paskal built there is addition of physical elements that support the achievement toward the Mall 23 Paskal. Elements Parking, Street Furniture, and Signage is very influential on the forming of the area in Paskal Hypersquare. Physical element forming Paskal Hypersquare area has met the aspect of planning as a shopping mall.Keywords: Transformation, Parking, Street Furniture, Hypersquare Paskal,
Desain Bangunan Eks Kolonial Terkait Kenyamanan Visual dengan Pencahayaan Alami - Studi Kasus Gedung Negara Cirebon Nur Laela Latifah; Ramadhan Paskal Dinda Wigna; Teguh Darmawan; Saefulloh Karim Mundika
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Itenas, Institut Teknologi Nasional Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/terracotta.v2i2.4654

Abstract

Bangunan eks kolonial merupakan warisan bernilai sejarah tinggi yang harus dilestarikan, salah satunya Gedung Negara Cirebon. Fungsi bangunan ini sebagai tempat penginapan tetap dipertahankan, di samping terdapat ruang yang menjadi area kerja dan pada masa depan direncanakan menjadi fasilitas sumber budaya. Dalam melakukan aktivitas dan kerja visual dibutuhkan cahaya alami dengan kuantitas dan sesuai agar pengguna tetap dapat memperoleh kenyamanan visual, dan hal ini sangat ditentukan oleh desain bangunan terutama orientasi bangunan dan bukaan cahaya; alokasi dan kedalaman ruang; dimensi, bentuk, posisi, dan spesifikasi bukaan cahaya; serta reflektansi permukaan. Terkait Gedung Negara yang telah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya dimana kondisi fisiknya harus dipertahankan, penting untuk dikaji apakah dengan desain yang ada sebagai bangunan eks kolonial, dapat memberikan kuat penerangan yang mendukung perolehan kenyamanan visual bagi penggunanya. Metoda analisis dilakukan baik kuantitatif dan kualitatif, dan pada analisis kuantitatif dilakukan pengukuran di loksi juga simulasi model menggunakan software Revit 2020 dan DIALux evo 8.2 yang hasilnya dibandingkan dengan standar kenyamanan visual terkait kuat penerangan. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh nilai manfaat agar dapat mengoptimalkan potensi cahaya alami bagi pengguna bangunan eks kolonial dengan tetap menjaga kelestariannya sebagai bangunan cagar budaya.  Kata kunci: desain bangunan eks kolonial, kenyamanan visual, pencahayaan alami

Page 5 of 13 | Total Record : 125