Articles
137 Documents
STUDI KOMPARASI KONSEP UANG DALAM SISTEM EKONOMI KAPITALIS DAN SISTEM EKONOMI ISLAM
Noviana Nur Faridha
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 1 (2011): JUNI 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (360.758 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.1.%p
Uang mempunyai peranan penting dalam kehidupan kita sehingga orang berfikir bahwa uang dapat menyelamatkan hidupnya dari kemiskinan, tapi apa jadinya ketika uang hanya dimainkan di dunia non riil dari konsep uang dalam sistem ekonomi Kapitalis dan apakah konsep uang dalam sistem ekonomi Islam dapat menjawab problem krisis ekonomi global saat ini, itu merupakan pertanyaan besar yang timbul dalam masyarakat. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan tentang uang dalam system kapitalis dan uang dalam system Islam. Dan bagaimana perbedaan masing-masing. Terdapat persamaan konsep uang dalam sistem ekonomi kapitalis dan Islam yaitu dari segi fungsinya. Dalam sistem ekonomi kapitalis dan Islam sama menggunakan fungsi uang sebagai unit penukar dan unit penghitung. Benda menjadi uang apabila diterima oleh semua masyarakat dan dicetak oleh negara atau instansi terkait. Dalam sistem ekonomi kapitalis maupun Islam tidak menghendaki adanya sistem barter yang akan menimbulkan kesulitan dalam bertransaksi. Kedua sistem ini menginginkan tatanan ekonomi yang baik. Namun, sistem ekonomi kapitalis dan Islam berbeda dalam fungsi uang sebagai penyimpan nilai (penghimpun) kekayaan.Uang dalam Islam berfungsi hanya sebagai medium of exchange dan unit of account. Ia bukan alat penyimpan/penimbun kekayaan dan bukan suatu komoditas yang dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan, karena hal ini akan mengurangi produktifitas, kecepatan arus peredaran bahkan dapat memblokir arus peredaran.
KETENTUAN UPAH MENURUT UU NO. 13 TAHUN 2003 DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Ana Annisa’atun
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 1 (2011): JUNI 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (472.745 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.1.%p
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwasannya dalam pelaksanaan kerja dan pelaksanaan memberikan upah pengusaha dilarang sewenang–wenang dalam menentukan upah pekerja. Dari beberapa peraturan (ketentuan hak dan kewajiban ) tersebut di atas bisa kita lihat poin yang paling urgen adalah masalah upah, jadi antar buruh dan pengusaha ada hak dan kewajiban dalam hal ini yang harus diselesaikan tanpa adanya salah satu pihak yang merasa dirugikan. Ketentuan upah yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 dalam pasal 88 dan 89 yang menjelaskan bahwasannya setiap pekerja berhak memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Penentuan upah yang ditetapkan oleh pemerintah memang sesuai dengan konsep ujrah dalam Islam, dalam konteks upah di Negara kita upah yang sepadan adalah sama dengan Upah Minimum Kota (UMK),bahwa dalam Islam upah yang sepadan adalah upah yang dihasilkan sesuai dengan jasa atau manfaat tenaga diberikan, sehingga apa yang diperoleh oleh pekerja adalah atas jasanya.
PENGAWASAN PERBANKAN SYARIAH (Studi Pemikiran Muhammad Syafi’i Antonio)
Zainal Abidin
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 1 (2011): JUNI 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (374.767 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.1.%p
Pernyataan yang menyatakan bahwa bank syariah dan bank konvensional adalah mirip merupakan sebuah statment yang perlu diuji secara akademis. Dalam praktiknya, (yang tidak jamak diketahui masyarakat umum) bahwa bank syariah berbeda secara prinsip dengan konvensional. Syafi’i Antonio menyatakan, inilah saatnya kita membuktikan sistem perbankan syariah dapat menghilangkan wabah penyakit keuntungan minus. Disamping itu, perlu adanya pengawasan tambahan yang menjamin terlaksananya prinsip-prinsip syariah yaitu adanya adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengimplementasikan fatwa-fatwa sebagai pedoman bagi operasionalisasi bank syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Tugas yang berat tersebut tentunya harus didukung bersama oleh kaum muslimin karena pada esensinya tugas DPS tersebut merupakan tugas kaum muslimin semua dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar sehingga ummat bisa masuk kedalam islam secara kaffah, terutama para ulama yang memahami konsep muamalah, sehingga konsep itu bisa direalisasikan didalam kehidupan sehari-hari dan bisa mengantarkan ummat menuju kehidupan yang berkualitas dari dunia sampai akirat.
OBLIGASI SHARIAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Aplikasi Suku>k IjÄrah Al-Muntahiya Bittamlik Di Bursa Efek Indonesia Surabaya)
Dina Kurniyawati
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 1 (2011): JUNI 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (405.804 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.1.%p
Salah satu bentuk instrumen investasi Islami yang telah banyak diterbitkan, baik oleh berbagai macam korporasi maupun negara adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah atau lebih dikenal secara mendunia dengan sebutan suku>k. Perbedaan pokok suku>k dengan surat berharga konvensional semisal obligasi adalah penggunaan konsep imbalan selain bunga dari adanya dasar transaksi yang mengacu kepada aset atau usaha tertentu dengan basis perjanjian berprinsip syariah antar para pihak. Inilah yang bisa menjadi bay’ al-inah sesungguhnya. Inilah sesungguhnya, yang apabila para praktisi penerbit suku>k tidak berhati-hati dalam legal formal documents untuk suku>k, dapat ditelaah menjadi tidak syariah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis karena penelitian ini untuk menggambarkan konsep sewa menyewa (ijÄrah) dalam hukum Islam dan aplikasi suku>k ijÄrah al-muntahiya bittamlik ijÄrah al-muntahiya bittamlik (sale and lease back) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Surabaya hukumnya boleh. Karena dalam transaksi suku>k ijÄrah al-muntahiya bittamlik terhindar dari unsur riba, gharar, judi (maysir), haram dan shubhat. Dan akad yang digunakan adalah bay’ dan ijÄrah yang dilaksanakan secara terpisah. Sale and lease back adalah jual beli suatu aset untuk kemudian pembeli menyewakan kembali aset kepada penjual yang dapat disesuaikan dengan syariah.
MENGUKUR TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN CAMELS BI
Sulistyowati .
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 2 (2011): Desember 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (338.883 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.2.%p
Artikel ini mendeskripsikan tentang tata cara mengukur tingkat kesehatan bank, adapun standar penilaian tingkat kesehatan bank baik konvensional maupun syariah yang dianut di Indonesia dan ditetapkan oleh Bank Indonesia dikenal dengan CAMELS BI, sistem penilaian CAMELS BI menggunakan reward sistem yang artinya apabila dipenuhi ketentuannya maka akan diberikan nilai kredit plus dan sebaliknya, jika ketentuannya tidak terpenuhi akan dikenakan penalty dengan diberi nilai kredit minus, penilaian tingkat kesehatan bank dalam CAMELS BI ini meliputi 6 faktor yaitu Capital (modal), Asset (kualitas aktiva), Management (manajemen), Earning (Rentabilitas), Liquidity (likuiditas), Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap resiko pasar) dan dalam tulisan ini juga menyajikan teknik perhitungan tiap-tiap faktor dalam CAMELS BI dengan menganalisis laporan keuangan tiga bank syariah yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah, dari hasil perhitungan CAMELS BI untuk faktor permodalan (kecukupan pemenuhan modal minimum) dan kualitas aktiva, ketiga bank dalam kondisi “sehatâ€.Sedangkan faktor rentabilitas (laba/volume usaha) Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri keduanya dalam keadaan “sehat†akan tetapi untuk Bank Mega Syariah dalam keadaan “cukup sehatâ€dan untuk faktor likuiditas (total kredit/dana yang diterima) Bank Muamalat dalam keadaan “cukup sehat†sedangkan Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah sama-sama dalam keadaan “sehatâ€.
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRINSIP BAGI HASIL DALAM PERBANKAN
Nafi’ Mubarok
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 1 No. 2 (2011): Desember 2011
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (369.776 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2011.1.2.%p
Di dalam prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) secara otomatisrisiko kesulitan usaha ditanggung bersama oleh pemilik dana dan penggunadana. Prinsip bagi hasil yang diterapkan Bank Syariah mengandung beberapaprinsip penerapan yang perlu dikaji untuk menyelesaikan permasalahan yangmungkin timbul. Munculnya Bank Syariah dikarenakan bahwa semua bentuk riba dilarang mutlak oleh al-Qur’an, yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Demikian pula dalam beberapa hadis, Nabi Muhammad SAW. mengutuk orang yang menuliskan perjanjiannya, dan orang yang menyaksikan persetujuannya. Dapat ditegaskan bahwa tidak ada tempat bagi institusi bunga dalam tatanan yang Islami.Bank syariah dalam operasionalnya berdasarkan pada prinsip profit and loss sharing (bagiuntung dan bagi rugi). Bank syariah tidak membebankan bunga, melainkanmengajak partisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Sistem ini berbeda dengan bank konvensional yang pada intinyameminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberi pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Pada dasarnya konsep mud}arabahdalam fikih klasik adalah model direct financing,investasi langsung antara s}a>h}ib al-ma>ldengan mud}a>rib. Namun karena terdapat kendala dalam perkembangannya maka dilakukan inovasi baru oleh ulama kontemporer dengan mud}arabahmodel inderect financing, dengan melibatkan pihak ketiga sebagai perantara. Dan model baru inilah yang digunakan dalam konpes mud}arabah dalam perbankan syariah saat ini.
FAKTOR PRODUKSI PADA BERBAGAI BENTUK PASAR OUTPUT DAN INPUT DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Fatikul Himami
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 4 No. 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (326.831 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2014.4.1.%p
In Islamic economics we not only learn but also the social individual religious man with talent. This is due to the high demand and lack of means, there arises a problem of economics. This problem is essentially the same in both the modern economy and Islamic economics. However, differences arise pleased with the choice. Islamic economics is controlled by the basic values of Islam and modern economics is dominated by the self-interest of the individual. Therefore we expect all economic actors in the country for a moment think that is more attractive to immediately make a real change in the economic system that leads to the welfare of mankind and keadialn. In modern economics is a matter of choice really depends on the kinds of behavior of each individual. They may or may not take into account the requirements of society. But in Islamic economics, we are not in a position to distribute the resources at will. In this case there is a serious limitation based on the provisions Scriptures of the Qur'an and Sunnah upon the power of the individual. In Islam, social welfare is maximized when economic resources are also allocated such that the rearrangement of the situation, no one better by making someone else worse in the framework of the Qur'an or the Sunnah.
KONSUMSI DAN BATASANNYA DALAM PANDANGAN MUSLIM KONTEMPORER
Saoki .
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 4 No. 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (159.232 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2014.4.1.%p
This study wants to answer two problems. First, What is the concept of consumer behavior setting according to Yusuf al-Qardlawi’s thinking? Secondly, how is the implementation of the concept of thought of Yusuf al-Qardlawi? This research uses normative approach (theory) research. It is hoped that this approach can be seen through the Islamic concept of consumption and in the implementation of the view of al-Qardlawi. The research concludes that according to Yusuf Qardlawi Islam gives the basic norm that underlies the behavior of consumption, ie avoiding or curmudgeonly miser nature, should not be wasteful action and should have simple property and behavior. While, the implementation of the above concepts; The first not conducting the stingy or griping to provide donation either mandatory or Sunnah, both for themselves and for their families, for communities and for the fi sabilillah (in the way of Allah). Secondly, no action redundant, which means it does not spend his money for something without any benefit and for the things that are forbidden, including spending his money to excess that exceeds the limit in terms of kosher, and the last is the attitude and behavior should be modest implanted in every human daily life, by being midway between the curmudgeonly attitude and the attitude of wasteful and excessive attitudes including attitude luxuries.
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STRATEGI PROMOSI SISTEM PERSUADE PADA PEMBELIAN SEPEDA MOTOR SECARA KREDIT DI UD. YAMAHA RAYA MOJOKERTO
Maya Nurmalinda
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 4 No. 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (366.561 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2014.4.1.%p
In the current era, the ease of having motorcycle vehicle has can be felt consumers. Proved only by providing a relatively low down payment in the purchase of consumer credit may have a motorcycle they want, even though the credit system of money that they will pay on the installment greatly exceeds the predetermined price. Here not a few practices more direct dealers consumers to buy a motorcycle just to give the option purchases on credit. While the consumer is able to buy a motorcycle in cash. One of them at the dealer UD. Yamaha Raya Mojokerto, have taken advantage of promotional strategies persuade the system to direct and persuade consumers to buy a motorcycle on credit in accordance with the wishes of the marketing dealers. By using this system the dealer to inform and remind consumers about the advantages eight motorcycle purchase on credit regardless of financial ability and willingness of consumers. From these studies if it is associated with a review of Islamic law, a system implemented persuade UD. Yamaha Raya characterized by elements of persuading, encouraging, influencing consumers to buy on credit, show transactions that are prohibited by Islam. Due to what has been done by the dealer marketing, solely in order to obtain greater profits, which are not directly harm consumers.
ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP LABEL HALAL PADA PRODUK BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Agung Setiono
Maliyah : Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol. 4 No. 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Islamic Economic Law Programs, Faculty of Sharia and Law State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (178.176 KB)
|
DOI: 10.15642/maliyah.2014.4.1.%p
Function halal label on the product under Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection, kosher label, a product consumed goods can be categorized as dubious goods. So in this case the expected morality on the part of manufacturers to provide good protection to the consumer by the manufacturer in the form of voluntary labeling and lawful for the release of the product. Thus, consumers are becoming more comfortable and avoid worrying, given that the halal food for Muslims is principally because it relates to his religious beliefs. In maslahah mursalah in principle is an attempt in law specifies kemas}lahatan community basing on the legal situation is not contained in the nash or ijma', there is also no denial of it explicitly. And can we assume that their kosher label on the product showed a positive impact or the benefits to all Muslims. In line with the above conclusion, so to guarantee kosher must memeperhatikan things above, can not be home produksen labeled kosher products even though they are already assured of halal production, before going through the testing and monitoring of body LPPOM, that this is done by LPPOM MUI. With the clarity of this label consumers can feel safe when consuming food..