Articles
662 Documents
RANCANG BANGUN NERACA ASET FISIK DAN MONETER SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP LAUT INDONESIA 2002-2011
Fikri Nata Prasetiawan;
Abdul Rachman
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (311.178 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.43
Permasalahan overfishing Indonesia erat kaitannya dengan lemahnya pengelolaan perikanan tangkap laut karena tidak tersedianya kerangka statistik sebagai dasar kebijakan. Oleh karena itu, penyediaan kerangka statistik sebagai dasar pertimbangan perumusan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap laut Indonesia penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perancangan dan pembangunan neraca aset fisik dan moneter sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia secara agregatif dari 11 wilayah perairan pantai tahun 2002-2011. Kerangka penyusunan neraca didasarkan kepada kerangka System of Environmental-Economic Accounting Agriculture, Forestry and Fishery (SEEA-AFF). Penyusunan neraca aset fisik menggunakan pemodelan bioekonomi Gordon-Schaefer dengan variasi model Schnute dan Clark Yoshimoto Pooley (CYP) untuk menghitung stok dan dinamika biomassa sumber daya perikanan tangkap laut. Teknik estimasi parameter regresi yang digunakan adalah model regresi data panel. Sedangkan, valuasi resource rent digunakan dalam penyusunan neraca aset moneter. Hasil neraca tersusun menunjukkan bahwa terdapat kondisi economic overfishing di sejumlah wilayah perairan pantai. Kondisi tersebut merupakan keadaan yang merugikan baik bagi ekonomi penangkapan maupun biomassa sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia. Hasil penyusunan neraca aset sumber daya perikanan tangkap laut dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan dan rujukan pengembangan penyediaan kerangka statistik resmi dalam pengelolaan sumber daya perikanan tangkap laut Indonesia.
POLA KONSUMSI, ELASTISITAS PENDAPATAN, SERTA VARIABEL-VARIABEL SOSIAL EKONOMI YANG MEMENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
Chaterina Dwi Puspita;
Neli Agustina
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (301.364 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.46
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan indikator utama kesejahteraan rumah tangga. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki share terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Bengkulu, yaitu 64,80 persen pada tahun 2017. Selain itu, rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bengkulu (5,63 persen) lebih tinggi dari pada rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (5,27 persen) pada tahun 2012-2017. Namun, pembangunan ekonomi yang baik di Provinsi Bengkulu tidak diikuti dengan rendahnya angka kemiskinan yang dapat menggambarkan kesejahteraan rumah tangga di provinsi tersebut. Angka kemiskinan Provinsi Bengkulu berada di atas angka kemiskinan nasional pada tahun 2012-2017. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran umum pola konsumsi dan kesejahteraan di Provinsi Bengkulu serta pengaruh perubahan pendapatan (elastisitas pendapatan) dan karakteristik rumah tangga terhadap pola konsumsi makanan dan bukan makanan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Fungsi Engel Kuadratik dan metode regresi berganda dengan estimasi Robust. Hasil penelitian menunjukkan tingginya angka kemiskinan di Provinsi Bengkulu sejalan dengan pola konsumsi untuk rumah tangga, baik miskin maupun tidak miskin, yang masih memiliki rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi untuk makanan lebih besar daripada bukan makanan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga di perdesaan lebih responsif terhadap perubahan pendapatan rumah tangga serta pendapatan dan karakteristik rumah tangga signifikan terhadap proporsi pengeluaran konsumsi untuk beberapa komoditas makanan dan bukan makanan.
DETERMINAN DAYA SAING SEKTOR MANUFAKTUR UNGGULAN MENUJU PROGRAM MAKING INDONESIA 4.0
Muhammad Mubin Mubyarto;
Gama Putra Danu Sohibien
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (335.394 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.56
Pemerintah merancang sebuah peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam menghadapi persaingan tinggi di era revolusi industri 4.0, dimana penerapan teknologi digital sangat tinggi. Terdapat lima sektor manufaktur yang menjadi fokus pengembangan yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kimia, industri elektronik, dan industri otomotif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran daya saing sektor manufaktur unggulan di Indonesia, posisi daya saing sektor manufaktur unggulan di ASEAN, serta menganalisis variabel yang memengaruhi daya saing sektor manufaktur unggulan. Metode yang digunakan yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA) dan regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan secara rata-rata pada tahun 2000 hingga 2015, sektor yang memiliki daya saing adalah industri makanan dan minuman, yang menempati peringkat ketiga diantara negara ASEAN lainnya, serta industri tekstil dan pakaian jadi di peringkat keempat. Sedangkan industri kimia, industri elektronik, dan industri otomotif tidak memiliki daya saing. Produktivitas tenaga kerja, Foreign Direct Investment, dan jumlah perusahaan berpengaruh signifikan positif, sedangkan nilai tukar berpengaruh signifikan negatif terhadap daya saing sektor manufaktur unggulan.
DETERMINAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY GROWTH SEKTOR PERTANIAN DI KAWASAN BARAT INDONESIA PERIODE 2013-2017 MENGGUNAKAN ANALISIS REGRESI DATA PANEL
Revina Ayu Dya;
Budyanra Budyanra
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (340.826 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.57
Sektor pertanian memiliki produktivitas terendah kedua dari tahun 2013-2017 dibandingkan sektor lain. Rendahnya nilai produktivitas sektor pertanian akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia dilihat dari pentingnya sektor ini. Jika ditinjau berdasarkan provinsi, sektor pertanian di Indonesia didominasi oleh provinsi yang berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Akan tetapi, laju pertumbuhan PDRB pertanian di KBI selalu lebih rendah dibandingkan Kawasan Timur Indonesia (KTI), bahkan dari tahun 2013-2017 mengalami penurunun. Rendahnya laju pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh rendahnya kemajuan teknologi. Peran kemajuan teknologi dalam proses produksi dapat dihitung menggunakan Total Factor Productivity (TFP). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menghitung TFP sektor pertanian di KBI, mengetahui gambaran umum TFP dan pertumbuhan TFP pertanian di KBI, dan menganalisis determinannya agar dapat diambil kebijakan yang tepat dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pehitungan TFP pertanian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode estimasi FGLS-SUR dan hasilnya pertumbuhan TFP pertanian provinsi di Indonesia masih relatif rendah. Analisis variabel yang memengaruhi pertumbuhan TFP pertanian menggunakan regresi data panel dengan model fixed effect dan metode estimasi WLS. Diperolah bahwa pengeluaran litbang pertanian, dan bantuan alsintan secara positif signifikan memengaruhi pertumbuhan TFP serta inflasi pedesaan secara negatif signifikan memengaruhi pertumbuhan TFP.
SPATIAL CLUSTER UNTUK PENGELOMPOKKAN WILAYAH SETIAP PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN KARAKTERISTIK KESENJANGAN EKONOMI
Gideon Eka Dirgantara;
Isriani Novianti;
Rokhana Dwi Bekti
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (491.138 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.63
Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena global yang sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kesenjangan ekonomi dapat dilihat dari pendapatan antar daerah yang tidak merata di setiap wilayah. Analisis yang dapat digunakan untuk mengelompokkan 34 provinsi di Indonesia berdasarkan karakteristik kesenjangan ekonomi salah satunya adalah metode spasial cluster. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelompokan provinsi dengan metode SKATER (K’luster Analysis by Tree Edge Removal). Berdasarkan metode tersebut akan dibentuk 3 cluster dan 5 cluster untuk dibandingkan dan mendapatkan metode mana yang paling baik dengan analisis MANOVA. Hasil pengelompokan dari 3 cluster yang terbentuk dengan metode SKATER diperoleh hasil cluster 1 dengan 16 anggota provinsi. Cluster 2 dengan 2 anggota provinsi. Cluster 3 dengan 16 anggota provinsi. Hasil pengelompokan dari 5 cluster yang terbentuk dengan metode SKATER diperoleh hasil cluster 1 dengan 12 anggota provinsi. Cluster 2 dengan 1 anggota provinsi. Cluster 3 dengan 16 anggota provinsi. Cluster 4 dengan 1 anggota provinsi. Cluster 5 dengan 4 anggota provinsi. Dari analisis MANOVA didapatkan nilai Pillai’s Trace untuk metode SKATER dengan 3 Cluster sebesar 1,177 dan SKATER dengan 5 Cluster sebesar 1,355. Hal ini dapat disimpulkan bahwa metode SKATER dengan 5 Cluster lebih baik dari pada 3 Cluster.
VARIABEL-VARIABEL PENGGERAK INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR PERTANIAN
Muhammad Febrian Rizky Ramadhan;
Gama Putra Danu Sohibien
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (540.638 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.64
Indeks harga saham sektor pertanian di Indonesia cenderung menurun dari tahun 2009 – 2018 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -0,76 persen per tahun. Apabila tidak terjadi pemulihan harga, penurunan yang terjadi berpotensi menimbulkan sentimen buruk terhadap sektor pertanian dan menurunkan aliran modal masuk terhadap perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam sektor tersebut. Dalam upaya memecahkan permasalahan tersebut, dilakukan identifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi harga saham sektor pertanian. Adapun variabel yang diduga memiliki pengaruh terhadap harga saham sektor tersebut, yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, federal funds rate, harga minyak kelapa sawit, dan volume transaksi saham sektor pertanian. Dengan pemodelan Autoregressive Distributed-lag disimpulkan bahwa, keempat variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham sektor pertanian. Federal Funds Rate dan nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif terhadap indeks harga saham sektor pertanian, sedangkan variabel lainnya memiliki pengaruh positif. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ke penggiat saham dan pemerintah, agar tidak terjadi kerugian yang besar di periode-periode selanjutnya.
ANALISIS KONVERGENSI EKONOMI DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN DATA PANEL DINAMIS SPASIAL TAHUN 2013-2017
Muhammad Rizki Yudistira;
Gama Putra Danu Sohibien
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (378.117 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.66
Pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2011, kontribusi PDRB yang berasal dari kabupaten/kota di Pulau Jawa selalu di atas 50 persen. Akan tetapi, ketimpangan di Pulau Jawa juga besar. Berdasarkan indeks Williamson, ketimpangan yang terjadi di Pulau Jawa selalu meningkat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan hubungan antardaerah yang terdekat. Berdasarkan hasil yang didapatkan, terjadi konvergensi pada kabupaten/kota di Pulau Jawa. Ini menandakan bahwa daerah tertinggal di Pulau Jawa dapat mengejar daerah yang sudah maju. Selain itu, terdapat juga efek keterkaitan antardaerah yang mana antara satu daerah dengan daerah lainnya saling memengaruhi. Variabel PAD, IPM, persentase jalan yang berkategori baik, persentase angkatan kerja yang bekerja dan hubungan antardaerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita di kabupaten/kota di Pulau Jawa.
NERACA LAHAN INDONESIA
Theresa Novalia
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (453.193 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.68
Dalam rangka mengukur sejauh mana capaian Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs) tentu diperlukan suatu indikator. Komisi statistik di Perserikatan Bangsa-Bangsa merekomendasikan penerapan System of Environmental-Economic Accounting Central Framework (SEEA-CF) 2012 sebagai standar statistik internasional dalam penyusunan indikator terkait lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah penyusunan neraca lahan untuk mendukung terpenuhinya indikator dalam tujuan ke-15 SDGs, yaitu melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati. Neraca lahan menjadi penting untuk dihitung karena dapat melacak dinamika perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Lahan perlu menjadi perhatian karena menjadi basis dilaksanakannya kegiatan dalam suatu ekosistem. Metode penyusunan neraca lahan yang dilakukan adalah dengan mendapatkan informasi mengenai luas masing-masing klasifikasi tutupan lahan dalam satuan hektar dari citra satelit KLHK yang masih berupa format shapefile, kemudian melakukan transformasi ke tabulasi dalam format Microsoft Excel untuk pengolahan lebih lanjut menjadi neraca lahan. Berdasarkan hasil penyusunan neraca lahan dapat diketahui bahwa luas tutupan hutan di Indonesia pada tahun 2017 adalah seluas 100.536.496 hektar atau 52,45 persen dari total luas lahan di Indonesia secara keseluruhan. Pulau yang memiliki tutupan hutan terluas adalah pulau Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Selama periode tahun 2013-2017, terjadi pengurangan luas tutupan hutan sebesar 3 juta hektar, di mana pengurangan terbesar adalah di pulau Sumatera dan Kalimantan. Penyusunan neraca lahan ini dapat mendukung indikator tujuan 15 SDGs, khususnya indikator 15.1.1 yaitu kawasan hutan sebagai persentase dari total luas lahan dan indikator 15.3.1 yaitu proporsi lahan yang terdegradasi terhadap luas lahan keseluruhan.
PENGHITUNGAN INDEKS KOMPOSIT DAYA SAING DESA/KELURAHAN MENGGUNAKAN CATPCA
Winda Luvi Saputri;
Timbang Sirait
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3405.012 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.69
Pembangunan wilayah Indonesia penting dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Menurut UU No. 6 tahun 2014 tentang desa menyebutkan bahwa pembangunan wilayah Indonesia berbasis desa dijadikan sebagai salah satu upaya memerkuat fundamental perekonomian. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep pembangunan berkelanjutan di suatu wilayah. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji daya saing desa/kelurahan di Provinsi Jawa Timur untuk mengetahui apakah daya saing Provinsi Jawa Timur yang baik ditunjang oleh daya saing desa/kelurahannya yang memang baik serta untuk mengetahui apakah terjadi ketidakmerataan daya saing desa/kelurahan di Provinsi Jawa Timur. Indeks komposit daya saing desa/kelurahan (IDD) dibentuk untuk mengetahui kondisi daya saing masing-masing desa/kelurahan di Jawa Timur. Teknik analisis multivariat CATPCA dipakai dalam pembentukan bobot untuk IDD. Nilai indeks daya saing desa/kelurahan yang terbentuk berkisar antara 31,98 hingga 92,37. Rata-rata indeks daya saing desa/kelurahan di Provinsi Jawa Timur sebesar 58,49 atau termasuk kategori sedang. Rata-rata IDD kota umumnya lebih tinggi daripada IDD kabupaten, namun ketidakmerataan nilai IDD lebih parah di kabupaten. Rata-rata IDD di kelurahan lebih tinggi daripada di desa, namun ketidakmerataan nilai IDD lebih parah di desa. Dimensi yang perlu dibenahi adalah dimensi keuangan, pendidikan, dan kesehatan. Korelasi antara IDD dan IPD cukup tinggi dan positif yaitu 0,77.
PEMBENTUKAN BIGGI DALAM MENGUKUR PERTUMBUHAN INKLUSIF HIJAU
Daniel Mutiha Liderson;
Ernawati Pasaribu
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (578.632 KB)
|
DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.84
Kualitas pembangunan suatu negara pada umumnya hanya diukur melalui pertumbuhan ekonomi, padahal pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui PDB tidak mampu mengakomodasi kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan yang juga merupakan tujuan dari pembangunan. Pertumbuhan inklusif hijau merupakan solusi yang mampu menggambarkan kualitas pembangunan secara komprehensif, tidak hanya mencakup dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk membentuk suatu indeks untuk mengukur tingkat pertumbuhan inklusif hijau yang disebut Balanced Inclusive Green Growth Index (BIGGI) dengan menggunakan metode analisis faktor dan menerapkan kerangka kerja serta metodologi yang dikembangkan oleh Asian Development Bank (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur adalah tiga provinsi dengan pertumbuhan inklusif hijau tertinggi, sedangkan Provinsi Bengkulu, Sulawesi Barat, dan Papua adalah tiga provinsi dengan pertumbuhan inklusif hijau terendah. Secara umum, pertumbuhan inklusif hijau provinsi-provinsi di Indonesia berada pada kategori sedang. Dengan menggunakan analisis kuadran antara BIGGI dan pertumbuhan ekonomi, 16 dari 34 provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun disertai pertumbuhan inklusif hijau yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar kegiatan ekonomi di Indonesia tidak inklusif, tidak hijau, serta tidak seimbang. Selain itu, terdapat keterkaitan spasial pada pertumbuhan inklusif hijau provinsi-provinsi di Indonesia yang berarti bahwa tingkat pertumbuhan inklusif hijau di suatu provinsi memengaruhi dan dipengaruhi oleh capaian provinsi-provinsi tetangganya.