cover
Contact Name
Pandu Febriyanto
Contact Email
inovasiproses@akprind.ac.id
Phone
+6285642058253
Journal Mail Official
inovasiproses@akprind.ac.id
Editorial Address
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No. 28 Kompleks Balapan, Yogyakarta 55222
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Inovasi Proses
ISSN : -     EISSN : 23386452     DOI : https://doi.org/10.34151/jip
Core Subject : Engineering,
Jurnal Inovasi Proses merupakan Jurnal Nasional Jurusan Teknik Kimia IST AKPRIND Yogyakarta yang menyajikan informasi tentang hasil penelitian dan pengabdian yang berkaitan dengan teknik kimia.
Articles 86 Documents
KARAKTERISASI MIKROKRISTALIN SELULOSA DARI DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava L) SEBAGAI EKSIPIEN TABLET OBAT DIARE (Variasi Penambahan Serbuk Daun Jambu Biji)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mikrokristalin selulosa (MCC) adalah selulosa murni yang diisolasi dari beberapa sumber alfa selulosa alami seperti tanaman berkayu, tumbuhan, kulit kapas, atau tebu.. MCC dapat diapikasikan sebagai eksipien obat dalam sector kedokteran. Bahan baku selulosayang diperoleh dari daun jambu biji sama efektifnya denganobat diare alami. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan daun jambu biji untuk sintesis mikrokristalin selulosa. Metode penelitian terdiri dari beberapa proses antara lain: 1) Estraksi daun jambu biji dengan variasi berat: 300;350;400;450 gram dalam pelarut n-heksane:etanol, 2) Proses delignifikasi menggunakan larutan basa, 3) pemutihan, dan 4) hidrolisis alfa selulosa menggunakan larutan asam pada suhu tinggi. Karakteristik mikrokristalin selulosa diketahui melalui uji organoleptic, pH, kelarutan dalam air, susut pengeringan,, dan meggunakan indtrumen FTIR. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan 350 gram daun jambu biji memberikan persentase alfa selulosa maksimum sebesar 11.51% dan persentase mikrokristalin selulosa sebesar 3.54%. Karakteristik organoleptic seperti bentuk, rasa, bau, dan warna sesuai dengan standar. Kelarutan dalam air sebesar 0.16% dan pH sebesar 6.22. Susut pengeringan sebesar 0% dan absorbansi spektrum FTIR spektrofotometer sama seperti standar yaitu pada Panjang gelombang 3448.72 cm-1 dan 3464 cm-1. Selulosa mikrokristalin dari daun jambu biji memenuhi persyaratan farmakope dan karakteristiknya tidak berbeda nyata dengan Vivacel PH 102.
PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP KUAT TARIK, KEMULURAN, BIODEGRADASI PADA PROSES PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE DARI LIMBAH KULIT SINGKONG
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Plastik merupakan senyawa sintetis yang banyak dimanfaatkan dalam berbagai keperluan manusia, mulai dari keperluan rumah tangga hingga industri. Namun, terlepas dari manfaatnya yang banyak, plastik konvensional dapat menimbulkan berbagai masalah mulai dari keamanan produk bagi kesehatan hingga masalah limbah. Oleh karena itu, perlu dilakukan antisipasi dengan berbagai upaya untuk menanggulangi permasalah yang timbul. Salah satunya dengan menggantikan pengunaan plastik konvensional dengan plastik biodegradable yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Sebelumnya, plastik biodegradable telah dibuat dari berbagai sumber yang berbeda namun bahan dasar bioplastik yang digunakan masih sulit didapatkan. Jadi perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik biodegradable. Plastik Biodegradable dalam penelitian ini dibuat dari pati limbah kulit singkong, dengan plastilizer gliserin. Penelitian dilakukan dengan variabel penambahan gliserin dan kecepatan pengadukan untuk mengetahui kondisi optimal agar dapat dihasilkan plastik biodegradable dengan kualitas yang baik. Tahapan dalam proses pembuatannya meliputi preparasi bahan (pembuatan pati limbah kulit singkong), pencampuran dan pemanasan bahan, pencetakan, dan pengeringan bioplastik, serta pengujian. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan menggunakan suhu proses 60C, waktu proses 30 menit, massa pati 10 g, volume pelarut 100 mL asam asetat 0,05%, dan kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm, didapat kuat tarik tertinggi pada penambahan gliserin sebanyak 2 mL yaitu 9,12 MPa dan kemuluran tertinggi pada penambahan gliserin sebanyak 5 mL yaitu 24,07%. Sedangkan pada variabel kecepatan pengadukan didapat nilai kuat tarik dan kemuluran tertinggi pada kecepatan pengadukan 600 rpm diperoleh kuat tarik sebesar 3,77 MPa dan kemuluran 23,15%.
Pirolisis Limbah Kulit Durian Menjadi Arang Aktif dan Asap Cair dengan Aktivator Asam Phosfat (Variabel Waktu Pirolisis & Konsentrasi Aktivator)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buah durian umumnya dikonsumsi bagian salut buah (daging) dengan persentase 20% – 35% terhadap berat durian. Persentase kulit dan biji cukup besar yaitu 60% – 75% (kulit) dan 5% – 15% (biji). Kulit durian sebagai limbah selama ini belum banyak dimanfaatkan. Komposisi kulit durian yaitu selulosa 50% - 60%, lignin 5%, dan pati 5%, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang aktif dan asap cair dengan pirolisis. Proses pembuatan arang aktif dilakukan dengan menggunakan metode pirolisis, yaitu pengarangan tanpa terjadi kontak dengan udara. Limbah kulit durian yang telah dipotong dengan ukuran rata-rata 2 cm x 2 cm dianalisis kadar air dan kadar abu sebelum dilakukan pirolisis. Pirolisis limbah kulit durian menggunakan tabung pirolisis yang dilengkapi termokopel, pipa saluran, kondensor, dan erlenmayer untuk menampung asap cair dengan bahan baku sebanyak 100 gram, kadar air 11,7%, dan kadar abu 8,143 % dilakukan pada suhu pirolisis 400 ºC yang divariasi waktu pirolisis diperoleh hasil berupa arang dan asap cair. Arang aktif hasil pirolisis pada suhu pirolisis 560 ºC dan waktu pirolisis selama 60 menit direndam dengan 50 mL asam phospat selama 48 jam dengan variasi konsentrasi asam phospat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada suhu pirolisis 400 ºC didapat waktu pirolisis terbaik selama 60 menit dengan kereaktifan sebesar 312,174 mg/g dan hasil asap cair sebanyak 36 mL. Arang aktif hasil pirolisis pada suhu pirolisis 560 ºC dan waktu pirolisis selama 60 menit direndam sebanyak 5 gram dalam 50 mL asam phospat selama 48 jam didapat konsentrasi terbaik sebesar 25% dengan kereaktifan arang aktif sebesar 423,846 mg/g. Kereaktifan tersebut masih dibawah standar (SNI 06–3730-1995). Hasil analisis asap cair diperoleh pH sebesar 3,83, densitas 1,00793 g/mL, warna coklat gelap, tidak transparan, dan terdapat bahan terapung. Kandungan senyawa utama yang terdapat dalam asap cair yaitu Methanol, Acetone, Acetic Acid, dan Hydroxyacetone.
PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH SISIK IKAN (Variabel Suhu Ekstaksi dan Volume NaOH)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sisik ikan merupakan limbah yang belum dimanfaatkan dengan optimal, selama ini sisik ikan dimanfaatkan sebagai sumber kolagen. Sisik ikan (kering) memiliki kadar air 9,00%, kadar protein 25,81% dan kadar lemak 7,64%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sisik ikan sebagai bahan baku dalam pembuatan kitosan. Pembuatan kitosan dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap deproteinasi untuk menghilangkan protein yang terkandung dalam sisik ikan, tahap demineralisasi untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam sisik ikan dan tahap deasetilasi untuk menghilangkan gugus asetil yang terdapat dalam kitin. Bahan baku yang berupa sisik ikan dikeringkan dibawah sinar matahari dan disangrai kemudian ditimbang sebanyak 95,00 g dan diekstraksi dengan larutan NaOH 5% dengan suhu operasi 65°C selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan proses demineralisasi dengan menggunakan larutan HCl 0,5N, sehingga diperoleh kitin. Proses selanjutnya yaitu deasetilasi dengan memvariasikan suhu ekstraksi dan volume larutan NaOH, kitin sebanyak 10 g diekstraksi menggunakan larutan NaOH 40% 50 mL dengan waktu ekstraksi 1 jam, dengan menvariasikan suhu ekstraksi proses selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan menvariasikan volume larutan NaOH. Kitosan yang dihasilkan dianalisis derajat deasetilasinya dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Hasil penelitian dengan variasi suhu ekstraksi dan volume larutan NaOH 40% menunjukkan bahwa derajat deasetilasi kitosan tertinggi pada variasi suhu ekstraksi sebesar 77,21% sedangkan pada variasi penambahan volume NaOH sebesar 87,60% yang didapat dari proses deasetilasi menggunakan suhu 90°C dengan waktu pemanasan 2 jam.
PEMBUATAN SERBUK PEWARNA ALAMI TEKSTIL DARI EKSTRAK DAUN JATI MUDA (TECTONA GRANDIS LINN. F.) METODE FOAM-MAT DRYING DENGAN PELARUT ETANOL
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah kecoklatan berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintesis yang lebih aman bagi kesehatan. Daun jati muda merupakan salah satu jenis bagian dari pohon jati yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami untuk tekstil dengan cara mengekstrak daunnya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan serbuk warna dari ekstrak zat warna dari daun jati muda segar dengan metode foam-mat drying. Penelitian ini digunakan daun jati muda segar berwarna kecoklatan dengan pelarut etanol 95%massa. Pada awal proses, daun jati sebanyak 25 gram dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu dimaserasi menggunakan pelarut etanol 95%massa sebanyak 250 ml dan ditambahkan 10ml asam sitrat dari jumlah pelarut dengan konsentrasi yang divariasikan (3%,5%,10%,20% dan 30%)b/v selama 24 jam. Setelah itu disaring diambil fitratnya. Pembuatan serbuk dilakukan dengan metode foam-mat drying menggunakan putih telur ayam sebagai pembusa dan maltodekstrin sebagai zat pengisi. Filtrat ditambahkan meltodekstrin 8% b/v dan putih telur ayam dengan konsentrasi yang divariasikan (3%,5%,15%,20% dan 25%)b/v di mixer hingga homogen. Kemudian dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 60oC sampai tercapai bobot konstan. Dengan menggunakan daun jati muda segar 25 gram, pelarut etanol 95%massa sebanyak 250 ml, dan maltodekstrin 8%b/v didapatkan kondisi optimal pada konsentrasi putih telur 5%b/v dan konsentrasi asam sitrat 30%b/v, dengan kondisi tersebut diperoleh hasil serbuk dengan kadar air 8%massa, kelarutan 99,22%b/v dengan tingkat kemerahan sebesar 16.625, tingkat kecerahan sebesar 43.495, dan tingkat kekuningan sebesar 5.925.
PENGAMBILAN CERBERIN DARI BUAH BINTARO SEBAGAI BAHAN UTAMA PESTISIDA NABATI (Variabel Perbandingan Siklus, Metode Pengaplikasian dan Jenis Hama)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Dalam budidaya tanaman pastilah terdapat hama yang mengganggu tanaman. Oleh karena itu agar tanaman budidaya tidak terganggu oleh hama maka hal yang perlu dilakukan adalah dengan cara menggunakan pestisida. Pestisida nabati merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama. Penggunaan pestisida nabati yang bahan aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman.pestisida nabati tidak meninggalkan residu berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat dibuat dengan menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana. Pada buah bintaro mengandung senyawa aktif yaitu cerberin (alkaloid), tanin, saponin, dan steroid. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki sifat antibakteri, sitotoksik, dan sebagai depresan sistem saraf pusat. Dari beberapa kandungan pada buah bintaro terdapat beberapa kandungan yang memiliki potensial untuk digunakan sebagai larvasida, yakni alkaloid, tannin, saponin, dan steroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengambilan cerberin dari buah bintaro dengan metode ekstraksi dengan pelarut etanol 25% dengan memvariasikan 8 siklus, 11 siklus dan 12 siklus dan mengetahui efektivitas pestisida dari buah bintaro terhadap hama yang di aplikasikan dengan cara penyemprotan pada hama 20 ekor dengan volume 3 ml. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan uji efektivitas pestisida dari ekstrak buah bintaro pada komposisi dosis yang diberikan kepada jangkrik. Pestisida yang paling efektif untuk membunuh serangga yaitu pestisida yang terbuat dari 8 siklus. Hal ini dikarenakan cerberin terekstrak sempurna dan kadar Phenol yang didapat hanya 0,0374 %.
OPTIMASI KONDISI PROSES PENGAMBILAN TANIN DARI PINANG (Variabel Waktu Operasi, Kecepatan Pengadukan dan Suhu Operasi)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 4 No. 1 (2019): Maret 2019
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pinang (Areca Catechu L), merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk tujuan komersial karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam berbagai bidang, hanya belum banyak dikelola (Tjipto soepomo,1994). Tanaman ini dikatakan sebagai tanaman serbaguna karena mulai dari daun, batang, serabut, dan biji dapat dimanfaatkan. Daun tanaman tersebut, banyak mengandung minyak atsiri, biji buahnya banyak mengandung tanin dan alkaloid sebagai obat dan penyamak pada industri kulit. Pengambilan tannin pada pinang dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, yaitu proses yang dilakukan untuk memindahkan suatu terlarut dari pelarutnya ke pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan pelarut semula. Proses pengambilan tannin dilakukan dengan cara biji pinang yang telah kering dihaluskan dan ditimbang 50 g lalu diletakan pada labu alas bulat di tambahkan solven ethanol 96% sebanyak 250 mL. Dilakukan pengadukan dengan kecepatan pengadukan 60 rpm dan suhu kamar dengan waktu yang divariasikan hingga didapatkan tannin yang maksimal, lalu dilanjutkan dengan variasi kecepatan pengaduk hingga di dapat tannin yang maksimal dan dilanjutkan dengan variasi suhu hingga didapatkan tanin yang maksimal. Hasil ekstraksi lalu disaring (endapannya dibuang) dan dimasukkan ke alat evaporator untuk memisahkan solven hingga diperoleh ekstrak kental biji pinang. Ekstrak pinang lalu dianalisis untuk didapatkan kadar tannin. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kondisi operasi optimal pada waktu 2,5 jam, kecepatan pengadukan 500 rpm, dan suhu 60˚C dengan % hasil sebesar 0,8898%.
PELAPISAN KITOSAN PADA BUAH STROBERI (FRAGARIA VESCA) SEBAGAI UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Indonesia, buah stroberi merupakan salah satu hasil holtikultura yang mempunyai harga jual yang cukup tinggi. Pada umumnya buah stroberi dipasarkan pada suhu ruang, sehingga terjadi penurunan kualitas buah dalam penyimpanannya. Penurunan kualitas buah dapat dikarenakan oleh reaksi enzimatis, reaksi kimia, dan aktifitas mikroorganisme. Salah satu cara menghambat penurunan kualitas buah yaitu dilakukan pelapisan pada buah menggunakan kitosan yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur pada komoditi pangan yang tidak berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelapisan kitosan pada stroberi yang dilapisi kitosan pada konsentrasi kitosan dan lama pencelupan pelapisan tertentu terhadap umur simpan buah stroberi. Buah stroberi di peroleh dari buah segar yang dijual di pasaran, kemudian dilapisi dengan larutan kitosan yang mempunyai konsentrasi tertentu (0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%), dan waktu pencelupan tertentu (5 menit, 10 menit, 15 menit). Larutan kitosan dibuat dengan melarutkan kitosan ke dalam larutan asam asetat 1%. Proses pelapisan dilakukan dengan cara pencelupan yang dilakukan dengan dua kali pencelupan, kemudian buah stroberi yang dilapisi kitosan dikeringkan dan disimpan. Buah yang sudah dilapisi kitosan dianalisa kecepatan pengeringan, susut bobot dan Total Plate Count (TPC) untuk mengetahui pengaruh pelapisan terhadap umur simpan buah stroberi. Dari hasil percobaan pelapisan buah stroberi menggunakan larutan kitosan, menunjukkan kondisi yang optimum dicapai pada pelapisan dengan konsentrasi 2% dan waktu pencelupan 15 menit menghasilkan kecepatan pengeringan yang paling rendah, susut bobot yang kecil (bobot awal 7,184 g, setelah 4 hari 6,271 g), dan serta ketahanan yang maksimal terhadap mikrobia hingga dapat bertahan dalam kurun waktu 4 hari dengan jumlah mikrobia 7,3×101 CFU/g.
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN ALTERNATIF METIL ESTER DARI MINYAK JELANTAH PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) SEBAGAI OIL WELL STIMULATION AGENT (OWSA)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggunaan minyak jelantah guna penggorengan yang dilakukan berulang-ulang semakin dibatasi oleh Dinas Kesehatan karena memacu adanya bibit penyakit kanker dari minyak jelantah tersebut. Padahal di dalam minyak jelantah masih banyak terkandung senyawa trigliserida dan asam lemak bebas yang dapat dikonversikan menjadi metil ester. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak penelitian yang telah mempelajari proses pemanfaatan minyak jelantah menjadi metil ester yang selanjutnya digunakan sebagai biodiesel. Namun yang terjadi saat ini, industri migas lebih membutuhkan metil ester sebagai Oil Well Stimulation Agent dalam proses recovery minyak bumi dengan mengubah metil ester menjadi metil ester sulfonat (MES). Penelitian ini dilakukan dengan memvariasi empat variabel yaitu variabel suhu proses sulfonasi 80oC, 90oC, 100oC, 110oC, dan 120oC, lama proses sulfonasi pada 4 jam, 4,5 jam, 5 jam, 5,5 jam, dan 6 jam, rasio mol (1,07 ;1,29 ; 1,50 ; 1,73 ; 1,95) dan kecepatan pengadukan (200 rpm, 300 rpm, 400 rpm, 500 rpm, 600 rpm). Metil ester yang dihasilkan dari minyak jelantah dicampur dengan natrium bisulfit sebagai bahan pensulfonasi yang dimasukkan kedalam labu leher tiga kemudian dipisahkan dengan vacuum filter lalu di lakukan proses pemurnian dan penetralan. Dari percobaan yang dilakukan tercapai kondisi terbaik pada suhu 100-110oC dengan lama reaksi sulfonasi 4-4,5 jam. Pada kondisi terbaik didapatkan nilai angka asam dan bilangan penyabunan berturut-turut sebesar 2,6215-3,4752 mg KOH/ 1 g MES dan 30-40 mg KOH/ 1 g MES. Sedangkan kualitas MES ditinjau dari parameter analisis tegangan antar muka (IFT) sebesar 15,32 mN/m dan 16,82 mN/m hasil ini sesuai dengan kualitas MES di pasaran. Kondisi terbaik pada rasio mol 1:1,5 dengan kecepatan pengadukan yang tinggi 600 rpm. Pada kondisi rasio mol terbaik didapatkan nilai angka asam dan bilangan penyabunan sebesar 2,884 mg KOH/ 1 g lemak MES dan 13-64 mg KOH/ 1 g lemak MES. Dan kondisi terbaik dari kecepatan pengadukan didapat nilai angka asam 2,8-3,6 mg KOH/ 1 g lemak dan 13-28 mg KOH/ 1 g lemak.
PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN JUMLAH RAGI TERHADAP PERSENTASE HASIL DALAM PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH TALOK (KERSEN) MENGGUNAKAN RAGI TAPE DAN RAGI ROTI (Saccharomyces cerevisiae)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bioetanol merupakan salah satu solusi untuk mengurangi eksploitasi energi fosil yang dihasilkan dari fermentasi biomassa.Pembuatan bioetanol dapat dilakukan terhadap tanaman berpati atau yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa, salah satunya adalah buah talok (kersen).Penggunaan buah talok dapat menambah ragam bahan dasar pembuatan bioetanol yang ekonomis dan mudah diperoleh. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bioetanol dari buah talok secara fermentasi menggunakan ragi tape dan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae). Penentuan kondisi fermentasi optimum meliputi jumlah ragi dan waktu fermentasi. Tahapan dalam proses pembuatan bioetanol meliputi preparasi bahan (pembuatan sampel dan starter), fermentasi dengan menggunakan ragi tape dan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae), distilasi dan pengujian produk secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan menggunakan bahan baku buah talok dan air (perbandingan 2:1) sebanyak 95 mL dan penambahan NPK 0,03% dari gula dalam sampel, urea 0,08% dari gula dalam sampel, dan starter 10 mL diperoleh kondisi optimum pada waktu fermentasi selama 10 hari dengan penambahan ragi sebanyak 1,4 gram. Pada kondisi tersebut diperoleh persentase hasil sebesar 1,69% massa. Untuk bahan baku buah talok dan air (perbandingan 2:1) sebanyak 90 mL dan penambahan NPK 0,03% dari gula dalam sampel, urea 0,08% dari gula dalam sampel, dan starter 5ml diperoleh kondisi optimum fermentasi bioetanol dari buah talok menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae adalah 5 hari dan jumlah ragi sebanyak 0,4 gram. Pada kondisi tersebut diperoleh persentase hasil sebesar 2,5113% massa.