cover
Contact Name
Pandu Febriyanto
Contact Email
inovasiproses@akprind.ac.id
Phone
+6285642058253
Journal Mail Official
inovasiproses@akprind.ac.id
Editorial Address
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No. 28 Kompleks Balapan, Yogyakarta 55222
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Inovasi Proses
ISSN : -     EISSN : 23386452     DOI : https://doi.org/10.34151/jip
Core Subject : Engineering,
Jurnal Inovasi Proses merupakan Jurnal Nasional Jurusan Teknik Kimia IST AKPRIND Yogyakarta yang menyajikan informasi tentang hasil penelitian dan pengabdian yang berkaitan dengan teknik kimia.
Articles 86 Documents
PENGAMBILAN PEKTIN DARI LIMBAH INDUSTRI RUMAHAN SARI BUAH (Variabel Berat Bahan dan Konsentrasi Pelarut)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pektin secara luas digunakan dalam pengolahan makanan khususnya untuk mengubah buah-buahan yang memiliki nilai yang rendah menjadi produk-produk berkualitas baik seperti selai, jelly, dan permen. Pektin juga memiliki banyak aplikasi dalam produk makanan dan obat-obatan sebagai agen pembentuk gel dan agen penstabil. Analisa pektin berupa kadar metoksil anatara 3-7% dan kadar poligalakturonat antara 30-90 %. Hasil limbah sari buah berbentuk potongan-potongan kecil pada kulit buahnya sedangkan ampas dari sari buah berbentuk seperti bubur. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan kulit dan ampas buah hasil dari limbah industri rumahan sari buah sebagai sumber pektin. Limbah sari buah diperoleh dari industri rumahan Q-ta jus buah kemudian dicuci dan dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar air bahan baku 88,476 %. Ada dua langkah kerja dalam penelitian ini. Langkah kerja pertama yaitu bahan kering ditimbang dengan berat yang bervariasi (30 g, 40 g, 50 g, 60 g, 70 g) dan diblender dengan air 500 mL kemudian dimasukkan ke labu leher tiga, ditambahkan pelarut H2SO4 98% (0,25 N, 0,05 N, 0,1 N, 0,15 N, 0,25 N). Ekstraksi dilakukan pada suhu 80oC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm selama 90 menit. Hasilnya disaring dengan kertas saring diperoleh filtrat diendapkan dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:1. Endapan disaring sehingga didapat pektin basah yang selanjutnya dikeringkan sampai berat konstan. Langkah kerja kedua yaitu bahan kering ditimbang dengan berat 50 gram dan diblender dengan air 500 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga, ditambahakan pelarut H2SO4 98% (0,1N). Ekstraksi dilakukan pada suhu yang berubah (50, 60, 70, 80, 90)oC digunakan kecepatan pengadukan 300 rpm dan dengan waktu yang berubah (30, 60, 90, 120, 150) menit. Hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring dan filtrat di endapkan dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:1. Endapan disaring sehingga didapat pektin basah yang selanjutnya dikeringkan hingga berat konstan. Dari hasil percobaan pengambilan pektin dari limbah industri rumahan sari buah yang telah dilakukan diperoleh kondisi optimal pada variabel berat bahan 50 gram, konsentrasi pelarut 0,1 N, waktu ekstraksi 90 menit, dan suhu ekstraksi 80oC dengan persentase pektin sebesar 7,944%. Analisa hasil diperoleh kadar metoksil sebesar 5,931% dan kadar poligalakturonat sebesar 67,971%.
PEMBUATAN BIOETANOL DARI BONGGOL JAGUNG
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari sumber hayati, misalnya tebu, nira sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, jagung, jerami, dan kayu.Beberapa varietas unggul jangung dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (anonim1 , 2011). Dan sampai tahun 2010 produksi jagung skala nasional mencapai 80.000 ton. Proses pembuatan bioetanol dari bonggol jagung ini melalui 3 proses, yaitu hidrolisis dengan asam (H2SO4 0,5N), fermentasi dengan ragi roti (fermipan), dan distilasi pada suhu 100oC. Penelitian dilakukan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pemanas,pengaduk, dan pendingin balik. Dengan menggunakan 40gram serbuk tongkol jagung, pada proses hidrolisis dengan volume H2SO4 0,5N 300mL,dan pengadukan 140rpm dengan variasi waktu hidrolisis (0,5 jam, 1 jam,1,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam) dan suhu (80oC, 90oC, 100oC, 110oC, dan 120oC). Lalu pada proses fermentasi, dilakukan penambahan ragi sebanyak 3 gram dan urea 0,1 gram. Dengan lama fermentasi 2 hari.Lalu didistilasi dengan suhu 100oC selama 2-3jam.Dalam penelitian ini juga mempelajari pengaruh penambahan ragi dan waktu fermentasi terhadap kadar etanol. Penambahan ragi (fermipan) 1–5 gram sedangkan waktu fermentasi 1-5 hari. Hasil analisis kadar etanol dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut, dengan waktu hidrolisis 0,5 jam dan suhu 100oC kadar etanol 0,056%. Dengan waktu hidrolisis 1 jam dan suhu 100oC kadar etanol 0,101%. Dengan waktu hidrolisis 1,5 jam dan suhu 100oC kadar etanol 0,18%. Dengan waktu hidrolisis 2 jam dan suhu 100oC kadar etanol 0,26%. Dengan waktu hidrolisis 2,5 jam dengan suhu 100oC kadar etanol 0,22%. Dengan waktu 2 jam dan suhu 80oC kadar etanol 0,83%. Dengan waktu 2 jam dan suhu 90oC kadar etanik 0,99%. Dengan waktu hidrolisis 2 jam dan suhu 100oC kadar etanol 1,01%. Dengan waktu hidrolisis 2 jam dan suhu 110oC kadar etanol 0,94%. Dengan waktu hidrolisis 2 jam dan suhu 120oC kadar etanol 0,9%.Berdasarkan hasil penelitian, kondisi optimal penambahan ragi diperoleh dengan kadar 0,43% yaitu pada penambahan ragi 3 gram sedangkan waktu fermentasi yang optimal dengan kadar etanol 0,66% dengan waktu fermentasi 3 hari
PEMBUATAN REGULAR PORTLAND SEMEN DARI CAMPURAN ABU VULKANIK GUNUNG MERAPI DAN BATUAN KAPUR (DARI JUWANGI DAN GUNUNG KIDUL)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Semen Portland merupakan bahan yang umum dipakai dalam pekerjaan konstruksi, proses pembuatannya antara lain dengan mencampurkan bahan – bahan yang bersifat silika, kapur dan beberapa bahan lain seperti clay, abu, dan pasir besi ke dalam sebuah kiln atau tungku pemanas pada suatu suhu tertentu sampai terbentuk bahan yang apabila dicampur dengan air dapat mengeras. Komposisi bahan utama yang umum digunakan dalam pembuatan semen portland adalah batu kapur, abu, dan clay. Dalam penelitian ini hendak dicari seberapa jauh pemanfaatan batu kapur yang berasal dari Kecamatan Juwangi dan Gunung Kidul dengan dipadukan abu vulkanik Gunung Merapi untuk menghasilkan semen portland seperti yang umum ada di pasaran. Abu vulkanik Gunung Merapi sebagaimana umum diketahui memiliki kandungan SiO2 yang cukup tinggi yaitu 50-55% b/b, sehingga layak untuk diteliti lebih jauh tentang pemanfaatannya dalam pembuatan Semen Portland. Penelitian ini diawali dengan melakukan analisa kimia dari bahan baku yang digunakan yaitu, batu kapur, abu vulkanik Gunung Merapi, clay, dan pasir besi. Semen yang dihasilkan kemudian dianalisa secara kimia dan fisika untuk kemudian dibandingkan dengan hasil analisis kimia maupun fisika dari semen yang umum ada di pasaran. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa produk semen yang dihasilkan belum dapat memenuhi standar semen yang ada di pasaran baik dari hasil analisis kimia, fisika, maupun aplikasinya di lapangan.
Pengambilan Zat Warna Antosianindari Ekstraksi Kulit Buah Rambutan (Niphelium Lappaceum L) sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis (Variabel Suhu Ekstraksi dan Waktu Ekstraksi)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 1 (2016): Maret 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanaman rambutan merupakan tanaman lokal yang banyak ditemukan di Indonesia. Selain memiliki tampilan buah yang menarik, kulit buah rambutan mengandung senyawa antosianin sebagai pigmen yang membuat warna kulitnya merah tua. Pada saat ini penggunaan zat pewarna semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri pengolahan pangan, khususnya jenis pewarna sintetis, maka dari itu diperlukan pewarna alami pengganti pewarna sintetis.Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti pewarna sintetis adalah kulit buah rambutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengambilan zat warna antosianin dari kulit buah rambutan dan jumlah antosianin yang terekstrak. Penelitian ini dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol dengan suhu ekstraksi yang divariasikan (50°C, 55°C, 60°C, 65°C dan 70°C) dan waktu ekstraksi yang divariasikan (120 menit, 135 menit, 150 menit, 165 menit, dan 180 menit) pada bahan baku kulit buah rambutan 25 gram dengan volume pelarut 156,3 mL dan kecepatan pengadukan 300 putaran/menit. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang paling baik yaitu dengan kondisi operasi suhu ekstraksi 55°C dan waktu ekstraksi 180 menit dengan jumlah antosianin terekstrak sebesar 19,39 mg. Diharapkan dari hasil penelitian ini zat warna antosianin dari kulit buah rambutan dapat dimanfaatkan sebagi pewarna alami pengganti pewarna sintetis.
PENGARUH WAKTU PERENDAMAN, PENAMBAHAN SODA KUE, SUHU PEREBUSAN, DAN WAKTU PEREBUSAN PADA PEMBUATAN SUSU BIJI KECIPIR
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses pembuatan susu nabati dari biji kecipir sama dengan proses pembuatan susu kedelai. Biji kecipir yang sudah dibersihkan direndam menggunakan air panas dan digiling menggunakan blender. Hasil dari penggilingan diperas menggunakan kain dan direbus. Pada tahap akhir bakal susu disterilisasi agar terhindar dari kuman. Dari hasil analisa protein diperoleh kadar protein tertinggi pada variabel waktu perendaman 13 jam sebesar 3,254% dan pada variabel penambahan soda kue 3,2 gram sebesar 2,90%. Sedangkan pada variabel suhu perebusan 100oC sebesar 6,24% dan waktu perebusan 50 menit sebesar 2,62%. Pembuatan susu nabati dengan bahan baku biji kecipir pada variabel waktu perendaman 14 jam diperoleh viskositas sebesar 0,01987 cm/gr.det dan pada penambahan soda kue 3,4 gram sebesar 0,01159 cm/gr.det. Sedangkan pada suhu perebusan 100oC diperoleh viskositas sebesar 0,01394 cm/gr.det dan pada waktu perebusan 50 menit sebesar 0,01478 cm/gr.det.
PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT NANAS
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bioetanol merupakan salah satu solusi untuk mengurangi eksploitasi energi fosil yang dihasilkan dari fermentasi biomassa. Pembuatan bioetanol dapat dilakukan terhadap tanaman berpati atau yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Salah satunya adalah kulit nanas. Penggunaan kulit nanas dapat menambah ragam bahan dasar pembuatan bioetanol yang ekonomis dan mudah diperoleh. Kulit nanas yang diperoleh diperkecil ukurannya kemudian dibersihkan. Kulit nanas dengan perbandingan berat divariasikan (1:1 gram/L, 1:2 gram/L, 1:3 gram/L, 1:4 gram/L, 1:5 gram/L), kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang ditambahkan 100 ml katalis H2SO4. Hidrolisis dilakukan pada suhu yang divarisikan (80°C, 90°C, 100°C, 110°C,120°C) dengan waktu 90 menit. Selanjutnya hidrolisat didetoksifikasi dengan Ca(OH)2 dan difermentasi dengan proses anaerob. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang dalam waktu 3 hari. Hasil fermentasi disaring dan filtrat didistilasi pada suhu ±100°C sampai distilat tidak menetes lagi. Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kondisi optimal pada variabel suhu hidrolisa 100 oC dengan kadar glukosa 2,414% dan kadar etanol 0,312% dan perbandingan bahan 1:2 gram/L dengan kadar glukosa 2,44% dan kadar etanol 0,989%.
EVALUASI TRANSFER MASSA PERISTIWA PELEPASAN OBAT DARI EDIBLE FILM PEKTIN DENGAN PLASTICIZER GLISEROL SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN OBAT
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan berat molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Limbah kulit buah jeruk yang mengandung pektin berpotensi besar sebagai bahan dasar pembuatan edible film untuk pelapis bahan pangan dan media sistem penghantaran obat (SPO). Sediaan obat dirancang sedemikian rupa sehingga mempunyai karakteristik melepaskan obat dengan waktu dan lokasi yang tepat. Keuntungan sistem penghantaran obat yaitu dapat mengurangi frekuensi pemberian obat, mengurangi jumlah total obat yang dibutuhkan untuk mendapatkan respon terapeutik yang diinginkan, dan mengurangi efek sampingnya. Penelitian ini menggunakan contoh obat asam salisilat. Untuk mengontrol kualitas pelepasan obat pada edible film pektin, plasticizer gliserol umumnya ditambahkan pada pektin selama pembuatan film. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh gliserol terhadap sifat mekanik dan transfer massa pelepasan obat dari edible film. Tahapan proses penelitian meliputi : (1) pembuatan edible film dengan konsentrasi gliserol (0; 5; 10; dan 15% v gliserol / v larutan), (2) pemasukan obat, (3) pelepasan obat dari film. Karakteristik fisik edible film yang diukur seperti ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, dan swelling. Performa pelepasan obat dari edible film dianalisis menggunakan larutan buffer (pH 7,4) dan diukur konsentrasi pelepasan obat dengan spektrofotometer UV-Vis. Hasil edible film yang terbentuk memiliki ketebalan antara 0,061-0,125 mm. Penambahan gliserol mempengaruhi karakteristik mekanik dari edible film. Saat gliserol ditambahkan secara meningkat, nilai kuat tarik film menjadi menurun, nilai persen pemanjangan film meningkat, dan nilai swelling meningkat. Penambahan gliserol dapat meningkatkan nilai efisiensi pemasukan obat. Efisiensi pemasukan obat tertinggi adalah 78,86 % pada konsentrasi gliserol 15%. Kecepatan pelepasan obat mengalami peningkatan dengan penambahan konsentrasi gliserol, yang ditunjukkan melalui kenaikan konsentrasi obat yang terlepas ke cairan dengan interval waktu cepat. Nilai persentase obat dalam film yang dapat release ke cairan rata-rata sebesar 95,30%.
PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bawang putih yang mempunyai nama ilmiah Allium sativum L.selama ini banyak digunakan sebagai penyedap masakan dan mulai merambah pada bidang kesehatan, namun daya simpan bawang putih tidak lama, karena semakin lama disimpan maka umbinya menjadi layu dan dapat mengalami pembusukan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengawetkan bawang putih dalam bentuk tepung dengan pengeringan, yang memiliki keunggulan dapat disimpan lebih lama dan praktis. Sebelum proses pengeringan dilakukan, mula-mula bawang putih dipotong dengan variasi bentuk, melintang dan membujur. Pengeringan dilakukan dengan rangkaian alat pengeringan, yang berupa oven pengering dengan bantuan aliran udara pada suhu proses tertentu (40oC, 50oC, 60oC, 70oC dan 80oC).Pengeringan dilakukan sampai bahan mencapai nilai tertentu dan konstan. Dari seluruh kegiatan penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin besar kecepatan pengeringan dan waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan semakin sedikit. Hasil yang terbaik diambil berdasarkan kualitas produk yang mengacu pada warna, waktu proses pengeringan dan kecepatan pengeringan. Maka diperoleh kondisi operasi terbaik pada suhu 70oC dengan bentuk melintang. Pada suhu 70oC, warna produk kuning pucat dengan kadar pati 35,44% (dasar kering), dengan waktu pengeringan yang diperlukan selama 252 menit dan memiliki periode kecepatan pengeringan tinggi yang cukup lama.
PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK KUBIS (BRASSICA OLERACEA) MENJADI PUPUK CAIR ORGANIK DENGAN CARA FERMENTASI (Variabel Rasio Bahan Baku dan Lama Waktu Fermentasi)
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pupuk cair organik merupakan zat penyubur tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik. Bahan baku berasal dari bahan organik basah atau bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi seperti buah-buahan dan sisa sayuran misalnya wortel, labu, sawi, selada,kubis dan kulit jeruk. Pupuk organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan organik tanah dan juga menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan, sehingga pupuk organik dapat digunakan untuk pupuk yang ramah lingkungan. Limbah organik kubis sebanyak 1500 gram dilakukan proses penyaringan kemudian diambil filtratnya yakni sebanyak 750 mL. Filtrat yang dihasilkan akan difermentasi dengan variasi rasio bahan baku (limbah kubis:EM4) dan variasi lama waktu fermentasi. Hasil fermentasi yang merupakan pupuk cair organik dilakukan analisis hasil yakni analisis kadar Nitrogen dengan metode Kjeldahl, kadar Fosfor sebagai P2O5 dianalisis dengan metode Vanadat-Molibdat dan analisis kadar Kalium sebagai K2O serta analisis kadar C-organik dengan menggunakan metode Walkley & Black. Pada penelitian ini diperoleh kondisi optimum yang dicapai pada lama waktu fermentasi 25 hari dengan rasio bahan baku 2:1. Dengan menggunakan kondisi proses tersebut, diperoleh persentase hasil kadar Nitrogen sebesar 1,5935%; kadar Fosfor sebagai P2O5 sebesar 0,08556%; kadar Kalium sebagai K2O sebesar 0,08840% dan C-organik sebesar 1,4480%.
RE-EKSTRAKSI ASPAL BUTON KABUNGKA DENGAN MENGGUNAKAN SOLVEN KONDENSAT BENSIN
Jurnal Inovasi Proses Vol. 1 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : JURNAL INOVASI PROSES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aspal adalah suatu material yang berwarna coklat tua hingga hitam, berbentuk padat atau semi padat yang terdiri atas bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau dapat diperoleh juga melalui residu minyak bumi (Kirk dan Othmer, 1995).Aspal alam yang sangat melimpah di Indonesia menjadi tolok ukur dalam penelitian ini dikarenakan sebagian besar aspal yang digunakan sebagai pelapis jalan adalah aspal yang diperoleh dari residu minyak bumi (aspal minyak) yang tergolong mahal dan masih kita impor hingga sekarang.Di dalam penelitian ini pembuatan aspal dilakukan menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan hasil distilasi dari bahan bakar minyak (premium RON 88) atau disebut dengan kondensat bensin sebagai solven. Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal yang didapat dari bitumen-bitumen aspal yang diekstraksi terlebih dahulu. Dalam penelitian re-ekstraksi untuk aspal pengujian nilai penetrasi digunakan aspal hasil ekstraksi dari bitumen sebanyak 3 kg dan kondensat bensin sebanyak 6 liter, sedangkan untuk penelitian aspal re-ekstraksi dengan variasi jumlah solven digunakan aspal hasil ekstraksi bitumen seragam sebanyak 25 gram dan variasi jumlah solven beragam mulai dari 50 mL, 75 mL, 100 mL dan 125 mL. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui lamanya waktu pemanasan aspal hasil re-ekstraksi dari aspal hasil ekstraksi bitumen sehingga didapat aspal re-ekstraksi untuk pengujian nilai penetrasi nol sesuai dengan syarat Direktorat Jenderal Bina Marga dan dapat mengetahui hasil dari penelitian re-ekstraksi dengan berbagai solven, perbandingan jumlah solven dan aspal hasil ekstraksi bitumen untuk mendapatkan hasil aspal re-ekstraksi yang maksimal . Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, untuk percobaan aspal re-ekstraksi dengan variasi jumlah solven didapat, semakin banyak solven yang ditambahkan akan semakin banyak pula hasil recovery aspal yang didapat. Dan untuk percobaan re-ekstraksi aspal untuk tes uji penetrasi didapat, semakin lama waktu yang diperlukan untuk memanaskan aspal maka akan didapat nilai penetrasi sebesar nol. Pemanasan dengan suhu 240oC yang dilakukan di dalam penelitian bertujuan untuk menghilangkan solven yang masih tersisa di dalam campuran aspal dan solven, sehingga didapat hasil aspal re-ekstraksi untuk pengujian aspal nilai penetrasi nol dan aspal re-ekstraksi variasi jumlah solven.