cover
Contact Name
M.Ya’kub Aiyub Kadir
Contact Email
kanun.jih@usk.ac.id
Phone
+62651-7552295
Journal Mail Official
kanun.jih@usk.ac.id
Editorial Address
Redaksi Kanun: Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh 23111
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 08545499     EISSN : 25278428     DOI : 10.24815/kanun.v20i3.11380
Core Subject : Social,
anun: Jurnal Ilmu Hukum (KJIH), the Indonesian Journal of Autonomy Law, is an international journal dedicated to the study of autonomy law within the framework of national and international legal systems. Published thrice annually (April, August, December), KJIH provides valuable insights for scholars, policy analysts, policymakers, and practitioners. Managed by the Faculty of Law at Syiah Kuala University in Banda Aceh, Indonesia, KJIH has been fostering legal scholarship since its establishment in June 1991, with the ISSN: 0854 – 5499 and e-ISSN (Online): 2527 – 8428. In 2020, it received national accreditation (SINTA 2) from the Ministry of Research and Technology of the Republic of Indonesia and the National Research and Innovation Agency. KJIH is actively pursuing indexing in prestigious databases like Scopus, Web of Science and other global indexes. We publish in English for accessibility, not as a political statement. The Editorial Board shall not be responsible for views expressed in every article.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)" : 10 Documents clear
Jalan Panjang Menuju Rekonsiliasi Muhammad Heikal Daudy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Konflik yang telah berlangsung lama di Aceh harus diselesaikan. Sejumlah era belum sepenuhnya berhasil menuntaskan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang telah terjadi. Artikel ini ingin menawarkan langkah rekonsiliasi dalam rangka pencapaian perdamaian abadi di Aceh. Titik sentral yang harus diperjuangkan adalah misi pengusutan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak boleh menyusut. Seluruh komponen bangsa ini memerlukan suatu proses penyembuhan. Hal ini hanya akan terjadi jika penyakit itu diketahui, didiagnosis, dan diobati. Tujuan proses ini intinya membawa pelaku mengakui kesalahan sejarahnya. Long Road to Reconciliation ABSTRACT. Long-running conflict in Aceh must be completed. Some era has not fully succeeded in completing a wide range of human rights violations that have occurred. This article would like to offer reconciliation measures in order to achieve lasting peace in Aceh. The central point that must be fought is the mission investigating human rights violations should not be shrunk. All components of this nation requires a process of healing. This will only occur if the disease is known, diagnosed, and treated. The purpose of this process is essentially bringing the perpetrators acknowledge historical wrongs.
Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah yang Mengalami Kerugian dalam Penggunaan Elektronik Banking Selly Maulina; Dahlan Dahlan; Mujibussalim Mujibussalim
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Perekonomian kuat membutuhkan lembaga keuangan yang aman untuk melakukan berbagai aktivitas keuangan. Salah satunya dengan menggunakan elektronik banking atau lebih dikenal dengan internet banking yaitu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan transaksi perbankan, dengan cepat, serta dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Transaksi internet banking juga dapat menimbulkan beberapa risiko, pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Managemen Risiko bagi Bank Umum, yang menyebutkan bahwa risiko adanya potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian, seperti risiko yang dialami oleh nasabah PT. BNIS dan PT. BCA. Merujuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan, nasabah yang mengalami kerugian dapat mengajukan pengaduan ke bank. Perlindungan nababah dari segi hukum belum ada aturan terinci tentang internet banking, maka pihak bank melakukan perjanjian standar yang dibuat oleh pihak bank, perjanjian tersebut lebih mengutamakan kewajiban daripada hak nasabah. Responsibility to Customers Who Experience Bank Losses in The Use of Electronic Banking ABSTRACT. The strong development economy requires a bank as a financial institution that is safe for undertaking various financial activities.The positive impact of developments on financial services is the use of e-bankingis also known as internet banking is the bank services that enable customers to obtain information, communicate and conduct banking transactions through the internet, quickly, can be done anywhere and anytime. Internet banking transactions can also pose some risk, Article 1, paragraph (2) of Bank Indonesia Regulation No. 5/8/PBI/2003 on the Application of Risk Management for Commercial Bank said that the risk is the potential for the occurrence of an event  that can cause harm. Risks experienced by customers of PT. BNIS and PT. BCA. According to the Bank Indonesia Regulation Number 10/10/PBI/2008 on the Settlement of customer complaints,customers who suffered the financial  losses can lodge a complaint by means of submitting a complaint to the bank. The protection from a legal perspective rule has no detail rules yet about internet banking so bank makes initiave on internet banking terms and condition.The agreement prioritize customer client obligations rather than rights.
Kewenangan Pemerintah Aceh dalam Pengelolaan Hutan Aceh Taqwaddin Husin
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Dengan dicabutnya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang digantikan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian diganti lagi dengan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, menimbulkan implikasi pada pergantian PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom, yang digantikan oleh PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan kewenangan pemerintahan, khusus untuk Aceh dibentuk satu peraturan pemerintah tersendiri, yaitu PP No. 3/2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh. UU Pemerintahan Aceh diakomodir baik paham pembagian kewenangan maupun paham pembagian urusan. Padahal antara pembagian kewenangan dan pembagian urusan terdapat perbedaan yang mendasar. Government of Aceh Authority in Aceh Forest Management ABSTRACT. With the revocation of Law No. 22/1999 on Local Government, which was replaced by Law No. 32/2004 on Local Government, was then replaced by Law No. 23/2014 on Local Government, implications at the turn of the PP 25/2000 regarding Government Authority and Provincial Government Authority as Autonomous Region, which was replaced by Regulation No. 38/2007 on the Division of Government Affairs between the Government, Provincial Government, and the Government of Regency/City. In connection with governmental authority, especially for Aceh set up a separate government regulation, namely PP 3/2015 of the National Government Authority Characteristically in Aceh. The Law on Government of Aceh accommodated better understand the distribution of authority nor understand affairs division. Whereas the distribution of authority and distribution of affairs there is a fundamental difference.
Rekonsiliasi Berbasis Kearifan Lokal di Aceh Sulaiman Sulaiman
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Kearifan lokal bukanlah sesuatu yang baru dalam mengkonstruksi dan menjalankan hukum. Artikel ini ingin menawarkan konsep kearifan lokal dalam penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia untuk menemukan keadilan. Kasus hak asasi manusia yang pernah terjadi di Aceh memiliki peluang bagi penyelesaiannya. Namun ada satu hal yang penting untuk diingat, bahwa usaha penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di Aceh tidak sekadar merupakan persoalan hukum, melainkan termasuk hak asasi manusia, politik, dan kebijakan. Pilihan atas pembentukan komite/badan khusus dengan kebijakan Presiden, dapat dilakukan dalam konteks membuka ruang pengungkapan kebenaran, atau proses mempercepat penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia. Dalam pengalaman sejumlah negara, pengungkapan kebenaran tidak jarang dilakukan berlandaskan pada kebijakan kepresidenan. Reconciliation Based Local Wisdom in Aceh  ABSTRACT. Local wisdom is not something new to construct and execute the law. This article would like to offer the concept of local wisdom in the settlement of human rights violations to find justice. Cases of human rights that have occurred in Aceh has a chance for its completion. But there is one important thing to keep in mind, that the business settlement of past human rights violations in Aceh is not just a legal issue, but also human rights, politics, and policy. The choice of the establishment of committees/ special body with the president's policies, can be done in the context of the open space of the truth, or the process of speeding up the settlement of human rights violations. In the experience of some countries, disclosure of the truth is not infrequently done based on the policy of the presidency.
Hak-Hak Anak dalam Kegiatan Penyiaran Televisi Wardah Wardah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Kalau ditilik secara cermat, pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tampak adanya kesadaran dari pembuat undang-undang untuk melindungi masyarakat/ konsumen penyiaran dari ekses-ekses negatif yang kemungkinan akan timbul. Terlepas dari kontroversi dari UU Penyiaran, yang banyak mendapat kritikan dari penyelenggara jasa siaran tentang terkekangnya kebebasan dalam menyelenggarakan jasa siaran, namun kalau dilihat dari sisi perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini terhadap masyarakat dan konsumen anak pada umumnya juga belum  memadai. Children's Rights Activity in Television Broadcasting ABSTRACT. Child Protection Act confirms that the responsibility of parents, families, communities, governments, and the state is a series of activities carried out continuously for the sake of protection of children's rights. If we scrutinize carefully, the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting, appears the awareness of legislators to protect the public / consumer broadcasting of negative excess that is likely to arise. Regardless of the controversy of the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting, which heavily criticized the organizers of the broadcast services on terkekangnya freedom in organizing broadcast services, but judging from the protection afforded by this Law to the public and consumers of children in general is inadequate.
Dinamika Pembentukan Regulasi Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh M. Jafar
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Status Aceh sebagai daerah istimewa dan daerah khusus yang diatur dalam undang-undang tersendiri memiliki implikasi pada kewenangan yang dimilikinya. Aceh memiliki kewenangan yang melebihi dan berbeda dengan kewenangan yang dimiliki provinsi lain di Indonesia. Artikel ini ingin membahas dinamika pembentukan regulasi turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang memberi kewenangan besar terhadap Aceh. Dari pembahasan dapat diketahui sejumlah hambatan, yakni undang-undang yang tidak diterapkan, ada pembatalan sejumlah pasal oleh Mahkamah Konstitusi, dan ketentuan sektoral yang mengenyampingkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Dynamics of Formation of Derivatives Regulation the Law on Government of Aceh ABSTRACT. Aceh status as a special area and special areas set out in separate legislation has implications on its authority. Aceh has authority over and the authority is different from other provinces in Indonesia. This article wants to discuss the dynamics of the formation of derivatives regulation Law on Governing Aceh which gives great authority to Aceh. From the discussion can be seen a number of obstacles, the laws are not implemented, there is a cancellation of a number of articles by the Constitutional Court, and the provision of sectoral disregard the Law on Government of Aceh.
Penerapan Pakta Integritas pada Pengadaan Barang/Jasa untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Bersih Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Pakta Integritas merupakan surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam Pengadaan Barang/Jasa. Pakta Integritas pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mulai diperkenalkan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Setelah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dicabut dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pakta integritas masih tetap dipertahankan dalam peraturan presiden tersebut. Pengaturan pakta integritas pada pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government). Namun yang lebih penting adalah penerapan materi dari ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme sebagaimana tertuang dalam pakta integritas. Penerapan pakta integritas pada pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government). Integrity Pact Implementation of Procurement of Goods/Services to Realize That Clean Government ABSTRACT. Integrity Pact is an affidavit which contains a pledge to prevent and not collusion, corruption and nepotism in the Procurement of Goods / Services. Integrity Pact on Procurement of Goods / Services introduced in Presidential Decree Number 80 Year 2003 concerning Procurement of Government Goods / Services. After the Presidential Decree Number 80 Year 2003 concerning Procurement of Government Goods / Services revoked by Indonesian Presidential Regulation Number 54 Year 2010 concerning Procurement of Government Goods / Services, the integrity pact is still maintained in the presidential decree. Setting the integrity pact in procurement of government goods / services is one of the efforts to achieve good governance and clean government. But more important is the application of the material and does not pledge to prevent collusion, corruption and nepotism as stated in the integrity pact. The implementation of integrity pacts in procurement of government goods / services is one of the government's efforts in order to realize Good Governance and Clean Government.
Pendidikan Dayah Setelah Undang-Undang Pemerintahan Aceh Mukhlisuddin Ilyas
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Pendidikan belum mendapat porsi istimewa dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh. Beda dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh yang memberi posisi istimewa untuk pendidikan. Keberadaan pendidikan dayah sendiri sebagai landasan yuridis, masih perlu dikritisi. Sejumlah hal yang harus diperhatikan antara lain mengenai klasifikasi dayah, yang mencerminkan intervensi pendidikan dayah oleh pemerintah. Selain itu, registrasi dayah akan berimplikasi kepada ketergantungan dayah kepada pemerintah secara berlebihan, karena hal itu dilakukan terkait dengan anggaran. Sejumlah kendala pendidikan dayah antara lain kendala dalam penyusunan kurikulum, manajemen, ekonomi, dan kendala regenerasi. Dayah Education After the Law on Government of Aceh ABSTRACT. Education has not received a special portion in the Law on the Government of Aceh. Differences with the Law on the Implementation of Privileged Aceh which gives a privileged position to education. The existence of education dayah itself as a juridical basis, still to be scrutinized. Some things to consider include the classification dayah, reflecting the Islamic boarding school education intervention by the government. In addition, registration will dayah dayah implies dependence on government excess, since it is done related to the budget. A number of constraints include constraints dayah education curriculum development, management, economics, and constraints regeneration.
Perlindungan Hukum bagi Pekerja Kontrak Waktu Tertentu dalam Perjanjian Kerja pada PT. Indotruck Utama Rizqa Maulinda; Dahlan Dahlan; M. Nur Rasyid
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha/ perusahaan atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat hak dan kewajiban keduabelah pihak untuk melakukan hubungan kerja. Pasal 1 Ketentuan Umum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Menurut Kepmenaker Nomor 100 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja waktu tertentu di jelaskan bahwa PKWT Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Keterlibatan antara pengusaha dan pekerja/buruh yang menimbulkan perbedaan bahwa pekerja yang tidak didasarkan pada jenis, kegiatan yang bersifat sementara dapat diperjanjikan berdasarkan PKWT atas dasar jangka waktu. Dalam Pasal 62 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib membayar ganti kerugian sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Perlindungan hukum bagi pekerja waktu tertentu harus diperbaiki sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang mengenai jangka waktu berlakunya suatu perjanjian kerja, agar para pekerja/buruh tidak dirugikan oleh pihak pengusaha/perusahaaan. Legal Protection for Workers in Particular Time Contract Agreement in PT. Indotruck Utama ABSTRACT. The employment agreement is an agreement between the workers/laborers and employers/companies or employers that contains the terms of the rights and obligations of both parties to the employment relationship. Article 1 General Provisions Certain Time Employment Agreement According to Decree No. 100 of 2004 on the Implementation of the Employment Agreement Provisions specific time in explaining that PKWT work agreement between the workers/laborers with employers to hold a working relationship within a certain time or to work certain. Complicity between employers and workers/laborers who make a difference that the workers were not based on the type of activity that is temporary may be contracted by PKWT on the basis of the time period. In Article 62 Act No. 13, 2003 on Employment states that the parties terminate the employment relationship shall pay compensation amounting to the wages of workers until the time of expiry of a work contract. Legal protection for workers specified time should be corrected as specified by law regarding the period an employment agreement, workers/laborers are not harmed by pihakt employers/firms.
Zakat sebagai Pendapatan Asli Daerah dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Armiadi Musa
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Zakat sebagai salah satu penerimaan asli daerah masuk dalam sistem tata kelola keuangan negara yang dikelola oleh Baitul Mal. Lembaga ini merupakan amil zakat resmi yang dibentuk Pemerintah Aceh sebagai lembaga nonstruktural dan bersifat independen. Tulisan membahas pengelolaan zakat sebagai PAD oleh Baitul Mal di Aceh. Pembahasan akan mendeskripsikan bagaimana polemik itu terjadi dan telah mengancam lembaga amil ini tergiring dan terjebak dalam kontestasi dan konflik regulasi yang belum terselesaikan. Tulisan ini menawarkan agar zakat sebagai PAD harus diperlakukan dan diatur secara khusus. Mekanisme yang ditawarkan adalah ditempatkan pada rekening khusus yang tidak dilimpahkan kepada penerimaan yang lain. Tithe as a Local Revenue in the Law on Government Of Aceh ABSTRACT. Tithe (zakat) as one of the original reception area included in the financial governance of the country run by the Baitul Mal. The Institute is officially established amil zakat Government of Aceh as a non-structural institution and independent. Article discussing the management of zakat as local revenue by Baitul Mal in Aceh. The discussion will describe how the disputes have occurred and have been threatening this amil institution tergiring and stuck in contestation and regulation unresolved conflicts. This paper offered to charity as the local revenue should be treated and dealt with specifically. The mechanism offered was placed in a special account that is not assigned to the acceptance of others.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2: August 2025: Islam and Justice development in Indonesia Vol 27, No 1: April 2025: Customary Law and development in Indonesia Vol 26, No 3: December 2024: Law and Justice in Digital Age Vol 26, No 2: August 2024: The Global and National Challenges for Justice Vol 26, No 1: April 2024: Islam and Human Rights: National and Global Perspective Vol. 25, No. 3, December 2023: Law and Justice in Various Context in Indonesia Vol. 25, No. 2, August 2023: Contemporary Issues on Indonesian Legal Reform Vol. 25, No. 1, April 2023: Legal Developments in National and Global Context Vol 24, No 3 (2022): Vol. 24, No. 3, December 2022 Vol 24, No 2 (2022): Vol. 24, No. 2, August 2022 Vol 24, No 1 (2022): Vol. 24, No. 1, April 2022 Vol 23, No 3 (2021): Vol. 23, No. 3, December 2021 Vol 23, No 2 (2021): Vol. 23, No. 2, August 2021 Vol 23, No 1 (2021): Vol. 23, No. 1, April 2021 Vol 22, No 3 (2020): Vol. 22, No. 3, Desember 2020 Vol 22, No 2 (2020): Vol. 22, No. 2, Agustus 2020 Vol 22, No 1 (2020): Vol. 22 No. 1, April 2020 Vol 21, No 3 (2019): Vol. 21, No. 3 (Desember 2019) Vol 21, No 2 (2019): Vol. 21, No. 2 (Agustus 2019) Vol 21, No 1 (2019): Vol. 21, No. 1 (April 2019) Vol 20, No 3 (2018): Vol. 20, No. 3 (Desember 2018) Vol 20, No 2 (2018): Vol. 20, No. 2, (Agustus 2018) Vol 20, No 1 (2018): Vol. 20, No. 1, (April 2018) Vol 19, No 3 (2017): Vol. 19, No. 3, (Desember, 2017) Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017) Vol 19, No 1 (2017): Vol. 19, No. 1, (April, 2017) Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016) Vol 18, No 2 (2016): Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016) Vol 18, No 1 (2016): Vol. 18, No. 1, (April, 2016) Vol 17, No 3 (2015): Vol. 17, No. 3, (Desember, 2015) Vol 17, No 2 (2015): Vol. 17, No. 2, (Agustus, 2015) Vol 17, No 1 (2015): Vol. 17, No. 1, (April, 2015) Vol 16, No 3 (2014): Vol. 16, No. 3, (Desember, 2014) Vol 16, No 2 (2014): Vol. 16, No. 2, (Agustus, 2014) Vol 16, No 1 (2014): Vol. 16, No. 1, (April, 2014) Vol 15, No 3 (2013): Vol. 15, No. 3, (Desember, 2013) Vol 15, No 2 (2013): Vol. 15, No. 2, (Agustus, 2013) Vol 15, No 1 (2013): Vol. 15, No. 1, (April, 2013) Vol 14, No 3 (2012): Vol. 14, No. 3, (Desember, 2012) Vol 14, No 2 (2012): Vol. 14, No. 2, (Agustus, 2012) Vol 14, No 1 (2012): Vol. 14, No. 1, (April, 2012) Vol 13, No 3 (2011): Vol. 13, No. 3, (Desember, 2011) Vol 13, No 2 (2011): Vol. 13, No. 2, (Agustus, 2011) Vol 13, No 1 (2011): Vol. 13, No. 1, (April, 2011) Vol 12, No 3 (2010): Vol. 12, No. 3, (Desember, 2010) Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12, No. 2, (Agustus, 2010) Vol 12, No 1 (2010): Vol. 12, No. 1, (April, 2010) More Issue