Wardah Wardah
Universitas Syiah Kuala

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PERANGKAT ROKOK ELEKTRONIK DALAM LAYANAN PURNA JUAL DI KOTA BANDA ACEH Nurlathifah Zainur; Wardah Wardah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Menurut  Pasal  25  ayat  (1)  Undang-Undang  No.  8  Tahun  1999  tentang  Perlindungan  Konsumen dijelaskan  bahwa  pelaku  usaha  yang  memproduksi  barang  yang  pemanfaatannya  berkelanjutan  dalam  batas waktu sekurang–kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi  jaminan  atau  garansi  sesuai  dengan  yang  di  perjanjikan.  Namun  kenyataannya  masih  ditemukan pelanggaran oleh pelaku usaha perangkat Rokok Elektronik di Kota Banda Aceh.  Hasil penelitian pelaku usaha memberikan  tanggung  jawab berupa  pemberian  ganti  rugi perangkat  Rokok  Elektronik yang  baru.  Kurangnya kemampuan  pengetahuan  dari  lembaga  pengawas  yang  terbatas  sehingga  aturan  yang  ada  tidak  dapat dilaksanakan  sesuai  peraturan  perundang-undangan,  serta  para  pedagang  retail  di  kota  Banda  Aceh  tidak memiliki  keahlian  khusus  di  bidang  perbaikan  perangkat  elektronik.  Disarankan  kepada  pelaku  usaha  untuk dapat menyediakan suku cadang sehingga tidak harus mengirimkannya ke distributor serta Kepada Disperindag agar lebih meningkatkan pengawasan dan pemahaman terkait tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap Rokok Elektronik.
PENJUALAN MASKER WAJAH ORGANIK TANPA INFORMASI PRODUK DIKAITKAN DENGAN HAK KONSUMEN DI KOTA BANDA ACEH Firza Luthfia Rahma; Wardah Wardah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 6, No 3: Agustus 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Pasal 8 ayat (1) huruf i UUPK menyebutkan perbuatan bagi pelaku usaha yakni tidak mencantumkan label yang tertera nama barang, komposisi, petunjuk pemakaian, tanggal pembuatan, konsekuensi pemakaian, nama dan alamat pelaku usaha. Kewajiban pelaku usaha mengenai pencantuman label ditegaskan pada Pasal 7 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. Dalam kenyataannya, terdapat pelaku usaha masker wajah organik di Banda Aceh yang tidak memberikan informasi produk pada label kemasan, sehingga tidak memadai untuk diperjual belikan pada konsumen. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Data diperoleh dengan pengumpulan data analisis lapangan dan analisis kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan perlindungan hak konsumen terkait pencantuman informasi produk oleh pelaku usaha belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Minimnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan penjualan masker wajah organik dan BBPOM tidak maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap penjualan masker wajah organik dikarenakan adanya hambatan-hambatan baik internal maupun eksternal. Kata Kunci: label, masker organik, perlindungan konsumen
PELAKSANAAN PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM PERJANJIAN IMPOR BARANG DI PT X Farhan Alfarizi; Wardah Wardah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 6, No 4: November 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana pelaksanaan dan prosedur pembayaran dengan menggunakan L/C dalam perjanjian impor barang antara PT. X dengan PT. XY dan untuk menjelaskan upaya yang dapat dilakukan oleh para pihak untuk mengatasi hambatan dalam pembayaran menggunakan L/C. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan kegiatan ekspor impor antara PT. X dengan PT. XY dilaksanakan tidak sesuai sales of contract. Terjadi perselisihan free import duty yang awalnya 5% menjadi 0%. Dalam penyelesaiannya terdapat hambatan dalam penerapan tarif preferensi CoO karena PT. XY menolak yang mana para pihak menyelsaikan permasalahan melalui jalur non litigasi, yakni melalui negosiasi dan kemudian PT. X bersedia melakukan pembayaran secara penuh sesuai dengan sales of contract. Disarankan kepada para pihak dalam pembuatan klausula kontrak di kemudian hari agar memperhatikan serta memahami kebijakan nasional maupun internasional dan kepada para pihak untuk lebih berhati-hati dalam membuat klausula kontrak. Kata Kunci: Pelaksanaan, Pembayaran, Letter of Credit, Perjanjian, Impor.
Perlindungan Hukum Internasional terhadap Pelaksanaan Adopsi Anak Antar Negara Wardah Wardah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 2 (2011): Vol. 13, No. 2, (Agustus, 2011)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: The child protection, particularly in intercountry adoptions, should be increased considerably. It is needed a government to government intervention to impede and discontinue the illegal intercountry adoption practices. There are systemic gaps in the current intercountry adoption systems, for instance it happens in some poor countries and developing countries. This article concludes that contracting countries involving in the intercountry adoption practice should ratify the Hague Convention, and at the same time poor country should enters into a bilateral agreement with some certain developed countries, such as the USA and France, in order to protect children from abduction of, traffic in or sale of children. International Law Protection Towards the Children Adoption
Hak Konsumen dalam Penyiaran Televisi Wardah Wardah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 16, No 3 (2014): Vol. 16, No. 3, (Desember, 2014)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The development of business in television services have been fastly growing in the recent years. On one hand, it gives more attractive an programs for viewers, brings variative means to promote products for bussiness people, and also generates incomes for the TV station owners from adverstisemens.On the other hand, it also brings negative impacts on spectators. It is needed the knowledge for the viewers to choose the good programs to watch. The Government of Indonesia has legalized the Law No. 32/2002 on Broadcasting in order to protect and guarantee the consumer’s rights. The Consumer’s Rights on TV Broadcasting
Hak-Hak Anak dalam Kegiatan Penyiaran Televisi Wardah Wardah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 3 (2016): Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Kalau ditilik secara cermat, pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tampak adanya kesadaran dari pembuat undang-undang untuk melindungi masyarakat/ konsumen penyiaran dari ekses-ekses negatif yang kemungkinan akan timbul. Terlepas dari kontroversi dari UU Penyiaran, yang banyak mendapat kritikan dari penyelenggara jasa siaran tentang terkekangnya kebebasan dalam menyelenggarakan jasa siaran, namun kalau dilihat dari sisi perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini terhadap masyarakat dan konsumen anak pada umumnya juga belum  memadai. Children's Rights Activity in Television Broadcasting ABSTRACT. Child Protection Act confirms that the responsibility of parents, families, communities, governments, and the state is a series of activities carried out continuously for the sake of protection of children's rights. If we scrutinize carefully, the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting, appears the awareness of legislators to protect the public / consumer broadcasting of negative excess that is likely to arise. Regardless of the controversy of the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting, which heavily criticized the organizers of the broadcast services on terkekangnya freedom in organizing broadcast services, but judging from the protection afforded by this Law to the public and consumers of children in general is inadequate.
Penerapan Imbal Jasa Lingkungan dalam Pelestarian Daerah Aliran Sungai di Aceh Wardah Wardah; Lena Farsia
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 15, No 1 (2013): Vol. 15, No. 1, (April, 2013)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: Payment for Environmental Service (PES) is an environmental regulatory concept that as a voluntary transaction where a well-defined environmental service is being “bought” by at least one environmental service buyer from at least one environmental service provider, if and only if the environmental service buyer secures the environmental service as a conditionality. There is increasing interest and experience in PES in both developed and developing countries. In Asia, PES concept is manifested in forest and/or water resources management policy, such as in China, Japan. In the present state of the world, PES has come to the fore in step with concerns to save the environment in a holistic manner. Now, PES has become a way or a mechanism of stakeholders to maintain and manage the environment by providing economic incentives/compensation from users to providers of environmental services. In Aceh, this mechanism is implemented for protecting river stream area, such as in Krueng Montala, Great Aceh. PES mechanisms should be supported with force of law, also synergized with policies and projects related to integrated water resources management, rural development and rural livelihoods, and land use zoning. PES mechanisms can increase the quality of nature and protect the environment also can help to provide alternative income for local people rather than they destroyed the environment. The Implementation of Payment for Environmental Services in Safeguarding The River Stream Areas in Aceh
Dekonstruksi Peran Tuha Peut Perempuan dalam Menjaga Perdamaian di Aceh Mahfud Mahfud; Wardah Wardah; Lena Farsia; Susiana Susiana
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 3 (2017): Vol. 19, No. 3, (Desember, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang No. 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh jo. Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, mengatur lembaga-lembaga adat, termasuk mengaktifkan kembali lembaga Tuha Peut dalam berbagai perangkat regulasi/aturan dan kebijakan Pemerintah Daerah di Aceh. Selanjutnya, Undang-Undang No. 18/2001 tentang Otonomi Khusus dan terakhir dengan Undang-undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, maka lahirlah berbagai produk hukum berupa qanun, yang menempatkan kembali lembaga dan peran tuha peut dalam Pemerintahan Gampong dan Mukim di Aceh. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlunya pendekatan kontemporer ditempuh oleh pemerintah dengan melibatkan sejumlah pihak dan kalangan dalam menjaga perdamaian Aceh. Salah satu pendekatan kontemporer tersebut dengan melibatkan unsur perempuan sebagai agen perdamaian yang terdapat dalam struktur Tuha Puet Gampong. Namun demilian banyak diantara perempuan enggan mencalonkan diri sebagai anggota dari Tuha Peut Gampong. Banyak dari mereka bahkan masih menganggap bahwa Tuha Puet Gampong masih merupakan ranahnya kaum pria.  The Deconstruction of the Role of Female Tuha Peut in Peace Keeping Activities in Aceh The Law No. 44/1999 on Special Autonomy and the Law of Governing Aceh and the Law No .22/1999 on Cores of Local Goverment regulate the Adat institutions, including reactivated the Tuha Peut institution in every regulations and Aceh local goverment policies. The Law No. 18/2001 on Special Autonomy and  the UUPA have been establishing more legal products such as qanun that resettle the adat institutions and the role of the tuha peut in local government of gampong and mukim in Aceh. The result of the research shows that the Government of Aceh has involved many stakeholders in peace keeping activities in Aceh. One of the contemporary approach is by engaging women role as the peace agent. However, many women hesitated to candidate them selves as the Tuha Peut members, as they think that the role is belongs to men.
Hukum Pelestarian Terumbu Karang sebagai Penyangga Produktivitas Perikanan Lena Farsia; Wardah Wardah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 16, No 1 (2014): Vol. 16, No. 1, (April, 2014)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

There is the fact that in Aceh, more than 60 percent of coral reef are bleaching. Scientiests also found that 80 percent of marine species in Aceh marine are going to death. It is a dangerous situation because coral reef are a protecting place for fish and other sea biotas. Huge fishes are also usually gathering around the coral reef that provide food for them. This research will be conducted at the coral reef ecosystem in Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Great Aceh. The aims of the research are to analyze the rule of protecting coral reef in Aceh Province, to explain the efforts of coral reef protection in Ujong Pancu area in order to increase the fishing productivity, and to comprehend the challenges faced in preserving coral reef in Ujong Pancu area. The research shows that the legal basis for the coral reef conservation has regulated both in national and local law. It means that the government has been taking into account and giving proper attention to the conservation program. Moreover, the coral reef conservation in Ujung Pancu also got supports not only form the local government but also from the civitas academica but also from the local and international  non governmental organizations. It is concluded that the barriers in coral reef preserving program in Ujung Pancu are minimalized.  The Potential of Coral Reef of Law as Fishery Productivity Buffer