cover
Contact Name
athifatul wafirah
Contact Email
athifatulwafirah12@gmail.com
Phone
628197444487
Journal Mail Official
stiqnis.alqorni@gmail.com
Editorial Address
Jl. KH. Moh. Sirajuddin No. 03, Pondok Pesantren Nurul Islam, Karangcempaka, Bluto-Sumenep 69466
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
(Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir)
ISSN : 2502549X     EISSN : 25806394     DOI : -
Jurnal kami bertujuan untuk menerbitkan penelitian atau karya tulis ilmiah lainnya yang berkualitas tinggi di bidang Ilmu al-uran dan Tafsir, dengan penekanan khusus pada aspek Hukum, Sains, historis, teologis, dan sosial-budaya. Kami menyambut artikel penelitian asli atau KTI, ulasan, dan esai kritis yang berkontribusi pada pemahaman pemikiran dan praktik Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir" : 5 Documents clear
Makna Ukhuwah dalam Al-Qur’an Perspektif M.Quraish Shihab (Analisis Tafsir Tematik) Rahman, Abd. Sukkur; Sadewa, Mohammad Aristo
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ukhuwah yang berasal dari kata ‘akh yang berarti persaudaraan dalam Al-Qur’an meliputi saudara kandung, ikatan saudara, saudara sebangsa waluapun tidak seagama, saudara kemasyarakatan walaupun sering terjadi selisih paham dan persaudaraan seagama. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an menjelaskan dalam hal persaudaraan hendaklah tidak saling mencela antar satu dan lainnya, karena hal tersebut akan memecah belah persaudaraan yang seharusnya dibangun dengan pondasi yang kokoh kemudian retak bahkan bermusuhan akibat permasalahan yang tidak dapat diatasi dengan pemikiran yang jernih. Menurut M.Quraish Shihab dalam tafsir tematiknya menyatakan bahwa ukhuwah bukan hanya saudara seibu, seayah ataupun seketurunan akan tetapi kesamaan unsur suku, bangsa Agama serta setanah air agar terciptanya ketentraman dan keharmonisan dalam hubungan manusia. Ukhuwah yang diajarkan oleh Islam yaitu saling menghargai, menghormati dan juga saling toleransi antar sesama Muslim dan sesama non Muslim. Agar orang-orang non Muslim tidak menganggap bahwa Islam adalah Agama yang kejam. Dengan demikian tetaplah menjaga hubungan persaudaraan dengan siapapun. Menurut beliau dalam ukhuwah terdapat empat macam yaitu ukhuwah ubudiyah, ukhuwah insaniyah atau basyariyah, ukhuwah wathaniyyah wa an-nasab, dan ukhuwah fi din al-Islam. Faktor lahirnya persaudaraan adalah persamaan, semakin banyak persamaan maka akan semakin kokoh pula persaudaraan sehingga melahirkan persaudaraan yang hakiki. Dalam mematapkan ukhuwah dalam Islam mengenalkan konsep khalifah agar dapat memelihara, mengarahkan dan membimbing sesuatu agar mencapai tujuan, Islam juga memperkenalkan ajaran bagi pemeluk agama, menghindari sikap yang dapat memperkeruh suasana antar sesama. Konsep dalam berukhuwah ada tiga yaitu tanawwu’al-‘ibadah, al-mukhti’u fi al-ijtihad lahu ajr, dan la hukma lillah qabla ijthad al-mujtahid. Dalam prakteknya ukhuwah sebenarnya dalam QS. Al-Hujurat ayat 10 dapat dijadikan landasan karenanya harus ada ishlah (perbaikan hubungan).
Ikhlas dalam Perspektif Al–Qur’an (Analisis Tafsir M. Quraish Shihab Terhadap QS. Al–An’am Ayat 162-163) Ridho, Achmad Ainur; Jannah, Jamilatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Surat Al-An’am ayat 162-163 dalam pandangan M.Quraish Shihab di dalam tafsir Al-Misbah yaitu, merupakan sumber nilai ilahi, karena nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang berasal dari wahyu Allah Swt, nilai ilahi merupakan nilai yang dititihkan dari Allah SWT melalui para Rasul-Nya, yang diperintahkan untuk menyebutkan empat hal yang berkaitan dengan wujud dan aktivitas beliau yaitu; Shalat dan ibadah, serta hidup dan mati.
Etika Berhias Bagi Wanita Menurut Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat: 33 Faruqi, Ahmad; Maghfirah, Layliyatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Islam sangat menjaga kesucian dan kebersihan seorang perempuan dengan dilarangnya menampakkan perhiasan mereka terhadap siapa saja yang bukan mahramnya, maka dari itu diwajibkan bagi seorang wanita apabila hendak keluar rumah agar supaya berhijab secara syarar’i demi menjaga kemulyaanya dan memeliharanya dari pandangan-pandangan yang merusak dan penglihatan-penglihatan yang beracun serta membentenginya dari incaran penyeleweng. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا Artinya: Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (al-Ahzab ayat 59) Kata الجلا بيب itu adalah jamak dari بجلبا (jilbab) yang dikenakan kaum perempuan di kepalanya untuk berhijab dan menutupi dirinya. Allah memerintahkan semua kaum perempuan mukmin untuk menjulurkan jilbab mereka agar menutupi bagian-bagian yang indah dari diri mereka, yaitu rambut, wajah, dan sebagainya, sehingga mereka dikenal sebagai perempuan yang menjaga diri, sehingga mereka tidak terfitnah dan tidak juga membuat orang lain terfitnah oleh diri mereka, lalu mereka diganggu.[1] Sementara itu, pandangan Ibnu Katsir dalam menafsirkan al-Qur’an dibagi menjadi dua, sumber riwayah dan dirayah.[2] Sumber Riwayah, sumber ini antara lain meliputi al-Qur’an, sunnah, pendapat sahabat, pendapat Tabi’in. Dan sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam Tafsir Ibnu Katsir. Sumber Dirayah, yang dimaksud sumber Dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibnu Katsir dalam penafsirannya. Sumber selain dari kitab-kitab kodifikasi pada sumber Riwayat, juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari ulama’ mutaakhirin sebelum atau seangkatan dengannya. Mengawali penafsirannya Ibnu Katsir mengelompokkan ayat-ayat yang brurutan yang dianggap berkaitan dan berhubungan dalam tema kecil, cara ini tergolong model baru pada masa itu. Pada masa sebelumnya atau semasa dengan Ibnu katsir, para mufassir kebanyakan kata perkata atau kalimat perkalimat. Penafsiran perkelompok ayat ini membawa pemahaman adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat itu dalam tartib mushafi. Dengan begini akan diketahui adanya keintegralan pembahasan al-Qur’an dalam satu tema kecil yang dihasilkan kelompok ayat yang mengandung munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an, yang mempermudah sesorang dalam memahami kandungan al-Qur’an serta yang paling penting adalah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari maksud teks. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibnu Katsir dalam memahami adanya munasabah dalam urutan ayat, selain munasabah antar ayat yang telah banyak diakui kelebihannya oleh para peneliti. [1] Syaikh Abdul Aziz bin Baz, 2019. Tabarruj, Untuk Siapa Engkau Berhias. Op.Cit, ha 7 [2] Nur Faizan Mazwan, 2002. Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu katsir. Op.Cit, hal 88
Konsep Sukses dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-Asr Ayat 1-3 Muwafiq, Ahmad; ., Elminatun
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penafsiran para ulama tafsir tentang surah Al-Ashr yaitu; dalam tafsir Quraish Shihab yang mengkutip penafsiran Imam Syafi’I, mengatakan surah ini sebagai salah satu surat yang paling sempurna petunjuknya yaitu; mengingatkan betapa pentingnya waktu, yang dimana kandungan ayat ini berkebalikan dengan kandungan surah At-Takasur yang menjelaskan betapa sombongnnya manusia yang kebanyakan darinya berlonba-lomba menumpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk hal tersebut sehingga mereka lalai akan tujuan utama dari kehidupan ini. Dan juga mengkutip pendapat Al-Maraghi, bliau berpendapat bahwa surah yang lalu menggambarkan sifat manusia (At-Takasur) yang mengikuti hawa nafsunya sehingga terjerumus ke dalam kebinasaan, sedangkan surat al-Ashr berbicara tentang sifat manusia yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji. Dan menurut M. Quraish Shihab sendiri yaitu bagaiman manusia untuk mengkonsep waktunya sebaik mungkin, karena waktu merupakan modal utama manusia. Apabila waktu tidak di isi dengan baik maka ia akan berlalu begitu saja; ia akan hilang. Dan ketika itu jangankan keuntungan yang di dapat modalpun tak akan kembali. Dalam Tafsir Sayyid Quthub, didalam tafsirnya beliau mengatakan, dalam surah yang kecil ini tergambar suatu peraturan hidup yang sempurna bagi manusia sebagaimana yang dikehendaki islam. Ia meletakkan suatu konstitusi islam dalam kehidupan seorang muslim, tentang hakikat dan tujuan hidupnya yang meliputi kewajiban dan tugas-tugasnya. Sedangkan dalam penafsiran Imam Jalaluddin As-Suyuthi yang dimaksud dengan wal- Ashr yaitu demimasa atau zaman yang dimulai dengan tergelincirnya matahari dan di akhiri dengan terbenamnya matahari, yaitu pada waktu ashar. Manusia tidak termasuk dari orang yang merugi jika ia saling menasihati dalam kebenaran, menjalankan amal ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Konsep Kebahagiaan dalam Surah Al-Insyirah Ayat 1-8 Analisis Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka ., Syaoki; Imamah, Nurul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat adalah dengan senatiasa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, menekan atau mengurangi kebutuhan, dimana kebutuhan di sini adalah kebutuhan sekunder. Karena jika kebutuhan primer yang dikurangi kebahagiaan tidak akan terwujud. Namun kedua cara ini sulit mewujudkan kebahagiaan jika tidak diimbangi dengan rasa syukur yang ditopang suasana batin dengan sikap sabar dan qonaah. Kedua sikap ini akan mampu meredam kondisi yang menimbulkan kegelisahan dalam hidup meskipun tidak dalam keadaan harta melimpah. Sedangkan konsep kebahagiaan dalam kajian tafsir al-Azhar surah al-Insyirah meliputi: pertama, puncak kebahagiaan yang sesungguhnya adalah mengenal Allah dengan iman. Kedua, berlapang dada atas ketentuan Allah. Ketiga, adalah meyakini bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Keempat, beserah diri kepada Allah setelah melakukan ikhtiyar dengan sungguh-sungguh. Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak cukup hanya diukur dengan harta benda dan tahta. Dan utuk mendapatkan kebahagiaan sebagaimana dalam kajian tafsir al-Azhar manusia harus beragama, memiliki otak dan budi, sehat jasmani dan rohani, memiliki harta benda yang cukup.

Page 1 of 1 | Total Record : 5