cover
Contact Name
Vincentius Widya Iswara
Contact Email
vincentius@ukwms.ac.id
Phone
+6281331379070
Journal Mail Official
widyamedika@ukwms.ac.id
Editorial Address
Jl Raya Kalisari Selatan 1, Tower A Lt. 6, Pakuwon City Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Widya Medika
ISSN : 23380373     EISSN : 26232723     DOI : https://doi.org/10.33508/jwm
Core Subject : Health,
Jurnal Widya Medika is the official publication media of Widya Mandala Surabaya Catholic University, Faculty of Medicine. Jurnal Widya Medika publishes original research articles, case reports, and literature reviews from scientists of various medical education and research institutions, including select scientific works from medical students. All articles published had undergone plagiarism checks, editorial review by the editorial board, and peer review by experts from their respective fields in order to maintain the high standard of articles published in Jurnal Widya Medika.
Articles 177 Documents
Pengaruh Pemberian Zinc Pada Ibu Hamil Kek Trimester III Terhadap Kadar Zinc Dan Retinol Serum Saat Nifas Di Kabupaten Bojonegoro D.A. Liona Dewi; Bambang Wirjatmadi; Merryana Adriani
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.834

Abstract

Defisiensi zinc pada ibu hamil telah dikaitkan dengan berbagai kondisi pada bayi baru lahir, antara lain bayi dengan berat badan lahir rendah. Suplementasi zinc pada ibu hamil dapat meningkatkan kadar zinc serum dan vitamin A dosis tinggi dapat meningkatkan kadar retinol serum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suplementasi zinc pada ibu hamil KEK trimester ketiga kehamilan terhadap kadar zinc serum dan retinol serum saat nifas. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester ketiga di lokasi penelitian. Terdapat 32 wanita hamil trimester ketiga dengan KEK berdasarkan kriteria lingkar lengan atas < 23,5 cm. Data dikumpulkan melalui kuesioner, food recall, food frequency questionnaire, antropometri, pengambilan sampel darah, dan tes laboratorium. Sampel diambil dari populasi berdasarkan kriteria inklusi. Sampel dibagi dalam 2 kelompok dengan alokasi random. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kadar serum zinc p = 0,000 < α (0,05) dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar serum retinol (p = 0,624 > α (0,05) pada kelompok perlakuan. Kadar zinc serum meningkat, namun terdapat penurunan kadar retinol serum setelah suplementasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah suplementasi zinc dapat meningkatkan kadar zinc serum tetapi diperlukan asupan protein yang cukup untuk meningkatkan kadar retinol serum.
Peningkatan Kepatuhan Pengobatan Akupunktur Berdasarkan Analisis Customer Value Di LP3A, Surabaya Yudhiakuari Sincihu; Stefanus Supriyanto; Ernawaty .
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.835

Abstract

SURABAYAABSTRAKAkupunktur sebagai terapi komplementer formal bagi kedokteran modern semakin dikenal dan diminati sebagai metode pengobatan. Metode ini mengadopsi prinsip keseimbangan Yin-Yang, sehingga mempunyai frekuensi pengobatan yang berbeda pada tiap kasus penyakit. Analisis Customer Value merupakan salah satu strategi pemasaran dalam upaya pencapaian kepuasan layanan dari sudut pandang pasien sebagai user, buyer dan payer, sehingga tercipta prilaku patuh. Kepatuhan pasien diklinik LP3A masih rendah.Diharapkan dengan upayaanalisis customer value ini dapat meningkatkan prilaku kepatuhanpengobatan.Penelitian ini bertujuanmenyusun rekomendasi peningkatan kepatuhan pasien dalam mengikuti seri pengobatan akupunktur berdasarkan analisis customer value yang memberi added value di Klinik LP3A, Surabaya. Merupakanpenelitian diskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan rancang bangun penelitiannya yaitu cross sectional. Data hasil penelitian dijadikan sebagai isu strategis dan menjadi pokok bahasandalam FGD. Hasil pada penelitian ini emotional value terhadap aspek reliabilty, assurance, empathy dan responsiveness dalam kategori sangat baik, tetapi tidak maksimal pada aspek tangible, financing value dalam kategori sangat baik, dan personalization value dalam kategori sangat baik. Berdasarkan hasil FGD dan telaah peneliti maka dibentuklah sebuah rekomendasi peningkatan kepatuhan pasien akupunktur beserta rencana pelaksanaan kegiatan.
Tinjauan Malpraktek Medik Di Indonesia (Kaitan Tanggung Jawab Antara Teori Hukum Kedokteran Dan Praktek Kedokteran) Djuharto S. Susanto
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.842

Abstract

Malpraktek Medik di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Khususnya di Indonesia hal ini baru mendapatkan perhatian secara introspektif dikalangan akademisi hukum kesehatan setelah munculnya kasus dr Setianingrum di Pati Jawa Tengah pada tahun 1984.Bertitik tolak dari kasus inilah mulai disadari pentingnya hukum bagi profesi Kedokteran yang berimbas dimulainya pengajaran mata kuliah “Hukum Kedokteran” bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran. Malpraktek Medik seringkali terjadi di Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Dua kasus yang terjadi dalam wilayah JawaTimur dapat dijadikan bahan analisa kasus Malpraktek Medik. Keempat unsur Malpraktek Medik, yaitu “Duty” atau kewajiban, “Derelict of Duty” atau pelanggaran kewajiban, “Damage” atau kerusakan, dan “Direct Causation” atau hubungan sebab akibat haruslah terpenuhi. Dibutuhkan pembenahan yang lebih intensif dan ekstensif untuk mengurangi insiden malpraktek medis ini. Baik berupa perubahan paradigma dikalangan medis sendiri yang seharusnya sudah dilatih sejak mahasiswa kedokteran, mengurangi dominasi pemilik modal yang seringkali melampaui batas, menyaring kemajuan teknologi yang seringkali mengabaikan etika medis dan peningkatan interaksi antar divisi hukum kesehatan yang akhirnya mengarah pada peningkatan pengetahuan di bidang bioetika dan hak asasi manusia, secara khusus di Indonesia.
Pengembangan Manajemen MRSA Pneumonia Nosokomial Hasil Uji ZEPHyR Benyamin Margono
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.843

Abstract

Semua infeksi MRSA ditandai oleh genotip mecA, yang mengkode protein pengikat (PBP’s, PBP2A) di dinding sel, sehingga menimbulkan penurunan afinitas dalam mengikat penisilin anti staphylococus, fenotipik ini berlaku untuk semua antibiotik gol β-lactam, dan juga dapat menjadi resisten untuk kelas antibiotik seperti: macrolides, lincosamides, aminoglycosides, fluoroquinolones, tetracyclines, and sulfonamides. Faktor risiko independen terkait dengan infeksi MRSA adalah: rawat inap 12 bulan terakhir, onset lambat dari HAP, pembedahan, makanan enteral, dan pemberian antibiotik sebelumnya: aminoglycoside (7,9x), levofloxacine (7,2x), macrolide (5x), vancomycin (4.3x), dan βL/βLI (β-lactam/β lactamase inhibitor) (2,3 x). Kebanyakan pedoman infeksi mendukung penggunaan vancomycin atau linezolid jika dicurigai MRSA. Percobaan ZEPHyR adalah suatu studi acak terkontrol dengan rasio 1:1 linezolid q12h 600 mg IV vs vancomycin 15 mg / kg BB IV q12h selama 7-14 hari, Hasil klinis bermakna lebih baik linezolid daripada vancomycin, meskipun angka kematian pada 60 hari tidak menunjukkan perbedaan. Linezolid secara keseluruhan menunjukkan keamanan dan profil tolerabilitas yang memuaskan. Ringkasan: Indikasi linezolid adalah pneumonia dengan etiologi Staphylococus aureus nosokomial baik MSSA / MRSA atau Streptococus pneumoniae yang sensitif terhadap penisilin. Kombinasi terapi diberikan bila diduga gram negatif patogen. Dosis IV sama dengan dosis oral 600 mg BID, dosis pediatrik: 10 mg/kg/8 jam. Lama pengobatan 10-14 hari.
Optimalisasi Penggunaan Antibiotik Pada Pneumoni Nosokomial : Applikasi Klinik Benyamin Margono
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.844

Abstract

Mengoptimalkan hasil terapi antibiotik perlu penggunaan yang tepat waktu dan tepat dosis, sedangkan penjabaran terapi antibiotik yang tidak aktif terhadap organisme sasaran, inisiasi terapi yang tertunda, perubahan rejimen yang tidak perlu dapat menyebabkan peningkatan jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit, peningkatan kematian, lama rawat inap, durasi penggunaan antibiotik, semua mengarah pada peningkatan biaya. Strategi pada infeksi berat adalah terapi dini, empiris, tepat, adekuat, dapat mengurangi kematian sebanyak 50%. Pilih antibiotik yang paling tepat dan tidak menunda penggunaan antibiotik yang tepat sehingga terjadi kematian. Awal pengobatan empiris menggunakan dosis tinggi, antibiotik spektrum luas, kemudian dilakukan penilaian klinis setelah hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas didapat, dilakukan perubahan pemberian antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit (de-eskalasi) untuk meminimalkan resistensi, toksisitas dan biaya. Dianjurkan tidak memulai dengan antibiotik dengan aktifitas dan dosis rendah, kemudian baru melakukan peningkatan ketika efek klinis tidak memuaskan. Antibiotik β-lactam adalah yang paling sering diresepkan pada infeksi, sebesar 54,4% dari semua antibiotik. Aktifitas β-lactam tergantung pada waktu, artinya waktu di atas MIC (T> MIC) sangat penting dalam menentukan terapi yang memadai. Untuk efektivitas klinis: T> MIC adalah> 40% dari interval dosis, sedangkan maksimum untuk dapat membunuh infeksi berat Gram (-) patogen: disarankan T> MIC lebih dari 70%, pemberian obat dengan cara infus kontinyu dimaksudkan untuk mempertahankan kadar tunak pada ≥ 50% sepanjang interval dosis (8-10 x MIC). Infus kontinyu Cefepime dapat dengan cara mengencerkan 3-4 gram cefepime dalam 1 L Dextrose 5% dan diberikan laju aliran konstan. Cefepime memiliki aktivitas antimikroba terhadap spektrum luas Gram (+) dan Gram (-) patogen, juga aktivitas anti pseudomonas. Sehubungan dengan hal tersebut di depan direkomendasikan sebagai monoterapi pada infeksi berat bila diduga Psudomonas aerugenosa terlibat, tetapi bila terbukti infeksi disebabkan Pseudomonas aerugenosa dianjurkan kombinasi, baik Aminoglycosida (Amikin) atau Quinolon (Cipro atau Levofloksasin).
Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi (Prevention Of Mother To Child HIV Transmission/PMTCT) Elizabeth Haryanti; Tuty Parwati Merati
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.845

Abstract

Pelayanan prevention of mother to child HIV transmission (PMTCT) sangat penting karena epidemi human immunodeficiency virus (HIV) dan aquired immune deficiency syndrome (AIDS) meningkat dengan cepat. Di Indonesia jumlah kasus AIDS pada Desember 2009 sebanyak 17,699 kasus dan HIV sejumlah 6.668 kasus. Seiring dengan bergesernya epidemi dari kelompok berisiko ke kelompok masyarakat umum, HIV dan AIDS pada perempuan usia reproduktif dan anakanak juga meningkat. Walaupun prevalensi HIV pada perempuan di Indonesia hanya 16%, tetapi karena mayoritas (92,54%) orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berusia reproduksi aktif (15-49 tahun) diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat (1,2). Di negara berkembang tercatat sebesar 40% penularan dari ibu ke bayi. Masa penularan ialah pada saat dalam kandungan (intra uterine) 25- 35%, intrapartum (labor and delivery) 70-75% atau postpartum (breastfeeding) 14% (6). Di Uganda prevalensi penularan dari ibu ke bayi tanpa PMTCT sebesar 1,53%, akan tetapi setelah pelayanan dan jangkauan oleh PMTCT ditingkatkan hingga 80% (dengan pemberian nevirapin 48%) dapat mencegah sejumlah 13.000 infeksi selama 2005-2010, menurunkan prevalensi HIV pada neonatal menjadi 1,19% hingga 2010 (3).
Indikator Sensitif Bagi Penilaian Kualitas Hidup Manusia : Tinjauan Dari Aspek Kesehatan Masyarakat A.L. Slamet Ryadi; Yudhiakuari Sincihu
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 1 No. 1 (2013)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v1i1.846

Abstract

Gross National Product (GNP) merupakan salah satu indikator dalam sistem pembangunan sosial ekonomi. Pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat, termasuk kualitas hidup manusia masih banyak dipertentangkan terutama pada implementasi di daerah. Beberapa indikator yang bisa dipenggunakan terhadap penilaian dampak kesehatan masyarakat antara lain Human Development Index (HDI), Physical Quality of Life Index (PQLI), dan sebagainya. Pengaruh GNP terhadap dampak kesehatan antara lain tergantung sejauh mana kualitas pemerataan penyebarannya diantara berbagai strata penduduk. Artikel dengan judul di atas bertujuan untuk membahas efektivitas pengaruh GNP terhadap peningkatan kesehatan masyarakat secara umum.
Kedokteran Keluarga = Family Medicine Willy F. Maramis
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 2 No. 2 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v2i2.847

Abstract

Pendahuluan Mengapa profesi kedokteran dikatakan profesi yang mulya? Karena profesi kedokteran menolong manusia yang sakit dan menderita. Dan menolong sesama manusia karena kasih adalah rahmat dan karunia Tuhan bagi yang menolong dan yang ditolong. Mungkin pula karena dahulu pengobatan orang sakit dilakukan juga oleh para imam dan dukun yang melayani masyarakat dalam hal spiritual dan keagamaan. Banyak penyakit dipercaya karena pengaruh roh jahat, sehingga pantas kalau para imam dan dukun yang menangani mereka. Sejak Hippokrates (460 – 370 BC) ilmu pengobatan mulai dipelajari secara ilmiah sehingga perlahan-lahan mulai dipisahkan dari tugas para imam. Sekarang telah terpisah sama sekali sebagai ilmu kedokteran modern. Namun kita melihat banyak cara pengobatan tradisional yang masih erat hubungannya dengan hal-hal spiritual, dengan roh-roh, bahkan dengan agama. Tidak sedikit dokter jaman sekarang pun masih tertarik pada hal-hal paranormal dalam kesehatan. Dalam pengobatan tradisional sejak dahulu kala sampai sekarang, dan dalam ilmu kedokteran pun sampai dengan perang dunia ke-2, pertolongan manusia yang sakit adalah individual. Tidak dapat disangka, kedokteran individual (individual medicine) atau kedokteran klinik (clinical medicine) adalah penting. Namun makin lama makin disadari bahwa untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat, kedokteran klinik saja tidak cukup. Bila diteliti betul, kalau masyarakat sudah lebih sehat, itu bukan karena ilmu kedokteran, melainkan karena ekonomi dan pendidikan sudah lebih baik. Dengan demikian ilmu kedokteran maju juga dan memberi andil kepada perbaikan kesehatan masyarakat, namun tetap dipraktekkan sebagai clinical atau hospital based medicine. Bayangkan kalau keadaan ekonomi dan pendidikan tidak maju, bagaimana dengan kesehatan masyarakat. Lihat saja, misalnya Afrika, atau tidak usah jauh-jauh, lihat saja pada beberapa bagian negara kita sendiri, misalnya Papua. Sejak akhir perang dunia ke-2 dan terutama sejak Deklarasi Alma Ata, Kazakhstan, 6-12 September 1978, mengenai Primary Health Care (PHC), studi dan 68 Willy F. Maramis pendidikan kesehatan masyarakat mulai berkembang sampai sekarang, dengan berbagai istilah: misalnya kesehatan masyarakat (community health), kedokteran masyarakat (community medicine), community based medicine, community oriented medicine, dsb., tergantung pada aspek mana yang mau diberi tekanan, sehingga ontologi, epistemiologi dan axiologinya berbeda. Sekarang KKI dan Dikti serta Depkes menganjurkan kedokteran keluarga (family medicine) dan kedokteran primer (primary health care, seruan deklarasi Alma Ata 36 tahun yang lalu). Kedokteran klinik terlalu mahal, sebagian besar masyarakat tidak dapat menjangkaunya. Negara maju pun merasa terlalu berat, sampai ada yang sedikit atau banyak sudah menerapkan “socialized medicine”. Pemerintah dan para pendidik juga ingin mencegah, jangan sampai terjadi “defensive medicine”, bukan “preventive medicine”, atau “commodity oriented doctors” dan bukan “community oriented doctors”, dsb. Anjuran WHO adalah agar dalam sistem kesehatan suatu negara, sarana kesehatan harus dapat diperoleh, dapat dicapai dan dapat diterima (available-accessable and acceptable) oleh masyarakat. Kalau boleh saya tambah, harus juga affordable (mampu dibayar atau dibeli).
Studi kasus Osteosarkoma Metastase Rudyanto Wiharjo Seger
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 2 No. 2 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v2i2.848

Abstract

Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas yang paling sering dijimpai.[1, 2] Penyakit ini diduga berasal dari sel-sel pembentuk tulang mesenkimal primitif, dan ciri histologisnya terdapat produksi osteoid ganas. Populasi sel lain juga dapat terlihat, karena jenis sel ini juga mungkin timbul dari sel-sel mesenkimal pluripotential, tetapi setiap tumor tulang ganas di diagnosis sebagai osteosarkoma. Terapi utama adalah operasi pengangkatan tumor ganas. Paling sering, dilakukan prosedur limb-sparing (limb-preserving). Kemoterapi juga diperlukan untuk mengobati penyakit mikrometastatik yang terjadi, tetapi sering tidak terdeteksi pada kebanyakan pasien (sekitar 80%) pada saat diagnosis.[3] Seorang wanita, nona YS, usia 21 tahun datang ke UGD RSK Marianum Halilulik-NTT dengan keluhan sesak nafas, nyeri telan, nyeri dada, panas, batuk, mual, 2 tahun yang lalu kaki kiri diamputasi dengan diagnosis patologi anatomi osteosarkoma. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran suatu tumor paru dengan efusi pleura kanan. Pasien ini dirawat selama 6 bulan dengan terapi paliatif dan akhirnya meninggal dunia.
Evaluasi Kegiatan PBL Menurut Persepsi Mahasiswa FK UKWM dengan Analisis Importance and Performance Model Tahun 2014 Lukas Slamet Rihadi
JURNAL WIDYA MEDIKA Vol. 2 No. 2 (2014)
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jwm.v2i2.849

Abstract

Metode Problem-Based Learning yang lebih dikenal dengan sebutan PBL merupakan metode pembelajaran yang saat ini banyak diterapkan diberbagai fakultas kedokteran di Indonesia bahkan di dunia. Ciri-ciri utama dari PBL adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa (student centered learning). Mahasiswa menggunakan “trigger material” berupa kasus atau skenario untuk didiskusikan dalam kelompok kecil, sedangkan dosen berperan sebagai learning fasilitator dan knowledge transmission. Diskusi tutorial dalam PBL menggunakan metode “tujuh langkah” atau yang biasa disebut seven jumps yang dikembangkan Maastricht, Belanda. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis masalah yang ada pada kegiatan PBL serta yang menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan menurut persepsi mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan Importance and performance model dan melibatkan 179 mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala semester gasal (semester tujuh, lima dan tiga) tahun akademik 2014-2015. Hasil penelitian menunjukkan 96,13 % mahasiswa menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa kegiatan PBL bermanfaat dalam proses pembelajaran di FK UKWM. Variabel-variabel yang menjadi masalah pada kegiatan PBL dan menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan atau diperbaiki menurut persepsi mahasiswa adalah variabel skenario, tutor, dan mahasiswa (three critical elements of PBL) serta variabel efektifitas dari diskusi pleno.

Page 2 of 18 | Total Record : 177