cover
Contact Name
Sutikman
Contact Email
sutikman@civitas.unas.ac.id
Phone
+6285782450075
Journal Mail Official
njl@civitas.unas.ac.id
Editorial Address
Jl. Sawo Manila No. 61 , Pejaten Ps. Minggu Jakarta 12520
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
National Journal of Law
ISSN : 26862778     EISSN : 26862751     DOI : -
Core Subject : Social,
National Journal of Law is a journal that publishes legal science articles, namely among others in the fields of civil law, criminal law, state administrative law, constitutional law, Business Law including all procedural law, as well as regarding cyber law, international law. Merupakan jurnal yang mempublikasikan artikel ilmu hukum, yaitu bidang perdata, pidana, tata negara, administrasi negara, konstitusi termasuk semua hukum acaranya, maupun mengenai cyber Law, hukum internasional.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019" : 8 Documents clear
TINJAUAN YURIDIS EUTHANASIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN ETIKA KEDOKTERAN Abdul Hakim Aziz
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.669

Abstract

Euthanasia menjadi persoalan yang rumit karena menyangkut hak hidup,hak asasi manusia, moralitas, kode etik profesi dan hakekat manusia.Meskipunmanusia dianugerahi kebebasan untuk bertindak dan berbuat, namun kebebasantersebut tidak lantas digunakan tanpa melihat norma-norma yang ada.Bagiseorang dokter, euthanasia merupakan suatu keadaan dilematis.Konsep kematiandalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan pada kontradiksi antara etika,moral, dan hukum di satu pihak, dengan kemampuan serta teknologikedokteran.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hak untuk mati bukanbagian dari hak asasi. Mengakui hak untuk mati (dalam hal ini euthanasia) berartisama dengan menghilangkan hak untuk melangsungkan kehidupannya. Olehkarena itu, hak-kewajiban asasi untuk melangsungkan kehidupan yakniberkewajiban memelihara kehidupan manusia, agar manusia menurut kodratnyadapat hidup bersama dengan orang lain secara terus menerus. Euthanasiadipandang dari segi kedokteran tidak boleh dilakukan dalam bentuk apapun, baikdalam bentuk euthanasia pasif maupun euthanasia aktif. Berdasarkan Kode EtikKedokteran yang berlaku di Indonesia dan sumpah dokter, Dokter harusmenyelamatkan kehidupan bukan untuk mendatangkan kematian, sesuai dengantujuan ilmu kedokteran itu sendiri yakni untuk menyembuhkan dan mencegahpenyakit, meringankan penderitaan dan untuk mendampingi pasien, termasuk jugakedalam pengertiannya mendampingi menuju kematian.
PANDANGAN TERHADAP RENCANA REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Masidin Masidin
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.670

Abstract

Tulisan ini berjudul Pandangan Terhadap Rencana Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Masalah penelitian iniberbicara hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja/buruh, pelaksanaansistem kerja PKWT dan Outsourching, dan Pengupahan. Metode penelitian iniadalah yuridis normatif, yaitu penelitian dengan mengkaji berbagai bahan hukumyang berkaitan dengan objek penelitian, dan berfokus pada berbagai peraturanperundang-undangan dan referensi hukum lain.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan kerja antara pemberi kerjadengan pekerja/buruh dalam prakteknya dapat menimbulkan hubungan yang tidakharmonis yang dapat dipicu oleh diantaranya adalah perbedaan penafsiran tentangpelaksanaan peraturan terkait ketenagakerjaan, tuntutan kenaikan upah,pembentukan serikat pekerja, tuntutan kesejahteraan, dan timbulnya solidaritaspekerja sebagai akibat perlakukan yang tidak adal terhadap salah satupekerja/buruh oleh pemberi kerja.Sistem kerja PKWT dalam pelaksanaannyadapat menimbulkan ketidak pastian hukum terkait dengan hubungan kerja,khususnya adalah mengenai siapa yang berwenang untuk memberikan sanksikepada pekerja/buruh ketika melanggar peraturan perusahaan atau perjanjiankerja. Apakah sanksi diberikan oleh perusahaan penyedia pekerja/buruh atau olehpengusaha sebagai pemberi kerja. Begitu juga tentang masa depan pekerja/buruhketika hubungan kerjanya diputus kontrak setelah selesainya jangka waktuPKWT.
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA RESTITUSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG JO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG Haidir Rachman
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.671

Abstract

Restitusi diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan melampirkandokumen-dokumen persyaratan permohonan restitusi yang kemudian hakimpengadilan akan mempertimbangkan permohonan restitusi tersebut. Permasalahandalam penelitian ini adalah bagaimana kepastian hukum terhadap penjatuhansanksi pidana restitusi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orangberdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang PemberantasanTindak Pidana Perdagangan Orang jo Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi danKorban?Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif denganmenggunakan data sekunder.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kepastian hukum terhadap penjatuhansanksi pidana restitusi bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang telah diaturdalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TindakPidana Perdagangan Orang jo Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi danKorban dilakukan dengan mekanisme pengajuan restitusi sejak korbanmelaporkan kasus yang dialaminya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesiasetempat dan ditangani oleh penyidik bersamaan dengan penanganan tindakpidana yang dilakukan. Namun demikian, dalam penerapan penjatuhan sanksipidana restitusi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam putusanPengadilan Negeri Jambi Nomor 538/Pid.Sus/2014/PN.Jmb, tanggal 18 Desember2015 tidak tepat oleh karena Hakim Pengadilan tidak memeriksa kelengkapandokumen permohonan restitusi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umumsebelum memutuskan sanksi restitusi, sedangkan Jaksa Penuntut Umum jugamelakukan kelalaian dengan tidakmelampirkan kelengkapan dokumen, sehinggaputusan Pengadilan Negeri Jambi Nomor 538/Pid.Sus/2014/PN.Jmb dapatmengurangi marwah kepastian hukumnya.
LEGALITAS PENYELUNDUPAN HUKUM PADA PERKAWINAN BEDA AGAMA BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN RECEPTIO A CONTRARIO Albert Tanjung
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.672

Abstract

Indonesia merupakan negara yang mengenal Tuhan dan beragama, tercermindalam Sila ke-1 Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.Jelas disampingperaturan perundang-undangan, segala perilaku masyarakat semestinya tundukdan patuh terhadap perintah Tuhan, temasuk mengenai perkawinan. Pasal 2 ayat(1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukanperkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dankepercayaannya itu. Bersesuaian dengan teori receptio a contrario yangmenyatakan Hukum Adat hanya berlaku apabila tidak bertentangan denganhukum agama. Maraknya perkawinan beda agama dengan cara menyelundupkanhukum menjadi persoalan yang perlu diteliti lebih jauh, karena tidak satupundiantara 6 (enam) agama yang diakui di Indonesia (Islam, Protestan, Katolik,Hindu, Budha dan Konghucu) mengizinkan perkawinan demikian. Metodepenelitian yang digunakan adalah yurisdis normatif yang dianalisis secarakualitatif dengan sumber data primer, sekunder dan tersier. Dari hasil peneltian iniditemukan bahwa perkawinan beda agama mengandung penyelundupan hukum.Berdasarkan hukum positif dinyatakan sah, akan tetapi berdasarkan receptio acontrario tidak.
BADAN HUKUM, SEPARATE LEGAL ENTITY DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN Maulana Hasanudin Hidayat
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.673

Abstract

Tulisan ini berjudul Badan Hukum, Separate Legal Entity Dan Tanggung JawabDireksi Dalam Pengelolaan Perusahaan, Masalah penelitian ini berbicaratanggungjawab Direksi atas Perseroan yang merupakan badan hukum da==Y7Unseparate legal entitiy.diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi, praktisidan masyarakat yang ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengantanggungjawab Direksi atas Perseroan yang merupakan badan hukum danseparate legal entitiy. Metode penelitian yang digunakan adalah yurisdis normatifanalisi kualitatif.Dan berupa deduktif hal yang umum ke yang khusus. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum(rechtperson) yang serkaligus adalah subjek hukum.Sebagai subjek hukum,perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang terbataspada lingkup perseroan saja.Ketika perseroan terbatas mengalami permasalahan,maka yang bertanggungjawab adalah perseroan itu sendiri, yang dalam hal iniadalah pengurusnya. Berdasarkan UUPT, pengurus perseroan terbatas adalahdireksi. Direksi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan tugas dan fungsinyaharus patuh dan taat kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam UUPTdan anggaran dasar perseroan.Dalam hal Direksi atau Direktur melanggarketentuan-ketentuan dimaksud, maka yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pribadi.
TINJAUAN HUKUM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PEMERINTAHAN DESA DI INDONESIA Hamrin Hamrin
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.674

Abstract

Tulisan ini berjudul Peningkatan Sumber Daya Manusia PadaPemerintahan Desa di Indonesia, Masalah penelitian ini berbicara strategipemerintah dalam meningkatkan Sumber daya Pemerintahan Desa dan Faktorfaktorapa yang menghambat pemerintah dalam meningkatkan sumber dayaPemerintahan Desa. Berdasarkan undang-undang No.6 Tahun 2014 tentang desa,maka setiap desa diharapkan dapat melakukan peningkatan Sumber DayaManusia untuk pembangunan Desa.Metode penelitian yang digunakan adalahyurisdis normatif analisi kualitatif.Sumber data yang diperoleh yaitu data primerdan data sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untukPertama pendidikan karena merupakan proses peningkatan kualitas sumber dayamanusia (SDM) pada pemerintah Desa, Kedua sosilisasi dan pelatihan merupakansalah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas pemerintahan Desa danKetiga, pengawasan karena pengawasan adalah suatu proses dalam menetapkanukuran kinerja baik dalam pengambilan keputusan maupun tindakan gunamendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telahditetapkan. Faktor-faktor yang menghambat pemerintah dalam MeningkatkanSumber daya Manusia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: SistemKekeluargaan dalam Perekrutan, Sarana dan Prasarana yang tidak memadai, dantingkat pendidikan yang rendah.
PENERBITAN RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Ermasyanti Ermasyanti
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.675

Abstract

Berlimpahnya sumber daya alam merupakan suatu keungggulan yang dimilikioleh Indonesia.Namun tidak selamanya hal itu dapat dimanfaatkan secara tepat,karena beberapa faktor seperti kendala cuaca, daya beli dan permintaanmasyarakat.Dalam pertanian, ketika panen melimpah dan tidak diiringi denganpermintaan pasar yang seimbang menimbulkan kelebihan stok. Maka secaratradisional masyarakat menggunakan gudang milik pihak lain guna menyimpankelebihan tersebut, agar dapat dijual pada saat yang tepat. Namun keadaan inidimanfaatkan oleh tengkulak untuk mencari keuntungan dengan cara membelidengan harga yang jauh dari pasaran. Tidak ingin mengambil resiko terhadapturunnya kualitas atau tidak layak jualnya hasil panen ini, para petani terpaksamenjual dengan harga tersebut. Pemerintah memberikan solusi yang dikenaldengan Sistem Resi Gudang melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undangnomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun2006 tentang Sistem Resi Gudang. Manfaat dari Resi Gudang adalah dapatmenstabilkan harga, dapat dialihkan dan dijadikan jaminan pelunasanutang.Metode penelitian yang digunakan adalah yurisdis normatif dengan analisakualitatif.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Resi Gudang dapat digunakansebagai jaminan pelunasan utang dan ketika terjadi wanprestasi, dapat dieksekusidengan melakukan lelang umum atau penjualan langsung.
KESALAHAN PENGERTIAN TERMINOLOGI ZINA (OVERSPEL) DALAM KUHP Ahmad Sobari
NATIONAL JOURNAL of LAW Vol. 1 No. 1 (2019): Volume 1 Nomor 1 September 2019
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47313/njl.v1i1.1849

Abstract

Penelitian ini bertolak dari permasalahan pokok bagaimanakah formulasi delik perzinaan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP hasil terjemahan, khususnya Pasal 284 KUHP.Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, diperlukan metode pendekatan yuridis-normatif, yuridis-empiris, dan yuridis komparatif.Pendekatan yuridis-normatif digunakan untuk mengetahui kebijakan formulasi delik Zina/perzinaan dalam KUHP kaitannya dengan upaya penanggulangan kejahatan yang berkaitan dengan delik perzinaan.Pendekatan yuridis-empiris digunakan untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang delik perzinaan dari aspek pidana dan pemidanaan. Selain itu juga digunakan pendekatan yuridis-komparatif untuk melihat kebijakan formulasi delik perzinaan menurut undang-undang negara lain. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada salah pengertian terhadap arti dari delik perzinaan di KUHP. Delik Overspel (Belanda) atau Adultery (Inggris) jika di terjemahkan oleh penulis secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia adalah “zina Perselingkuhan”, dimana kata “perselingkuhan” atau selingkuh itu mulai popular dimasa jauh sesudah Indonesia merdeka, sementara Overspel atau Adultery dilatarbelakangi oleh budaya barat (dimana KUHP itu berasal) yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai moral, budaya dan agama. Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat Indonesia. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan Overspel atau adultery yang pengertiannya lebih sempit dari pada pengertian zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat perkawinan.Overspel dapat terkena hukum pidana jika ada pengaduan dari istri atau suami pelaku.Tanpa adanya pengaduan, atau tanpa diadukan oleh istri/suami yang menjadi korban, maka tindak pidana Overspel bukan sebagai hal yang terlarang. Hal ini berbeda dengan konsepsi masyarakat bangsa Indonesia yang komunal dan religius dengan mayoritas penduduk adalah muslim. Setiap bentuk perzinahan, baik telah terikat perkawinan maupun belum, merupakan perbuatan yang melanggar nilai-nilai kesusilaan dan agama. Oleh karena itu, kebijakan formulasi delik Zina/perzinaan dalam pembaharuan hukum pidana harus dirubah, rumusan deliknya harus meliputi semua bentuk "perzinaan" baik Overspel atau adultery maupun fornication yaitu perzinahan secara luas, termasuk hubungan sex di luar nikah antara lelaki dengan wanita, yang sama-sama belum menikah.

Page 1 of 1 | Total Record : 8