cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Interaksi Online
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science, Social,
Jurnal Interaksi Online adalah jurnal yang memuat karya ilmiah mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP Undip. Interaksi Online menerima artikel-artikel yang berfokus pada topik yang ada dalam ranah kajian Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Arjuna Subject : -
Articles 39 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 4: Oktober 2013" : 39 Documents clear
Kompetensi Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar Berbasis Student Center Learning di SMA N 9 Semarang Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Unive Wulandari, Novita; Naryoso, Agus; Rakhmad, Wiwied Noor
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.393 KB)

Abstract

Kompetensi Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar MengajarBerbasis Student Center Learning di SMA N 9 SemarangCOMMUNICATION COMPETENCE OF TEACHER IN CLASS ACTIVITY-BASED ONSTUDENT CENTER LEARNING AT SMA N 9 SEMARANGAbstrakThe changing of Teacher Center Learning (TCL) methods which focuses on teacher as themain source of knowledge change become Student Center Learning(SCL) methods thatrequires students to be active in the learning process because Teacher Center Learningmethods is considered ineffective. This SCL methods require the teacher must be clever tostimulating students to be active in class activities. However, not all teachers have suchcapabilities. Communication competence can be measured from the motivationalcommunication, communication knowledge and communication skills. SCL methods thatapplied at Semarang 9 senior high school not always used in class activities. Application ofthe method used depends on the subject matter presented. The purpose of this research is todescribe the communication competence of teachers in class activity based on Student CenterLearning at Semarang 9 Senior High School. And this research is descriptive quantitativestatistics and the population are students of SMA N 9 Semarang, 1031 students. TheSampling technique is simple random. And to determine the number of samples taken,researchers used the Frank Lynch formula and got 88 samples that were selected randomly.Based on the findings and analysis research, assessment of the students tocommunication competence of teacher in class activities based on student center learning(SCL) in SMA N 9 Semarang competent classified. Motivation, teachers rated competent bythe students to motivate his students. This motivation can be measured by positif motivationas efforts and desire that drive teacher performance toward excellence and negativemotivation as result in fear, anxiety, or avoidance. Knowledge, content knowledge suchknowing what to communicate and procedural knowledge such knowing how tocummunicate, teachers have quite high knowledge. And teachers’s skills, have low skill.With low skills, teacher cannot practice knowledge. So high knowledge of teacher can not beapplied by the teacher in teaching and learning activities. And the teachers must pay attentionto skills many factors such as empathy, speaking, and listening comprehension.Key word: motivation, knowledge, communication skillKOMPETENSI KOMUNIKASI GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJARBERBASIS STUDENT CENTER LEARNING DI SMA N 9 SEMARANGAbstrakPerubahan metode belajar Teacher Center Learning (TCL) yang memusatkan guru sebagaisumber pengetahuan bergeser menjadi Student Center Learning yang menuntut murid untukaktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, kebijakan tersebut ini didasari karena metodeTeacher Center Learning yang dianggap tidak efektif. Metode SCL ini menuntut guru haruspandai menstimuli kesediaan murid untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Namun,tidak semua guru memiliki kemampuan seperti itu. Kompetensi komunikasi ini dapat diukurdari motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan ketrampilan komunikasi. MetodeSCL yang diterapkan SMA N 9 Semarang tidak selamanya digunakan dalam kegiatan belajarmengajar. Penerapan metode yang digunakan bergantung pada materi pelajaran yangdisampaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi komunikasi gurudalam menyampaikan materi belajar berbasis Student Center Learning di SMA N 9Semarang. Jenis penelitian ini adalah statistik deskriptif yang bersifat kuantitatif denganpopulasi murid SMA N 9 Semarang yang berjumlah 1031 orang. Melalui teknik simpelrandom sampling peneliti mendapat 88 sampel yang dipilih secara random.Berdasarkan temuan dan analisis penelitian, penilaian murid terhadap kompetensikomunikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar berbasis student center learning (SCL) diSMA N 9 Semarang tergolong dalam kategori kompeten. Dari unsur-unsur yang terdapatpada motivasi komunikasi, guru dinilai berkompeten oleh murid dalam memberikan motivasipada muridnya. Motivasi ini dapat dilihat dari motivasi positif seperti faktor-faktor yangmenyebabnkan ketertarikan, dorongan dan kesiapan untuk berkomunikasi serta motivasinegatif seperti faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketakutan, kecemasan danpenghindaran. Sedangkan indikator pengetahuan seperti pengetahuan konten danpengetahuan prosedural, guru tergolong dikategorikan mempunyai pengetahuan yang baik.Pengetahuan konten merupakan pengetahuan apa yang akan diinformasikan dan pengetahuanprocedural adalah pengetahuan bagaimana cara menyampaikan pesan yang diciptakan.Sedangkan dari segi ketrampilan guru, guru dikatakan mempunyai ketrampilan yang rendah.Dengan ketrampilan komunikasi yang rendah ini, guru tidak dapat mempraktekanpengetahuan yang dimiliki sehingga pengetahuan yang dimilki tidak dapat diterapkan secarabaik oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga guru harus memperhatikanindikator ketrampilan seperti empati, ketrampilan berbahasa baik verbal ataupun non verbal,dan mendengarkan.Kata kunci : motivasi, pengetahuan, ketrampilan komunikasiPENDAHULUANHarus diakui hingga kini bahwa guru masih memainkan peranan utama dalam prosesmenghasilkan pendidikan yang berkualitas, namun guru bukan satu-satunya sumber ilmupengetahuan. Kegiatan belajar mengajar merupakan proses interaksi langsung antara siswadan guru. Perkembangan ilmu komunikasi juga berpengaruh pada metode pembelajaran.Model komunikasi yang pertama adalah model komunikasi linier, dalam proses model inikomunikator mengirimkan pesan pada komunikan dengan cara merubah pesan menjadisinyal-sinyal melalui alat pemancar kemudian sinyal-sinyal ini harus disesuaikan dengansaluran yang menuju alat penerima. Fungsi alat penerima mengubah kembali sinyal menjadipesan. Pesan yang diterima ini kemudian mencapai tujuan. Sinyal ini dapat berubah karenaadanya noise (gangguan) yang dapat terjadi (Suprapto, 2009: 62). Hal tersebut dapatmengakibatkan isi pesan yang dihasilkan oleh komunikator akan diterima oleh komunikandengan isi yang berbeda. Proses komunikasi linier sama dengan metode pembelajaranTeacher Center Learning (TCL), pembelajaran satu arah yang bersumber pada guru dalammentransfer pengetahuan pada murid tanpa ada timbal balik secara langsung. Karenaketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa pesan yang dikirim dan pesan yangditerima tidak selalu identik, merupakan satu alasan sebuah komunikasi itu gagal (Suprapto,2009: 62).Model komunikasi linier ini kemudian dikembangkan menjadi model komunikasitransaksional. Dalam model ini komunikator dapat berperan sebagai komunikan dan jugasebaliknya, komunikan dapat berperan sebagai komunikator. Kemudian model inidikembangkan menjadi model komunikasi konvergen di mana komunikasi sebenarnya bukansekedar suatu proses pemindahan informasi, tetapi suatu proses konvergensi di mana duaorang atau lebih berpartisipasi dalam tukar menukar informasi untuk mencapai salingpengertian antara satu dengan yang lainnya (Suprapto, 2009: 77). Pada metode pembelajaranStudent Center Learning (SCL) ini guru dan murid memiliki peran yang sama yaitu sebagaipartisipan, tidak ada istilah peran komunikator dan komunikan pada model konvergensi ini,dan partisipan dituntut untuk sama-sama aktif dalam berkomunikasi. Perubahan metodebelajar Teacher Center Learning (TCL) yang mempusatkan guru sebagai sumberpengetahuan bergeser menjadi Student Center Learning (SCL) yang menuntut murid untukaktif dalam proses kegiatan belajar mengajar ini didasari karena metode Teacher CenterLearning (TCL) yang dianggap tidak efektif. Metode pembelajaran TCL, guru berperansebagai sumber pengetahuan yang utama sedangkan dalam metode pembelajaran SCL guruberperan sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Metode SCL inimenuntut guru harus pandai menstimulasi kesediaan murid untuk aktif dalam kegiatan belajarmengajar. Namun, tidak banyak guru yang memiliki kemampuan seperti itu.Realitanya, metode pembelajaran SCL ini tidak seefektif seperti yang dibayangkan.Murid yang diharapkan mempunyai kedudukan sejajar dengan guru lebih terkesan pasif dantidak siap dengan metode pembelajaran yang ada. Murid lebih terkesan mejadikan gurusebagai sumber utama pengetahuan dalam pembelajaran. Murid yang disiapkan untukmenjadi aktif dalam proses pembelajaran tidak berperan seperti guru yang juga mempunyaikedudukan yang sama sebagai partisipan. Kemampuan seorang guru yang kreatif dalammenyampaikkan pesan dalam bentuk materi pelajaran pada siswanya sangat dibutuhkan.Kemampuan seseorang dalam menyampaikan isi pesan dalam dunia komunikasi biasa disebutdengan kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi merupakan kemampuan seorangkomunikator untuk mengirimkan pesan-pesan dengan baik menggunakan pesan-pesan yangdianggap tepat dan efektif dalam suatu situasi tertentu (Morreale et al, 2004: 28). Kompetensikomunikasi ini dapat diukur dengan indikator motivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi,dan ketrampilan komunikasi (Morreale et al, 2004: 37).ISIMetode Student Center Learning (SCL) juga diterapkan di SMA N 9 Semarang. Metode SCLyang diterapkan tidak selamanya digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Penerapanmodel ini bergantung pada materi yang akan disampaikan, jika materi yang disampaikanterlalu rumit maka model Teacher Center Learning (TCL) yang digunakan. Seperti padamata pelajaran matematika, guru berperan menjadi sumber utama dari pengetahuan itusendiri, murid hanya menerima materi dari guru. Dan ketika murid tidak memahami materiyang disampaikan, murid memilih untuk bertanya pada teman atau pada guru les dari padabertanya pada guru yang mengajar. Selain itu, model SCL seperti diskusi kelompokmerupakan cara mengajar yang paling gemar diterapkan oleh guru. Walaupun murid telahdiposisikan dalam metode belajar yang menuntut mereka untuk aktif, tidak selamanya merekaberperilaku aktif seperti yang diharapkan. Dan hanya anak tertentu saja yang mampuberperilaku aktif dalam kegiatan belajar mengajar.Kompetensi komunikasi merupakan suatu keinginan yang dipenuhi melaluikomunikasi dengan sebuah cara yang sesuai dalam situasi tertentu (Morreale et al, 2004:28).Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secaraefektif. Kompetensi sendiri memiliki pengertian kemampuan seseorang yang meliputiketerampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaantertentu sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kata kunci dari kompetensiadalah kemampuan yang sesuai standar. Sedangkan kompetensi komunikasi memilikipengertian kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuaidalam mengelola pertukaran pesan verbal dan non-verbal berdasarkan patokan-patokantertentu.Kompetensi komunikasi mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peranlingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesankomunikasi (Devito, 1997: 27). Kemampuan merupakan potensi untuk melakukan beberapaaktifitas secara konsisten. Adapun komponen-komponen kompetensi komunikasi dapatdigambarkan dalam skema:Motivation (motivasi) + Knowledge (pengetahuan) + Skills (keterampilan) = CommunicationCompetencyMotivasi merupakan daya tarik dari komunikator yang mendorong seseorang untukberkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya, aktifitas manusia selalu berhubungandengan adanya dorongan, alasan ataupun kemauan. Motivasi komunikasi ini terdiri dari duatipe yaitu motivasi positif dan motivasi negatif (Morreale et al, 2004:38). Motivasi negatifmengacu pada faktor-faktor yang mengakibatkan ketakutan, kecemasan, atau penghidaran.Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari kepercayaan diri dan keyakinan yang kurangdimiliki oleh komunikator. Sedangkan motivasi positif merupakan hasil dari usaha dankeinginan yang mengarahkan perbuatan individu menuju hal yang positif seperti ketertarikan,dorongan untuk memulai komunikasi, kesiapan untuk berkomunikasi.Pengetahuan komunikasi merupakan kegiatan komunikator dalam mencari informasitentang lawan bicaranya sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan dalamberkomunikasi. Seorang individu harus memahami dan menyadari peraturan, norma, danharapan yang diasosiasikan dengan latar belakang orang yang berhubungan dengan individutersebut. Untuk menjadi kompeten, dibutuhkan dua jenis pengetahuan yaitu pengetahuankonten dan pengetahuan prosedural (Morreale, et al, 2004: 38). Pengetahuan konten meliputipengetahuan meliputi topik apa, kata-kata yang digunakan, pemahaman situasi danseterusnya yang dibutuhkan dalam suatu situasi. Pengetahuan prosedural merujuk padapengetahuan bagaimana cara menyusun, merencanakan, dan mentransfer pengetahuan yangdimilki dalam situasi tertentu.Ketrampilan komunikasi merupakan kemampuan yang dapat membimbing seseoranguntuk menghadirkan sebuah perilaku tertentu yang cukup dan mampu mendukung proseskomunikasi secara tepat dan efektif (Morreale et al, 2004: 39). Untuk mengurangiketidakpastian, seorang komunikator sedapat mungkin harus memiliki tiga ketrampilan yaituempati, berperilaku seluwes mungkin, dan kemampuan mengurangi ketidakpastian itusendiri.Tabel II.1Persentase Tanggapan Responden Terhadap Motivasi KomunikasiMotivasi Komunikasi F %Sangat Tinggi 7 8Tinggi 63 72Sedang 17 19Rendah 1 1Total 88 100Menurut data di atas, dapat dilihat bahwa motivasi komunikasi guru SMA N 9Semarang sudah tergolong berkompeten yaitu dengan terbukti angka 72% pada kategorijawaban motivasi komunikasi sangat tinggi dan 8% pada motivasi komunikasi tinggi.Responden atau murid di sini juga berpendapat bahwa motivasi komunikasi yang diberikanguru seperti motivasi positif dapat mendorong murid untuk berpendapat dalam kelas.Walaupun ada beberapa responden yang berpendapat bahwa 19% motivasi komunikasi gurusedang dan 1% motivasi komunikasi guru rendah.Tabel II.2Persentase Tanggapan Responden Terhadap Pengetahuan KomunikasiPengetahuan Komunikasi F %Sangat Tinggi 8 9Tinggi 42 48Sedang 38 43Rendah 0 0Total 88 100Dengan melihat data di atas, 48% responden berpendapat bahwa pengetahuankomunikasi yang dimiliki oleh guru SMA N 9 Semarang dalam kegiatan belajar mengajardapat dikatakan memiliki pengetahuan yang tinggi. Akan tetapi temuan angka pada kategoriberpengetahuan sedang juga tidak jauh dengan kategori berpengetahuan tinggi yaitu 43%,selisih 5% dengan kategori berpengetahuan tinggi.Tabel II.3Persentase Tanggapan Responden Terhadap Ketrampilan KomunikasiKetrampilan Komunikasi F %Sangat Terampil 6 7Terampil 32 36Kurang terampil 50 57Tidak terampil 0 0Total 88 100Sebagian responden berpendapat bahwa ketrampilan komunikasi guru masih dapatdikatakan kurang terampil. 57% responden berpendapat bahwa empati, perilaku luwes,kemampuan dalam mengurangi ketidakpastian guru belum dapat membantu murid untuk aktifberinteraksi di dalam kelas. Sehingga diperlukan usaha guru yang lebih untuk dapat menarikperhatian murid agar dapat ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar baik itumelalui cara mengajar, kondisi kelas, dan lain-lain. Akan tetapi, 36% responden berpendapatbahwa ketrampilan komunikasi guru sudah masuk dalam katagori terampil.Untuk mengetahui gambaran kompetensi komunikasi secara keseluruhan berdasarkantabel-tabel yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat melalui gabungan skor indikatormotivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan ketrampilan komunikasi. Dari gabunganskor indikator tersebut diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu: sangat kompeten,kompeten, tidak kompeten dan sangat tidak kompeten.Tabel II.4Persentase Tanggapan Responden Terhadap Kompetensi KomunikasiKompetensi Komunikasi F %Sangat Kompeten 6 7Kompeten 42 48Tidak Kompeten 40 45Sangat Tidak Kompeten 0 0Total 88 100Berdasarkan perhitungan interval kelas di atas dapat diketahui bahwa persepsiresponden mengenai kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh guru dalam kegiatan belajarmengajar berbasis Student Center Learning di SMA N 9 Semarang tergolong berkompeten.Terbukti dengan tingginya angka pada kategori kompeten sebesar 48% dan sangat kompeten7%. Meskipun begitu, terdapat sebagian yang menyatakan bahwa guru tidak berkompetendalam kegiatan belajar mengajar sebesar 45%. Penilaian responden pada motivasi,pengetahuan dan kompetensi komunikasi yang dimiliki guru dinilai belum berkompetensecara keseluruhan. Hal ini perlu menjadi perhatian bahwa guru perlu juga mengamati secaralangsung keadaan murid sehingga dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung guru dapatmengetahui kondisi keadaan muridnya masing-masing.PENUTUPBerdasarkan latar belakang masalah, masalah dan tujuan penelitian, penilaian muridterhadap kompetensi komunikasi guru dalam kegiatan belajar mengajar berbasis studentcenter learning (SCL) di SMA N 9 Semarang, dari indikator kompetensi komunikasi yaitumotivasi komunikasi, pengetahuan komunikasi dan keterampilan komunikasi dapatdisimpulkan bahwa kompetensi komunikasi guru tergolong dalam kategori kompeten (datadalam bab III tabel III.41).Dari unsur-unsur yang terdapat pada motivasi komunikasi, guru dinilai berkompetenoleh murid dalam memberikan motivasi pada muridnya. Artinya, guru dapat memberikanmotivasi positif dalam mendorong murid untuk dapat mengeluarkan pendapat, menjawabpertanyaan, aktif berdiskusi dan lain-lain. Indikator pengetahuan komunikasi sepertipengetahuan konten dan pengetahuan prosedural, guru tergolong dikategorikan mempunyaipengetahuan yang tinggi (data dalam bab III tabel III.42). Dan hal ini berarti guru mempunyaipengetahuan apa yang harus disampaikan pada murid dan dalam cara bagaimana agar dapatmendorong murid aktif berpatisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan darisegi ketrampilan komunikasi guru, guru dikatakan mempunyai ketrampilan yang rendah (datadalam bab III tabel III.43). Dengan ketrampilan komunikasi yang rendah ini, guru tidak dapatmempraktekan pengetahuan komunikasi yang dimiliki sehingga pengetahuan komunikasiyang tinggi tidak dapat diterapkan secara baik oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.Walaupun guru mempunyai ketrampilan komunikasi yang kurang, dapat disimpulkansecara keseluruhan bahwa kompetensi komunikasi yang dimiliki guru SMA N 9 Semarangtermasuk dalam katagori kompeten (data dalam bab III tabel III.44). Seperti pada data temuansebelunya yang mendeskripsikan bahwa temuan angka pada ketegori tidak kompeten jugatidak jauh dari kategori kompeten yaitu sebesar 45%. Hanya 55% responden yangberpendapat bahwa guru memiliki kompetensi komunikasi yang kompeten.DAFTAR PUSTAKABeebe, Steven A, Susan J.Beebe, Mark V.Redmond. 2005. Interpersonal CommunicationRelating to Others. USA: Pearson Education.Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia (edisi ke 5). Jakarta: ProfessionalBooks.Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program SPSS (cetakan ke 4).Semarang: Universitas Diponegoro.Morreale, Sherwyn P, Brian H. Spitzberg, J.Kevin Barge, Julia T. Wood, Sarah J.Tracy.2004. Introduction to Human Communication. USA: Wadsworth Group.Norton, Robert. 1983. Communicator Style. London: Beverly Hills.Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis (cetakan ke 4). Jakarta: Salemba Empat.Siagian, Sondang P. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya (cetakan ke 3). Jakarta:Rineke Cipta.Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (cetakan ke 4). Jakarta:Rineka Cipta.Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis (cetakan ke 7). Bandung: Alfabeta.. 2006. Statisitka untuk Penelitian (cetakan ke 9). Bandung: Alfabeta.Suranto, Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi (cetakan 1).Yogyakarta: Media Presindo.Syarbini, Amirulloh. 2011. Rahasia Sukses Mejadi Pembicara Hebat. Jakarta: Gramedia.Kurnaefi, “Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi PendidikanTinggi” www.unud.ac.id diakses pada 2 April 2013
Pemaknaan Pembaca Terhadap Kisah-kisah Rumah Tangga Bertema Perselingkuhan dalam Rubrik Oh Mama, Oh Papa di Majalah Kartini Ayu Permata Sari; Hedi Pudjo Santosa; Turnomo Rahardjo
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.139 KB)

Abstract

Pemaknaan Pembaca Terhadap Kisah-kisah Rumah TanggaBertema Perselingkuhan dalam Rubrik Oh Mama, Oh Papa diMajalah KartiniSkripsiDisusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikanPendidikan Strata 1Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Imu PolitikUniversitas DiponegoroPenyusun :Ayu Permata SariD2C009109JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2013Nama : Ayu Permata SariNIM : D2C009109Judul : Pemaknaan Pembaca Terhadap Kisah-kisah Rumah TanggaBertema Perselingkuhan dalam Rubrik Oh Mama, Oh Papa di MajalahKartiniABSTRAKKehadiran rubrik-rubrik confession di majalah-majalah sebagai tempat curahanhati penulis menjadi pilihan bagi pembaca yang ingin berbagi kisah pribadinya.Rubrik Oh Mama, Oh Papa di Majalah Kartini menjadi rubrik pengakuan yangcukup dikenal sejak awal kemunculannya. Dengan menyajikan berbagai kisahkisahrumah tangga termasuk yang bertema perselingkuhan, rubrik ini jugamenampilkan konstruksi wanita dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitianini untuk mengetahui bagaimana pemaknaan pembaca Majalah Kartini terhadapkisah-kisah rumah tangga bertema perselingkuhan di rubrik Oh Mama, Oh Papadan konstruksi wanita di dalamnya. Teori yang digunakan Encoding/DecodingModel Stuart Hall, Relevance Theory dan Konstruksionisme Sosial. Tipepenelitian ini deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukandengan menggunakan indepth interview kepada keempat informan yaitu pembacarubrik Oh Mama, Oh Papa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembaca rubrik Oh Mama, Oh Papa melihatrubrik tersebut sebagai rubrik berbagi wanita yang bermasalah dengan rumahtangga. Manfaat lain yang diperoleh dari rubrik ini sebagai sarana pembelajarandan hiburan. Kisah-kisah rumah tangga bertema perselingkuhan menarik dibacadan membuat pembaca penasaran dengan ending cerita. Konten lain sepertitanggapan psikolog dan kotak simpati serta penampilan visual rubrik Oh Mama,Oh Papa ini juga menarik. Tanggapan psikolog dirasa menolong dengan memberipenyelesaian masalah serta dukungan dan saran bagi penulis. Kotak simpatisebagai wujud rasa empati pembaca terhadap masalah penulis. Rubrik Oh Mama,Oh Papa yang menarik serta memberikan manfaat tersebut tidak membuatinforman ingin berpartisipasi dalam menulis kotak simpati danmerekomendasikan rubrik ini kepada teman atau kerabat yang memiliki masalahrumah tangga. Kisah-kisah rumah tangga yang dramatis dan terkadang tragismerupakan hasil karya editting redaksi yang bertujuan meraup keuntungan.Konstruksi wanita di rubrik Oh Mama, Oh Papa sebagai wanita lemah, tertindas,dan hidup dalam diskriminasi gender dan partiarkhi. Dibalik konstruksi, wanitadinilai kuat dan tegar menghadapi masalah rumah tangga sendiri. Dalam kisahperselingkuhan, wanita dan pria memiliki peluang sama menjadi pelaku. Posisipelaku tidak membuat wanita terlihat superior namun justru dinilai tidakterhormat. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembaca menerima rubrik OhMama, Oh Papa sebagai rubrik curahan hati yang berguna bagi yang bermasalahdengan rumah tangga.Kata kunci : Penerimaan pembaca, rubrik, konstruksi, rumah tanggaPendahuluan :Keluarga dan rumah tangga merupakan hal yang tak dapat dipisahkan darikehidupan seorang individu. Perselingkuhan oleh pasangan ini dinilai sebagaisalahsatu penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakharmonisandalam rumah tangga terkadang membuat pasangan ingin mengakhiripernikahannya dengan bercerai. Perselingkuhan juga bisa memicu konflikberkepanjangan yang perlu segera diatasi.Wanita yang menghadapi segala macam konflik rumah tangga inimembutuhkan tempat untuk berbagi cerita dan juga mendapatkan dukungan,saran, serta solusi untuk menyelesaikan konflik rumah tangga tersebut. Rubrik OhMama, Oh Papa di Majalah Kartini hadir sebagai tempat memenuhi kebutuhanwanita tersebut. Selain menampung berbagai macam kisah-kisah tentangpermasalahan rumah tangga yang dialami oleh wanita, rubrik ini jugamenyediakan bantuan psikologis yang mendukung wanita.Wanita yang pernah meluapkan kisah rumah tangganya dalam rubrik inidianggap lumrah oleh sebagian besar masyarakat, namun diluar dugaan ada pulakaum pria yang juga menceritakan kisahnya. Sosok pria dalam masyarakat kitadipandang lebih tangguh daripada wanita serta dapat menyelesaikan masalahnyasendiri. Psikolog dihadirkan dalam rubrik Oh Mama, Oh Papa sebagai problemsolver yang menanggapi, memberi saran, solusi untuk permasalahan yangdihadapi. Disediakan juga kotak simpati di akhir sebagai tempat khusus untukpara pembaca mencurahkan simpati bagi penulis yang sedang menghadapimasalah.Kisah-kisah yang ditulis dalam rubrik Oh Mama, Oh Papa terutama yangberkaitan dengan perselingkuhan seolah meyakinkan pembaca bahwa perempuanmemang perlu perlindungan dan dukungan. Kebebasan para wanita ini dalammencurahkan masalah mereka pada media massa mungkin merupakan salah satucara ampuh bagi mereka untuk menyelesaikan masalahnya. Hal-hal pribadi sepertimasalah rumah tangga bagi sebagian orang bukan suatu hal yang harusdisebarluaskan untuk dijadikan konsumsi khalayak umum. Namun di rubrik ini,wanita rela menceritakan masalah mereka untuk dibaca banyak orang.Pembaca diajak secara aktif menerima pesan dan memproduksi makna,tidak hanya menjadi individu pasif yang menerima makna yang diproduksi dalamrubrik Oh Mama, Oh Papa. Pemaknaan yang nantinya didapat oleh pembaca akandiolah dengan segala pengalaman dan latar belakang yang pernah pembaca alami.Majalah Kartini yang membidik kaum wanita sebagai pembacanya ternyatamenemukan sebagian kecil kaum pria pernah membaca dan ada pula yang tertarikmenuliskan kisahnya di rubrik Oh Mama, Oh Papa. Kesimpulan yang bisa ditarikadalah pembaca majalah ini tak hanya wanita namun pria juga memiliki peluangmenjadi pembacanya rubrik tersebut.Bagi wanita, rubrik ini bisa dirasa sangat bermanfaat sebagai tempatberbagi cerita dan mendapatkan solusi atas masalah rumah tangga yang dihadapi.Namun lain halnya dengan pria, bisa saja setuju atau menentang adanya rubrik OhMama, Oh Papa ini. Terbukti dengan adanya pria yang pernah menceritakanmasalah rumah tangga di rubrik Oh Mama, Oh Papa.Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba mengidentifikasi bagaimanapembaca secara aktif dapat memaknai isi pesan dari kisah-kisah rumah tanggaberkaitan dengan perselingkuhan yang disajikan dalam rubrik Oh Mama, Oh Papapada majalah Kartini.Tujuan Penelitian :Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana khalayakmenginterpretasikan kisah-kisah rumah tangga berkaitan dengan temaperselingkuhan dalam teks media di rubrik Oh Mama, Oh Papa di MajalahKartini. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana konstruksi sosokwanita di dalam rubrik Oh Mama, Oh Papa.Kerangka Pemikiran :Stuart Hall’s Decoding Encoding ModelModel ini fokus pada ide bahwa audiens memiliki respon yang bermacammacampada sebuah pesan media karena pengaruh posisi sosial, gender,usia, etnis, pekerjaan, pengalaman, keyakinan, dan kemampuan merekadalam menerima pesan. Teks media dilihat sebagai sebuah jalanmenghadirkan “preferred reading” kepada audiens tetapi mereka tidakperlu menerima preferred reading tersebut. Preferred reading mengacupada cara untuk menyandikan kembali (decode) pesan yang menawarkanaudiens untuk menginterpretasikan pesan media pada segala kemungkinanyang dapat diperdebatkan.Teori Relevansi (Relevance Theory)Dan Sperber dan Deirdre Wilson dalam teori relevansi berusaha untukmenjelaskan bagaimana pendengar (listeners) memahami maksud atautujuan pembicara (speakers). Dua pendekatan yang digunakan untukmenjelaskan masalah ini yaitu model coding dan model inferential. Modelcoding sering kali dikaitkan dengan semiotika, atau berarti kata-kata dansimbol bersama-sama membentuk suatu makna. Model inferencemengusulkan bahwa makna tidak secara sederhana disampaikan tapi harusdisimpulkan oleh komunikator lewat bukti dalam pesan. Komunikasimanusia modern tidak bisa dijelaskan hanya dengan perspektif coding,membuat pendekatan inferential sangat penting. (Sperber dan Wilsondalam Littlejohn, 1999: 130)Khalayak Aktif Versus Khalayak PasifMedia mengenal dua kategori khalayak yaitu khalayak aktif dan pasif.Khalayak pasif dilihat sebagai orang-orang yang mudah dipengaruhi olehmedia. Sedangkan khalayak aktif dipandang sebagai kalangan orang-orangyang membuat keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media.Ide-ide mengenai konsep khalayak seringkali diasosiasikan denganberaneka ragam teori efek media sebagai kekuatan yang ‘powerful’ atauberkuasa terhadap khalayak pasif, sedangkan efek yang minim akandidapatkan media pada khalayak aktif.Media : Konstruksionisme SosialPaham konstruksionisme sosial (social constructionism) menurut hasilpenelitian Peter Berger dan Thomas lebih dipahami dan dikenal denganistilah the social construction of reality. Sudut pandang ini telahmelakukan penyelidikan tentang bagaimana pengetahuan manusiadibentuk melalui interaksi sosial. Identitas benda dihasilkan daribagaimana kita berbicara tentang objek, bahasa yang digunakan untukmenangkap konsep kita, dan cara-cara kelompok sosial menyesuaikan diripada pengalaman umum mereka. Oleh karena itu, alam dirasa kurangpenting dibanding bahasa yang digunakan untuk memberi nama,membahas, dan mendekati dunia. (Littlejohn, 2009:67)Rubrik dalam MajalahMajalah seperti sebuah club, yang mana fungsi utamanya adalahmemberikan wadah bagi pembaca untuk mendapatkan informasi denganmemberikan rasa nyaman dan menjadikannya kebanggaan bagiidentitasnya. (Winship dalam Jenny McKay, 2000:3). Ide yang dituangkandi dalam sebuah majalah memberikan wadah bagi pembaca agar dapatmenciptakan rasa saling memiliki dengan kelompok yang lebih luasmeskipun tujuan majalah utamanya adalah meningkatkan pendapatandengan menarik perhatian pembaca dengan segala konten yang ada didalamnya sehingga dapat mempertahankan konsumen yang tak lain adalahpembacanya.Kesimpulan Penelitian :1. Rubrik Oh Mama, Oh Papa diterima sebagai rubrik yang memberikan wanitatempat bercerita tentang kisah-kisah rumah tangganya. Rubrik ini mampumemberikan manfaat pembelajaran dan hiburan bagi pembaca.2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada keempat informan, kisah-kisahrumah tangga yang ditampilkan dalam rubrik Oh Mama, Oh Papamenunjukkan preferred reading yang ditawarkan dalam rubrik Oh Mama, OhPapa dapat dimaknai sebagai makna dominan dalam teks tersebut meliputikisah-kisah rumah tangga yang disajikan, tema perselingkuhan, tanggapanpsikolog, serta penampilan visual di rubrik Oh Mama, Oh Papa. Maknanegosiasi terjadi di dalam konstruksi wanita yang dihadirkan dalam rubrik OhMama, Oh Papa. Keempat informan menegosiasikan tentang bagaimanagambaran wanita yang sengaja ditampilkan sebagai sosok yang lemah,tertindas, selalu menerima ketidakadilan. Pemaknaan alternatif yang merekabentuk adalah menolak konstruksi sosok wanita dalam rubrik Oh Mama, OhPapa akan tetapi menganggap dengan adanya konstruksi tersebut,ditampilkan kekuatan, ketegaran dan kesabaran wanita dalam menghadapimasalah rumah tangga sendirian. Sedangkan posisi oposisi terdapat padaketidaktertarikan mereka untuk merekomendasikan teman atau kerabatmereka yang mengalami masalah rumah tangga bercerita ke rubrik Oh Mama,Oh Papa. Selain itu, kotak simpati untuk menunjukkan empati kepada penuliskisah dirasa tidak perlu ditampilkan.3. Konstruksi sosok wanita dalam rubrik Oh Mama, Oh Papa kurang berpihakpada wanita. Wanita digambarkan lemah, tertindas, terpaksa menerimaketidakadilan dalam diskriminasi gender dan budaya partiarkhi. Dalam kisahkisahbertema perselingkuhan, para informan memaknai berbeda tentangposisi pria dan wanita dalam perselingkuhan. Menurut para informan,perselingkuhan yang dilakukan wanita biasanya dilatarbelakangi alasanemosional sedangkan pada pria dilatarbelakangi faktor kejenuhan danbiologis. Citra wanita yang berselingkuh akan lebih buruk di mata masyarakatdaripada pria yang berselingkuh. Pria yang berselingkuh akan dipandangbiasa saja, namun pada wanita akan diberikan label rendahan, tidak terhormat,dan tidak bisa menjaga diri dan kelurga. Wanita menilai perselingkuhanmerugikan pihak wanita karena selain melukai hati wanita dan keluarganya,perhatian pria akan tercurah pada wanita lain. Pria menilai perselingkuhanbisa jadi wajar dilakukan apabila dalam rumah tangga tidak ditemuikeharmonisan dan kenyamanan.DAFTAR PUSTAKABuku :A. Bell, M. Joyce and D. Rivers. 1999. Advanced Media Studies. Hodder &StoughtonAllen, Pamela. 2004. Membaca, dan Membaca Lagi; [Re]interpretasi FiksiIndonesia 1980-1995 (terj. Bakdi Soemanto). Magelang: Indonesiatera.Downing, John, Ali, Mohammadi, dan Sreberny, Annabelle. 1990. QuestioningThe Media : A Critical Introduction. London : Sage Publication, Ltd.Assegaf, Djafar. 1983. Jurnalistik Masa Kini. Ghalia Indonesia. Jakarta.Baran, Stanley. 2003. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba HumanikaBaran, Stanley. 2012. Introduction to Mass Communication : Media Literacy andCulture (updated edition). McGraw-Hill EducationBerger, Peter L. & Thomas Luckmann. 1990. Langit Suci: Agama sebagaiRealitas Sosial (diterjemahkan dari buku asli Sacred Canopy olehHartono). Jakarta: Pustaka LP3ES.Burton, Graeme. 2002. More Than Meets The Eye: An intoduction to MediaStudies. London: Arnold PublisherByerly, Carolyn M dan Ross, Karen. 2006. Women and Media. United Kingdom :Blackwell PublishingChambers, Deborah, Steiner and Carole Fleming. (2004). Women And Journalism.London And New York.Djunaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Yogyakarta:SantustaJane, Ritchie dan Luwis, Jane. 2003. Qualitative Research Practice. New Delhi :SAGE PublicationsJensen, Klaus Bruhn & Nicholas W. Jankowski. 1991. A Handbook of QualitativeMethodologies For Mass Communication Research. London : Routledge.Jensen, Klaus Bruhn & Nicholas W. Jankowski. 2002. A Handbook of Media andCommunication. Taylor&FrancisKasali, Rhenald. (1992). Manajemen Periklanan Konsep dan aplikasinya DiIndonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi: Theories ofHuman Communication. Jakarta : Salemba HumanikaMcKay, Jenny. 2000. The Magazines Handbook. New York.McKay, Jenny. 2003. The Handbook of Magazines. London : RoutledgeMcQuail, Dennis. 2003. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: ErlanggaMcQuail, Dennis. 2011. McQuail’s Mass Communication Theory. London : SagePublication, LtdMoleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung :PT. Remaja Rosdakarya.Mosco, Vincent. 2009. The Political Economy of Communication (2nd edition).London : SAGE Publications, LtdNeuman, W. Lawrence. 2007. Social Research Methods: Qualitative andQuantitative Approaches – 6th Edition. Boston: Pearson EducationRayner, Philip, Wall, Peter dan Kruger, Stephen. 2004. Media Studies theEssential Resources. London dan New York: RoutledgeShoemaker, Pamela dan Resse, Stephen D. 1991. Mediating The Message :Theories of Influence on Mass Media Content- 2nd Edition. New York:Longmann PublisherTong, Rosemarie Putnam. 2004. Feminist Thought. Yogyakarta: JalasutraVivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : KencanaJurnal :Dwi Utami, Heni. 2004. KEKERASAN TERHADAP PREMPUAN DI MEDIAMASSA (Analisis Wacana Rubrik “Oh Mama, Oh Papa” di MajalahKartini). Universitas Muhammadiyah MalangIdi Subandi Ibrahim dan Hanif Suranto (Ed). 1998. Wanita dan Media, KonstruksiIdeologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru. Bandung: Remaja RosdaKaryaWiratmo, Liliek Budiastuti dan Mohammad Ghiffari. 2008. RepresentasiPerempuan dalam Majalah Wanita, Jurnal Studi Gender dan Anak, PSGSTAIN Purwokerto, Vol. 3, No.1.Internet :Tanesia, Ade. 2011. Representasi Perempuan dalam Media. Pusat Sumber DayaMedia Komunitas (http://www.antaranews.com/berita/1269598504/sumurkasur-dapur-citra-perempuandimedia-Massa).Kamus Bahasa Indonesia Online dalam http://kamusbahasaindonesia.org/rubrikdiakses pada tanggal 9 September 2013 pukul 17.30 WIBMajalah Kartini, Bacaan Kaum Wanita. Dalamhttp://www.anneahira.com/majalah-kartini.htm Diunduh pada tanggal 25Maret 2013 pukul 05.21 WIBRubrik Oh Mama, Oh Papa diangkat ke Layar Televisi. Dalamhttp://arsip.gatra.com/2005-06-29/versi_cetak.php?id=85404 Diakses padatanggal 25 Maret 2013 : 05.40 WIB
PENGARUH GAYA KOMUNIKASI DAN KUALITAS PELAYANAN CUSTOMER SERVICE TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi pada Nasabah PT. Bank BNI Syariah Cabang Semarang) Mirnalia Mazaya; Djoko Setiabudi; Hedi Pudjo Santosa
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (57.843 KB)

Abstract

PENGARUH GAYA KOMUNIKASI DANKUALITAS PELAYANAN CUSTOMER SERVICETERHADAP KEPUASAN NASABAH(Studi pada Nasabah PT. Bank BNI Syariah Cabang Semarang)ABSTRAKSIPengaruh Gaya Komunikasi dan Kualitas Pelayanan Customer Service Terhadap KepuasanNasabah (Studi Pada Nasabah PT. Bank BNI Syariah Cabang Semarang)Nasabah merupakan jantung kehidupan dari BNI Syariah Cabang Semarang yangharus terus di jaga. Menjamurnya perbankan syariah di Kota Semarang saat ini yang memilikiproduk dan layanan yang nyaris serupa membuat kualitas pelayanan BNI Syariah CabangSemarang yang diharapkan dapat menjadi pembeda. Gaya komunikasi dan kualitas pelayananCustomer Service jika di sinergikan dengan baik maka akan menciptakan kualitas layananprima yang dapat memberikan kepuasan di hati nasabah BNI Syariah Cabang Semarang.Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatoris dengan menggunakan uji anlisis regresiberganda untuk menguji hipotesis penelitian dimana terdapat pengaruh antara gayakomunikasi dan kualitas pelayanan customer service terhadap kepuasan nasabah. Datadiperoleh dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden yaitu nasabahBNI Syariah Cabang Semarang dengan jumlah sampel 96 responden. Gaya komunikasidiukur menggunakan indikator posisi tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, dan intonasi suara.Sedangkan kualitas pelayanan diukur menggunakan indikator penampilan, sikap, kerapihantempat kerja, kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan, prosedur pelayanan, dan pelayananyang informatif.Hasil dari penelitian ini, gaya komunikasi dan kualitas pelayanan menunjukkan angkayang tinggi yakni 42,3% dan 67,9%. Sedangkan kepuasan nasabah signifikan dengan kualitaspelayanan dan gaya komunikasi sebesar 55,7%. Hasil analisis regresi linear sederhana denganUji T menunjukkan nilai T hitung 2,559 dengan nilai signifikansi sebesar 0,012 < 0,05, makahal ini berarti bahwa hipotesis menyatakan bahwa gaya komunikasi memiliki pengaruh yangsignifikan terhadap kepuasan nasabah. Sedangkan kualitas pelayanan diperoleh nilai T hitung10,275 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka hal ini berarti bahwa hipotesismenyatakan kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasannasabah. Sehingga Ha terbukti yakni terdapat hubungan antara gaya komunikasi dan kualitaspelayanan customer service terhadap kepuasan nasabah BNI Syariah Cabang Semarang.ABSTRACTThe Effect of Communication Style and Quality Service of Customer Service To TheCustomer Satisfaction (Study on Customer PT. Bank BNI Syariah Branch Semarang)The Customer is the heart of the life of BNI Syariah Branch Semarang that shouldcontinue in the case. The mushrooming of Islamic banking in the city of Semarang today whohave products and services that make a nearly identical service quality BNI Syariah BranchSemarang which is expected to be a differentiator. Communication style and quality customerservice if in united properly it will create a high quality of services that can provide customersatisfaction at the heart of Semarang BNI Syariah Branch. This study uses explanatory studyusing multiple regression anlisys test to test the hypothesis that there is influence betweencommunication style and quality customer service to customer satisfaction. Data obtainedusing questionnaires distributed to respondents, customers BNI Syariah Branch Semarangwith a sample of 96 respondents. Communication style was measured using an indicator bodyposition, eye contact, facial expressions, and tone of voice. While service quality is measuredusing indicators of performance, attitude, work neatness, speed of service, accuracy ofservice, service procedures, and informative service.The results of this study, communication style and quality of service showed a highrate 42.3% and 67.9%. While significant customer satisfaction with quality of service andcommunication styles of 55.7%. Results of simple linear regression analysis with T testshowed T value 2.559 with a significance value of 0.012 <0.05, then it means that thehypothesis stating that the communication style has a significant influence on customersatisfaction. While the quality of service obtained T value 10.275 with a significance value of0.000 <0.05, then it means that the hypothesis stated service quality has a significant impacton customer satisfaction. Ha so evident that there is a relationship between communicationstyle and quality customer service to customer satisfaction BNI Syariah Branch Semarang.BAB IPENDAHULUANI. 1. Latar BelakangKomunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam kegiatan perbankan. Setiapbagian dalam perbankan dari frontline sampai back office tidak dapat terhindar dari proseskomunikasi. Bahkan tanpa komunikasi kegiatan perbankan pun tidak akan berjalansebagaimana mestinya. Komunikasi dalam dunia perbankan membantu penyaluran ide dangagasan sehingga segala kepentingan, keinginan dan harapan-harapan perusahaan dannasabah dapat saling diketahui dan dimengerti. Sehingga dapat dilakukan usaha-usaha untukmemenuhi seluruh kebutuhannya tersebut.Dalam persaingan yang semakin ketat saat ini, pelayanan dalam bisnis jasa perbankanyang biasa-biasa saja saat ini sudah tidak dapat lagi diharapkan untuk mampu bersaing dalamkancah persaingan global. Diperlukan sebuah konsep pelayanan prima yang diterapkan olehperusahaan khususnya perusahaan jasa perbankan. BNI Syariah Cabang Semarang adalahsalah satu contoh perusahaan perbankan yang bergerak di bidang jasa keuangan danmenerapkan konsep standar pelayanan prima bagi para nasabahnya. BNI Syariah CabangSemarang memiliki standar layanan baku dan seragam dengan seluruh BNI Syariah cabanglainnya se-Indonesia. Moto pelayanannya adalah GREAT (Greetings, Relationship, Emphaty,Atitude, Trust) yang tercetak pada bros PIN yang ditempel pada baju seragam kantor setiappetugas di Unit Pelayanan Nasabah. BNI Syariah Cabang Semarang sadar betul jika saat initidak dapat lagi menjalankan bisnisnya dengan berorientasi pada profit semata.Dari waktu ke waktu customer service BNI Syariah Cabang Semarang harus mampumemperbaiki dan menjaga kualitas pelayanannya, karena tanpa memberikan kualitaspelayanan yang prima pada nasabah, mustahil rasa puas yang diharapkan nasabah dapattercapai dan hal tersebut akan sangat menghambat BNI Syariah Cabang Semarang untukdapat hidup dan berkembang. Untuk menjaga dan meningkatkan kepuasan nasabahnya, BNISyariah Cabang Semarang perlu menjaga kepercayaan dimata nasabah. Kepercayaan inidapat dibangun melalui kualitas pelayanan yang prima oleh seluruh jajaran karyawannyatermasuk customer service, komunikasi yang dikemas dengan gaya komunikasi yang tepatsesuai sikon, inovasi produk, dan terjaminnya keamanan transaksi perbankan. Tanpakesemuanya itu, pencapaian kepuasan nasabah yang sedang dan akan dibangun tidak akantercapai.I. 2. Perumusan MasalahBNI Syariah Cabang Semarang idealnya tidak memiliki kendala yang berarti di bidangstandar layanan. Yang mana kesemuanya banyak mendapat masukan dari BNI selaku bank induk.Sehingga idealnya nilai minimal bagi petugas customer service adalah 90 atau A.Realita yang terjadi kualitas pelayanan yang dilakukan oleh customer servicekhususnya dari hasil penilaian internal mistery shopper tahun 2012 sangat mengecewakan,disisi layanan customer service BNI Syariah Cabang Semarang memperoleh nilai D denganskor 67.Padahal bank induk BNI telah memberikan konsep standar layanan yang samaterhadap BNI Syariah. Hendaknya petugas customer service BNI Syariah Semarang memilikikemampuan komunikasi yang mumpuni, gaya komunikasi yang luwes disertai denganpemahaman informasi yang luas sehingga mampu menyampaikan informasi secara akuratdan mudah dipahami serta memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan terhadap semuanasabahnya. Pemberian pelatihan standar layanan terhadap customer service, kegiatan roleplay(simulasi layanan nasabah yang sesuai standar layanan) setiap dua minggu sekali danaktivitas sharing session seminggu sekali idealnya telah memberikan pemahaman yang lebihdari cukup untuk diterapkan dengan baik oleh seluruh pegawai di Unit Pelayanan Nasabahkhususnya customer service BNI Syariah Cabang Semarang.Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi masalah adalah apakah ada pengaruhantara gaya komunikasi dan kualitas pelayanan customer service terhadap kepuasan nasabahPT. Bank BNI Syariah ?I. 3. Tujuan dan Kegunaan PenelitianI.3.1. Tujuan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanyapengaruh antara gaya komunikasi dan kualitas pelayanan customer service terhadap kepuasannasabah PT. Bank BNI Syariah.I.3.2. Kegunaan PenelitianKegunaan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:1. Kegunaan TeoritisPenelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuandi lembaga pendidikan Universitas Diponegoro khususnya di jurusan IlmuKomunikasi FISIP mengenai teori tentang gaya komunikasi (communication style)dan kualitas pelayanan (service quality).2. Kegunaan PraktisPenelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan, sebagai dasarpertimbangan dalam usaha perbaikan BNI Syariah pada umumnya dan diharapkandapat memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, sehinggadiharapkan jumlah nasabah dapat terus meningkat setiap harinya.I. 4. Metode PenelitianI.4.1. Tipe penelitianTipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe explanatory.I.4.2. Populasi dan Teknik Pengambilan SampelI.4.2.1. PopulasiPopulasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa dalam penelitian ini yaitunasabah laki-laki maupun perempuan usia diatas 15 tahun yang telah memiliki tabungan danmenjadi nasabah BNI Syariah Semarang minimal selama 6 bulan.I.4.2.2.SampelUntuk menentukan ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya, penelitimenggunakan penetapan sampel berdasarkan rumus Slovin:n = N1 + Ne2n = 23871 + 2387 (10%) ²n = 23871 + 23,87n = 238724,87n = 95,97 = 96 Responden.I.4.2.3. Teknik Pengambilan SampelPengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probabilitysampling / non random sampling dengan teknik accidental sampling. Yakni teknik penentuansampel berdasarkan siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti yang dapatdipergunakan sebagai sampel, jika dipandang orang yang ditemui itu cocok sebagai sumberdata (Ruslan, 2004:156).Adapun prosedurnya adalah kuesioner yang berjumlah 96 buah di distribusikan ke 3orang petugas customer service BNI Syariah Cabang Semarang, lalu customer servicememberikan kuesioner untuk diisi kepada nasabah yang datang ke meja customer service,yakni nasabah yang sesuai dengan kriteria responden dalam penelitian ini (minimal usia 15tahun,memiliki tabungan dan sudah 6 bulan menjadi nasabah BNI Syariah CabangSemarang).I.4.3. Jenis dan Sumber DataSumber data yang digunakan dalam penelitian digolongkan menjadi 2 sumber:1. Data PrimerData primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari kuesioner yang diisioleh responden di lapangan. Yaitu nasabah laki-laki maupun perempuan usia diatas 15tahun yang telah memiliki tabungan dan menjadi nasabah BNI Syariah Semarangminimal selama 6 bulan.2. Data SekunderData sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari literatur dan referensi lainnyayang relevan dengan penelitian. Seperti buku register harian pembukaan tabungannasabah, buku register harian komplain nasabah, Buku Pedoman Perusahaan (BPP)dan Buku Pedoman Standar Layanan Nasabah BNI Syariah.I.4.4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner yangdibagikan kepada responden untuk diisi.I.4.5. Instrumen PenelitianAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftarpertanyaan yang disusun secara sistematis dan berisi alternatif jawaban yang terstruktur yangharus diisi oleh responden.I.4.6. Teknik Analisis DataData mengenai pengaruh gaya komunikasi dan kualitas pelayanan customer serviceterhadap kepuasan nasabah PT. Bank BNI Syariah Cabang Semarang, yang telah diperolehdari sejumlah responden, kemudian disusun secara sistematis, faktual, dan akurat berdasarkandata di lapangan.Kemudian untuk menguji hipotesis penelitian ini, peneliti menggunakan analisaregresi linear sederhana dan analisa regresi berganda dengan bantuan program SPSS 16.Teknik ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara nominal dan ordinalnya.I.4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas1.4.7.1.Uji ValiditasUji Validitas dilakukan untuk mengukur sah / validnya suatu kuesioner. Suatukuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkansesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas ini membandingkan nilaimasing-masing item pertanyaan dengan nilai total. Apabila besarnya nilai total koefisien itempertanyaan masing-masing variabel melebihi nilai signifikansi maka pertanyaan tersebuttidak valid. Nilai signifikasi harus lebih kecil dari 0,05 maka item pertanyaan baru dikatakanvalid atau dapat dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (nilai korelatif/ nilai productmoment) dengan r tabelnya. Apabila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel dan nilai rpositif dan signifikan, maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid (Ghozali, 2005:34).I.4.7.2. Uji ReliabilitasUji Reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk mengetahui sebarapajauh alat ukur tersebut dapat dipercaya. Kehandalan berkaitan dengan seberapa jauh suatualat ukur konsisten apabila pengukuran dilakukan secara berulang dengan sampel yangberbeda-beda. Uji Reliabilitas dilakukan dengan menggunakn Cronbach alpha (). Suatukonstruk/variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai (alpha () > 0,60 (Ghozali,2005:35).DAFTAR PUSTAKAAndito. 1998. Belajar Teori Behavioristik. Bandung : Pustaka Hidayah.Barata, Atep Adya. 2004. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT. Elex MediaKomputindo.Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra AdityaBakti.Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT RemajaRosdakarya.Fatmawati, Endang. 2007. Gaya Komunikasi Pustakawan Terhadap Pengguna: PengaruhTerhadap Kualitas Layanan Di Perpustakaan Fakultas Ekonomi UniversitasDiponegoro Unit S1 Reguler. Skripsi. Semarang: Fakultas Sastra UniversitasDiponegoro Semarang.Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS edisi 3.Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Griffin , Jill. 2005. Customer Loyalty Menumbuhkan dan Mempertahankan KesetiaanPelanggan. Jakarta: Erlangga.Kasmir. 2006. Etika Customer Service. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Kang, Juhee. 2012. Effective Communication Styles for The Customer-Oriented ServiceEmployee: Introducing dedicational behaviors in luxury restaurant patrons. UnitedStates: International Journal of Hospitality Management.Liliweri, Alo.2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana Prenada mediagroup.Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.Nasution. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia.Prasetyo, Riza Fajar. 2012. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap KepuasanNasabah pada Bank BRI Unit Sampangan. Q-MAN Vol.2 No.4. Desember.Rahmayanty, Nina. 2010. Manajemen Pelayanan Prima, Mencegah Pembelotan danMembangun Customer Loyalty. Yogyakarta: Graha Ilmu.Rangkuti, Freddy.2002. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer RelationshipStrategy. Jakarta: Pustaka Utama.Ratminto dan Atik Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.Ruslan, Rosady.2004, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Rineka Cipta.Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Penerbit Andi.Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
SOSOK WAGs (WIVES AND GIRLFRIENDS) DALAM TABLOID SOCCER (Analisis Semiotika Kolom Soccer Babes dan Kolom Love Story di Tabloid Soccer ) Dwinda Harditya; Hedi Pudjo Santosa; Triyono Lukmantoro
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (133.912 KB)

Abstract

Nama : Dwinda HardityaNIM : D2C009014Judul : SOSOK WAGs (WIVES AND GIRLFRIENDS) DALAM TABLOID SOCCER (Analisis Semiotika Kolom Soccer Babes dan Kolom Love Story di Tabloid Soccer )ABSTRAKSIWAGs merupakan akronim dari wives and girfriends. WAGs pertama kali diperkenalkan oleh para jurnalis Inggris pada perhelatan Piala Dunia 2006 sebagai bentuk kekesalan terhadap para pacar dan istri personel Timnas Inggris yang dianggap mengganggu konsentrasi dan membawa dampak yang negatif. Pada perkembangannya istilah ini digunakan untuk menyebut para pacar dan istri pesepak bola profesional. Tabloid Soccer merupakan salah satu tabloid bertema sepak bola di Indonesia yang secara khusus membahas tentang sosok WAGs dalam kolom Soccer Babes dan Love Story.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sosok WAGs yang direpresentasikan melalui kolom Soccer Babes dan kolom Love Story. Selain itu, penelitian ini juga ingin membedah konstruksi sosok WAGs untuk mencari nilai tersembunyi tentang sosok WAGs Teori yang digunakan adalah teori representasi dari Stuart Hall dan Teori tentang konstruksi perempuan dalam tabloid. Tipe penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan semiotika. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan sintagmatik dan paradigmatik dengan pendekatan analisis narasi dan pemikiran Roland Barthes tentang teknik konotasi pesan fotografis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tabloid Soccer menampilkan para pacar dan istri pesepak bola profesional tersebut dengan nilai-nilai yang positif, baik melalui narasi maupun tampilan gambar. Dengan menampilkan sosok WAGs dengan peran dan nilai-nilai positif tersebut, nilai-nilai negatif yang dihasilkan oleh pemaknaan WAGs terdahulu akan tertutupi. Soccer, membantu memperkenalkan dan membentuk pemahaman baru kepada pembacanya tentang sosok WAGs, lewat WAGs yang ditampilkan melalui kolom Soccer Babes dan kolom Love Story.Kata kunci : perempuan, tabloid, representasi, stereotip, fenomena sepak bola.Name : Dwinda HardityaNIM : D2C009014Title : WAGs (WIVES AND GIRLFRIENDS) FIGURES IN TABLOID SOCCER (Semiotical Analysis of Soccer Babes Column and Love Story Column in Tabloid Soccer)ABSTRACTWAGs is an acronym for wives and girfriends. WAGs, first introduced by British journalists at the World Cup 2006 in Germany as a form of resentment against the wives and girlfriends who are interfere concentration of England national team personnel and have a negative effect. In the development, this term is used to describe all the wives and girlfriends professional footballer . Soccer is one of the football tabloid in Indonesia that specifically discusses the WAGs figures in Soccer Babes column and Love Story column.The purpose of this research is to identify the WAGs figures, which is represented by Soccer Babes column and Love Story column. In addition, this research also wanted to dissect WAGs construction to find the hidden value. This research used representation theory of Stuart Hall and theories about the construction of women in the tabloids. The type of research is a qualitative descriptive with semiotical approach and documentation technique for collecting data. Data analysis was performed with the syntagmatic and paradigmatic analysis with narrative analysis approach and message connotations photographic technique by Roland Barthes .The results showed, WAGs of professional footballers have positive values, both through with narrative and image display. WAGs with the main role and the positive values will covered negative values, which is generated by the previous WAGs. Soccer helps to introduce and establish a new understanding to the readers about WAGs figures through display and narrative in Soccer Babes column and Love Story column.Keywords : women, tabloid, representation, stereotypes , phenomenon of footballSOSOK WAGs (WIVES AND GIRLFRIENDS) DALAMTABLOID SOCCER(Analisis Semiotika Kolom Soccer Babes dan Kolom Love Storydi Tabloid Soccer)I. PENDAHULUANWAGs (dibaca wog) merupakan akronim dari wives and girfriends, sebuah istilah yang dilekatkan pada pacar dan istri para pesepak bola profesional. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh para jurnalis Inggris pada perhelatan Piala Dunia 2006 di Jerman. Para WAGs personel Inggris tersebuat antara lain sosok Victoria Adams, mantan vokalis Spice girls yang merupakan istri David Beckham, Cheryl Tweedy istri dari bek Inggris Ashley Cole sekaligus anggota grup musik Girls Aloud, Alex Curran, super model Eropa yang sekaligus istri dari Steven Gerrard, dan masih banyak lagi yang kesemuanya merupakan artis, model, public figure papan atas di Inggris maupun Eropa. Para jurnalis Inggris yang dikenal tajam dalam mengkritik, menganggap para WAGs tersebut menjadi kambing hitam atas kegagalan Inggris di Piala Dunia 2006. Para WAGs tersebut dianggap mengganggu konsentrasi para pemain karena harus menemani dan melayani kehidupan sosialita mereka seperti berbelanja di butik dan pergi ke salon.Sejak saat itu, istilah, WAGs sudah menjadi sebuah stereotip negatif bagi para pacar dan istri pesepak bola profesional. Stereotip negatif yang dimaksud adalah para pacar dan istri mereka dianggap sebagai pendompleng status kepopuleran para pesepak bola profesional tersebut, selain itu penghasilan pesepak bola profesional yang tinggi dianggap menjadi daya tarik. Bagi para WAGs, selain gaji para pesepak bola yang tinggi, ketenaran akibat prestasi yang ditorehkan oleh para pesepak bola tersebut secara tidak langsung turutmenaikkan nama WAGs tersebut di mata masyarakat. Mereka yang awalnya berasal dari sosok yang tidak dikenal, belum terlalu terkenal di mata masyarakat, secara tiba-tiba dapat menjadi populer seiring dengan prestasi pacar atau suami mereka di dunia sepak bola, atau sosok yang terkenal dapat meningkatkan popularitas dengan berpacaran dengan pesepak bola profesional yang berprestasi. Media memiliki peran besar dalam memperkenalkan sosok WAGs tersebut lewat berbagai cara. Pertama, cara yang dilakukan adalah dengan mengkategorisasikan para WAGs tersebut. Kedua, melalui kontroversi yang dilakukan oleh pesepak bola terhadap WAGsnya maupun sebaliknya.Tabloid Soccer merupakan salah satu tabloid olahraga yang khusus mengambil tema sepak bola. Tabloid olahraga yang terbit di Indonesia yang membahas secara spesifik mengenai sosok WAGs melalui kolom Soccer babes dan love story. Kedua kolom tersebut termasuk dalam kategori rubrik Soccer Style dalam tabloid ini. Soccer Style merupakan salah satu rubrik dalam Tabloid Soccer yang membahas mengenai sisi lain dunia sepak bola. Soccer mencoba memberikan ruang bagi para perempuan untuk dapat muncul dalam tabloid olahraga yang seringkali didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut salah satunya coba diwujudkan dengan cara menampilkan sosok WAGs yang selama ini jarang dibahas secara mendalam oleh media lain. Melalui kedua kolom tersebut, sosok WAGs coba diprofilkan sekaligus diperkenalkan kepada para pembaca tabloid ini. Sebagai sebuah media cetak, Soccer memiliki ideologi sendiri dalam menampilkan sosok WAGs. Soccer memiliki tampilan atau cara tersendiri untukmenghadirkan sosok ini bagi para pembacanya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Soccer merepresentasikan sosok WAGs dalam kolom Soccer Babes dan Love Story. Penelitian ini menggunakan pendekaan teori representasi dari Stuart Hall, Tabloid dan konstruksi perempuan dari Martin Hamer dan Martin Conboy. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan semiotika dengan analisis data secara sintagmatik melalui analisis narasi dan teknik konotasi pesan fotografis dari Roland Barthes. Selain analisis sintagmatik, peneliti menggunakan analisis paradigmatik untuk mencari nilai tersembunyi yang terdapat dalam Soccer yang menampilkan sosok WAGs melalui kolom Soccer Babes dan Love Story.II. ISIDari dua belas sosok WAGs yang diwakili oleh sosok Eleanor Abbagnato, Michella Quattrocioche, Carolina Marcialis (Liga Italia), Heather Weir, Ursula Santirso, Georgina Dorsett (Liga Inggris), Pilar Rubio, Jorgelina Cardoso, Carolina Martin (Liga Spanyol), Maria Imizcoz Garcia, Lilli Hollunder, dan Anna Stachurska (Liga Jerman), yang termuat dalam kolom Soccer Babes dan kolom Love Story. Menurut Vladimir Propp, analisis sintagmatik menggunakan unit narasi dasar yang disebutkan oleh Propp sebagai sebuah “fungsi”, fungsi tersebut dapat diperoleh dari berbagai adegan atau bagian yang terdapat dalam film, komik, televisi, dan segala jenis produk media yang mengandung narasi (Berger, 1991: 14). Analisis paradigmatik digunakan untuk mencari nilai-nilai atau ideologi yang tersembunyi dalamteks yang mampu membangkitkan makna tertentu bagi pembaca (Berger, 1991: 18), secara analisis sintagmatik dan analisis paradigmatik maka diperoleh nilai-nilai antara lain :1. Secara sintagmatik, melalui analisis narasi dan analisis fotografis Roland Barthes, Tabloid Soccer menampilkan sosok WAGs sebagai sosok perempuan yang aktif, memiliki pengaruh, ceria, setia independen, memiliki bakat, dan berprestasi. Melalui gambar, sosok WAGs ditampilkan Soccer sebagai sosok perempuan modis, berparas cantik, dan menampilkan nilai sensualitas perempuan dalam batas kewajaran.2. Secara paradigmatik, ada lima nilai yang bisa dipetik dari dua belas sosok WAGs yang diteliti, yaitu WAGs sebagai sosok penentu karir, WAGs sebagai pasangan ideal, WAGs sebagai perempuan mandiri, WAGs sebagai sosok perempuan pecinta fashion, dan WAGs sebagai sebuah stereotip yang dibenci.Pertama, Sosok WAGs sebagai penentu karir. Definisi WAGs sebagai sosok penentu karir adalah Sosok WAGs yang memiliki pengaruh besar terhadap karir pasangannya sebagai pesepak bola profesional, seperti pengaruh WAGs dalam menentukan klub yang dipilih oleh pasangannya dan WAGs membantu meningkatkan perubahan moral pasangannya dalam karir sepak bola.Kedua, WAGs sebagai sosok pasangan ideal didefinisikan bahwa sosok WAGs membantu memberi dukungan terhadap pasangannya sebagai pesepak bola profesional, dan menjadi sosok yang bisa diandalkan untuk membangun komitmen dalam membina sebuah hubungan.Ketiga, WAGs sebagai perempuan mandiri memiliki definisi sosok WAGs yang secara ekonomi mampu memiliki profesi yang bisa diandalkan untuk hidup, dan tidak bergantung dari penghasilan pasangannya. Hal ini sebagai perwujudan liberalisme secara ekonomi dan eksistensi yang dilakukan oleh WAGs.Keempat, WAGs sebagai sosok pecinta fashion didefinisikan sebagai sosok WAGs yang memiliki selera fashion yang baik, karena latar belakang sosok WAGs yang mayoritas merupakan selebriti sehingga memiliki selera fashion yang cukup baik, selain itu fashion merupakan salah identitas yang membangun karakter sosok WAGs.Kelima, sosok WAGs sebagai sebuah stereotip yang dibenci oleh perempuan didefinisikan sebagai WAGs merupakan sebuah stereotip yang diciptakan media-media di Inggris dan berkonotasi negatif, dari hasil penelitian ditemukan beberapa WAGs yang secara nyata menolak sebutan itu karena mampu mempengaruhi nilai dan peran mereka di mata masyarakat.Dari kelima nilai tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa Tabloid Soccer, membantu memperkenalkan dan membentuk pemahaman baru kepada pembacanya tentang sosok WAGs, lewat WAGs yang ditampilkan melalui kolom Soccer Babes dan kolom Love Story.III. PENUTUPSoccer menampilkan para pacar dan istri pesepak bola profesional tersebut dengan nilai-nilai yang positif, baik melalui narasi maupun tampilan gambar. Dengan menampilkan sosok WAGs dengan peran dan nilai-nilai positif tersebut, nilai-nilai negatif yang dihasilkan oleh pemaknaan WAGs terdahulu akan tertutupi. Dalam hal ini, media berperan membentuk makna baru dengan merepresentasikan nilai-nilai dan bentuk yang berbeda.Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa Soccer tidak sekadar menganggap para WAGs sebagai news candy semata, melainkan ada nilai yang coba disampaikan kepada pembacanya, misalnya nilai kemandirian. Dalam penelitian ini, sosok WAGs telah mengalami pergeseran nilai yang ke arah positif dibanding ketika istilah ini muncul pertama kali pada 2006. Hal ini menunjukan bahwa sosok WAGs saat ini tidak bisa digeneralisir dengan makna terdahulu, perlu adanya pembanding atau informasi mendalam yang menunjukkan sosok WAGs memiliki nilai positif atau negatif.DAFTAR PUSTAKASUMBER BUKU :Barker, Chris. 2004. Dictionary Of Cultural Studies. London : Sage Publications.Barthes, Roland. 1990. Imaji, Musik, dan Teks. Yogyakarta : Jalasutra.Berger, Arthur Asa. 1991. Media Analysis Techniques. London : Sage Publications.Burton, Graeme. 2008. Yang Tersembunyi di Balik Media. Yogyakarta: Jalasutra.Cashmore, Elish. 2002. Key Concepts Sports and Exercise Psychology. London: Routledge.Coakley, Jay. 2001. Sports in Society : Issues & Controversies. New York: Mc Graw Hill.Conboy, Martin. 2006. Tabloid Britain. London : Routledge.Danesi, Marcel. 2010. Memahami Semiotika Media. Yogyakarta : Jalasutra.Denzin, Norman & Yvonna Lincoln. 1994. The SAGE Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publications.Eriyanto. 2001. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKIS. Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies : Sebuah pengantar paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra. Hall, Stuart. 1997. Representation : Cultural Representation and Signifying Practises. London : Sage Publications.Hamer, Martin. 2004. Key Concepts In Journalism Studies. London : Sage Publications.Kamus Bahasa Indonesia. (2008). Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kawamura, Yuniya. 2005. Fashionology: an introduction to fashion studies. Oxford: Berg Publisher. Kuper, Simon & Stefan Szymanski. 2009. Soccernomics. New York : Nation Books. Leslie, Larry Z. 2011. Celebrity in 21 Century. California : ABC CLIO LLC. Potter, Deborah. 2006. Handbook of Independent Journalism. United States: Bureau of International Information Programs U.S. Department Of State. Putnam, Hilary. 2001. Representation and Reality. Cambridge : The Mit Press. Rojek, Chris. 2001. Celebrity. London: Reaktion Books. Sugiarto, Atok. 2005. Paparazzi: Memahami Fotografi Kewartawanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.Scapp, Ron & Brian Seitz. 2010. Fashion Statements. New York: Palgrave Macmilan. Schwarzmantel, John. 2008. Ideology and Politics. London: Sage Publications. Sterling, Cristopher H. 2009. Encyclopedia of Journalism. London : Sage Publications. Tannsjo, Torbjorn & Claudio Tamborini. 2000. Values in Sport. London: E & FN Spon. Tong, Roesmarie Putnam. 2008. Feminist Thought. Yogyakarta : JalaSutra. Turner, Rachel S. 2008. Neo Liberal Ideology: History, Concepts, and Policies. United Kingdom: Edinburgh University Press Ltd. Thornham, Sue. 2010. Teori Feminis Dan Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra Thornham, Sue. 2007. Women, Feminism, and Media. United Kingdom: Edinburgh University Press Ltd. Urrichio, William. 2008. Media, Representations, and Identities. United Kingdom: Intellect Books.Van loon, Borin, dkk. 2008. Introducing Media Studies. Yogyakarta : Resist Book. Watkins, Susan Alice dkk. 2007. Feminisme untuk Pemula. Yogyakarta : Resist Book. Webb, Jenn. 2009. Understanding Representation. London : Sage Publications. Wood, Julie T. 1994. Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture. Stamford: Wadswoerth Publishing.SUMBER MEDIA CETAK : London Evening Standard, 5 July 2006.London Lite, 14 May 2007.Times Magazine, New Yorker, & Sunday Times, July 2006. New Yorker, 3 July 2006. The Football Agents, Buklet Tabloid Bola Edisi 03, Terbit 28 Januari 2013. 20 Highest Paid Footballers, Buklet Tabloid Bola Edisi 17, Terbit 6 Mei 2013. Tabloid Soccer edisi 1 September 2012. Tabloid Soccer edisi 15 Oktober 2012. Tabloid Soccer edisi 15 Desember 2012 Tabloid Soccer edisi 26 Januari 2013 Tabloid Soccer edisi 2 Februari 2013 Tabloid Soccer edisi 16 Februari 2013 Tabloid Soccer edisi 11 Mei 2013 Tabloid Soccer edisi 1 Juni 2013 Tabloid Soccer edisi 22 Juni 2013.SKRIPSI : Ayun, Primada Qurrota. 2011. Representasi Perempuan dalam Rubrik Sosialita Koran Kompas. Skripsi : Universitas Diponegoro. Savitri, Isma. 2009. Representasi Perempuan dalam Tabloid Bola. Skripsi: Universitas Diponegoro. Tambunan, Chrismanto. 2010. Konstruksi Perempuan Pada Iklan Obat Kuat di Media Cetak. Skripsi: Universitas Diponegoro.SUMBER INTERNEThttp://www.biography.com/people/mia-hamm-16472547, diakses 2 juli 2013. www.bola.net/bolatainment/shakira-dinobatkan-sebagai-WAGs-tercantik-di-euro-2012-b33ff4.html, diakses 9 Maret 2013. www. bolamaster.com, diakses 27 Juni 2013. bleachreport.com, diakses 27 Juni 2013.http://www.cbc.ca/sports/soccer/fifawomensworldcup2011/story/2011/05/27/spf-homare-sawa.html, diakses 2 juli 2013. dnaberita.com, diakses 27 Juni 2013. www. detiksport.com, diakses 19 Mei 2013. www.duniasoccer.com, diakses 27 Juni 2013.http://www.fifa.com, diakses 2 Juli 2013. Footbalerswives.com, diakses 27 Juni 2013. google images.com/WAGsEngland2006, 19 Mei 2013. Hufftington.post, diakses 27 Juni 2013. Lavaguardian.com, diakses 27 Juni 2013 www. kapanlagi.com, diakses 27 Juni 2013 Madrid-Barcelona.com , diakses 27 Juni 2013www. namafb.com, diakses 9 Maret 2013. Mirror.co.uk, diakses 27 Juni 2013. Reveal.co.uk, diakses 27 Juni 2013.http://rsssf.com/tableso/ol-women.html, diakses 2 Juli 2013. http://www.thesun.co.uk/themostbeautifulWAGs, diakses 27 Juni 2013 uk.omg.yahoo.co.uk, diakses 27 Juni 2013. www.wowkeren.com, diakses 27 Juni 2013zimbio.com, diakses 27 Juni 2013.www. zonabola.com, diakses 19 Mei 2013.
Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang) Anindya Ratna Pratiwi; Sunarto Sunarto; Agus Naryoso
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.122 KB)

Abstract

1Komunikasi Antarpribadi Guru Dalam Membangun Kemandirian AnakBerkebutuhan Khusus(Studi Kasus Pada Siswa Tunarungu di SLB Negeri Semarang)Summary PenelitianDisusun untuk memenuhi persayaratan menyelesaikanPendidikan Strata 1PenyusunNama : Anindya Ratna PratiwiNIM : D2C309008JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGORO2013ABSTRAK2JUDUL : KOMUNIKASI ANTARPRIBADI GURU DALAMMEMBANGUN KEMANDIRIAN ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (STUDI KASUS PADA SISWA TUNARUNGU DI SLBNEGERI SEMARANG)NAMA : ANINDYA RATNA PRATIWITunarungu merupakan bagian dari kelompok anak berkebutuhan khusus,dimana mereka memiliki hambatan dalam hal pendengarannya. Ketidakmampuantunarungu dalam mendengar mengakibatkan terhambatnya perkembangan berbagaiaspek dalam kehidupannya, seperti bahasa dan bicara, intelegensi, emosi, maupunsosialnya. Keterbatasan yang mereka miliki menimbulkan rasa kekhawatirantersendiri baik pada diri anak tunarungu, orangtua dan lingkungan terdekatnya dalamhal kemandiriannya, baik dalam hal bina diri hingga kemandirian dalam halpemenuhan kebutuhannya di masa depan.Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran fenomenakomunikasi antarpribadi guru dengan siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang.Selain itu juga untuk mengetahui kegiatan komunikasi antarpribadi guru dengansiswa tunarungu dalam membangun kemandirian mereka.Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan tipepenelitian deskriptif. Metode penelitiannya memakai Studi Kasus yang mengacu padaYin (2006) dengan analisis perjodohan pola. Data diperoleh dari hasil wawancarasecara mendalam pada enam informan, yakni satu orang Kepala sekolah, satu orangguru tunarungu, dua dari orangtua siswa tunarungu, serta dua orang informan anaktunarungu, kemudian data dilengkapi dengan hasil observasi yang dilakukan olehpeneliti. Teori utama dalam penelitian ini yakni Social Penetration Theory (SPT) atauTeori Penetrasi Sosial.Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa komunikasi antarpribadi yangefektif dirasa penting untuk diterapkan dalam aktifitas mengajar guru pada siswaberkebutuhan khusus. Komunikasi antarpribadi yang mampu berjalan efektif, dapatmewujudkan perasaan akrab (intimated) antara kedua belah pihak. Selain itu,komunikasi antarpribadi juga mampu menunjukkan perasaan kasih sayang danperhatian guru kepada siswanya, yang mampu menyentuh sisi emosional sehinggasiswa dengan kebutuhan khusus ini tidak merasa dikesampingkan. Perasaan positif inidapat memacu semangat belajar siswa dan dapat mempermudah penyerapan materidari guru, dalam hal ini terkait pembelajaran kemandirian.Kata Kunci : tunarungu, komunikasi antarpribadi, penetrasi sosial.3ABSTRACTTeacher’s Interpersonal Communication in A Special Needs Students to BuildSelf Reliance(Case Study on Deaf Students in SLB N Semarang)Deaf is part of a group of children with special needs, where they have a bottleneck interms of hearing. Inability of the deaf hear, resulting in inhibition of the developmentof various aspects of their lives, such as speech and language development,intelligence, emotional, and social. Limitations they have cause a sense of its ownconcerns both in children with hearing impairment, the parent and its immediateenvironment in terms of independence, both in terms of building themselves up toindependence in fulfilling their needs in the future.The focus of this study was to describe the picture of the phenomenon ofinterpersonal communication between teacher with the deaf students in SLB NegeriSemarang. In addition, to determine teacher’s interpersonal communication activitieswith the deaf students to build self reliance of them.This qualitative study using post-positivistic paradigm with descriptive type. Casestudy research methods used referring to Yin (2006) the analysis of mating patterns.Data obtained from in-depth interviews with six informants, are one principal, oneteacher deaf, two of deaf parents, and two informants deaf children, then the datafurnished by the observations made by the researcher. The main theory in this studynamely, Social Penetration Theory (SPT) or Social Penetration Theory.Results of this study illustrate that effective interpersonal communication isconsidered important to apply in teaching activities of teachers on students withspecial needs. Interpersonal communication that is able to run effectively, can realizea familiar feeling (intimated) between the two sides. In addition, interpersonalcommunication is also able to show feelings of affection and attention from theteacher to the students, who are able to touch the emotional side so that students withspecial needs do not feel excluded. These positive feelings can spur students'enthusiasm for learning and to facilitate the absorption of material from the teacher,in this case related to learning independence.Keywords: deaf, interpersonal communication, social penetration.41. PendahuluanBanyak orang yang beranggapan bahwa berkomunikasi itu merupakan hal yangmudah. Namun, seseorang akan tersadar ketika komunikasi yang dihadapimengalami hambatan. Situasi tersebut menjadi rumit karena seseorang tidakberhasil menyampaikan maksudnya kepada lawan bicaranya (komunikan)sehingga proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses komunikasi yangterhambat seperti demikian seringkali terjadi pada interaksi komunikasi yangmelibatkan anak berkebutuhan khusus.Anak berkebutuhan khusus sama halnya dengan anak normal lainnya yangakan memasuki masa remaja kemudian menuju kedewasaan penuh. Perubahananak menuju dewasa ini menuntut peran orangtua dan orang terdekatnya untukmembentuk anak menjadi pribadi mandiri.Perkembangan kemandirian mereka, khususnya pada tunarungu inilah yangmenjadi kekhawatiran orangtua. Hal ini mengingat kemandirian menjadi aspekyang teramat penting sebagai bekal masa depannya sehingga individu mampumelaksanakan tugas hidup dengan tanggungjawab, berdasarkan norma yangberlaku. Kemandirian (self relliance) sendiri merupakan kemampuan untukmengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu, dapat berjalandan berpikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk mengambil resikodan memecahkan masalah (Deborah,2005:226).Pendidikan khusus diperlukan anak-anak berkebutuhan khusus untukmengontrol perkembangan emosional dan melatih kemandirian anak secara lebihintensif disertai materi pembelajaran yang lebih terarah. Pendidikan khusus yangbermutu baik sangat diharapkan ketersediannya mengingat angka anakberkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat. Untuk tunarungu jumlahnyasudah mencapai angka 2.547.626 jiwa.Salah satu sekolah pendidikan khusus yang patut dijadikan contoh yakniSLB Negeri Semarang, yang dikenal unggul mencetak siswa-siwa berkebutuhankhusus yang berprestasi. SLB negeri Semarang kini juga menjadi rintisan sekolah5bertaraf internasinal. Prestasi SLB Negeri Semarang sudah dikenal hinggatingkat Nasional. Bahkan, beberapa kali masuk dalam pemberitaan medianasional.Dalam lingkungan sekolah, aktifitas komunikasi antarpribadi terutamaantara guru dengan siswa sangat berperan penting. Johnson (1981) menunjukkanbeberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalamrangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia. Identitas atau jati diri seseorangjuga terbentuk lewat komunikasi dengan orang lain dan ternyata kesehatanmental seseorang ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungannya denganorang lain (Supraktiknya,1995:9). Meskipun, dalam perkembangan anaktunarungu sendiri, keluarga yang mendukung kemajuan perkembangan siswajuga berpengaruh dalam pembentukan kemandiriannyaMelihat pentingnya kualitas komunikasi antarpribadi, maka peran gurutunarungu bukan sekedar mengajar dan menuntaskan kurikulum, melainkan jugabagaimana menjalin kualitas komunikasi yang baik dengan siswa tunarugu danmembantunya untuk berkomunikasi secara lebih baik sehingga prosespembentukan kemandirian pada diri siswa dapat lebih mudah tercapai.Dari uraian tersebut, kemudian menjadi hal yang menarik untuk ditelitibagaimana komunikasi antarpribadi guru tunarungu dalam membangunkemandirian siswa tunarungu di SLB Negeri Semarang.2. Batang Tubuh2.1. Penetrasi sosial dalam komunikasi antarpribadiKomunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalahkomunikasi antara individu-individu). Sedangkan pendapat Deddy Mulyana(2008 : 81) bahwa komunikasi antarpribadi memungkinkan setiap pesertanyamenangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupunnonverbal (Suranto, 2011 : 3).6Teori penetrasi sosial kemudian digunakan peneliti untuk menjelaskanhubungan dalam konteks komunikasi antarpribadi yang terjadi antara gurudengan siswa berkebutuhan khusus tunarungu di SLB Negeri Semarang. Teori inimerupakan bagian dari teori pengembangan hubungan atau relationshipdevelopment theory. Teori ini dikembangkan oleh Irwin Altman and DalmasTaylor. Menurut Irwin dan Dalmas, komunikasi adalah penting dalammengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan antarpribadi.Altman dan Taylor (1973) dalam teori penetrasi sosial menjelaskan secaraterperinci peran dari pengungkapan diri, keakraban, dan komunikasi dalampengembangan hubungan antarpribadi. Selanjutnya teori mereka menjelaskanperan variabel-variabel ini dalam terputusnya hubungan - tidak adanya penetrasi.(Budyatna dan Leila, 2011: 225-226).Terdapat beberapa asumsi yang dianut Social Penetration Theory (SPT).Asumsi –asumsinya yakni, 1) perkembangan hubungan dari tidak intim menujuke hubungan yang intim. Asumsi berikutnya, 2) perkembangan hubunganumumnya sistematis dan dapat diramalkan. Asumsi yang terakhir adalah 4)pengungkapan diri (self disclosure) adalah inti dari sebuah perkembanganhubungan. Dalam proses penetrasi sosial hubungan antara guru dengan siswatunarungu, mengenai proses perkembangan hubungan dan pengungkapan diri(self disclosure) merupakan dua bagian penting yang perlu dipahami denganlebih mendalam (West dan Turner, 2007:187).2.2. Subyek penelitianDalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah pihak-pihakyang berhubungan dengan penelitian ini termasuk yang berperan dalam7pembentukan kemandirian pada siswa tunarungu. Subjek penelitian inimencakup informan-informan penelitian yang terdiri dari 1) Kepala sekolahsejumlah satu orang. 2) Guru sejumlah satu orang, yakni satu dari guru pengajarsetingkat SMP pada kelas B (tunarungu). 3) Orangtua murid (ayah/ibu) denganjumlah dua orang informan, yakni satu dari orangtua tunarungu yang tinggal diasrama SLB N Semarang dan satu lagi dari orangtua tunarungu yang tidaktinggal di asrama (tinggal dirumah orangtua). 4) siswa/siswi sejumlah dua orangyang terdiri dari siswa SMP tunarungu yang tinggal di asrama dan siswatunarungu yang tinggalnya bersama orangtuanya dirumah. Keduanya termasuktunarungu golongan berat hingga sangat berat.2.3. Metodologi PenelitianTipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus danpendekatan penelitiannya menggunakan post-positivistik. Sedangkan untuk jenispenelitiannya adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian dengan tipe studi kasus (case study), dimana studi kasus merupakanstrategi yang lebih cocok bila pokok pernyataan suatu penelitian berkenaandengan how atau why (K.Yin, 2006 : 1).2.4. TemuanDalam penelitian ini, diketahui bahwa siswa tunarungu umumnya belum bisabersikap terbuka terhadap gurunya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhiketerbukaan pada diri anak tunarungu, yakni : 1) minimnya jumlahperbendaharaan kosakata yang dimiliki. Semakin minim jumlah kosakata yangdimiliki, semakin sulit mengungkapkan perasaannya terutama komunikasinyasecara verbal, sedangkan siswa tunarungu yang kosakatanya cukup banyak akanlebih aktif berkomunikasi dan mudah menceritakan isi hati atau permasalahanyang dialami. 2) Tipe karakter kepribadian anak tunarungu. Siswa tunarunguyang karakternya introvert akan cenderung menyimpan masalah yang dimiliki8dibandingkan dengan dengan tipe kepribadiannya ekstrovert. Namun dalampenelitian ini, informan dengan tipe ekstrovert ternyata enggan juga untukbercerita dengan gurunya, 3) Penilaian siswa tunarungu terhadap guru. Guruyang dinilai kurang sabar dan mudah marah pada siswa mampu mempengaruhisikap keterbukaannya, karena timbul rasa ketidaknyamanan, 4) Kedekatan gurudengan siswanya. Semakin baik dan harmonis hubungan guru dengan siswanya,maka siswa akan mudah bercerita apa saja tentang dirinya tanpa harus dimintaatau ditanya.Komunikasi antarpribadi yang berlangsung efektif antara guru dengansiswa tunarungu dapat mendukung terwujudnya kemandirian siswa. Tunarungudikatakan mandiri apabila mampu berkomunikasi dengan baik, dapat hidupberdampingan dengan orang lain, dan kelak mampu memenuhi kebutuhannyasendiri.Faktor yang mendukung terbentuknya kemandirian siswa yakni kemauananak untuk belajar, dukungan positif dari orangtua serta guru, fasilitas sekolahyang mendukung, serta komunikasi yang baik antara orangtua dengan pihaksekolah. Sedangkan faktor penghambat kemandirian siswa tunarungu yakni anakyang tidak semangat belajar atau malas belajar, orangtua yang tidak pedulidengan perkembangan anak, fasilitas sekolah yang tidak mendukung, serta guruyang tidak mendukung perkembangan kemandirian siswa dan tidak mampumengontrol kesabarannya.3. Penutup3.1 Implikasi TeoretisDalam SPT (Social Penetration Theory), hubungan dapat mengalamiperkembangan dari tidak intim menjadi intim. Seiring berjalannya waktu, suatuhubungan antarpribadi berpeluang menjadi intim. Meskipun tidak semua9hubungan secara ektrim bergerak dari tidak intim menjadi intim. Namun,seringkali sebuah hubungan berada diantara kedua kutub keintiman tersebut,dalam artian hubungannya dekat tapi tidak terlalu dekat (sedang).Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara guru denganinforman siswa tunarungu belum berada pada tahap intim atau belum akrab. Halini dinilai berdasarkan sikap keterbukaan diri (self disclosure) siswa tunarungukepada gurunya. Menurut West dan Turner (2007:187), pengungkapan diri (selfdisclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan.Keengganan dalam mengungkapkan diri dapat dikarenakan faktorkepribadian dari masing-masing individu. Individu yang introvert biasanyajarang berinteraksi dengan orang lain, cenderung diam dan lebih senangmenyendiri. Seorang yang introvert biasanya hanya berbicara seperlunya danhanya ingin berbicara mengenai apa yang memang ingin mereka bicarakan.Sedangkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung lebihmenyukai interaksi dengan banyak orang, dan tidak nyaman dengan suasana sepiserta lebih aktif berbicara (Suranto,2011 :158-159).Namun perlu dipahami bahwa berkomunikasi dengan tunarungu tidaksemudah dengan anak normal. Ketidakterbukaan pada anak tunarungu ini dapatpula disebabkkan karena kemampuan komunikasi yang rendah karena minimnyaperbendaharaan kosakata yang dimiliki sehingga timbul kecemasan dalam diritunarungu untuk berkomunikasi, terutama dengan orang lain yang normal karenabiasanya seorang tunarungu kesulitan berkomunikasi secara verbal. Kecemasanberkomunikasi (communication apprehension) ini dapat menyebabkan sikapkeengganan untuk mengungkapkan atau membuka diri. Orang yang apprehensifdalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkinberkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja (Jalaluddin,2007 :109).Jika dilihat dari komunikasi nonverbal, yang paling sering dipakaiinforman I dalam aktifitas pembelajaran di sekolah antara lain dengan bahasa10isyarat tangan, gerakan mulut, ekspresi wajah, kontak mata, serta gerakan tubuhlainnya berbarengan dengan komunikasi verbalnya. Gerakan tubuh inidinamakan kinesics. Kinesics merupakan suatu nama teknis bagi studi mengenaigerakan tubuh yang digunakan dalam komunikasi. Gerakan tubuh (kinesics)antara lain kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan,dan sentuhan (Budyatna dan Ganiem, 2011 :125).3.2 Implikasi PraktisKajian komunikasi terutama pada komunikasi antarpribadi memilikiberbagai manfaat dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dalam aktifitaspembelajaran yang melibatkan aspek komunikasi antarpribadi, mampu lebihmenyentuh sisi emosional mereka, sehingga siswa tidak merasa dikesampingkan,serta dapat merasakan kasih sayang orang-orang disekitarnya. Komunikasiantarpribadi oleh diharapkan juga dapat membantu mempengaruhi sikap danperilaku anak berkebutuhan khusus, agar lebih mandiri sebagai bekal hidupnyadi masa depan.Penelitian ini selain diharapkan berguna untuk media kajian komunikasibagi SLB, juga diharapkan mampu bermanfaat sebagai media kajian komunikasibagi orangtua yang membutuhkan informasi berkaitan dengan model komunikasipembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus, secara lebih khususnya padaanak tunarungu.3.3 Implikasi SosialSecara sosial, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaranpada masyarakat yang masih memandang rendah anak berkebutuhan khusus agartidak lagi meremehkan mereka, karena setiap orang yang terlahir di dunia pastimemiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Selain itu, diharapkan bagimasyarakat, keluarga serta lingkungan disekitar anak berkebutuhan khusus ini,11untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka dalam pemenuhanhaknya, mengingat, setiap manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan.12Daftar PustakaAw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha IlmuBudyatna, Muhammad dan Leila Mona Ganiem.(2011). Teori KomunikasiAntarpribadi. Jakarta : Kencana Prenada Media GroupMulyana, Deddy.(2005). Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja RosdakaryaParker, Deborah.(2005). Menumbuhkan Kemandirian Dan Harga Diri Anak.Jakarta: Prestasi PustakarayaRichard West, dan Lynn H. Turner. (2007). Introducing Communication Theory :analysis and application Third Edition. New York: The McGraw-Hillcompanies, IncSupratiknya. (1995). Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:KanisiusYin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindoPersada : JakartaRakhmat, Jalaluddin. (2007).Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi. Bandung:PT.Remaja RosdakaryaYin, Robert K.(2006). Studi Kasus: desain dan metode. PT. RajaGrafindoPersada : Jakarta
PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM KERAGAMAN BAHASA KOMUNIKASI MASA KINI DONNA RADITA MERITSEBA; Turnomo Rahardjo; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PENGGUNAAN BAHASA JAWA DALAM KERAGAMANBAHASA KOMUNIKASI MASA KINIAbstrakBerkurangnya masyarakat keturunan Jawa sebagai penutur bahasa Jawa terutama padaanak menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Apalagi dengan beragam bahasakomunikasi masa kini yang dinilai lebih penting untuk dikuasai. Masalah yang timbuladalah mengenai bagaimana penggunaan bahasa Jawa pada anak di keluarga Jawa dalamkeragaman bahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu dapat terjadi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yangditerapkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa. Kapan dan kepada siapa anakmenggunakan pilihan bahasa mereka tersebut. Selain itu, bertujuan pula untukmengetahui alasan orang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa yangdiajarkan kepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini.Upaya menjawab permasalahan dan tujuan penelitian dilakukan dengan kajiansosiolinguistik dalam tradisi sosiokultural yang membantu menjelaskan mengenaipenggunaan bahasa. Penelitian etnografi komunikasi ini menggunakan paradigmainterpretif dengan menggunakan metode analisis fenomenologi. Subjek penelitian adalahkeluarga Jawa status sosial atas hingga bawah agar mendapatkan variasi hasil penelitian.Hasil penelitian menunjukkan adanya penggunaan bahasa Jawa yang tidak lagisempurna pada anak karena adanya upaya alih kode dari ragam bahasa yangdikuasainya. Keluarga sebagai tempat anak dalam menerapkan bahasa Jawa sudah tidaklagi mengutamakan bahasa Jawa sebagai bahasa keluarga. Orang tua justru merasa lebihpenting mengajarkan anak mengenai bahasa asing. Keluarga Jawa lebih mementingkanagar anak dapat menerapkan bahasa komunikasi yang banyak digunakan di masyarakatluas. Hal itu terjadi di seluruh lapisan keluarga, baik yang terjadi di keluarga sosialekonomi atas, menengah, maupun bawah.Kata kunci : sosiolinguistik, keluarga Jawa, komunikasi budayaJAVANESE LANGUAGE USE IN DIVERSITY OFCOMMUNICATION LANGUAGES AT PRESENTAbstractJavanese language speakers is reduced, especially children. This is the background ofthis research. Communication languages of the present more important to use. Theproblem is how to use the Javanese language to children in Javanese families in diversityof communication languages at present and why it can happen.The purpose of this study is to investigate the use of language that applied byparents to children in their family. When and to whom their children use choice of thelanguage. In addition, the aim is also to find out why parents of Javanese determiningthe choice of language to be taught for children from diverse of communicationlanguages today.Efforts to answer the problems and goals of research done in the tradition ofsociocultural, sociolinguistic study can helps to explain the use of language. Thiscommunication ethnographic research using interpretive paradigm withphenomenological analysis in the method. Subjects were Javanese family in social statustop to bottom in order to get a variety of results.The results showed the use of the Java language is no longer perfect in childrendue to the efforts of code switching from diversity of languages mastered. Family as aarea where children can applying the Java language, is no longer prioritizing the Javalanguage as a family language. Parents feel more important to teach children aboutforeign languages. Using communication languages which also used in many peoplemore important. So, that is happen in all of Javanese families.Key words : sociolinguistic, Javanese families, cultural communicationPENDAHULUANKebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa. BahasaJawa sebagai salah satu wujud budaya dari suku bangsa Jawa. Suku bangsa Jawamenggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Namun pada masa kini,penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dinilai sudah mulaiberkurang, terutama komunikasi pada anak.Seperti pada pengalaman yang ditulis oleh Sutardi MS Dihardjo dalam artikel diMajalah Nusa Indah, ia menuliskan, sekitar tahun ’70-an, ’80-an, ketika ia masih anakanakatau remaja, para orang tua yang mempunyai kedudukan, meskipun tidak begitutinggi, misalnya PNS tidak harus golongan tiga atau empat, perangkat desa, atau guru,yang sering disebut sebagai priyayi (dalam pengertian orang awam), dapat dipastikanmereka akan mengajari putra-putrinya berbicara dengan bahasa krama yang halusdisertai sikap yang hormat dan sopan santun kepada orang tua. Tetapi yang terjadisekarang di tahun dua ribuan, mengajari anak berbahasa Jawa, menggunakan bahasakrama halus dianggap kuno, tidak demokratis, menghambat keberanian dan kreatifitas.Para priyayi kelahiran di atas tahun ’60-an, lebih bangga anak-anaknya tidak bisaberbahasa Jawa, tapi selalu berbahasa Indonesia kalau ditanya. Apalagi kalau anak-anakmereka dapat menghafal hitungan one, two, three, four (satu, dua, tiga, empat dalambahasa Inggris), mereka akan lebih bangga lagi. Meskipun mereka masih bertuturdengan bahasa Jawa kalau berbicara antara suami istri atau dengan orang-orang yangsebaya dan lebih tua. Ironisnya kakek dan neneknya pun ikut-ikutan berbicara denganbahasa Indonesia kepada cucu-cucunya yang baru belajar bicara. Akibatnya anak-anakmengalami gagap bahasa. Anak-anak tahu apa maksudnya kalau orang tua berbicaradengan sesamanya menggunakan bahasa Jawa, tetapi mereka tidak dapat menjawabdengan bahasa Jawa kalau ditanya. Apalagi kalau harus berbicara, bercerita, ataumenjelaskan dengan bahasa Jawa.Keberadaan sebuah bahasa lokal atau bahasa daerah sangat erat denganeksistensi suku bangsa yang melahirkan dan menggunakan bahasa tersebut. Bahasamenjadi unsur pendukung utama tradisi dan adat istiadat. Bahasa juga menjadi unsurpembentuk sastra, seni, kebudayaan, hingga peradaban sebuah suku bangsa. Bahasadaerah dipergunakan dalam berbagai upacara adat, bahkan dalam percakapan seharihari.Kelestarian, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa daerah sangat tergantungdari komitmen para penutur atau pengguna bahasa tersebut untuk senantiasa secarasukarela mempergunakan bahasanya dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Jikapenutur suatu bahasa daerah masih berjumlah banyak, dan merekapun menurunkanbahasa daerah yang dikuasainya kepada anak-anak dan generasi remaja, makakelestarian bahasa yang bersangkutan akan lebih terjamin dalam jangka panjang.Sebaliknya, jikalau penutur suatu bahasa daerah semakin berkurang dan tidak ada upayaregenerasi kepada generai muda, maka sangat besar kemungkinan secara perlahan-lahanakan terjadi gejala degradasi bahasa yang mengarah kepada musnahnya suatu bahasa.Orang tua pasti akan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknyatermasuk agar anaknya dapat berkomunikasi dengan beragam bahasa komunikasi masakini apalagi untuk menguasai bahasa asing. Meskipun demikian, sebuah keluargadimana anak-anak tinggal bersama orang tua keturunan Jawa, dalam interaksi yangterjadi antara mereka masih ada kemungkinan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasadaerah maupun bahasa nasional dan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari mereka.Sehingga akan mengakibatkan penggunaan bahasa komunikasi yang variatif pula padabahasa komunikasi sehari-hari anak di keluarga Jawa.Penelitian ini bermaksud merumuskan masalah, yaitu bagaimana penggunaanbahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari pada anak di keluarga Jawa dalam keragamanbahasa komunikasi masa kini serta mengapa hal itu terjadi. Sesuai dengan permasalahantersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahasa yangdiajarkan oleh orang tua kepada anak di keluarga Jawa sebagai bahasa komunikasisehari-hari, untuk mengetahui kapan dan kepada siapa anak dari keluarga Jawamenggunakan pilihan bahasa komunikasi sehari-hari, serta untuk mengetahui alasanorang tua keturunan Jawa dalam menentukan pilihan bahasa sehari-hari yang diajarkankepada anak dari beragam bahasa komunikasi masa kini.ISIPenelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dalam keragaman bahasa komunikasimasa kini ini menggunakan paradigma interpretif. Penelitian interpretif tidakmenempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demimemperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digalisedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade‐off antara objektivitas dankedalaman temuan penelitian (Efferin,2004 dalam Chariri, 2009:5). Teori yangdigunakan berfokus pada masalah-masalah budaya, sehingga ada pertalian tradisi-tradisiyang dihadirkan. Meskipun ada bantahan bahwa teori yang digunakan merupakan tradisisemiotik, hanya dapat dikatakan bahwa teori-teori ini adalah tradisi sosiokultural.Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat tidak harus menggunakan bahasauntuk berkomunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dalam kehidupansosial dan kultural. Bahasa menghubungkan semua manusia dalam hubungan sosial(identitas sosial dan kultural, interaksi, pergaulan, sosialisasi, pertukaran kepentingansosial, stereotip, dan jarak sosial), kultural (proses belajar dan mengajar nilai-nilaikehidupan), ekonomi (pertukaran barang dan jasa), psikologi (sosial) seperti persepsi(sosial), perubahan sikap, stimulus dan respons, dan atribusi. Bahasa memainkanperanan dalam interaksi antara stimulus dan respons. Inilah kegunaaan bahasa sebagaialat komunikasi (Liliweri, 2011 :339).Perbedaan-perbedaan suku bangsa, bahasa, agama, dan adat istiadat sering kalidisebut sebagai ciri masyarakat multikultural atau masyarakat majemuk (Tim Sosiologi,2006: 119). Secara sosiolinguistik, masyarakat Indonesia mempergunakan tidak hanyasebuah bahasa, tetapi paling sedikit dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional.Pada umumnya pemakai bahasa di Indonesia menguasai bahasa ibu sebelum mereka itumenguasai bahasa Indonesia (Samsuri, 1978:54).Salah satu warisan budaya Jawa adalah bahasa, dimana bahasa Jawa sebagaibahasa daerah menjadi media dalam menjalin hubungan sosial diantara mereka. Dalammasyarakat mana pun keluarga adalah jembatan antara individu dan budayanya.Kelompok keluarga terdekat dan jaring-jaring kekeluargaan yang lebih luas bagi tiaptiappribadi tersebut memberikan corak dasar bagi hubungan sosial dengan seisi dunia(Geertz, 1985:150).Etika adalah bagian dari falsafah aksiologi. Oleh karena hidup itu harusberhubungan dengan orang lain, agar hidup memenuhi fungsinya, maka dibingkaidengan etika. Etika tersebut meliputi segala hal, mulai dari manusia Jawa sebagaianggota keluarga, masyarakat, dan negara. Etika sosial setiap strata sosial memiliki etikayang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada “unen-unen” negara mawa tata, desamawa cara, artinya masing-masing tempat memiliki etika yang berbeda-beda. Etika inimenyangkut sikap, tingkah laku, etika bahasa, dan etika pertemuan. Etika sosialbiasanya berbentuk anjuran-anjuran dan larangan-larangan untuk bersikap dan berbuatsesuatu (Endraswara, 2010:138).Sosiolinguistik atau kajian bahasa dan budaya temasuk dalam tradisisosiokultural. Hal yang penting dalam tradisi ini adalah bahwa manusia menggunakanbahasa secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda.Bahasa, seperti yang digunakan sehari-hari, merupakan permainan bahasa karenamanusia mengikuti aturan-aturan dalam mengerjakan sesuatu melalui bahasa (Littlejohn& Foss, 2009:67). Sosiolinguistik interaksional terutama menyangkut bagaimana latarbelakang pengetahuan dan pengalaman dari para pelaku sosial berfungsi sebagai sumberdaya dalam interaksi tertentu (Littlejohn & Foss, 2009: 903).Penggunaan bahasa merupakan fenomena sosial yang melekat pada kehidupanmanusia. Dengan kata lain, ketika seseorang berkomunikasi secara lisan maupun tertulismaka dari situlah dapat diketahui siapakah dia sebenarnya, darimana dilahirkan dandibesarkan, termasuk asal-usul ras dan etnis, apakah seorang perempuan atau laki-laki,tingkat pendidikan, profesi, dan fungsi. Bahasa menunjukkan identitas seseorang(Liliweri, 2011:363). Konsep-konsep dasar sosiolinguistik diantaranya mengenai bahasaucapan komunitas, bahasa dan prestise, jaringan sosial, bahasa internal versus bahasaeksternal, bahasa dan perbedaan kelas, kode bahasa sosial, deviasi bahasa, bahasa dankelompok umur, bahasa dan perbedaan geografi, serta bahasa dan gender (2011:364).Menurut Hipotesis Sapir-Whorf, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatudunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin, dankebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhipemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengancara yang berbeda pula (Littlejohn, 2009:449). Salah satu cara menggambarkan dimanaperbedaan bahasa melukiskan perbedaan budaya, Basil Bernstein, dalam serangkaiankajian sastra tentang sosiologi bahasa, menemukan perbedaan penting dalampenggunaan bahasa di antara kelas sosial. Teori Basil Bernstein tentang kode-kode rumitdan terbatas menunjukkan bagaimana susunan bahasa yang digunakan dalampembicaraan sehari-hari mencerminkan dan membentuk asumsi-asumsi dari sebuahkelompok sosial. Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa hubungan yang dijalin dalamsebuah kelompok sosial memengaruhi tindak tutur yang digunakan oleh kelompoktersebut. Terkadang, susunan tindak tutur yang digunakan oleh sebuah kelompokmembuat banyak hal yang berbeda menjadi relevan atau signifikan (Littlejohn, 2009:450).Kelas sosial dan pekerjaan adalah tanda-tanda linguistik yang paling pentingyang ditemukan dalam hampir setiap masyarakat. Kelas sosial menentukan pula kelasbahasa yang mereka gunakan (Liliweri, 2011:366). Dalam Teori Aturan dijelaskanmengenai peraturan-peraturan yang dimiliki suatu keluarga dapat membentuk polakomunikasi keluarga tersebut. Peran membimbing perilaku, hal ini sebagai bentukaturan komunikasi tentang bagaimana kita berkomunikasi dengan berbagai anggotakeluarga (Le Poire, 2006:79). Aturan-aturan ini dapat berupa eksplisit atau implisit.Aturan eksplisit dalam sebuah keluarga bersifat terbuka, tegas, jelas dan mudahdipahami. Aturan-aturan eksplisit dinyatakan dengan jelas dan dipahami secara baik.Sedangkan aturan implisit lebih halus dan dipahami dengan cara-cara tertentu. Peraturanjelas dan dapat dipahami dengan sendirinya (Le Poire, 2006:80).PENUTUPBahasa Jawa sebagai bahasa identitas keluarga Jawa tidak lagi digunakan secara intensif,terutama yang terjadi dalam komunikasi pada anak. Dengan adanya beragam bahasakomunikasi masa kini, orang tua lebih mementingkan untuk membiasakan kepada anakmengenai bahasa tersebut. Diantaranya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yangbanyak digunakan oleh masyarakat luas dalam satu negara. Selain itu, orang tuaberusaha untuk mengajarkan bahasa asing yang dinilai lebih penting untuk dikuasai olehanak. Dalam keluarga Jawa ini, bahasa Arab dan bahasa Inggris dipilih orang tua untukdiajarkan kepada anak dan kemudian dibiasakan untuk diterapkan sebagai bahasakomunikasi sehari-hari.Orang tua dalam keluarga Jawa ini membebaskan terhadap bahasa komunikasiyang digunakan oleh anak-anak mereka. Orang tua tidak lagi mengharuskan anak untukmenguasai bahasa komunikasi tertentu, apalagi menggunakan bahasa Jawa secarasempuna. Bahasa yang digunakan oleh anak merupakan bahasa yang juga digunakanoleh masyarakat luas, sehingga anak tidak merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengansiapapun dan dalam situasi apapun. Anak tidak perlu memikirkan kepatutan bahasakomunikasi karena dapat digunakan kepada siapapun lawan bicara dan dalam situasiformal maupun non formal. Akibatnya, bahasa Jawa sebagai bahasa identitas budayaJawa tidak lagi diprioritaskan dalam penggunaannya oleh para generasi muda.Keluarga Jawa tidak lagi menerapkan bahasa Jawa secara sempurna. BahasaJawa terlalu sulit untuk dipelajari dengan berbagai tingkatan bahasanya. Orang tuamenganggap bahasa Indonesia lebih tepat digunakan dalam komunikasi sehari-hari.Selain itu, orang tua lebih mengutamakan mengajari anak dengan bahasa asing.Penggunaan bahasa Arab bertujuan agar anak lebih memahami agamanya serta bahasaInggris untuk lebih membuka wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan. Denganbahasa Arab yang diterapkan oleh keluarga Jawa, maka keluarga lebih menjunjungtinggi nilai agama dibandingkan nilai budaya, sedangkan penerapan bahasa Inggris lebihmencerminkan keluarga modern yang mengikuti perkembangan zaman.Penelitian ini bukan hanya menggunakan pendekatan etnografi, melainkan jugamembutuhkan pendekatan fenomenologi dalam hal menjelaskan hasil penelitian. Hal inidilakukan untuk memperoleh data yang lebih utuh dalam pandangan peneliti terhadapobjek penelitian melalui pendekatan etnografi. Serta menganalisis hasil penelitian secaralebih sistematis melalui pendekatan fenomenologi. Etnografi adalah pendekatan dimanapeneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial penelitian, yang dapat dilakukanmelalui interaksi dan observasi langsung seperti wawancara formal (Moustakas,1994:27).Etnografi komunikasi adalah metode aplikasi etnografi sederhana dalam polakomunikasi sebuah kelompok. Etnografi komunikasi melihat pada pola komunikasi yangdigunakan oleh sebuah kelompok; mengartikan semua kegiatan komunikasi ini adauntuk kelompok; kapan dan di mana anggota kelompok menggunakan semua kegiatanini; bagaimana praktik komunikasi menciptakan sebuah komunitas; dan keragaman kodeyang digunakan oleh sebuah kelompok. Semua isu ini membutuhkan sebuah pendekatanfenomenologis, tetapi hasilnya sangat berorientasi sosial budaya, sehingga etnografikomunikasi mencampurkan kedua tradisi tersebut (Littlejohn & Foss, 2009: 460).Keluarga Jawa dapat menanamkan identitas budaya Jawa, salah satunyamengenai bahasa. Keluarga sebagai tempat penerapan awal pada anak untuk melakukankomunikasi secara verbal. Komunikasi verbal berkaitan erat dengan penggunaan bahasasebagai media komunikasi. Dengan adanya perkembangan zaman, penggunaan bahasadaerah yaitu bahasa Jawa sudah mengalami pergeseran dengan beralihnya keluargauntuk membiasakan berbahasa nasional dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Indonesiadigunakan sebagai bahasa komunikasi karena digunakan oleh masyarakat dalam wilayahsecara luas, dalam satu negara. Keluarga Jawa merasa lebih setara ketika menggunakanbahasa Indonesia dengan siapapun lawan bicara mereka. Pada akhirnya, perkembanganzaman membawa keragaman bahasa pada keluarga Jawa. Bukan hanya bahasa Jawasebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, melainkan adapula penambahan bahasa asing sebagai bahasa komunikasi yang penting untuk dikuasai.DAFTAR PUSTAKAChariri, Anis . 2009 . Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif . WorkshopPenelitian Kuantitatif dan Kualitatif Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro .31 Juli-1 Agustus 2009Endraswara, Suwardi . 2010 . Falsafah Hidup Jawa . Yogyakarta : Penerbit CakrawalaGeertz, Hildred . 1983 . Keluarga Jawa . Jakarta : Grafiti PersLe Poire, Beth A . 2006 . Family Communication: Nurturing and Control in a ChangingWorld . California : Sage PublicationLiliweri, Alo . 2011 . Komunikasi Serba Ada Serba Makna . Jakarta : Kencana PrenadaMedia GroupLittlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss . 2009 . Teori Komunikasi . Jakarta : SalembaHumanikaMoustakas, Clark . 1994 . Phenomenological Research Method . California : SagePublicationsNusa Indah . 2012 . Semarang : Tim Penggerak PKK Prov Jawa Tengah Bank BPDJatengSamsuri . 1978 . Analisa Bahasa Memahami Bahasa Secara Ilmiah . Jakarta : ErlanggaTim Sosiologi . 2006 . Sosiologi 2: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat . Jakarta :Yudhistirahttp://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/bahasa-indonesia-dan-bahasa-daerah-496 640.html, diakses 7 April 2013 pukul 10.40 WIB
PRODUKSI PROGRAM ACARA MUSICAHOLIC EDISI SPESIAL TALK SHOW METAL SEBAGAI PROGRAM DIRECTOR Triangga Ardiyanto; Tandiyo Pradekso; Muchammad Bayu widagdo
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.639 KB)

Abstract

PRODUKSI PROGRAM ACARA MUSICAHOLIC EDISI SPESIAL TALKSHOW METAL SEBAGAI PROGRAM DIRECTORKarya BidangDisusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikanPendidikan strata 1Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikPenyusunNama : Triangga ArdiyantoNIM : D2C007079JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2013ABSTRAKSIAcara yang bertajuk tentang musik hampir ada di semua stasiun televisi, namunprogram musik yang saat ini marak bukanlah sebuah produk jurnalistik dan hanyamenayangkan aliran musik mainstrem. Aliran musik non mainstream jarangdiangkat karena dianggap tidak mampu mendongkrak rating, oleh karean itualiranmusic non mainstream menjadi altenatif produk jusnalistik yang menarik dansegar untuk diangkat, karena tema yang diambil tidak terpaku kepada kebutuhanpasar.Program talk show tentang musik metal dibuat untuk mengangkat komunitasmusik metal dibuat dengan memadukan antara informasi dan entertainment ataulebih dikenal dengan edutaiment.Secara umum ada empat tahap dalam pembuatan talkshow yaitu pra produksidimulai dari mencari ide produksi sampai mempersiapkan director treatment, danmelakukan persiapan dan latihan yang bersifat teknis bersama dengan kerabatkerja, pada tahap produksi tugas yg di lakukan antara lain mengarahkan acara danmemastikan seluruh gambar dapat digunakan, dan diakhiri dengan mengevaluasihasil kerja serta memastikan layak siar.Adapun kendala yang dihadapi selama proses produksi adalah adanya pergantiannarasumber karena salah satu narasumber berhalangan hadir, adanya perubahanjadwal pelaksanaan produksi, karena keterbatasan waktu liputan maka VT diambildari file yang sudah ada sebelumnya. Untuk anggaran justru terdapatpenghematan untuk sewa pick up, fee narasumber, fee presenter, namun adapenambahan anggaran untuk biaya editing.Setelah kita mengkaji tugas dan tanggung jawab serta peran seorang programdirector, disebutkan bahwa seorang program director mempunyai andil yangsangat besar dalam terlaksananya sebuah produksi , selain itu seorang programdirector juga harus mengontrol proses produksi dan memperhatikan secara detailkelengkapan produksi demi lancarnya program acara yang telah direncanakan.Kata Kunci: talk show, musik metal, program directorABSTRACTThere is a lot tv program who use music as it theme, but the music program that iscurrently emerging is not a product of journalism and only broadcast mainstremmusic. Non-mainstream music genre rarely broadcasted because they are not ableto boost ratings, that is why non mainstream music become an attractivealternative jusnalistik products which is interisting and fresh to be appointed,because the theme is taken is not glued to the needs of the market.Talk show programs about metal music is made to lift the metal music communitycreated with combination of information and entertainment, better known byedutainment.Generally there is three stage on talkshow production that is pre-productionstarted from ideas inquiry until preparing director treatment dan doing preparationand rehearsal which is technically with production crew, at production stage taskthat has to be done are directing program and ensure every picture can be usedand ended with evaluate and ensure the program can be broadcastedThe obstacles encountered during the production process is a change of speaker asone speaker was unable to attend, a change in schedule of production, due to thelimited time of coverage, the VT derived from pre-existing file. For budget thereis a saving that come from pick up rental, speaker fees, presenter fees, but noadditional budget for the cost of editing.After reviewing duties and responsibilities of the role of a program director, it isstated that a program director has contributed greatly to the establishment of aproduction , other than that a program director must also carefully controlproduction procces and watch every detail of production complementary for theprogram that has ben plannedKeyword : talk show, metal music, program directorBAB IPENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGDewasa ini dalam keseharian kita tidak bisa terlepas dari televisi. Melaluitelevisi kita bisa mendapatkan bberbagai informasi baik politik, sosial, budaya,agama dan ekonomi. Dari sekian banyak media komunikasi massa seperti suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet ternyata televisilah yang palingdiminati banyak khalayak. Karena kelebihan-kelebihannya yang dapat menyajikaninformasi dengan menarik melalui audio visual memudahkan khalayak untukmenerima informasi secara cepat dan mudah.Televisi sangat berperan dalam berbagai aspek kehidupan diantaranyadalam bidang pendidikan, pada waktu tertentu sesuai dengan masing-masingjadwal televisi swasta ataupun negeri ditampilkan acara yang bertemakan edukasidiantaranya berbagai kuis berbasis pengetahuan/cerdas cermat, debat, workshopataupun seminar yang mendukung pendidikan. Kemudian dalam bidang ekonomiinformasi dikemas dalam beragam siaran berita dan acara-acara talk show yangmembahas issue perekonomian dalam maupun luar negeri misalnya, membahastentang nilai kurs dollar, ketahanan pangan, eksport-import dan lain sebagainya.Sedangkan dalam bidang entertainment kini terus menyajikan berita up to datesesuai dengan perkembangan dunia dan sekarang entertainment mendominasibisnis pertelevisian global. Begitu mudah untuk mengkomunikasikan apa sajayang dilakukan oleh para selebritis melalui acara infotainment.Musik adalah salah satu konten acara yang digemari oleh semua kalangan.Seiring dengan berkembangnya industri pertelevisian di tanah air, mulaibermunculan acara-acara yang bertemakan musik hampir di setiap pertelevisianIndonesia baik lokal maupun nasional seperti Inbox (SCTV), Dahsyat (RCTI),Spektakuler (Indosiar), dan lain sebagainya.Bisa dibilang program musik yang sedang marak saat ini bukanlah sebuahproduk jurnalistik namun hanya sebagai budaya popular pemuas kebutuhanmasyarakat akan musik, karena didalamnya tidak ada kegiatan menyiapkan berita,menulis, maupun mengedit sesuatu yang berupa catatan atau laporan sebuahkejadian. Seharusnya acara musik di televisi dapat dikemas lebih menarik denganmemadukan unsur informasi, edukasi dan hiburan yang sesuai dengan fungsitelevisi itu sendiri .Pada dasarnya setiap manusia memiliki rasa keingintahuan yang cukupbesar terhadap semua hal, tidak terkecuali terhadap aliran musik non mainstreamyang saat ini kurang diangkat oleh media, karena dianggap hanya disukai olehsegelintir orang dan kurang menguntungkan dalam hal komersil.Aliran musik non mainstream dapat menjadi altenatif produk jusnalistikyang menarik dan segar untuk diangkat, karena tema yang diambil tidak terpakukepada kebutuhan pasar dan memiliki tempat tersendiri dihati audiens nyakhususnya bagi penggemar musik non mainstream.Musik metal diangkat sebagai tema acara karena selain memilikipenggemar fanatik juga mempunyai berbagai hal menarik yang belum diketahuioleh banyak, seperti: Musik metal yang rumit Teknik bermusik yang tinggi Aksi panggung yang eksploratif Jarangnya plagiarisme Lirik musik metal kebanyakan fiksional Musik metal mempunyai banyak sub-genre(http://www.jelajahunik.us/2012/06/6-hal-menarik-tentang-aliran-death.html)Seperti jenis musik ekstrim lainnya, keberadaan musik metal juga seringmemunculkan opini negatif dari masyarakat karena gaya hidup yang keras danbebas, namun mereka tetap bisa bertahan dengan idealismenya hingga sekarangterutama dalam bermusik. Oleh karena itu musik metal menjadi layak danmenarik untuk diangkat sebagai tema program acara Musicaholic.1.2. TUJUANTujuan program talk show dengan tema musik metal ini adalahmengangkat komunitas musik Metal di Semarang dan memberikan informasikepada pemirsa mengenai perkembangan musik Metal di Semarang.Acara ini memadukan antara informasi dan hiburan atau lebih dikenaldengan edutaiment. Secara konseptual program ini berisi informasi yang bergunadan bermakna dibalut dalam konsep hiburan yang santai sehingga informasi lebihbisa diterima oleh khalayak serta dikemas dalam talk show interaktif agar lebihmenarik. Pesan yang ingin disampaikan program ini adalah agar audience dapatmenikmati acara musik yang lebih variatif dengan memperhatikan fungsijurnalistik di dalamnya tanpa perlu memperlebar jurang perbedaan karena genremusik.1.3. SIGNIFIKANSI1.3.1 Akademis : Secara akademis, pembuatan acara Talk Show inidapat digunakan sebagai sarana untukmengaplikasikan ilmu yang mahasiswa dapatkanselama perkuliahan. Khususnya di bidangpemrograman penyiaran dan produksi studio. Talkshow ini menjadi salah satu kontribusi jurnalistikdalam bentuk audio visual.1.3.2 Praktis : Sebagai rujukan bagi jurnalis media televisi dalammengemas sebuah acara yang mengangkat suatu temaacara pada televisi lokal.1.3.3 Sosial : Memberikan pengetahuan dan wawasan kepadakhalayak mengenai musik dan budaya metal.1.4. KONSEP ACARAProgram ini diharapkan akan menarik audiens karena program initermasuk program limited edition dimana tidak semua media eletronikmengangkat musik non mainstream sebagai tema suatu program acara khususnyaacara musik, sehingga audiens diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan iniuntuk mengetahui lebih jauh tentang perkembangan komunitas metal yang ada diKota Semarang pada khususnya.Untuk mengangkat musik dan komunitas metal di Jawa Tengah khususnyadi Semarang, mahasiswa akan bekerjasama dengan salah stasiun televisi lokal diSemarang dalam proses produksi dan penayangan acara talk show yang akanmahasiswa. Karena televisi lokal memiliki kedekatan (proximity) dan targetaudience yang sesuai dengan acara talk show yang akan diselenggarakan.Televisi lokal Semarang yang akan mahasiswa ajak untuk bekerja samaadalah PRO TV, dengan berbagai pertimbangan antara lain televisi ini belumpernah membuat acara talk show yang membahas musik metal ataupun komunitasmetal.Acara ini berdurasi tiga puluh menit berisi liputan event konser musikyang telah berlangsung di Kota Semarang disajikan lengkap dengan informasikonser yang akan dilangsungkan di kota tersebut. Ditambah dengan ulasan musikdan video klip group group band lokal, dan juga dilengkapi dengan profil groupgroup band yang telah diliput dan beragam video klip lagu top dari group bandmancanegara.1.5. KONSEP PRODUKSIKonsep produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu, produksi liputan danproduksi talk show.1.5.1 Produksi Talk showa. Lokasi di studio indoor yang terletak di lantai 3 kantor PRO TV.Studio berukuran 10 x 12 m dengan daya lighting lampuflourescent 4 bank sebesar 200 watt dilengkapi dengan standarperedam suara untuk produksi acara televisi.b. Tinggi lighting dengan lantai adalan 3 meter, dan jarak lightingdengan kamera adalah 1,5 meter.c. Produksi akan menggunakan 3 kamera, yaitu 2 kamera denganmerk JVC GY-DV550, serta 1 kamera dengan merk JVC KYF560,kamera akan dilengkapi dengan teleprompter dengan LCD15’ dengan software EZ PrompterXPd. Untuk perlengkapan audio, presenter dan narasumber masingmasingakan menggunakan Clip On dengan merk SONY ECM77B.e. Pergerakan dan variasi angel kamera akan di mix menggunakanswitcher 8 channel.f. Seluruh kamera akan diposisikan kurang lebih 4 meter dari obyekbidikan. Kamera 1 dan 2 akan bergerak dinamis mengikuti alurdialog, kamera 3 akan berfungsi sebagai kamera Master dancenderung statis.g. Properti acara akan menggunakan satu set meja kursi dengandilengkapi karpet berukuran 3 x 4m, background set yang terbuatdari kayu dan didesain khusus untuk acara talk show.h. Talk show akan dipandu dengan presenter wanita yang mempunyaikarakter muda dan ceria. Presenter akan mengenakan setelan bajuala komunitas musik metal. Presenter wanita dipilih karenamayoritas pemirsa acara musicaholic adalah laki-laki.i. Narasumber berjumlah 3 orang, yakni Bambang Iss (PengamatMusik dan Musisi Senior Semarang), Rudy Murdock (Vokalisgroup band "Radical Corps"), Imam Putre (Ketua SBS (ScatteredBrains Society) dan gitaris group band Putre Faction).1.5.2 Floor Plan1.6 ProduksiBerikut adalah rincian kegiatan yang akan dilakukan pada tahapproduksi:a. Loading property. Proses loading dilakukan dengan cara mengangkutbarang dari lokasi persewaan alat ke studio dan kemudian dilanjutkandengan pengecekan ksiapan serta kelengkapan properti.Pelaksana: Trianggab. Setting studio, yaitu tata ruang studio dan penempatan perlengkapan dibuatdengan semenarik mungkin juga memiliki hubungan dengan tema yangdiambil.Pelaksana: Mahendra dan Trianggac. Briefing awal pada Crew dan narasumber. Hal ini bertujuan untukkelancaran pada saat produksi berjalan, selain itu juga demi membentukkesiapan narasumber agar dapat mengerti apa yang harus dilakukan padasaat produksi berlangsung.Pelaksana: Mahendra dan Trianggad. Gladi bersih, tujuan dari kegiatan ini guna untuk melihat kesiapan darinarasumber dan kru pada saat produksi juga memastikan semua peralatanberfungsi dengan baik agar tidak terjadi kesalahan pada saat produksiberlangsung. Pelaksana: Mahendra dan Trianggae. Shoting talk show.Pelaksana: mahendra dan Trianggaf. Evaluasi on the spot pasca pelaksanaan produksi talk show.Pelaksana: Mahendra dan Triangga1.7 Pasca ProduksiYang akan dilakukan pada tahapan ini meliputi:a. Pemindahan material video dari kamera ke komputer (capturing).Pelaksana: Triangga Ardianto dan Arif Hidayatb. Pengecekan fakta (fast checking) dan pencemaran nama baik (libel check)dari naskah yang telah ditulis, serta gambar yang telah diambil. Proses inimerupakan upaya evaluasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan,antara lain terkait kelengkapan penyebutan nama narasumber danpenyebutan nama tempat. Seleksi gambar juga akan dilakukan untukkepentingan editing gambar.Pelaksana: Mahendra, Triangga Ardianto dan Arif Hidayatc. Editing gambar, yakni proses menggabungkan gambar sesuai dengannaskah. Penggabungan gambar akan disesuaikan dengan naskah dan SSGyang sudah di susun sebelumnya.Pelaksana: Triangga Ardianto dan Arif Hidayatd. Evaluasi hasil akhir.Pelaksana: Mahendra Zulkifli, Triangga Ardianto dan Suryo Putroe. Penayangan hasil dari produksi talk show di stasiun televisi yang sudahdipilih yaitu PRO TV Semarang.PENUTUPKarya Bidang dalam bentuk Program acara Musikaholic edisi spesial talkshow metal berdurasi 30 menit ini telah sukses ditayangkan di PRO TV Semarangpada tanggal 19 mei 2013 pukul 22.30. Pihak PRO TV sejak awal sangat antusiasdengan konsep acara yang mahasiswa tawarkan. Konsep acara yang ditawarkanini memadukan antara informasi dan entertainment, sehingga informasi lebih bisaditerima oleh pemirsa serta pemirsa tidak akan merasa jenuh.KesimpulanSebagai Program Director telah menjalani kewajiban yang seharusnyadilakukan sesuai dengan bidangnya, hal tersebut dapat dilihat dengan mampunyaProgram Director memimpin para kerabat kerja selama produksi berlangsungserta mengatasi dan melewati kendala-kendala yang muncul ditengah-tengahkegiatan produksi. Program acara Musicaholic edisi spesial Talk show Metal telahsukses ditayangkan dan sesuai dengan tujuan awal acara ini dibuat, dimana acaraini ingin mengangkat komunitas musik metal di Kota Semarang dan dapatmemberikan informasi kepada pemirsa mengenai perkembangan musik metal diKota Semarang. Sesuai dengan fungsinya seorang Program Director yang dapatmenuntun dan memimpin kegiatan produksi, selain itu juga yang terpenting bagiseorang Program Director yaitu memiliki tanggungjawab besar atas hasilkaryanya untuk membuat suatu tayangan layak ditonton dan dinikmati olehmasyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tanggapan dari orang-orangyang menyaksikan acara Musicaholic Edisi Spesial Talk show Metal.Daftar PustakaBukuBurton, Graeme. Membincangkan Televisi (Sebuah pengantar Kepada Studitelevisi). Yogyakarta. Jalasutra. 2007Arifirii, Eva. Broadcasting to be broadcaster. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2010Djamal, Hidajanto dan Andi Fachruddin. Dasar-Dasar Penyiaran (Sejarah,Organisasi, Operasional, dan Regilasi).Jakarta. Kencana. 2011Santana.K, Septiawan. (2003). Jurnalisme Investigatif. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.Subroto, Darwanto Sastro. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta. Duta WacanaUniversity Press. 1994Team AnneAhira.com. Mengenal Dasar Jurnalistik Adalah Penting. Dikutip dariWahyudi.J.B. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi.Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti.1996Wibowo, Fred. Dasar-dasar Produksi Program Televisi. Jakarta Rasindo. 1997InternetPujilaksono, Setiyo . Mengenal Lebih Jauh Tentang Televisi. Dikutip dariAsiaaudiovisualra09setiyopujilaksono’s BlogDwi Lestari, Kristina. Dasar-Dasar Jurnalistik. Dikutip darihttp://pelitaku.sabda.org/dasar_dasar_jurnalistik(Diakses tanggal 7 April2012)http://asiaaudiovisualra09setiyopujilaksono.wordpress.com/2009/07/06/mengenallebih-jauh-tentang-televisi/ (Diakses tanggal 8 April 2012)http://www.anneahira.com/jurnalistik-adalah.htm (Diakses tanggal 7 April 2012)http://www.indoreggae.com/artikel4.html (Diakses tanggal 7 April 2012)http://www.seputarinfomusik.blogspot.com/sejarah-musik-metal-dunia.html(diakses tanggal 7 April 2012) oleh Beje “Sejarah Musik Metal Dunia”Team AnneAhira.com. Dasar Sebuah Produk Jurnalistik. Dikutip dariwww.anneahira.com/produk-jurnalistik.htm (Diakses tanggal 7 April2012)
PENGARUH TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN MENU BREAKFAST MCDONALD’S DAN CITRA PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN Martia Mutiara Tasuki; Tandiyo Pradekso; Nurist Surayya Ulfa
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.347 KB)

Abstract

PENGARUH TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN MENU BREAKFAST MCDONALD’S DAN CITRA PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIANSkripsiDisusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikanPendidikan Strata IJurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas DiponegoroPenyusunNama : Martia Mutiara TasukiNIM : D2C 005 183JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2013PENGARUH TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN MENU BREAKFAST MCDONALD’S DAN CITRA PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIANABSTRAKMenu breakfast merupakan inovasi varian menu terbaru dari McDonald's Indonesia. Sebagai produk baru, menu breakfast McDonald's berusaha untuk memperoleh tempat dibenak masyarakat maka McDonald’s melakukan komunikasi pemasaran melalui berbagai media diantaranya melalui iklan, brosur, kupon berhadiah dan media display di setiap gerai McDonald’s. Dengan menggunakan merek McDonald’s menu breakfast McDonald’s telah menempatkan posisinya di benak konsumen. Kemudian keputusan pembelian pun dibuat.Tujuan penelitian ini adalah utuk mengetahui pengaruh terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s dan citra produk terhadap keputusan pembelian. Dengan mengacu pada teori advertising exposure process dan teori perilaku konsumen. Tipe penelitian ini adalah eksplanatori. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode accidental sampling yaitu sebanyak 50 orang responden. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan observasi dengan kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan regresi logistik.Berdasarkan hasil perhitungan, variabel terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s ( X1 ) masuk dalam kategori rendah dengan persentase sebesar 58%, variabel citra produk (X2) masuk dalam kategori baik dengan persentase sebanyak 70%, dan variabel keputusan pembelian (Y) masuk dalam kategori “ya” atau tinggi dengan persentase sebesar 66%. Adapun hasil pengujian hipotesa menunjukkan bahwa variabel terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Y). Sedangkan variabel citra produk (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap vaeriabel keputusan pembelian (Y) dengan nilai signifikansi 0,012 dan nilai Exp(B) dari X2 sebesar 1,346.Kata kunci : Terpaan Komunikasi Pemasaran, Citra Produk, Keputusan Pembelian.THE EFFECTS OF MCDONALD’S BREAKFAST MENU MARKETING COMMUNICATIONS EXPOSURE AND PRODUCT IMAGE TOWARDS THE PURCHASED DECISIONABSTRACTBreakfast menu is the latest variant of the innovation of McDonald's Indonesia. As a new product, McDonald's breakfast menu is trying to obtain a community then dibenak McDonald's doing marketing communications through a variety of media including advertising, brochures, through the lottery and the display in every media outlet McDonald 's. By using the brand McDonald's McDonald's breakfast menu has put his position in the minds of consumers. Then any buying decision is made. The purpose of this research is to know the influence of exposure to McDonald's breakfast menu of marketing communications and product imagery to the purchasing decision. With reference to the theory of advertising exposure process and theory of consumer behavior. This research type is eksplanatori. Sampling is performed using the method of accidental sampling that is as much as 50 people responden. While the data collection technique using observations with the questionnaire. Data processing techniques using logistic regression. Based on the results of the calculation, variable exposure to McDonald's breakfast menu of marketing communications (X 1) belongs to the category of low percentage of 58, with variable image products (x 2) belongs to the category either by percentage as much as 70, the purchase decision and variable (Y) belongs to the category 'Yes' or high with a percentage amounting to 66. As for the hypothesis test results indicating that the variable exposure to McDonald's breakfast menu of marketing communications (X 1) has no significant influence on the buying decision variable (Y). While the image of the products variable (x 2) have a significant influence on the buying decision vaeriabel (Y) with the value of the significance and value of 0.012 Exp (B) from X 2 of 1,346.Keywords: exposure to marketing communications, Product Image, purchase decisions.BAB IPENDAHULUAN Latar BelakangMcDonalds Indonesia mengadopsi menu breakfast untuk menjawab rasa bosan pelanggan dengan menu-menu yang sudah ada selama ini. Hal ini juga untuk memenuhi keinginan pelanggan agar menu McDonald’s yang terdapat di luar Indonesia kini dapat dinikmati pula di Indonesia. Menu sarapan ini disajikan sejak pukul 05.00 pagi hingga pukul 11.00 siang. Harga yang ditawarkan cukup beragam sekitar Rp 20.000,- hingga Rp 30.000,- per paket. (http://medantalk.com/may/19/2011//McD Indonesia Luncurkan Menu Baru/htm).Untuk itu McDonald’s melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan bidang pemasaran atau juga bisa disebut dengan promosi. Berbagai hal dilakukan mulai dari iklan, brosur, banner, kupon berhadiah, dan lain sebagainya. Semua ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat bahwa McDonalds memiliki varian produk baru yaitu menu breakfast atau menu sarapan pagi. Tidak hanya mengenai produk, masyarakat juga perlu diberikan informasi mengenai waktu yang ditetapkan untuk menjumpai menu breakfast.Berdasarkan data sales selama bulan April, Mei, dan Juni pencapaian penjualan menu breakfast baru menunjukkan angka 11% dari 18% yang ditargetkan. Pencapaian penjualan tidak bergerak jauh dari angka 11%. Perumusan MasalahSelama tiga bulan setelah diluncurkan persentase pembelian tidak beranjak jauh dari level 11%. Dari target sebesar 18%, angka 11% tentunya berada pada tingkatan yang rendah. Berdasarkan data talk to customer LSM (local store marketing) McDonald’s Ciputra Semarang, yang diambil melalui pendapat pelanggan (customer feedback), sebagian besar konsumen belum mengetahui keberadaan produk breakfast, menu yang terdapat di dalamnya dan promo yang sedang berlangsung. Data yang diperoleh selama tiga bulan terakhr yaitu Juni, Juli, dan Agustus 2011 menunjukkan dari 300 orang konsumen per bulan yang dimintai pendapatnya, hanya sebesar 35% konsumen yang mengetahui mengenai menu breakfast dan promosi menu breakfast yang sedang berlangsung.Namun, permasalahan di atas seperti jumlah konsumen dan pencapaian hasil penjualan bukanlah merupakan fokus dalam penelitian ini. Batasan dari penelitian ini adalah data hasil penjualan dan jumlah konsumen atau transaksi yang terjadi, digunakan sebagai tolok ukur dari sikap konsumen berupa perilaku atau tidakan pembelian. Keputusan pembelian dalam penelitian ini merupakan efek dari komunikasi yang dilakukan oleh McDonald’s Ciputra semarang kepada masyarakat. Fokus permasalahan terdapat pada efek komunikasi yang dilakukan. Efek yang dirasakan masih kurang atau masih rendah dari yang diharapkan, hal ini dapat dilihat dari datasales volume dan persentase pencapaian hasil penjualan menu breakfast yang dicapai oleh McDonald’s Ciputra Semarang. Tujuan PenelitianUntuk mengetahui pengaruh terpaan kegiatan komunikasi pemasaran mengenai menu breakfast di McDonald’s dan citra produk terhadap keputusan pembelian.BAB IIHASIL PENELITIAN Kerangka Teori1. Pengaruh Terpaan Komunikasi Pemasaran Terhadap Keputusan PembelianTeori yang digunakan dalam penelitian ini yang menghubungkan antara variabel terpaan komunikasi pemasaran terhadap keputusan pembelian adalah teori Advertising Exposure Process. Di dalam teori ini dikatakan bahwa apabila konsumen terkena terpaan iklan maka akan tercipta perasaan dan sikap tertentu terhadap merek yang kemudian akan menggerakan konsumen untuk membeli produk. Berdasarkan teori advertising exposure process tahapan pembentukan keputusan pembelian ialah pertama, terpaan iklan dapat menciptakan terjadinya brand awareness dalam benak konsumen, lalu konsumen juga akan mengetahui keuntungan dan sifat dari brand tersebut. Kedua, terpaan iklan juga dapat menciptakan citra dari brand tersebut. Ketiga, terpaan iklan dapat mengasosiasikan sesuatu dengan merek (brand association) dan keempat terpaan iklan dapat juga menciptakan kesan bahwa brand disukai oleh lingkungan sekitar kita. Semua efek ini mengakibatkan perubahan sikap tertentu yang berakhir pada terciptanya keputusan pembelian. Terpaan terhadap informasi sangat penting untuk proses interpretasi konsumen,2. Pengaruh Citra Produk terhadap keputusan pembelianTeori yang digunakan dalam penelitiaan ini yang mengaitkan antara variabel citra produk dan variabel keputusan pembelian adalah teori yang diungkapkan oleh Schiffman and Kanuk yaitu teori perilaku konsumen. Teori ini adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi). Perilaku konsumen menurut Winardi (dalam Sumartono, 2002:97) Menurut Assael (Sutisna, 2002 : 6), salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen adalah konsumen individual. Artinya pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen. Hipotesis1. Hipotesis mayorHipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast di McDonald’s dan citra produk di benak masyarakat terhadap keputusan pembelian .2. Hipotesis MinorTerdapat pengaruh terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast di McDonald’s terhadap keputusan pembelian dan terdapat pengaruh citra produk terhadap keputusan pembelian. Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengetahui mengenai Mc Donald’s atau mereka yang pernah membeli produk yang dipasarkan oleh McDonald’s dan memiliki rentang usia antara 17-50 tahun. Sampel penelitian berjumlah 50 responden dengan teknik non probability sampling dengan cara purposive accidental sampling. MetodologiAlat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan metode survey dan teknik analisis kuantitatif. Temuan penelitian1. Berdasarkan hasil pengolahaan kuesioner, ditemukan bahwa frekuensi variabel terpaan komunikasi pemasaran berada dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi pemasaran yang dilakukan McDonald’s masih kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh jawaban responden mengenai komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s tergolong dalam kategori rendah.2. Melihat dari data yang ada, dapat disimpulkan bahwa variabel citra produk berada dalam kategori baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden menilai menu breakfast McDonald’s baik dari segi bahan, kualitas, manfaat, dan harga produk. Oleh karena itu citra yang muncul dalam benak konsumen adalah baik.3. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, responden yang memutuskan untuk membeli produk menu breakfast McDonald’s adalah sebanyak 33 responden atau 66%. Hakl tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden dapat menerima keberadaan produk dan mau membeli produk menu breakfast McDonald’s.4. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logistic melalui SPSS. Sebelum teknik ini digunakana maka perlu dilakukan Goodness of fit untuk mengetahui apakah model ini dapat digunakan dalam penelitian ini. Pada pengolahan data dengan model Hosmer and Lemeshow test diperoleh nilai Sig = 0,394 > 0,05 yang berarti bahwa hipotesis H0 diterima sehingga dapat dipastikan bahwa terdapat minimal satu variabel independen yang berpengaruh dan model regresi logistik tersebut layak dipakai.5. Hasil uji hipotesis mayor : Berdasarkan pada Tabel Hosmer and Lemeshow dapat diketahui bahwa secara bersama-sama variabel X1 dan X2 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y. Adapun pengaruhnya yaitu sebesar 25,9 %. Hal tersebut dapat diartikan bahwa secara bersama-sama terpaan komunikasi pemasaran dan citra produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian sebesar 25,9 %.6. Pada tabel Variables in the Equetion, dapat dilihat nilai Sig X1 = 0,085 > 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis H0 diterima atau dengan kata lain variabel X1 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen Y. dengan demikian dapat dikatakan variabel terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian.7. Pada tabel Variables in the Equation, nilai Signifikansi X2 = 0,012 < 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis H0 ditolak atau dengan kata lain variabel X2 berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen Y. Kemudian, dengan melihat nilai Exp(B) dari X2 sebesar 1,346 memiliki arti bahwa jika citra produk terus dipertahankan atau ditingkatkan maka masyarakat yang memutuskan untuk melakukan pembelian adalah 1,346 kali lebih banyak dari yang tidak melakukan pembelian. Dengan kata lain, kenaikan nilai variabel X2 berpengaruh terhadap variabel Y. Semakin besar nilai variabel X2 maka semakin besar nilai variabel Y. dapat pula disimpulkan semakin baik citra produk dibenak masyarakat maka semakin banyak masyarakat yang memilih untuk membeli produk menu breakfast McDonald. Begitu sebaliknya jika citra produk semakin buruk maka masyarakat yang memilih membeli produk menu breakfast McDonald’s semakin sedikit.8. Hasil analisis penulis adalah melihat data mengenai terpaan komunikasi pemasaran dimana terlihat terpaan komunikasi pemasaran dalam posisi yang rendah, maka dapat dikatakan bahwa teori advertising exposure process tidak dapat diterapkan dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terpaan kominikasi pemasaran tidak mempengaruhi secara signifikan keputusan masyarakat untuk membeli produk menu breakfast Mc.Donald’s. Hal ini menunjukkan bahwa yang menggerakkan konsumen untuk membeli produk tidak hanya terpaan komunikasi pemasaran. Ada unsur lain sebagai penggeraknya. Seperti yang tertuang dalam teori lingkungan informasi pembeli. Teori ini mengajarkan bahwa setiap orang dapat memutuskan membeli sesuatu atau memakai suatu produk tidak hanya berdasarkan iklan yang menerpanya. Dalam kenyataanya terdapat berbagai sumber informasi non iklan yang mungkin saja berdampak lebih luas dan positif dalam menentukan pengambilan keputusan terhadap produk, diantaranya adalah :a. Pengalaman pribadi pembelib. Komunikasi antar pribadi dalam jaringan keluargac. Berita media massa yang laind. Kredibilitas konsumene. Perusahaan saingannyaf. Kredibilitas media yang digunakan dalam masyarakatg. Lingkungan informasi yang beragam tentang produkh. Kegiatan personal selling, promotion, sales dan sejenisnyai. Informasi persaingan harga yang diperoleh dari media non massa.Berdasarkan teori tersebut, keputusan pembelian dipengaruhi oleh banyak faktor dari mulai diri si pembeli sendiri hingga lingkungan dimana si pembeli berada. Maka ketika terpaan komunikasi rendah, dalam penelitian menunjukkan bahwa pembeli atau masyarakat yang memilih untuk membeli produk jumlahnya justru diatas 50% dari jumlah responden. Namun, bagi McDonald’s hal ini tentunya menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan volume penjualan. Sebagai perusahaan tentunya McDonald’s menargetkan tingkat volume penjualan yang lebih tinggi lagi. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi McDonald’s dan teori yang telah disebutkan dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan.9. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara variabel citra produk dan variabel keputusan pembelian berjalan dengan berbanding lurus yaitu ketika citra produk meningkat maka keputusan pembelian akan meningkat pula. Penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan sebelumnya yaitu, teori perilaku konsumen. Teori ini adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan energi).BAB IIIPENUTUP Kesimpulan1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel x dan y yaitu terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonalds dan citra produk terhadap keputusan pembelian. Pengaruhnya sebesar 25,9%.2. Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara variabel terpaan komunikasi pemasaran menu breakfast McDonald’s dengan keputusan pembelian.3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel citra produk dengan keputusan pembelian dengan nilai Exp(B) dari X2 sebesar 1,346 Keterbatasan PenelitianKeterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah sampel dan teknik pengambilan sampel yang belum dapat mewakili populasi secara pasti, hal ini dikarenakan populasi dalam penelitian ini tidak terhingga jumlahnya sehingga membuat peneliti kesulitan untuk menentukan secara tepat jumlah sampel yang dibutuhkan dan penggunaan teknik sampel yang digunakan. SaranBerdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut1. McDonald’s menggunakan komunikasi pemasaran untuk membentuk dan menjaga citra produk di benak masyarakat. Citra positif yang ada sangat perlu untuk dijaga. Untuk meningkatkan jumlah masyarakat yang memberikan citra positif terhadap produk maka perlu dilakukan komunikasi pemasaran yang lebih intens lagi agar masyarakat semakin diterpa oleh informasi-informasi yang terkait dengan produk, kemudian memberi penilaian positif hingga akhirnya membeli produk. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan media baik elektronik dan cetak yang tepat. Dalam hal ini perlu diperhatikan kesesuaian segmentasi media dengan segmentasi produk. Pastikan media yang digunakan memiliki jangkauan yang luas dan mudah diakses oleh masyarakat. Media lain yang digunakan adalah brosur dan kupon berhadiah, tingkatkan penyebaran brosur dan kupon berhadiah dengan pemerataan distribusi dan penyebaran yang lebih intens. Hal ini dapat dilakukan dengan mengerahkan karyawan untuk menyebarkan brosur dan kupon berhadiah di area mall, memastikan ketersediaan brosur dan kupon berhadiah di store McDonald’s dan tenant-tenant yang bekerjasama dengan McDonald’s serta mengerahkan karyawan delivery service untuk melakukan penyebaran langsung kepada masyarakat seperti di perumahan, sekolah, kantor, maupun traffic light. Penggunaan media display dalam store juga perlu diperhatikan, menggunakan tampilan yang menarik dan informasi mengenai produk dengan singkat dan jelas akan membantu masyarakat untuk mengingat display tersebut.2. Mempertahankan kualitas produk untuk menjaga kepercayaan konsumen dalam mengkonsumsi produk juga perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan bahan-bahan yang berkualitas dan tidak mengurangi takaran bahan yang diperlukan, senantiasa menjaga kebersihan baik bahan, alat, maupun karyawan, dan menjaga keamanan produk dengan tidak menggunakan zat-zat berbahaya. Menjaga kualitas produk berarti mewujudkan apa yang menjadi citra positif produk dalam benak masyarakat.DAFTAR PUSTAKAFill, Chris. 1995. Marketing Communication Frame Works. London: Prentice HallFraenkel, J. dan Wallen, N. 1993. How To Design and Evaluate Research in Education. 2nd ed. New York: McGraw-Hill Inc.Jefkins, Frank. 1995. Periklanan edisi 3. Jakarta: Erlangga.Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya diIndonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 1997. Dasar-dasar Pemasaran Principles ofMarketing edisi ketujuh jilid 3. Jakarta: Prenhelindo.Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.Littlejohn, Stephen W, 2005, Theories of Human Communication, eighth edition,Thomson Learning Inc., Wadsworth, Belmont, USA.Mowen, John C dan Minor, Michael. 2002. Perilaku Konsumen edisi kelima jilid1. Jakarta: Erlangga.Mulyodiharjo, Sumartono. 2002. Terperangkap Dalam Iklan. Bandung: Alfabeta.Rakhmat, Jalaluddin. 1992. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (ed).1989. Metodologi Survey. Jakarta:LP3ESSoemirat, Soleh dan Elvinaro, Ardianto. 2008. Dasar-dasar Public Relation.Bandung: Remaja Rosdakarya.Sutisna, 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran.Bandung:PT. Remaja RosdakaryaSwasta, Bayu. 1993. Manajemen Penjualan. Yogyakarta: Universitas Gajamada.Tjiptono, Fandy, dkk. 2008. Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Andi Offset.Yamin, Sofyan dan Kurniawan, Heri. 2009. SPSS complete, Teknik AnalisisStatistik Terlengkap Dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek.Millah, S. McD Indonesia Luncurkan Menu Baru. 2011.(http://medantalk.com/may/19/2011//McD Indonesia Luncurkan MenuBaru/htm). Diakses tanggal 12 September 2011 pukul 11.01 WIB.Harian Medan Bisnis. 2011. McDonald’s Tambah 4-5 Gerai Mandiri Baru di2011. (http//harianmedanbisnis.com//McDonald's Tambah 4-5 GeraiMandiri Baru di 2011). Diakses tanggal 9 September 2012 pukul 12.48WIB.Republika. 2011. Sarapan Pagi di Mcd.(http//republika-online.com//sarapan-pagidi-mcd//4-7-2011). Diakses tanggal 11 September 2011 pukul 07.28 WIB.Depari, Fidelia. 2011. KFC Luncurkan Menu Breakfast. (http//food.ghiboo.com/).Diakses 11 September 2011 pukul 12.00 WIB.McDonald’s. 2010. Our Company Inclision and Diversity.(http://www.aboutmcdonalds.com/mcd). Diakses 9 september 2011 pukul10.38 WIBPrayogo, Oginawa. 2011. Tepis Kabar Produk Jualannya Tidak Sehat. McdIndonesia Luncurkan Menu Baru. (http://industri.kontan.co.id/news/).Diakses tanggal 11 September pukul 07. 30 WIB.www.mcdonalds.co.id
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON REMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGAN PERILAKU HEDONIS PADA REMAJA Asri Nugraheningtyas; Sunarto Sunarto; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.532 KB)

Abstract

Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang1HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRONREMAJA DI TELEVISI DAN INTERAKSI PEER GROUP DENGANPERILAKU HEDONIS PADA REMAJAAsri (2013)Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas DiponegoroABSTRAKSIDitinjau dari sisi psikologis, perilaku hedonis sangat membahayakan remaja, remajaakan mengambil simplifikasi kehidupannya menjadi parameter perkembangan kehidupannya dimasa mendatang, sehingga nafsu kemewahan dan kemegahan membudaya dalam dirinya,akibatnya apabila semua bentuk kemewahan dan kemegahan tersebut tidak dapat dipenuhiakan membuat remaja frustrasi dan kecewa yang berkepanjangan. Dari beberapa faktor yangdianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahuihubungan antara intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang sarat dengan sajiankemewahan dan kemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group denganperilaku hedonis.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma positistik dengan tradisi sosiopsikologis,sehingga tipe penelitiannya kuantitatif. Teori yang digunakan ialah hirarki of effectdan teori belajar sosial Bandura, diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian. Obyekpenelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Kota Semarang, yang kesehariannya sarat denganindikasi perilaku hedonis, yang kepadanya diberikan kuesioner. Sampel diambil menggunakanproportional random sampling yaitu 77 siswa, dengan rumus statistik korelasi rank Kendall.Hasil penelitian adalah: 1) Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menontontayangan sinetron remaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggiintensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka semakin rendah perilaku hedonis dariremaja tersebut; 2) Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group denganperilaku hedonis pada remaja. Semakin tinggi interaksi sosial peer group, maka akan semakinrendah perilaku hedonis pada remaja tersebut.LATAR BELAKANGKecenderungan masyarakat untuk hidup mewah, berfoya -foya, bersuka ria, dan bergayahidup secara berlebih-lebihan, begitu terlihat di lingkungan masyarakat kita sehari-hari.Kecenderungan tersebut sering diistilahkan sebagai budaya hedonisme, yang mempunyai artisuatu budaya yang mengutamakan aspek keseronokan diri, misalnya, freesex, minum-minumankeras, berjudi, berhura-hura, berhibur di club-club malam, dan sebagainya. Berbagai bentukperwujudan dari budaya hedonisme tersebut begitu mempesonakan dan menggiurkan bagibanyak orang, dan dapat dikatakan menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat yang merasadirinya sebagai masyarakat modern (Ayuningtias, 2013:2).Perilaku hedonistik pada remaja tersebut seperti; membawa mobil saat ke sekolah,menggunakan handphone bermerk dan mahal (Black Berry) dan secara proporsional kuranglayak buat remaja, dandanan yang terkesan kurang sopan dan seronok ala artis, main ke mallmall,dinner di McDonald, dan perilaku hura-hura tanpa makna lainnya yang sudah sepertimembudaya pada remaja akhir-akhir ini.Menurut Titi Said, sinteron yang diklaim sebagai sinteron remaja tersebut, banyakmenyajikan perilaku remaja yang mengajari anak-anak dan remaja untuk berpenampilan seksi,berorientasi hedonistic dan berpola hidup senang, serba mudah dan serba mewah. Adegansinetron pun seringkali ditiru dalam perilaku mereka sehari-hari, atau jika tidak ditiru, minimalakan mengkontaminasi pikiran polos anak-anak, karena sebenarnya orientasi yang relevan bagiremaja adalah nilai-nilai budaya kerja keras dan menghargai karya. Apalagi, sekitar 60 juta anakIndonesia menonton acara seperti itu di televisi selama berjam-jam hampir sepanjang hari.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang2Sebagian besar masyarakat sudah tahu bahwa sinetron hanya fiksi belaka, tetapi yangtidak disadari adalah efek imitasi/peniruan yang bisa ditimbulkannya. Memang karakter setiapremaja berbeda, tapi pada kenyataannya reaksi yang ditimbulkan media cenderung seragam.Misalnya sinetron yang mempertontonkan siswa SMA yang pergi ke sekolah dengan mobilmewah, banyak ditiru para pelajar saat ini dengan membawa mobil ke sekolah. Begitu jugadengan cara berpakaian para pelajar perempuan dalam sinetron, mulai ditiru para remaja saatini. Fenomena lain yang meniru sinetron adalah westernisasi (aksi kebarat-baratan) sepertibahasa, kuliner dan pakaian yang saat ini jadi trend di kalangan remaja. Hal ini bisa disaksikandi mall-mall, bagaimana anak-anak remaja berdandan bagaikan artis sinetron. Bahkan sebagaiakibat kegemaran remaja mengunjungi mall-mall di pusat perbelanjaan harus sampai membolossekolah, sehingga tidak jarang remaja yang masih siswa SMA/SMK terjaring razia disiplin yangdilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Fenomena semacam ini dirasakan sangat getir bagisemua pihak, khususnya; orangtua, pendidik, ulama, tokoh agama dan masyarakat dan pihakpemerintah sendiri.Ketatnya pergaulan remaja dalam ikatan teman sebaya yang cenderung represif, semakinmengindikasikan bahwa tayangan sinetron hedonis tersebut memang merupakan parameterpergaulan remaja pada umumnya, sehingga bilamana ada salah seorang remaja yang tidakmampu mengadopsi nilai-nilai hedonis tersebut, sudah barang tentu akan diisolasi olehkelompok teman sebayanya (peer group). Menonton sinteron remaja yang hedonis, bagi siswadiibaratkan sebagai tolok ukur tentang perkembangan sikap dan perilaku metropolis yang layakuntuk diadopsi sebagai salah satu bagian dari dirinya, sehingga agar tidak ketinggalan jaman,maka perlu dan wajib untuk ditonton, dan akibatnya terpaan menonton tayangan sinetronsemacam itu menjadi tinggi dan sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan. Tolok ukur yangdiperolehnya dari hasil melihat tayangan sinetron kemudian dijadikan bahan masukan dandiskusi di lingkungan teman sebaya, sebagai sebuah wacana yang layak atau tidak untuk ditiru.Dengan dominasi pergaulan teman sebaya yang cenderung homogen yang disertai denganintensitas menonton tayangan sinetron yang tinggi, diduga akan mewarnai perilaku hedonisremaja.Perilaku hedonisme dan konsumtif telah melekat pada kehidupan kita. Pola hidup sepertiini sering dijumpai di kalangan remaja dan mahasiswa, di mana orientasinya diarahkankenikmatan, kesenangan, serta kepuasan dalam mengkonsumsi barang secara berlebihan.Manusiawi memang ketika manusia hidup untuk mencari kesenangan dan kepuasan, karena itumerupakan sifat dasar manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapainya. Salah satunyadengan mencari popularitas dan membelanjakan barang yang bukan merupakan kebutuhanpokok. Pada kenyataannya pola kehidupan yang disajikan adalah hidup yang menyenangkansecara individual. Inilah yang senantiasa didorong oleh hedonisme dan konsumenisme, sebuahkonsep yang memandang bahwa tingkah laku manusia adalah mencari kesenangan dalam hidupdan mencapai kepuasan dalam membelanjakan kebutuhan yang berlebihan sesuai arus gayahidup. Penelitian ini akan mengkaji hubungan intensitas menonton tayangan sinteron remajadan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis pada remaja.PERUMUSAN MASALAHDari beberapa faktor yang dianggap menyebabkan perilaku hedonis remaja, maka faktortingginya intensitas menonton sinetron remaja yang sarat dengan sajian kemewahan dankemegahan serta tingginya interaksi remaja bersama peer group yang berkecenderungan untukmelakukan soliditas dan homogenitas perilaku sebagai perwujudan solidaritas sosial, dianggapsebagai prediktor. Dengan demikian permasalahan yang diajukan adalah “Apakah intensitasmenonton tayangan sinetron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group berhubungandengan perilaku hedonis pada remaja?”.Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang3TUJUAN PENELITIANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas menonton tayangansinteron remaja di televisi dan interaksi dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.KERANGKA TEORIParadigma PenelitianParadigma penelitian yang dipakai adalah positivistik dengan ttradisi sosiopsikologis.State of The Art (Penelitian Terdahulu)No Nama Judul Variabel Hasil1 Yuyun (2002) Pengaruh IntensitasKomunikasi Keluarga danKonformitas peer groupterhadap Persepsi Remajamengenai InformasiErotikaVariabel bebas:1. Intensitas Komunikasikeluarga2. konformitas peer groupVariabel terikat:1. Persepsi remajamengenai informasierotika1. Intensitas komunikasi keluargaberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika2. Konformitas peer groupberpengaruh positif terhadappersepsi remaja mengenaiinformasi erotika3. Intensitas komunikasi keluargadan konformitas peer groupberpengaruh terhadap persepsiremaja mengenai informasi erotika2 Yudha (2009) Hubungan IntensitasMenonton TayanganPornografi di Internet danInteraksi dengan PeerGroup terhadap PerilakuImitasi Remaja dalamPacaranVariabel bebas:1. Intensitas MenontonTayangan Pornografi diInternet (X1)2. Interaksi dengan PeerGroup (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran (Y)1. Terdapat hubungan antaraIntensitas Menonton TayanganPornografi di Internet denganPerilaku Imitasi Remaja dalamPacaran2. Terdapat hubungan antaraInteraksi dengan peer groupdengan Perilaku Imitasi Remajadalam Pacaran3 Anggarizaldy,(2007)Hubungan IntensitasMendengarkan ProgramAcara Skuldesak di RadioTRAX FM danPenggunaan Bahasa GaulOleh Penyiar SkuldesakRadio TRAX FM denganPerilaku Imitasi BahasaGaul Pada RemajaVariabel bebas:1. IntensitasMendengarkanProgram Skuldesak(X1)2. Penggunaan BahasaGaul oleh PenyiarSkuldesak (X2)Variabel terikat:Perilaku Imitasi BahasaGaul pada Remaja (Y)1. Terdapat hubungan positif antaraintensitas mendengarkan ProgramSkuldesak dengan Perilaku ImitasiBahasa Gaul pada Remaja2. Terdapat hubungan positif antarapenggunaan bahasa gaul olehpenyiar Skuldesak denganPerilaku Imitasi Bahasa Gaul padaRemajaHubungan antara Intensitas Menonton Sinetron Remaja dengan Perilaku Hedonis padaRemajaIntensitas menonton media televisi tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisikcukup dekat dengan kehadiran media massa, tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbukaterhadap pesan-pesan media tersebut. Intensitas menonton media televisi merupakan kegiatanmendengarkan, melihat, dan membaca pesan media massa atapun mempunyai pengalaman danperhatian terhadap pesan tersebut, yang dapat terjadi pada tingkat individu ataupun kelompok(Shore, 2005:26).Menurut pendapat Rosengren, penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yangdigunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang4antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secarakeseluruhan. Intensitas adalah banyaknya informasi yang diperoleh melalui media, yangmeliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenis media yang digunakan(Rakhmat, 2004:66). Dengan demikian intensitas menonton sinetron remaja adalah banyaknyainformasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja di televisi, yang meliputi;frekuensi, atensi dan durasi penggunaan.Rogers (1996:192) mengatakan bahwa dampak sosial dari teknologi komunikasi baruadalah sesuatu yang diharapkan, tidak langsung dan memenuhi, sering bersamaan denganterjadinya dampak yang tidak diharapkan tidak langsung dan tidak memenuhi keinginan).Televisi memiliki efek secara hirarkis terhadap pemirsanya yaitu:1. Kognitif. Kemampuan pemirsa menyerap atau memahami acara yang ditayangkan televisiyang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Remaja akan menyerap dan memahamiinformasi serta pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai hedonis dari televisi, misalnyatentang bagaimana orang-orang berperilaku mewah, serba mudah dan serba instan, yangmana hal-hal tersebut akan menjadi semacam pengetahuan bagi siswa remaja.2. Afektif. Pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi. Dalam hal iniremaja akan meniru simbol, properties, gaya rambut, cara bergaul dan sebagainya, daribintang idola mereka di televisi.3. Overt behavior (perilaku). Proses tertanamnya nilai-nilai budaya hedonis dalam hal iniyang berkaitan dengan nilai-nilai hedonistik dalam kehidupan sehari-hari (Rakhmat,2004:57).Hubungan antara Interaksi Sosial Peer Group dengan Perilaku Hedonis pada RemajaProses terjadinya imitasi dalam interaksi sosial, sebagaimana dikatakan oleh Banduradalam Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) bahwa orang belajar dari yang lain,melalui observasi, peniruan, dan pemodelan. Teori belajar sosial ini banyak berbicara mengenaiperhatian, identifikasi, dan imitasi. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam halinteraksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruhlingkungan (Rakhmat, 2004:74)Teori belajar sosial dari Bandura juga menyatakan bahwa individu akan meniru perilakuorang lain jika situasinya sama dengan ketika peristiwa yang ditirunya diperkuat di masa lalu.Sebagai contoh, ketika seorang anak muda meniru perilaku orangtuanya atau saudara tuanya,imitasi ini sering diperkuat dengan senyuman, pujian, atau bentuk-bentuk persetujuan lain.Demikian juga, ketika anak-anak menirukan perilaku teman-temannya, bintang olah raga, atauselebritis, peniruan ini akan diperkuat dengan persetujuan teman sebayanya.Dalam penelitian ini model yang dimaksudkan dalam teori belajar sosial adalah di manasiswa akan belajar mengenai nilai-nilai sosial yang berkembang dari lingkungan temansebayanya, di mana jika lingkungan teman sebayanya menganut nilai hedonis, maka individulain yang terlibat dalam interaksi dalam peer group mencoba untuk melakukan perhatian,identifikasi dan imitasi, sehingga bilamana nilai hedonis tersebut sesuai dengan keinginannya,besar kemungkinan siswa akan belajar tentang nilai-nilai dan perilaku hedonis. Namun jikainteraksi dengan lingkungan teman sebayanya menganut nilai-nilai religius, maka besarkemungkinan individu akan memiliki nilai dan perilaku yang religius pula. Dalam hal ini,individu, khususnya siswa remaja yang masih berada dalam tahap transisi akan senantiasamencari jati dirinya sehingga menemukan apa yang dicarinya dari lingkungan sosial di manasiswa atau remaja tersebut menaruh respek. Dalam tinjauan literatur, lingkungan sosial primeryang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku remaja antara lain; orangtua, lingkungan sekolahdan lingkungan teman sebaya (peer group). Semakin tinggi individu berinteraksi dengan peergroup, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesesuaian perilakunya dengan nilai-nilai peergroup.Dari teori belajar sosial Bandura di atas maka dapat dikatakan bahwa lingkungan sosialyang primer dari individu akan mengajarkan pada para remaja untuk bersikap dan berperilakusebagaimana yang diyakini dan dipercayai oleh lingkungan sosial tersebut, di mana lingkunganJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang5sosial tersebut berasal dari teman sebaya dan media televisi. Dalam perspektif teori belajarsosial, remaja yang berada dalam transisi mengalami suatu fase yang dinamakan pencarian jatidiri, sehingga lingkungan sosial di mana remaja bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikaphidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidak mendapatkansuatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungan sosial di mana siswabertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhi mental siswa kepada norma dannilai sosial yang menyimpang.Penyimpangan tersebut akan semakin kentara bilamana remaja bergaul dalam lingkunganpeer group yang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jatidiri yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap danperilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya. Nilai-nilai hedonis, seperti; caraberpakaian, assesories, properties, sarana dan prasarana, gaya hidup dan hobby yang dibawaoleh kelompok peer groupnya, secara perlahan akan diadopsi sebagai salah satu bagian darinilainya, dan di sini barangkali remaja berani mengatakan inilah proses pencarian jati dirinya,yaitu sebagaimana yang dilakukan sikap dan perilaku anggota peer group lainnya.Gambar 1Kerangka Pemikiran TeoritisHIPOTESIS1. Terdapat hubungan antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetron remaja ditelevisi dengan perilaku hedonis pada remaja2. Terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilaku hedonis padaremaja.DEFINISI OPERASIONAL1. Intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1), indikator:a. Frekuensi menonton tayangan sinetron remaja di televisib. Atensi, tingkat perhatian individu dalam menonton sinetron remaja di televisic. Durasi, lama waktu yang dihabiskan individu untuk menonton sinetron remaja ditelevisi.2. Interaksi dengan peer group (X2), akan diukur dengan indikator:a. Frekuensi, seberapa sering individu berinteraksi dengan peer group.b. Durasi, yaitu lamanya waktu yang dihabiskan individu setiap kali berinteraksi denganpeer groupc. Keteraturan, yaitu kontinuitas individu dalam berinteraksi dengan peer group-nya.d. Keterbukaan, yaitu kesediaan untuk membuka diri tentang informasi yang tersembunyimengenai diri sendiri terhadap anggota lain dalam peer groupe. Empathy, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi anggota lain di dalampeer group.f. Dukungan, yaitu sikap mendung yang terdiri dari sikap deskriptif, bersikap spontandan bersikap provisional dengan berpikiran terbuka serta bersedia mendengarpandangan yang berlawanan dengan anggota lain dalam peer group3. Perilaku hedonis pada remaja (Y), dengan indikator:a. Sikap (afektif), diukur dengan:1) Kecenderungan terhadap kemewahan2) Kecenderungan untuk berfoya-foya3) Kecenderungan terhadap kemudahanb. Perilaku (overt behavior), diukur dengan:Intensitas Menonton TayanganSinetron (X1)Perilaku Hedonis padaRemaja (Y)Interaksi dengan Peer Group(X2)Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang61) Tingkat menghindari kesukaran2) Tingkat pemuasan hasrat3) Tingkat pemenuhan keinginan4) Tingkat pemuasan hawa nafsuMETODE PENELITIANTipe PenelitianPenelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksplanatori (pengujian hipotesis).Populasi dan Sampel1. PopulasiPopulasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X dan XI SMA Negeri 1 Semarang,sebanyak 334 siswa2. Sample sizeDengan rumus Yamane diketahui sample size sebesar 77 responden.Alat dan Teknik Pengumpulan DataSebagai alat atau instrumen pengumpulan data dalam penelitian ialah kuesioner yangdibagikan kepada responden untuk diisi jawabannya dengan bantuan teknik wawancara.Teknik Analisis DataTeknik analisis data akan berupa:1. Analisis deskriptifDalam analisis kualitatif atau deskriptif adalah penyajian deskripsi temuan penelitiansecara naratif dengan bantuan tabel frekuensi (tabel univariat) dan tabel silang (tabelmultivariat).2. Analisis inferensialAnalisis kuantitatif atau inferensial akan digunakan untuk pengujian hipotesispenelitian. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi rank Kendall.HASIL PENELITIAN1. Temuan Deskriptif (kualitatif)a. Sebagian besar responden tergolong memiliki intensitas menonton tayangan sinetronremaja di televisi menengah ke bawah. Fenomena seperti ini memberikan arahanbahwa secara umum tayangan sinetron remaja di televisi kurang diminati olehkalangan remaja. Hal ini dikarenakan sinetron dimaksud memiliki jam tayang yangbersamaan dengan aktivitas responden yang lain, seperti; saat bersantai bersamakeluarga, bersama teman, jalan-jalan ke tempat hiburan, mall, juga belajar dan lainsebagainya.b. Tingkat interaksi sosial dalam peer group pada responden tergolong menengah ke atas.Tingginya tingkat interaksi sosial tersebut disebabkan adanya perasaan kebersamaan,baik dalam perkembangan psikologis, sosial, edukatif maupun ekonomi, sehinggamenjadi daya perekat sosial di antara mereka. Fenomena ini memberikan arahan bahwawalaupun secara fisik, intensitas pertemuan dan komunikasi berlangsung tinggi, namundalam aspek afektif dan behavior, bentuk ikatan sosial antara anggota kelompok dalampeer group tergolong masih kurang, yang dikarenakan adanya keterbatasansosiopsikologis pada masing-masing anggota akibat adanya kepentingan dankebutuhan yang bersifat individual dan sosial, seperti masih adanya kebutuhan untukberinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial di luar lingkungan peergroup.c. Temuan memperlihatkan sebagian besar responden tergolong memiliki perilakuhedonis tingkat menengah ke atas. Adanya kecenderungan semacam ini dikarenakanpada responden ditemukan tentang tingginya sikap menghindari kesulitan, tingginyakecenderungan untuk mencari kemudahan, adanya kecenderungan pada individu untukJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang7menggunakan bantuan orang lain apabila mengalami kesulitan. Pilihan-pilihan sikapresponden tersebut merupakan karakteristik perilaku hedonis, di mana perilakuindividu yang memiliki kecenderungan untuk bermegah-megah, kehidupan mewahdengan mengesampingkan kerja keras, tekun dan giat dalam meraihnya.2. Temuan Inferensial (Kuantitatif)a. Berdasarkan uji hipotesis penelitian di atas, menunjukkan bahwa hipotesis penelitianditerima. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian yang diperoleh pada koefisienkorelasi Kendall antara intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisi (X1)dengan perilaku hedonis remaja (Y) sebesar -0,1331 dan setelah ditransformasikan kedalam rumus Z menghasilkan nilai Z sebesar -1,713. Hasil konsultasi memperlihatkanbahwa nilai Z-hitung -1,713 > nilai Z-tabel5% -1,64, sehingga Ho ditolak dan Haditerima pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan demikian, hipotesis yangmenyatakan terdapat hubungan antara intensitas menonton tayangan sinetron remajatelevisi dengan perilaku hedonis remaja dapat diterima. Hal ini dapat dikatakan bahwaketika individu mempunyai intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisitinggi, maka berpotensi menurunkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan.Begitu juga sebaliknya, ketika intensitas menonton tayangan sinetron remaja di televisirendah, maka akan berpotensi menaikkan perilaku hedonis remaja yang bersangkutan.b. Dari perhitungan manual ditemukan koefisien  sebesar -0,2608 yang menghasilkannilai Z sebesar -3,356. Sedangkan nilai Z-tabel (lihat lampiran-7) pada tarafsignifikansi 5% (Zt5%) sebesar |-1,64|, sehingga hasil konfirmasi antara kedua nilai Ztersebut memperlihatkan nilai Z-hitung |-3,356| > Zt5% |-1,64|, sehingga hipotesispenelitian (Ha) diterima pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian antara interaksipeer group dengan perilaku hedonis remaja terdapat hubungan yang sangat signinikan.Variabel intensitas sosial peer group secara statistik berhubungan negatif denganperilaku hedonis siswa SMA di Semarang. Semakin tinggi interaksi sosial peer group,semakin rendah perilaku hedonis pada siswa. Hasil perhitungan statistik ini bersesuaiandengan temuan berdasarkan analisis tabel silang. Fenomena semacam ini memilikimakna bahwa interaksi sosial peer group dengan dengan segala dinamika sosialekonomi dan budaya, justru berpotensi menurunkan sikap dan perilaku hedonis siswaremaja yang bersangkutan.3. Diskusia. Implikasi TeoritikDari hasil hubungan variabel intensitas menonton sinetron remaja di televisiberhubungan negatif dengan perilaku hedonis remaja, memberikan arahan ketikaremaja mempunyai intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, secaraotomatis dapat dikatakan bahwa waktunya untuk merealisasikan (manifestasi) perilakuhedonis menjadi berkurang, karena adanya aktivitas lain pada waktu yang bersamaandengan spasial yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat yangmengatakan bahwa intensitas menonton adalah banyaknya informasi yang diperolehmelalui media, yang meliputi frekuensi, atensi dan durasi penggunaan pada setiap jenismedia yang digunakan (Rakhmat, 2004:66). Intensitas menonton sinetron remajaadalah banyaknya informasi yang diperoleh dari aktivitas menonton sinetron remaja ditelevisi, yang meliputi; frekuensi, atensi dan durasi penggunaan.Terbuktinya hipotesis penelitian ini, mengasumsikan ketika ada remajamengalami intensitas menonton sinetron remaja di televisi yang tinggi, maka otomatisremaja yang bersangkutan alam memiliki perilaku hedonis yang tinggi pula, namundemikian hasil dari penelitian ini tidak menyatakan demikian, justru sebaliknya, dimana semakin tinggi intensitas menonton sinetron remaja di televisi, maka akansemakin rendah perilaku hedonis pada remaja. Peneliti melakukan kemungkinankemungkinanyang terjadi ketika hasil penelitian ini menyatakan bahwa intensitasmenonton tayangan sinetron di televisi berhubungan negatif dengan perilaku hedonisJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang8remaja. Peneliti menarik kembali teori yang digunakan untuk menjelaskan hubunganantara keduanya, yaitu hirarki efek media, di mana pertemuan media dengan khalayakakan berlangsung dalam tiga tingkatan (level) intensitas, yaitu; kognitif, sikap dan overbehavior. Dalam ketiga level (tingkatan) ini terdapat salah satu faktor yangmempengaruhi perilaku hedonis tersebut terjadi. Menurut hirarki efek dan teori belajarsosial (yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara interaksi peer groupdengan perilaku hedonis remaja) bahwa kita belajar tidak hanya dari pengalamanlangsung tetapi dari peneladanan atau peniruan, dibuktikan dalam hubungan keduavariabel ini. Televisi bukan salah satu faktor penentu lingkungan yang kuat dalammunculnya perilaku hedonis. Remaja tidak hanya melakukan peniruan dari televisisaja, walaupun dalam penelitian ini menyatakan bahwa televisi berkorelasi negatifdengan perilaku hedonis remaja. Faktor lingkungan lain seperti keluarga juga menjadipenentu dalam proses perilaku hedonis.Berdasarkan kajian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dimaknai bahwahubungan yang timbul akibat adanya tayangan sinetron di televisi dengan perilakuhedonis remaja dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Mereka dapat terpengaruhke arah yang positif atau ke arah yang negatif tergantung pada pribadi masing-masingdari remaja tersebut. Sinetron di televisi berpengaruh terhadap remaja karenakemampuan menciptakan kesan dan persepsi bahwa suatu muatan dalam layar kacamenjadi lebih nyata dari realitasnya, sehingga mereka ingin mencoba apa yang merekalihat di televisi itu agar dapat disebut sebagai remaja gaul di lingkungannya.Implikasi teoritik yang bisa diajukan adalah karena hubungan menonton sinetronremaja di televisi dengan perilaku hedonis negatif, maka memunculkan pemikiranbahwa pertemuan antara anak dengan media massa (khususnya saat menonton remajadi televisi), diduga tidak lebih hanya dimanfaatkan untuk mengetahui trend dan gayahidup populer di kalangan remaja perkotaan, yang sekaligus dianggap sebagai aktivitaskatarsis atas rutinitas anak (siswa) terhadap tingkat kepadatan proses belajar belajar disekolah. Hal ini sejalan dengan ditandai semakin banyaknya aktivitas ekstra kurikulerdan pelajaran tambahan yang seringkali membuat anak (remaja) menjadi bosan(boring).b. Implikasi praktisImplikasi praktis dari hasil penelitian adalah terlepas dari besar kecilnyapengaruh yang disebabkan oleh tayangan sinetron remaja di televisi yang saratmengumbar sikap dan perilaku hedonis, maka optimalisasi peranan keluarga dalammembentengi anak remajanya mutlak semakin ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukansalah satunya adalah melalui pendampingan yang selalu disertai dengan diskusi antaraorangtua dengan anak remaja, terkait dampak perilaku hedonis bagi pencapaian masadepan anak remaja yang bersangkutan. Dalam hal ini maka intensitas komunikasiantara anak remaja dengan orangtua bukan saja optimal pada saat melakukanpendampingan, akan tetapi bisa juga dilakukan melalui media-media lainnya, seperti;saat makan bersama, saat berwisata, bersantai dan forum komunikasi interpersonallainnya, yang sudah barang tentu diikuti adanya peningkatan perhatian orangtuaterhadap kebutuhan dan kepentingan studi anaknya.c. Implikasi SosialDengan terbuktinya hipotesis penelitian, implikasi sosial yang bisa diambiladalah tayangan sinetron remaja di televisi memang memiliki potensi destruktif(merusak) bilamana khalayak mengalami terpaan yang sangat tinggi, dalam artipertemuan antara dengan tayangan dimaksud berlangsung dalam intensitas yang sangattinggi. Namun bilamana pertemuan tersebut hanya berlangsung dalam durasi yangrelatif singkat (pendek), apalagi selama menonton diselingi dengan seringnyamelakukan pergantian channel televisi, potensi merusak dari tayangan sinetron remajadi televisi dinilai masih sangat lemah. Namun demikian, sinyalemen dari Titi Said,tetap relevan untuk dicermati, khususnya bagi pendidik, orangtua, pemerhati sosial,Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang9tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk senantiasa mewaspadai bahaya dari isitayangan sinetron remaja di televisi tersebut, yang dalam hal ini lebih intensif dalammemberikan pembinaan, pengertian dan pemahaman kepada putra-putrinya untuk tidakterlalu mempercayai kebenaran tayangan sinetron dimaksud, berikut content-contentdestruktif yang terkandung.Bandura dalam Rakhmat (2004) juga menjelaskan bahwa perilaku, lingkungandan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini berartiperilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilakujuga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhiindividu, demikian sebaliknya (Walgito, 2003:15). Bilamana berbicara peer group ituadalah panutan, maka ini menyangkut hubungan antara perilaku peer group dengananggotanya, peer group dijadikan model bagi anggotanya, apalagi anggota dalamkelompok umumnya para remaja.PENUTUP1. Kesimpulana. Terdapat hubungan negatif antara intensitas intensitas menonton tayangan sinetronremaja di televisi dengan perilaku hedonis pada remaja.b. Terdapat hubungan negatif antara interaksi sosial dengan peer group dengan perilakuhedonis pada remaja.2. Sarana. Saran AkademisDalam rangka mengurangi atau bahkan mengeliminasi perilaku hedonis pada remaja,seharusnya intitusi televisi swasta tetap menyelenggarakan atau menayangkan acarasinetron remaja di saat prime time, agar supaya perhatian remaja untuk menontonyatetap rendah.b. Saran SosialLingkungan sosial primer siswa merupakan pengaruh utama, maka upayapembentukan sikap dan perilaku remaja dalam berbagai aspekdan isu, sebaiknya disosialisasikan melalui kelompok peer group, karena akanmendapatkan perhatian dan respon yang positif.c. Saran PraktisLingkungan sosial di mana remaja itu bergaul akan banyak mewarnai nilai dan sikaphidupnya, selain pengaruh dari orangtua dan sekolah. Perubahan ini apabila tidakmendapatkan suatu respon yang bijak dari segenap pengajar, orangtua dan lingkungansosial di mana siswa bertempat tinggal dikhawatirkan akan mampu mempengaruhimental siswa kepada norma dan nilai sosial yang menyimpang. Penyimpangantersebut akan semakin terlihat bilamana remaja bergaul dalam lingkungan peer groupyang menganut nilai dan paham hedonis, di mana secara perlahan-lahan proses jati diriJurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang10yang belum ditemukannya akan dicoba diaplikasikannya ke dalam peniruan sikap danperilaku yang dianut oleh kelompok peer groupnya.DAFTAR PUSTAKAAmalia, Lia. (2009). Mitos Cantik di Media. STAIN Press. Ponorogo.Azwar, Saefuddin. (2008). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.Haryatmoko. (2007). Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi. Kanisius.Yogyakarta.Hujbers, Theo. (1992). Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Kanisius. Yogyakarta.Liliweri, Alo. (2001). Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Citra Aditya Bakti. Bandung.Littlejohn, Stephen W. (2004). Theories of Human Communication. Fairfield Graphics.California.Marwan. (2008). Dampak Siaran Televisi terhadap Kenakalan Remaja. Yayasan Kanisius.Yogyakarta.Mc Quail, Denis. (1997). Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Bandung.Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya. Bandung.Shore, Larry. (2005). Mass Media For Development A Rexamination of Acces, Exposure andImpact, Communication The Rural Third World. Preagur. New York.Soekanto, Soerjono. (2002). Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.Surbakti, EB. (2008). Sudah Siapkah Menikah?. Elek Media Komputindo. Jakarta.Tubbs, Stewart L & Moss, Sylvia, (1996). Human Communication. Remaja Rosdakarya.Bandung.Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial. Andi Offset. Yogyakarta.Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta.Muhyidi, Muhammad. (2004) Remaja Puber di Tengah Arus Hedonis. Mujahid Press. Bandung.Jurnal dan Artikel IlmiahAyuningtias, Prasdianingrum. (2013). Pesan Hedonisme dalam Film Layar Lebar “Realita Cinta& Rock N’Roll” eJournal lmu Komunikasi, 2013, 1 (2): 14-27 ISSN 0000-0000,ejournal.ilkom.fisip-unmul.org.Liandra, Dwi Tasya. (2013). Pengaruh Televisi Publik dan Swasta terhadap Perilaku Remaja.Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat-FakultasEkologi Manusia Institut Pertanian Bogor.Oetomo, R. Koesmaryanto. (2013). Pengaruh Tayangan Sinetron Remaja di Televisi terhadapAnak. Artikel Ilmiah. Departemen Sains Komunikasi dan PengembanganMasyarakat-Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Efektivitas Format Iklan Komparatif dan Non Komparatif Merek Market Leader Krisna Adryanto; Tandiyo Pradekso; Djoko Setiabudi
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.107 KB)

Abstract

Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 2Efektivitas Format Iklan Komparatif dan Non KomparatifMerek Market LeaderKrisna Adriyanto, Tandiyo Pradekso1, dan Djoko Setyabudi2ABSTRACTField Experimental Research, 2 (Ad Formats) X 2 (The Difference between Men andWomen in Information-Proccessing Strategies) Randomized-Blocked Factorial Designwas conducted involving 120 participants (60 men and 60 women), who were assignedinto 4 (four) treatment groups. Stimulus used in this research are non-comparative andindirect comparative ads which used by the brand "Adem Sari" in the period mid-2012to mid-2013. The stimulus was combined with the Opera Van Java July 24, 2013Edition and involved several ads from other product categories. Furthermore, the dataanalysis techniques used as hypothesis testing tools are Two-Ways ANOVA, Mann-Whitney U Test, Two-Ways Friedman ANOVA By Rank and Structural EquationModelling with an alternative method of Partial Least Square (PLS).These studies suggest that indirect comparative ad formats result in unfavorableattitudes toward the ad and brand. In addition, the ability of this type of advertising toencourage favorable cognitive responses toward ads and encouraging purchaseintention, also did not differ significantly with non-comparative ad format. Cognitiveresponse toward ads on both types of ad formats (indirect comparative and noncomparative)is significantly affect consumer attitudes toward the ad and brand. In thenon-comparative advertising, attitudes toward ad have a significant effect on attitudestoward the brand, but this does not occur in indirect comparative advertising. In thiscases, consumer attitudes toward the ad and brand proved as a significant predictor ofconsumer purchase intention when indirect comparative advertising is used, but thisdoes not apply when non-comparative advertising is used. The differences between Mendan Women in Information-Proccessing Strategies and their interaction with the adformat, also did not significantly influence the effectiveness of both types of ad formats.Another interesting finding in this research, is the Men have more favorable attitudetowards the brand when exposed to indirect comparative advertising. While Womenwill have more favorable attitude towards the brand than Men when exposed to noncomparativeadvertising.Keywords : Ad Format, The Differences between Men and Woman in Information-Proccessing Strategies, Cognitive Response toward the Ad, Attitude toward the Ad,Attitude toward the Brand, Purchase Intention, Partial Least Square (PLS).1,2Corresponding authorJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 3PENDAHULUANPersaingan bisnis kategori produk minuman pereda panas dalam jenis serbuk yangsemakin ketat menuntut pemasar merek “Adem Sari”, sebagai market leader,menggunakan periklanan komparatif tidak langsung untuk membuat komparasi denganmerek “Segar Dingin Madu”. Adu klaim “Mencegah” versus “Menyembuhkan”mewarnai strategi periklanan yang digunakan merek “Adem Sari” untuk menyerangkompetitornya tersebut.Belch dan Belch (2009:197) mengungkapkan bahwa menampilkan produkpesaing/kompetitor dalam iklan merek market leader akan memberikan manfaat yangsedikit. Disamping itu, rekomendasi yang diberikan untuk memperoleh efektivitasmaksimal dari iklan komparatif adalah sebaiknya format iklan ini digunakan oleh merekbaru/merek berpangsa pasar rendah, dan bila merek berpangsa pasar besar inginmelakukan perbandingan dengan merek berpangsa pangsa pasar besar lainnya, makalebih baik menggunakan iklan komparatif tidak langsung. Dengan demikian, dapatdisimpulkan bahwa praktik penggunaan iklan komparatif tidak langsung oleh merek“Adem Sari”, tidak sesuai dengan rekomendasi yang diberikan untuk memperolehefektivitas maksimal dari penggunaan iklan tersebut.Hasil riset Women Insight Centre (WIC) pada Februari 2011 di 6 (enam) kotabesar di Indonesia, menunjukkan bahwa Wanita sering lebih banyak menghabiskanwaktu dan melakukan proses yang lebih komperhensif dibandingkan dengan Pria, padatahap keputusan awal proses pembelian. Wanita ingin membandingkan dan membelimerek yang lain untuk digunakan dalam situasi yang sama. Dengan demikian, Wanitamembutuhkan jaminan kesesuaian antara janji-janji pemasar, terutama yang muncul dariiklan dan/atau sumber lainnya, yang memunculkan harapan dan realitas yangditerimanya. Tentunya, perbedaan Pria dan Wanita dalam memproses informasi akanmemberikan konsekuensi evaluatif yang berbeda pula pada sebuah iklan, merek danpembeliannya. Di mana, diiindikasikan bahwa, terlepas dari format iklan yangdigunakan, Wanita akan terlibat lebih besar untuk mengevaluasi iklan dan merek, biladibandingkan dengan Pria, bila merujuk pada perbedaan cara memproses informasi,diantara Pria dan Wanita tersebut. Namun, terkait dengan efektivitas periklanankomparatif, Chang (2007:21) menemukan hal yang menarik, yaitu (1) Pria memilikiketerlibatan yang lebih besar dalam mengevaluasi-merek, dibandingkan dengan Wanita,ketika diekspose iklan komparatif. (2) Sebaliknya bagi Wanita, perhatian yang diperolehdari daya tarik komparatif mendorong kesimpulan mengenai maksud manipulatif dariiklan. Dengan demikian, pada Pria, keterlibatan dalam evaluasi-merek yang semakinbesar dibawa oleh daya tarik komparatif menyebabkan evaluasi iklan dan merek lebihmenguntungkan dan minat beli yang lebih besar. Sedangkan untuk Wanita, persepsiyang tinggi atas maksud manipulatif dari iklan yang dibawa oleh daya tarik komparatif,mendorong evaluasi negatif pada iklan dan merek, serta mengurangi niat pembelian.Kesimpulannya, format iklan komparatif tidak langsung yang digunakan olehmerek market leader, diindikasikan akan memberikan manfaat yang tidak berbedasecara signifikan dari penggunaan format iklan non-komparatif. Selanjutnya, perbedaandiantara Pria dan Wanita, dalam memproses informasi yang dibawa oleh daya tarikkomparatif, juga menimbulkan konsekuensi evaluatif yang berbeda pula. Maka,perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi, merupakan konseppenting yang perlu diperhatikan guna meramalkan efektivitas format iklan komparatifdan efektivitas format iklan non komparatif, yang digunakan oleh merek market leader.Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, adalah :1. Apakah format iklan komparatif tidak langsung merek market leader lebih efektifbila dibandingkan dengan format iklan non komparatif merek market leader?Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 42. Apakah perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi, secarasignifikan mempengaruhi efektivitas format iklan komparatif tidak langsung merekmarket leader dan efektivitas format iklan non komparatif merek market leader?TINJAUAN PUSTAKAModel Komunikasi (Communication Model) dalam Model Mikro Respon Konsumen(Micromodel of Consumer Response) menunjukkan bahwa konsumen/pembeli/khalayakmelalui beberapa tahapan, yaitu tahapan Kognitif (Eksposur, Penerimaan dan ResponKognitif), tahapan Afektif (Sikap dan Intensi) dan tahapan Behavioral (Perilaku). Modelini menyatakan bahwa tahap Kognitif, tahap Afektif dan tahap Behavioral dilalui secaraberurutan oleh konsumen/pembeli/khalayak (Kotler et al., 2009:532-533).Model Respon Kognitif (Cognitive-Response Approach Model) adalah salahsatu metode paling populer untuk memeriksa respon kognitif konsumen terhadap iklan.Dalam Model Respon Kognitif, pemikiran-pemikiran khalayak diarahkan kepadasetidaknya 3 (tiga) hal, yaitu : (1) Pemikiran terhadap Produk/Pesan, (2) Pemikiranterhadap Sumber Komunikasi, dan (3) Pemikiran terhadap Eksekusi Iklan (Belch danBelch, 2009:165-167).Merujuk pada Model Komunikasi dan Model Respon Kognitif tersebut, setelahrespon kognitif khalayak terhadap iklan terbentuk, maka selanjutnya respon kognitiftersebut mempengaruhi pembentukan sikap konsumen, yang dalam hal objek sikapberupa iklan adalah diarahkan kepada 2 (dua) jenis sikap, yaitu : (1) Sikap terhadapIklan, dan (2) Sikap Terhadap Merek.H1 : Ada pengaruh signifikan Respon Kognitif Khalayak terhadap Iklan (RK) atasSikap terhadap Iklan (SI), ketika format iklan komparatif tidak langsung digunakan (a)dan format iklan non komparatif digunakan (b).H2 : Ada pengaruh signifikan Respon Kognitif Khalayak terhadap Iklan (RK) atasSikap terhadap Merek (SM), ketika format iklan komparatif tidak langsung digunakan(a) dan format iklan non komparatif digunakan (b).Fill (2009:148) mengungkapkan bahwa dalam Teori Psikologi Klasik, sikap dianggapterdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu : (1) Komponen Afektif, (2) Komponen Kognitif,dan (3) Komponen Konatif. Azwar (2011:28) menyatakan bahwa ketiga komponentersebut akan saling selaras dan konsisten satu sama lain dikarenakan apabiladihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama, maka ketiga komponen tersebut harusmempolakan arah sikap yang seragam. Kemudian, ketika ketiga komponen tersebuttidak konsisten satu sama lain, maka akan terjadi mekanisme perubahan sikapsedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali.Hubungan diantara Sikap terhadap Iklan dan Sikap terhadap Merek, yangkeduanya merupakan Komponen Afektif Sikap, hingga kini masih menjadi perdebatan.Argumen MacKenzei, Lutz dan Belch, yang dikutip Grewal et al., (Setiyaningrum,2008:22) mendukung pernyataan bahwa perasaan dan sikap terhadap merek yangdiiklankan secara positif dipengaruhi oleh sikap terhadap merek. Beberapa buktiditunjukkan oleh MacInnis dan Jaworski (Hoyer dan MacInnis, 2008:142) bahwakeseluruhan sikap terhadap iklan di mana merek diiklankan akan mempengaruhi sikapkonsumen terhadap merek. Namun, meskipun demikian, temuan Droge, yang dikutipoleh Grewal et al., (Setiyaningrum, 2008:22) menunjukkan bahwa sikap terhadap iklanmempengaruhi sikap terhadap merek untuk iklan non komparatif, tetapi tidak untukiklan komparatif.H3 : Ada pengaruh signifikan Sikap Terhadap Iklan (SI) atas Sikap terhadap Merek(SM) ketika format iklan non komparatif digunakan (a), namun hal ini tidak terjadiketika format iklan komparatif tidak langsung digunakan (b).Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 5Minat/intensi pembelian, yang merupakan tahapan konatif sikap, seringdigunakan sebagai parameter pengukuran untuk meramalkan efektivitas periklanan. Halini disebabkan karena semua iklan tidak, seharusnya tidak dan tidak bisa di desain untukmenghasilkan pembelian secara langsung (immediate purchase) kepada siapa saja yangdiekspose iklan tersebut. Dengan kata lain, pembelian (purchase) sebagai tahapanbehavioral dari respon konsumen terhadap iklam, adalah efek jangka panjang. Asumsiini dilandasi sebuah pernyataan bahwa konsumen tidak dapat berubah dari individuyang tidak tertarik menjadi individu yang berminat pada sebuah merek atu produk yangdiiklankan secara instan. Dengan demikian, untuk meramalkan pembelian di masamendatang oleh konsumen, maka digunakan konstruk minat/intensi pembelian(purchase intention), yang ada pada komponen konatif sikap, dan merupakan ukuranyang ada pada tahapan hierarkis tertinggi yang dekat dengan pembelian aktual. Makadari itu, dapat disimpulkan bahwa minat/intensi pembelian merupakan ukuran tertinggiuntuk meramalkan efektivitas periklanan, di mana efek ini dapat segera diketahuidengan segera pasca khalayak diekspose oleh iklan.MacInnis dan Jaworski (Hoyer dan MacInnis (2008:142) menunjukkan bahwakeseluruhan sikap terhadap iklan di mana merek diiklankan, selain akan mempengaruhisikap konsumen terhadap merek, juga akan mempengaruhi perilaku terhadap merek.Disamping itu, temuan Droge yang dikutip Grewal et al., (Setiyaningrum, 2008:23) jugamenunjukkan bahwa ada hubungan yang lebih kuat diantara sikap terhadap merekdengan minat beli ketika iklan komparatif digunakan dibandingkan dengan ketikamenggunakan iklan non-komparatif.H4 : Ada pengaruh Ada pengaruh signifikan Sikap terhadap Iklan (RI) atas Minat beli(MB), ketika format iklan komparatif tidak langsung digunakan (a) dan format iklannon komparatif digunakan (b).H5 : Ada pengaruh signifikan Respon Sikap terhadap Merek (SM) atas Sikap Minat Beli(MB), ketika format iklan komparatif tidak langsung digunakan (a) dan format iklannon komparatif digunakan (b).Grewal et al., (Manzur et al., 2012:277) dalam meta-analisisnya untukmemeriksa efektivitas iklan komparatif di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa iklankomparatif dibandingkan dengan iklan non-komparatif, lebih efektif dalammeningkatkan perhatian, pemrosesan pesan, kesadaran merek, sikap menguntungkanterhadap merek dan meningkatkan minat beli konsumen. Disisi lain, iklan komparatifmenghasilkan kredibilitas sumber yang rendah dan sikap kurang menguntungkanterhadap iklan.Selanjutnya, di Spanyol oleh Del Barrio-Garcia dan Luque-Martinez dan diKorea oleh Lyi, juga menemukan hasil serupa di mana iklan komparatif memilikikredibilitas sumber yang rendah. Di Chile, tidak ditemukan adanya perbedaan yangsignifikan antara sikap terhadap merek dan minat beli, yang dihasilkan oleh iklankomparatif dan iklan non-komparatif. Disamping itu, sikap terhadap iklan terhadapiklan komparatif yang ditemukan di Chile juga secara parsial mirip dengan yangditemukan di Inggris (UK) dan India oleh Donthu, yaitu direspon secara kurangmenguntungkan, bila dibandingkan dengan sikap terhadap iklan yang dihasilkan olehiklan non komparatif (Manzur et al., 2012:278-288).H6 : Bila dibandingkan dengan format iklan non komparatif, khalayak merespon formatiklan komparatif tidak langsung secara kurang menguntungkan pada variabel ResponKhalayak terhadap Iklan (RK).H7 : Bila dibandingkan dengan format iklan non komparatif, khalayak merespon formatiklan komparatif tidak langsung secara kurang menguntungkan pada variabel Sikapterhadap Iklan (SI).Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 6H8 : Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara format iklan komparatif tidaklangsung dan format iklan non komparatif, dalam kaitannya untuk menghasilkan Sikapterhadap Merek (SM).H9 : Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara format iklan komparatif tidaklangsung dan format iklan non komparatif, dalam kaitannya untuk menghasilkanMinat/Intensi Pembelian (MB.Selanjutnya, dilihat dari perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi untukmemproses informasi, menurut Meyers-Levy, Maheswaran dan Sternthal, bahwa priacenderung dilihat sebagai pemroses selektif dan sedangkan wanita dilihat sebagaipemroses yang komprehensif. Kemudian, Meyers-Levy dan Sternthal menambahkanbahwa ambang elaborasi wanita lebih rendah dibandingkan dengan pria. SedangkanDuff dan Hampson menyatakan bahwa wanita membuat lebih sedikit kesalahandibandingkan dengan pria saat melakukan tugas yang menuntut kinerja ingatan. Di sisilain, sebagaimana dikemukakan oleh Chang, pria lebih banyak terlibat dalamketerlibatan untuk mengevaluasi merek, dibandingkan dengan wanita. Klinteberg,Levander dan Schalling menemukan bahwa wanita lebih menyukai strategi pemecahanmasalah reflektif-sekuensial, dan sedangkan pria lebih menyukai strategi pemecahanmasalah impulsif-global. Dalam studi lain oleh Chung dan Monroe, pria dibandingkanwanita lebih menyukai untuk mengadopsi strategi konfirmasi-hipotesis. Lebih lanjut,dalam konteks berbelanja, Laroche et al., mendemonstrasikan bahwa wanita akanterlibat dalam pencarian informasi yang komprehensif dan intensif, sedangkan priahanya terlibat dalam pencarian informasi yang selektif. Menurut Cleveland et al., wanitajuga menunjukkan penggunaan informasi makro dan mikro lebih besar dibandingkandengan pria ketika berbelanja di toko (Chang, 2007:21-22).H10 : Ada perbedaan signifikan diantara Pria dan Wanita, yang disebabkan olehperbedaan keduanya dalam strategi pemrosesan informasi, baik pada Respon KognitifKhalayak terhadap Iklan (a), Sikap terhadap Iklan (b), Sikap terhadap Merek (c), danMinat/Intensi Pembelian (d), terlepas dari format iklan yang digunakan.Sebagaimana diungkapkan oleh Thompson dan Hamilton, bahwa kecocokanantara format iklan dengan gaya pemrosesan informasi konsumen akan meningkatkanefektivitas periklanan. Begitupun sebaliknya, ketidakcocokan format iklan dengan gayapemrosesan informasi konsumen akan menurunkan efektivitas periklanan. Relatifterhadap iklan non-komparatif, iklan komparatif lebih efektif ketika konsumenmenggunakan pemrosesan secara analitis. Sedangkan iklan non-komparatif akan lebihefektif dibandingkan iklan komparatif ketika konsumen menggunakan pemrosesansecara imajinatif. MacInnis dan Price, mendeskripsikan gaya pemrosesan informasisebagai cara di mana informasi direpresentasikan dalam jalannya ingatan. MenurutOliver, Robertson dan Mitchell, pemrosesan secara imajinatif dan analitis secarakualitatif berbeda dalam gaya elaborasi, di mana MacInnis dan Price menambahkan halini terjadi dalam kontinum elaborasi rendah menuju elaborasi tinggi (Thompson danHamilton, 2006:530-531). Dalam kaitannya dengan perbedaan Pria dan Wanita dalamstrategi pemrosesan informasi, sebagaimana dikemukakan oleh Meyers-Levy danSternthal, bahwa ambang elaborasi wanita lebih rendah dibandingkan dengan pria(Chang, 2007:21), maka penulis menyimpulkan bahwa iklan komparatif mungkin lebihefektif bagi pria sebagai pemroses selektif dan pemilik ambang elaborasi yang lebihbesar, di mana disisi lain iklan komparatif juga lebih efektif ketika diproses secaraanalitis, yang pada akhirnya menyebabkan elaborasi tinggi pula. Sedangkan iklan nonkomparatifmungkin lebih efektif bagi wanita sebagai pemroses komprehensif, yangmengintegrasikan informasi secara mendetail, di mana disisi lain iklan non-komparatifjuga lebih efektif ketika diproses secara imajinatif, atau secara holistik menurutJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 7MacInnis dan Price, berdasarkan penggunaan konstruksi atas detail produk sebagaiskenario alternatif, dan sumber daya untuk memproses informasi pada merek laindikurangiH11 : Respon Kognitif Khalayak terhadap Iklan (RK) secara signifikan dipengaruhiinteraksi antara perbedaan format iklan dan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategipemrosesan informasi.Merujuk pada temuan Chang (2007:21), bahwa keterlibatan dalam evaluasimerekoleh Pria, yang semakin besar, dibawa oleh daya tarik komparatif menyebabkanevaluasi iklan dan merek lebih menguntungkan dan minat beli yang lebih besar.Sedangkan untuk Wanita, persepsi yang tinggi atas maksud manipulatif dari iklan yangdibawa oleh daya tarik komparatif, mendorong evaluasi negatif pada iklan dan merek,serta mengurangi niat pembelian. Hal ini senada dengan temuan Campbell, di manataktik periklanan yang bertujuan mendapatakan perhatian, mendorong konsumenmenyimpulkan bahwa pengiklan mencoba memanipulasi pemirsa iklan.H12 : Sikap terhadap Iklan (SI) secara signifikan dipengaruhi interaksi antaraperbedaan format iklan dan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesaninformasi.H13 : Sikap terhadap Merek (SM) secara signifikan dipengaruhi interaksi antaraperbedaan format iklan dan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesaninformasi.H14 : Minat/Intensi Pembelian (MB) secara signifikan dipengaruhi interaksi antaraperbedaan format iklan dan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesaninformasi.METODE PENELITIANDefinisi Konseptual1. Format iklan merek market leader didefinisikan sebagai bentuk penyajian dayatarik pesan iklan yang digunakan sebagai strategi periklanan oleh pemasar, yangdiakui sebagai pemimpin pasar dari kategori produk tertentu, di mana pangsa pasaryang dimiliki merupakan yang terbesar (40%) dalam pangsa pasar relevan(Setiyaningrum, 2008:18; Tjiptono, 2002:303).2. Perbedaan Pria dan Wanita dalam Strategi Pemrosesan Informasididefinisikan sebagai perbedaan cara Pria dan Wanita mengolah informasi, yaituPria secara selektif dan Wanita secara komprehensif (Chang, 2007:21).3. Respon kognitif khalayak terhadap iklan didefinisikan sebagai pemikiranpemikiranyang muncul pada tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dankemudian pemikiran-pemikiran ini akhirnya mempengaruhi penerimaan seseorangterhadap stimulus iklan yang menerpanya (Blackwell, Engel dan Miniard, 1995:30).4. Sikap terhadap iklan didefinisikan sebagai perasaan konsumen dan sikap terhadapformat iklan secara keseluruhan (Setiyaningrum, 2008:22).5. Sikap terhadap merek didefinisikan sebagai perasaan konsumen dan sikapterhadap merek sponsor iklan secara keseluruhan (Setiyaningrum, 2008:22).6. Minat/Intensi pembelian didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan denganrencana konsumen untuk membeli produk tertentu yang dibutuhkan pada periodetertentu (Durianto dan Liana, 2004:44).Definisi Operasional1. Format iklan merek market leader memiliki variasi nilai iklan non-komparatifmarket leader dan iklan komparatif tidak langsung merek market leader. Sertavariabel ini dioperasionalisasikan dengan cara menempatkan subjek penelitiansebagai unit analisis secara random pada kelompok-kelompok eksperimen untukJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 8diberi perlakuan (treatment) iklan non-komparatif merek market leader atau iklankomparatif tidak langsung merek market leader.2. Perbedaan Pria dan Wanita dalam Strategi Pemrosesan Informasi memilikivariasi nilai pria sebagai pemroses informasi yang selektif dan wanita sebagaipemroses informasi yang komprehensif. Serta variabel ini dioperasionalisasikandengan cara menempatkan subjek penelitian sebagai unit analisis secara randomdan dilakukan konstansi (blocking) berdasarkan jenis kelamin pada kelompokkelompokeksperimen untuk diberi perlakuan (treatment) iklan non-komparatifmerek market leader atau iklan komparatif tidak langsung merek merek marketleader.3. Respon kognitif khalayak terhadap iklan memiliki variasi nilai respon kognitifyang kurang menguntungkan dan respon kognitif yang menguntungkan. Sertavariabel ini dioperasionalisasikan dengan cara mengkalkulasi jumlah pemikiranpemikiranyang muncul berdasarkan dimensi-dimensi, seperti pemikiran terhadapproduk/pesan iklan, pemikiran terhadap sumber, dan pemikiran terhadap eksekusiiklan, yang kemudian sejumlah pemikiran-pemikiran tersebut dikategorikan sebagaipemikiran-pemikiran yang bertentangan dan pemikiran-pemikiran yangmendukung. Apabila pemikiran-pemikiran yang bertentangan lebih banyak munculmaka ini diacu sebagai respon kognitif yang kurang menguntungkan (unfavorable),dan sebaliknya ketika pemikiran-pemikiran yang mendukung lebih banyak munculmaka ini diacu sebagai respon kognitif yang menguntungkan (favorable).4. Sikap terhadap iklan memiliki variasi nilai sikap kurang menguntungkan dansikap menguntungkan yang ditujukan pada iklan. Serta, variabel inidioperasionalisasikan dengan cara menjumlahkan respon afeksi terhadap iklan yangmuncul berdasarkan indikator keinformatifan iklan, perasaan atau emosi yangmuncul sebagai pengalaman diterpa iklan dan kemenarikan iklan, yang kemudiansejumlah respon afeksi yang muncul tersebut dikategorikan sebagai sikap kurangmenguntungkan bila lebih banyak memunculkan respon afektif yang negatif dansikap menguntungkan bila lebih banyak memunculkan respon afektif yang positifterhadap iklan.5. Sikap terhadap merek memiliki variasi nilai sikap kurang menguntungkan dansikap menguntungkan yang ditujukan pada merek sponsor iklan. Serta, variabel inidioperasionalisasikan dengan cara menjumlahkan respon afeksi terhadap merekyang muncul berdasarkan indikator persepsi terhadap kualitas merek dan persepsiterhadap kemampuan merek untuk memenuhi kebutuhan produk yang relevandengan kondisi konsumen saat ini, yang kemudian sejumlah respon afeksi yangmuncul tersebut dikategorikan sebagai sikap kurang menguntungkan bila lebihbanyak memunculkan respon afektif yang negatif dan sikap menguntungkan bilalebih banyak memunculkan respon afektif yang positif terhadap merek yangsponsor iklan.6. Minat/intensi pembelian memiliki variasi nilai minat beli yang rendah dan minatbeli yang tinggi terhadap merek sponsor iklan. Serta, variabel inidioperasionalisasikan dengan cara menjumlahkan respon konatif yang ditujukanpada merek sponsor iklan, dilihat berdasarkan indikator-indikator seperti minattransaksional, minat referensial, minat preferensial dan minat eksploratif, yangkemudian dikategorikan sebagai minat beli yang rendah ketika respon konatif iturendah dan minat beli yang tinggi ketika respon konatif itu tinggi terhadap mereksponsor iklan.Desain Penelitian, Stimulus, Unit Analisis dan Teknik Analisis DataPenelitian Eksperimen Lapangan, 2 (Format Iklan) X 2 (Perbedaan Pria dan Wanitadalam Strategi Pemrosesan Informasi) Randomized-Blocked Factorial Design dilakukanJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page 9dengan melibatkan 120 partisipan (60 Pria dan 60 Wanita), yang ditugaskan kedalam 4kelompok perlakuan. Stimulus yang digunakan adalah iklan komparatif dan iklan nonkomparatif yang digunakan oleh merek “Adem Sari” pada periode pertengahan tahun2012 hingga pertengahan tahun 2013. Stimulus tersebut dikembangkan denganmemadunya dalam program acara Opera Van Java Edisi 24 Juli 2013 dan melibatkanbeberapa iklan kategori produk lain. Selanjutnya, teknik analisis data yang digunakansebagai alat pengujian hipotesis antara lain Uji Two-Ways ANOVA, Uji Mann-WhitneyU, Uji Friedman Two-Ways ANOVA By Rank dan Model Persamaan Struktural BerbasisVarian (Komponen) dengan metode alternatif Partial Least Square (PLS).HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk format iklan komparatif tidak langsungmerek market leader, maka diambil keputusan untuk menerima H1a ( = 0,5836 dan tstatistic= 5,3782 > t-table = 1,96), menerima H2a ( = 0,7723 dan t-statistic = 10,8722> t-table = 1,96), menerima H3b ( = 0,1165 dan t-statistic = 1,2717 < t-table = 1,96),menerima H4a ( = 0,3482 dan t-statistic = 2,2615 > t-table = 1,96) dan menerima H5a( = 0,4214 dan t-statistic = 2,5429 > t-table = 1,96) dengan taraf signifikansi 0,05.Sedangkan hasil pengujian hipotesis untuk format iklan non komparatif merekmarket leader adalah menerima H1b ( = 0,5463 dan t-statistic = 7,0203 > t-table =1,96), menerima H2b ( = 0,2071 dan t-statistic = 2,1117 > t-table = 1,96), menerimaH3a ( = 0,5804 dan t-statistic = 4,9954 > t-table = 1,96), menolak H4b ( = 0,1470dan t-statistic = 0,7073 < t-table = 1,96) dan menolak H5b ( = 0,3919 dan t-statistic =1,8586 < t-table = 1,96) dengan taraf signifikansi 0,05.Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas, penulis menyimpulkan bahwasama dengan format iklan komparatif tidak langsung merek market leader, format iklannon komparatif merek market leader pun mampu menghasilkan respon kognitifkhalayak terhadap iklan (RK) yang mampu secara signifikan mempengaruhipembentukan sikap khalayak terhadap iklan (SI) dan sikap khalayak terhadap merek(SM). Berbeda dengan format iklan komparatif tidak langsung merek market leader,sikap khalayak terhadap iklan (SI) yang dibentuk oleh format iklan non komparatifmerek market leader secara signifikan mempengaruhi pembentukan sikap khalayakterhadap merek (SM). Temuan ini juga sama dengan temuan Droge yang dikutipGrewal et al., (Setiyaningrum, 2008:22), bahwa sikap terhadap iklan yang dibentukformat iklan non komparatif dapat ditransfer pada sikap terhadap merek, namun tidakuntuk iklan komparatif. Dengan demikian, penulis dapat mengasumsikan bahwa ketikakhalayak menyukai sebuah iklan yang dibuat dari format iklan non komparatif merekmarket leader, maka khalayak tersebut juga akan menyukai merek sponsor iklan, danhal ini tidak berlaku untuk iklan komparatif tidak langsung merek market leader.Selanjutnya, tidak seperti pada sikap terhadap iklan (SI) dan sikap terhadap merek (SM)yang dibentuk oleh format iklan komparatif tidak langsung merek market leader, dimana keduanya merupakan prediktor yang signifikan untuk meramalkan minat/intensipembelian (MB) khalayak terhadap produk atau merek sponsor iklan, sikap terhadapiklan (SI) dan sikap terhadap merek (SM) yang dihasilkan oleh format iklan nonkomparatif merek market leader bukan merupakan prediktor yang signifikan untukmeramalkan minat/intensi pembelian(MB) khalayak atas produk atau merek sponsoriklan. Penulis menduga ada variabel-variabel lain diluar dari model yang diajukan, yangjuga mempengaruhi minat/intensi pembelian (MB) khalayak terhadap produk ataumerek sponsor format iklan non komparatif merek market leader. Dengan demikian,penulis berasumsi bahwa ketika sikap khalayak yang menguntungkan terhadap iklan(SI) dan merek (SM) terbentuk pada format iklan non komparatif merek market leader,tidak menjamin bahwa khalayak memiliki minat/intensi pembelian (MB) yang besarpula terhadap produk atau merek sponsor iklan.Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page10Pada tahap respon kognitif, secara deskriptif iklan komparatif tidak langsungmerek market leader direspon secara kurang favorable dibandingkan iklan nonkomparatif merek market leader. Hal ini terlihat dari rerata respon kognitif iklankomparatif tidak langsung merek market leader sebesar 4,5500 dan sedangkan reratarespon kognitif iklan non komparatif merek market leader sebesar 4,9833. Namun,secara statistik perbedaan ini tidak signifikan pada taraf signifikansi 0,05 untuk uji onetail(Nilai Sig. 0,304/2 = 0,152 > 0,05). Maka, keputusan yang diambil adalah tidakdapat menolak H0 dan menolak H6. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwatidak ada perbedaan respon kognitif yang signifikan ketika kedua jenis format iklandigunakan.Diantara pria dan wanita, terlepas dari format iklan yang digunakan secaradeskriptif wanita lebih memiliki respon kognitif yang favorable dibandingkan denganpria. Hal ini dibuktikan dengan rerata respon kognitif wanita sebesar 4,9500 dan lebihdari respon kognitif pria yang hanya sebesar 4,5833. Namun, secara statistik perbedaanini tidak signifikan pada taraf signifikansi 0,05 untuk uji two-tail (Nilai Sig. 0,384 >0,05). Maka, keputusan yang diambil adalah tidak dapat menolak H0 dan menolakH10a. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa respon kognitif pria denganrespon kognitif wanita, terlepas dari format iklan yang digunakan, adalah tidak berbedasecara signifikan.Kemudian, pengaruh interaksi antara format iklan dengan perbedaan pria danwanita dalam strategi pemrosesan informasi atas respon kognitif khalayak terhadapiklan (RK) adalah tidak ada. Hal ini dibuktikan dengan nilai Sig. 0,428 > 0,05. Dengantaraf signifikansi 0,05 maka penulis memutuskan untuk menolak H11, dan menerimaH0. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh signifikan interaksi antara format iklandan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi atas responkognitif khalayak terhadap iklan (RK).Pada tahap sikap terhadap iklan (SI), secara deskriptif sikap terhadap iklan yangdibentuk oleh iklan non komparatif merek market leader tampak lebih favorabledibandingkan dengan sikap terhadap iklan yang dibentuk oleh iklan komparatif tidaklangsung merek market leader. Hal ini tampak pada mean rank sikap terhadap iklan nonkomparatif merek market leader sebesar 67,16 dan lebih besar dibandingkan denganmean rank sikap terhadap iklan komparatif tidak langsung merek market leader yanghanya sebesar 53,84. Maka, dengan Nilai Sig. 0,026/2 = 0,013 < 0,05 (One-Tail) penulismemutuskan untuk menolak H0 dan menerima H7 taraf signifikansi sebesar 0,05.Kesimpulan yang diperoleh adalah sikap terhadap iklan yang dibentuk oleh iklan nonkomparatif merek market leader lebih menguntungkan secara signifikan dibandingkandengan sikap terhadap iklan yang dibentuk iklan komparatif tidak langsung merekmarket leader.Terlepas dari jenis format iklan yang digunakan, sikap terhadap iklan yangdibentuk oleh pria dan wanita secara deskriptif tidak jauh berbeda. Hal ini tampak padamean rank sikap terhadap iklan pria sebesar 60,51 dan mean rank sikap terhadap iklanwanita sebesar 60,49. Senada dengan hal tersebut, secara statistik perbedaan tersebutjuga tidak signifikan pada taraf signifikansi 0,05. Nilai Sig. 0,998 > 0,05 (Two-Tail).Maka, dengan demikian penulis memutuskan untuk tidak dapat menolak H0 danmenolak H10b. Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa diantara pria dan wanita tidakada perbedaan yang signifikan dalam sikap terhadap iklan, terlepas dari jenis formatiklan yang digunakan.Merujuk pada hasil perhitungan Uji Friedman Two-Way ANOVA By Rank,bahwa nilai Sig. 0,758 > 0,05 (Two-Tail). Maka penulis memutuskan untuk tidak dapatmenolak H0 dan menolak H12. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tidakada pengaruh signifikan interaksi antara format iklan dan perbedaan Pria dan Wanitadalam strategi pemrosesan informasi atas sikap terhadap iklan (SI).Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page11Pada tahap sikap terhadap merek (SM), diketahui secara deskriptif sikapterhadap merek yang dibentuk iklan non komparatif merek market laeder lebihmenguntungkan dibandingkan dengan sikap terhadap merek yang dibentuk oleh iklankomparatif tidak langsung merek market leader. Hal ini dibuktikan dengan mean ranksikap terhadap merek yang dibentuk iklan non komparatif merek market leader adalahsebesar 65,62 dan ini lebih besar dibandingkan dengan mean rank sikap terhadap merekyang dibentuk oleh iklan komparatif tidak langsung merek market leader yang hanyasebesar 55,38. Secara statistik, perbedaan ini signifikan pada taraf signifikansi 0,05dengan Nilai Sig. 0,079/2 = 0,0395 < 0,05 (One-Tail). Dengan demikian, penulismemutuskan untuk menolak H8. Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa sikapterhadap merek yang dibentuk iklan non komparatif merek market leader lebihmenguntungkan secara signifikan dibandingkan dengan sikap terhadap merek yangdibentuk oleh iklan komparatif tidak langsung merek market leader.Selanjutnya, diantara pria dan wanita terlepas dari jenis format iklan yangdigunakan, secara deskriptif menunjukkan bahwa wanita membentuk sikap terhadapmerek secara lebih menguntungkan dibandingkan dengan pria. Hal ini dibuktikandengan mean rank sikap terhadap merek wanita sebesar 63,82 dan ini lebih besardibandingkan dengan mean rank sikap terhadap merek pria yang hanya sebesar 57,18.Namun, secara statistik perbedaan ini dianggap tidak signifikan pada taraf signifikansisebesar 0,05. Nilai Sig. 0,225 > 0,05 (Two-Tail). Maka, penulis mengambil keputusanuntuk tidak dapat menolak H0 dan menolak H10c. Dengan demikian, penulismenyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan atas sikap terhadap merekyang dibentuk oleh pria dan wanita terlepas dari jenis iklan yang digunakan.Selanjutnya, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh interaksi format iklan danperbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi atas sikap terhadapmerek (SM) maka perlu melihat hasil perhitungan Uji Friedman Two-Way ANOVA ByRank. Diketahui nilai Sig. 0,000 < 0,05 (Two-Tail) dan Chi-Square = 37,484 (df =3),maka diputuskan untuk dilakukan pengujian lanjut untuk mengetahui perbedaan antarkelompok-kelompok eksperimen. Hal ini didasari asumsi bahwa jika nilai hitung Fradalah signifikan, hal ini berarti ada paling sedikit ada satu kondisi yang berbeda darikondisi lainnya. Kemudian setelah dilakukan uji lanjutan, penulis mengetahui bahwapria akan membentuk sikap terhadap merek yang lebih menguntungkan ketikadiekspose iklan komparatif tidak langsung merek market leader dibandingkan jikadiekspose iklan non komparatif merek market leader. Selain itu, ketika diekpose iklannon komparatif merek market leader, wanita cenderung membentuk sikap terhadapmerek yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan pria. Terakhir, ketika wanitadiekspose iklan komparatif tidak langsung merek market leader akan membentuk sikapterhadap merek yang lebih menguntungkan dibandingkan pria ketika diekspose iklannon komparatif merek market leader. Perbedaan ketiga pasang kelompok eksperimentersebut secara statistik diterima secara signifikan pada taraf signifikansi 0,05 (One-Tail). Namun, hasil pengujian tersebut hanya sebagian mendukung H13, maka penulismengambil keputusan untuk tidak dapat menolak H0 dan menolak H13 pada tarafsignifikansi 0,05 (Two-Tail). Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tidak adapengaruh signifikan interaksi format iklan dan perbedaan Pria dan Wanita dalamstrategi pemrosesan informasi atas sikap terhadap merek (SM).Pada tahap minat/intensi pembelian (MB), iklan komparatif tidak langsungmerek market leader menghasilkan minat/intensi pembelian yang tidak jauh berbedadengan iklan non komparatif merek market leader. Hal ini dibuktikan dengan meanrank minat/intensi pembelian yang dibentuk iklan komparatif tidak langsung merekmarket leader sebesar 59,92 dan mean rank minat/intensi pembelian yang dibentukiklan non komparatif merek market leader sebesar 61,08. Secara statistik pun demikian,pada taraf signifikansi 0,05 (One-Tail) penulis memutuskan untuk menerima H9 (NilaiJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page12Sig. 0,845/2 = 0,4225 > 0,05). Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tidakada perbedaan yang signifikan minat/intensi pembelian yang dibentuk oleh iklankomparatif tidak langsung merek market leader dengan minat/intensi pembelian yangdibentuk oleh iklan non komparatif merek market leader.Jika dilihat dari perbedaan perbedaan Pria dan Wanita dalam strategipemrosesan informasi, secara deskriptif wanita menunjukkan minat/intensi pembelianyang lebih besar dibandingkan pria, terlepas dari jenis format iklan yang digunakan. Halini dibuktikan dengan mean rank minat/intensi pembelian wanita sebesar 66,25 dan inilebih besar dibandingkan dengan mean rank minat/intensi pembelian pria sebesar 54,75.Namun, secara statistik perbedaan ini tidak signifikan pada taraf signifikansi 0,05 (Two-Tail). Maka, penulis mengambil keputusan untuk tidak dapat menolak H0 dan menolakH10d (Nilai Sig. 0,054 > 0,05). Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwadiantara pria dan wanita, terlepas dari jenis iklan yang digunakan, akan membentukminat/intensi pembelian yang tidak berbeda secara signifikan.Terakhir, merujuk pada hasil perhitungan Uji Friedman Two-Way ANOVA ByRank, menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan interaksi format iklan danperbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi pada minat/intensipembelian (MB). Nilai Sig. 0,841 > 0,05 (Two-Tail). Dengan demikian, penulis tidakdapat menolak H0 dan menolak H14 pada taraf signifikansi sebesar 0,05. Maka dari itu,penulis menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan interaksi format iklan danperbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesan informasi pada minat/intensipembelian (MB).Hasil pengujian hipotesis perbandingan efektivitas format iklan komparatif tidaklangsung merek market leader dengan format iklan non komparatif merek marketleader, menunjukkan bahwa format iklan komparatif tidak langsung merek marketleader direspon secara kurang menguntungkan pada variabel Sikap terhadap Iklan (SI)dan Sikap terhadap Merek (SM), bila dibandingkan dengan format iklan non komparatifmerek market leader. Temuan ini mirip dengan temuan Wright, Levine, Murphy danAmundsen (Rogers dan Williams, 1989:24), di mana iklan komparatif lemahmembentuk formasi sikap terhadap merek yang positif. Disamping itu, Respon KognitifKhalayak terhadap Iklan (RK) dan Minat/Intensi Pembelian (MB) yang dihasilkan olehkedua format iklan juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Tidakadanya perbedaan yang signifikan atas Respon Khalayak terhadap Iklan (RK) yangdihasilkan kedua format iklan, adalah mendukung pernyataan bahwa perbandingansecara tidak langsung mampu mengurangi hambatan ketidaksetujuan pemakai merekyang diperbandingkan dan mengurangi pengaruh yang merugikan dari penggunaanformat iklan komparatif. Sedangkan temuan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikanatas Minat/Intensi Pembelian (MB) yang dihasilkan kedua format iklan, mirip dengantemuan sebelumnya oleh Belch, Golden dan Swinyard (Rogers dan Williams, 1989:24)dan Manzur et al., (2012:288).Bila dilihat dari perbedaan Pria dan Wanita dalam strategi pemrosesaninformasi, baik terlepas dari format iklan yang digunakan, maupun interaksinya denganformat iklan, menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Namun, temuan menarik padapenelitian ini menunjukkan bahwa Pria memberikan respon Sikap terhadap Merek (SM)yang lebih menguntungkan ketika diekspose format iklan komparatif tidak langsungbila dibandingkan ketika diekspose format iklan non komparatif. Sedangkan Wanita,bila dibandingkan dengan Pria, justru memberikan respon Sikap terhadap Merek (SM)yang lebih menguntungkan ketika diekspose format iklan non komparatif.REKOMENDASIBerikut ini adalah sejumlah rekomendasi yang diberikan atas penggunaan format iklankomparatif dan format iklan non komparatif oleh pemasar merek market leader,Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page13sehingga dapat diperoleh efektivitas yang maksimal sesuai dengan tujuan yang telahditetapkan oleh pemasar, yaitu :1. Iklan komparatif tidak langsung bermanfaat ketika merek market leader melakukaninovasi terhadap produknya, dan menggunakan iklan komparatif tidak langsunguntuk merangsang percobaan pembelian.2. Pemasar merek market leader dianjurkan untuk menggunakan iklan nonkomparatif, bila budget untuk beriklan jauh lebih besar dibandingkan alatkomunikasi pemasaran lainnya.3. Pemasar merek market leader dianjurkan untuk menggunakan iklan non komparatifjika bertujuan untuk membuat diferensiasi merek. Format iklan non komparatifakan lebih efektif ketika disertai insentif kepada audiens untuk mempelajari fiturfiturproduk secara rinci, dengan cara meningkatkan relevansi produk denganaudiensnya.4. Iklan komparatif tidak langsung bermanfaat untuk menyasar segmen pasar Pria daniklan non komparatif bermanfaat untuk menyasar segmen pasar Wanita. Dengandemikian, bila pemasar lebih berfokus pada salah satu segmen pasar tertentu, makaiklan komparatif tidak langsung memberikan manfaat lebih menguntungkan padaPria, dan iklan non komparatif memberikan manfaat yang lebih menguntungkanpada Wanita.KETERBATASAN PENELITIAN1. Validitas eksternal dari penelitian eksperimen lapangan yang dijalankan olehpenulis adalah lemah. Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak bisa digunakanuntuk generalisasi fenomena-fenomena serupa. Namun, validitas eksternalpenelitian ini akan dipenuhi ketika dilakukan replikasi terhadap penelitianeksperimen ini oleh penelitian-penelitian mendatang, baik dengan mereplikasisecara keseluruhan atau mereplikasi sebagian dari penelitian eksperimen lapanganyang dijalankan oleh penulis ini.2. Konsekuensi atas penggunaan Metode Partial Least Square (PLS) adalah penelitimenurunkan tujuannya dari pengujian teori menjadi memprediksi hubungan linierantar variabel dengan segala keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Namunmeskipun demikian, model persamaan struktural yang diajukan dalam penelitian inidapat digunakan untuk pengembangan teori, karena memiliki nilai relevansiprediktif yang baik, yaitu Q2 = 9184 (Model SEM-PLS Format Iklan KomparatifTidak Langsung Merek Market Leader), dan Q2 = 0,7446 (Model SEM-PLSFormat Iklan Non Komparatif Merek Market Leader).REFERENSIAmerican Psychological Association.(2011). Definitions of Terms: Sex, Gender, GenderIdentity, Sexual Orientation. Dalamhttp://www.apa.org/pi/lgbt/resources/sexuality-definitions.pdf/. Diunduh padatanggal 10 Juli 2013 pukul 16.04 WIBAnonim. (2012). Interview with Mr. Bambang Soendoro of Enesis Group. Dalamhttp://www.gbgindonesia.com/en/manufacturing/directory/enesis_group/interview.php/. Diunduh pada tanggal 8 Juni 2013 pukul 10.53 WIBAnonim. (2013). Products: Adem Sari. Dalamhttp://www.enesis.com/product/detail/en/13/. Diunduh pada tanggal 2 Juli 2013pukul 12.07 WIB.Aruman, Akhmad Edi. (2011). Ini Dia Karakter Perempuan Konsumen Indonesia.Women Insight Centre (WIC). Dalam http://edhyaruman.blogspot.com/2011/10/ini-dia-karakter-perempuan-konsumen.html.Diunduh pada tanggal 27 September 2013 pukul 19.04 WIB.Jurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page14Azwar, Saiffudin. (2011). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :Pustaka PelajarBelch, George E. dan Michael A. Belch. (2009). Advertising and Promotions : AnIntegrated Marketing Communications Perspectives. 8th Editions. New York,USA : McGraw-Hill CompaniesCangara, Hafied. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : RajaGrafindo PersadaChang, Chingching. (2007). The Relative Effectiveness of Comparative andNoncomparative Advertising: Evidence for Gender Differences in Information-Processing Strategies. Journal of Advertising, Vol. 36 No. 1 (Spring): 21-35Chow, Cheris W. C., dan Chung-Leuk Luk. (2006). Effect of Comparative Advertisingin High and Low-Cognitive Elaboration Conditions. Journal of Advertising, Vol.35 No. 2 (Summer): 55-57Dewan Periklanan Indonesia. (2007). Etika Pariwara Indonesia. Jakarta : DewanPeriklanan IndonesiaDPI-PPPI Pusat. (2013). Kasus / Pelanggaran. Dalam http://www.p3ipusat.com/rambu-rambu/kasus. Diunduh pada tanggal 8 Juni 2013 pukul 12.35WIB.Durianto, Darmadi., dan C. Liana. (2004). Analisis Efetifitas Iklan Televisi SoftenerSoft & Fresh di Jakarta dan Sekitarnya dengan Mengunakan Consumer DecisionModel. Jurnal Ekonomi Perusahaan, Vol. 11 (1): 35-55Engel, James F., Roger D. Blackwell., dan Paul W. Miniard. (1995). PerilakuKonsumen. Jilid 2. Jakarta : Binarupa AksaraFill, Chris. (2009). Marketing Communication: Interactivity, Communities, andContent. 5th Edition. England : Prentice-Hall, Pearson EducationGhozali, Imam. (2006). Statistik Non-Parametrik: Teori & Aplikasi dengan ProgramSPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas DiponegoroGhozali, Imam. (2008). Desain Penelitian Eksperimental: Teori, Konsep dan AnalisisData dengan SPSS 16.0. Semarang : Badan Penerbit Universitas DiponegoroGhozali, Imam. (2011). Structural Equation Modelling: Metode Alternatif denganPartial Least Square (PLS). Semarang : Badan Penerbit Universitas DiponegoroHasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.Jakarta : Ghalia IndonesiaHoyer, Wayne D., dan Deborah J. MacInnis. (2008). Consumer Behavior. 5th Edition.Mason, OH USA: South-Western Cengage LearningFerdinand, Augusty. (2002). Metode Penelitian Manajemen. Semarang : BadanPenerbit Universitas DiponegoroFirst Postion Monitoring. (2012). B4-Adem Sari-2Pria&Org2-Warung-Tengok(30).mpg. Dalam http://www.youtube.com/watch?v=w_oq4YMOb24/. Diunduhpada tanggal 30 Mei 2013 pukul 11.45 WIB.Isnawijayani. (2011). Metode Eksperimen dalam Penelitian Ilmu Komunikasi. JurnalDinamika, Vol. 4, No. 7 (Juni): 1-8Jogiyanto HM., (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling BerbasisVarian Dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta : UPP STIM YKPNKerlinger, Fred N. (1990). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity PressKotler, Philip., Kevin Lane Keller., Swee Hoon Ang., Siew Meng Leong., dan ChinTiong Tan. (2009). Marketing Management: An Asian Perspectives. 5thEditions. Singapore : Prentice-Hall, Pearson Education South AsiaKotler, Philip., dan Kevin Lane Keller. (2011). Marketing Management. 14th Edition.Upple Saddle River, New Jersey USA: Prentice-Hall, Pearson EducationJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page15Manzur, Enrique., Rodrigo Uribe., Pedro Hidalgo., Sergio Olavarieta dan Pablo Farias.(2012). Comparative Advertising Effectiveness in Latin America: Eveidencefrom Chile. International Marketing Review, Vol. 29 No. 3: 227-298Marliani, Rosleny. (2013). Psikologi Eksperimen. Bandung : Pustaka SetiaMindra Jaya, I Gede Nyoman., dan I Made Sumertajaya. (2008). Pemodelan PersamaanStruktural Dengan Partial Least Square. Proceeding. Seminar NasionalMatematika dan Pendidikan Matematika, Hal. 118-132Mustafa, Zaenal EQ. (2009). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Edisi Pertama.Yogyakarta : Graha IlmuNisfiannoor, Muhammad. (2009). Pendekatan Statistik Modern Untuk Ilmu Sosial.Jakarta : Salemba HumanikaPalupi, Dyah Hasto., dan Teguh Sri Pambudi. (2006). Advertising That Sells Dwi Sapta:Strategi Sukses Membawa Merek Anda Menjadi Pemimpin Pasar. Jakarta :Gramedia Pustaka UtamaPierro, Antonio., Mauro Giacomantonio., Gennaro Pica., Lucia Mannetti., Ariw W.Kruglanski., dan Tory Higgins. (2012). When Comparative Ads are MoreEffective: Fit with Audience’s Regulatory Mode. Journal of EconomicPsychology, page 1-14Pillai, Kishore Gopalakrishna., dan Ronald E. Goldsmith. (2008). How Brand AttributeTypicality and Consumer Commitment Moderate the Influence of ComparativeAdvertising. Journal of Business Research, Vol. 61: 933-941Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif :Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajagrafindo PersadaRakhmat, Jalaluddin. (2007). Metode Peneltian Komunikasi: Dilengkapi ContohAnalisis Statistik. Bandung : Remaja RosdakaryaRogers, John C. dan Terrell G. Williams. (1989) Comparative AdvertisingEffectiveness: Practitioner’s Perceptions Versus Academic Research Findings.Journal of Advertising Research (October-November): 22-36Sarwono, Jonathan. (2012). Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif: MenggunakanProsedur SPSS. Jakarta : Elex Media KomputindoSeniati, Liche., Aries Yulianto., dan Bernadette N. Setiadi. (2008). PsikologiEksperimen. Jakarta : IndeksSetiyaningrum, Ari. (2008). Menilai Efektivitas Iklan Komparatif. Jurnal MajalahUsahawan, No. 05 TH XXXVII: 16-26Severin, Werner J., dan James W. Tankard, Jr. (2009). Teori Komunikasi: Sejarah,Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Edisi ke-5. Jakarta : KencanaPrenada MediaSmith, Robert E., Jiemiao Chen., dan Xiaojing Yang. (2008). The Impact of AdvertisingCreativity on The Hierarchy of Effects. Journal of Advertising, Vol. 37, 4(Winter): 47-61Soscia, Isabella., Simona Girolamo., dan Bruno Busacca. (2010). The Effect ofComparative Advertising on Consumer Perceptions: Similarity orDifferentiation?. Journal of Business Psychology, Vol. 25: 109-118Sukamto, Imam. (2013). Acara TV Ini Paling Digemari Penonton Indonesia .(2013).Dalam http://www.tempo.co/read/news/2013/03/06/090465467/Acara-TV-Ini-Paling-Digemari-Penonton-Indonesia. Diunduh pada tanggal 01 Mei 2013 Pkl.13.17 WIB.Sumarwan, Ujang., Ahmad Jauzi., Asep Mulyana., Bagio Nugroho Karno., PontiKurniawan Mawardi., dan Wahyu Nugroho. (2011). Riset Pemasaran danKonsumen, Seri : 1. Bogor: IPB PressJurnal Interaksi (Edisi Oktober, 2013)Page16Suprapto, Hadi dan Arie Dwi Budiawati. (2013). 2012, Belanja Iklan Media Rp 87Triliun. Dalam http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/395530-2012--belanjaiklan-media-rp87-triliun. Diunduh pada tanggal 8 Juni 2013 pukul 20.48 WIBThompson, Debora Viana., dan Rebecca W. Hamilton. (2006). The Effect ofInformation Processing Mode on Consumer’s Response to ComparativeAdvertising. Journal of Consumer Research, Vol. 32:530-540Tjiptono, Fandy. (2002). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit AndiVeriveli. (2012). Iklan Adem Sari – Laboratorium. Dalamhttp://www.youtube.com/watch?v=6K1mZRxMYlg. Diunduh pada tanggal 2Juli 2013 pukul 11.15 WIBWhite Nye, Carolyn., Martin S. Roth., dan Terence A. Shimp. (2008). ComparativeAdvertising in Markets Where Brands and Comparative Advertising are Novel.Journal of International Business Studies, Vol. 39: 851-863Widyatama, Rendra. (2011). Teknik Menulis Naskah Iklan: Agar Tepat Sasaran.Yogyakarta: Cakrawala

Page 1 of 4 | Total Record : 39