This Author published in this journals
All Journal Interaksi Online
Hedi Pudjo Santosa
Unknown Affiliation

Published : 71 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Produksi Program Acara Berita Feature “Harmoni Islam” di Cakra Semarang TV sebagai Produser Muhammad Imaduddin; M Bayu Widagdo; I Nyoman Winata; Hedi Pudjo Santosa; Lintang Ratri Rahmiaji
Interaksi Online Vol 2, No 4: Oktober 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.212 KB)

Abstract

Televisi memiliki peran penting bagi sarana edukasi dan hiburan bagi masyarakat. Persaingan antar televisi saat pada bulan Ramadhan terbilang cukup ketat. Stasiun televisi menjadikan momentum Ramadhan dengan membuat berbagai macam program dengan balutan Islami namun minim makna.Harmoni Islam sebagai sebuah program news feature hadir sebagai alternatif tayangan pada bulan Ramadhan. Harmoni Islam mengangkat topik-topik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, dibahas dengan bahasa yang ringan namun tidak meninggalkan esensi.Pada program Harmoni Islam. produser bertugas untuk merencanakan topik apa yang akan diangkat, membuat rencana kerja, membuat anggaran produksi, membuat perijinan, hingga membuat agenda wawancara kepada narasumber. Setelah melalui tahapan praproduksi, proses produksi, pascaproduksi, karya ditayangkan di Cakra Semarang TV setiap hari selama Bulan Ramadhan mulai dari tanggal 28 Juni 2014sampai 27 Juli 2014 pukul 17.00 WIB. Melalui karya ini diharapkan masyarakat mendapatkan tayangan yang mendidik mengedukasi dan menambah informasi khalayak mengenai serba-serba Islam sehingga meningkatkan ibadah di Bulan Ramadhan dan menambah wawasanKata kunci : News Feature, jurnalistik, program acara, Islam
PROSES STRATEGI BRANDING YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MAGELANG MELALUI PESAN KOTA SEJUTA BUNGA Kartika Ayu Pujamurti; Agus Naryoso; M Bayu Widagdo; Hedi Pudjo Santosa
Interaksi Online Vol 3, No 4: Oktober 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.707 KB)

Abstract

Sebuah kota dituntut terlibat dalam kegiatan pemasaran dan branding untukmeningkatkan citra kota. Sehingga diharapkan mampu memposisikan dan menjadiimage kota. Menyambut hal ini beberapa Kepala Daerah mulai menawarkan potensidaerah termasuk Pemerintah Kota Magelang.Pemerintah Kota Magelang membranding Magelang dengan “Kota SejutaBunga”. Untuk menyampaikan pesan Kota Sejuta Bunga maka Pemerintah KotaMagelang melakukan pembangunan fisik Kota Magelang termasuk melakukanpenataan taman kota.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahuistrategi branding dan mengevaluasi proses strategi branding yang dilakukanPemerintah Kota Magelang melalui pesan Kota Sejuta Bunga. Fase-fase destinationbranding menjadi dasar dalam evaluasi branding Kota Magelang. Oleh karena itu,penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus.Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses branding yang dilakukan olehKota Magelang sudah sesuai dengan konsep branding. Hal ini dapat dilihat melaluihal-hal yang telah dilakukan Kota Magelang untuk mewujudkan Kota Sejuta Bunga.
Fenomena Selfie Kalangan Remaja Perempuan di Instagram Puji Purwati; Hedi Pudjo Santosa; Lintang Ratri Rahmiaji; Primada Qurrota Ayun
Interaksi Online Vol 4, No 1: Januari 2016
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.953 KB)

Abstract

Fenomena selfie merupakan fenomena yang lahir dari perkembangan teknologi yang semakin pesat. Selfie adalah seni foto diri yang biasanya dilakukan sendirian atau bersama orang lain dengan menggunakan kamera yang ada pada handphone dan gadget canggih lainnya, kemudian diupload ke situs – situs jejaring sosial. studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memberikan penjelasan tentang pengalaman remaja perempuan dalam aktivitas selfie di Instagram serta untuk mengetahui konsep diri mengenai penampilan fisik yang terbentuk dalam diri masing – masing remaja perempuan, karena penelitian ini juga melibatkan isu – isu kecantikan perempuan dengan konsep cantik putih, tinggi, dan langsing yang selama ini media massa ciptakan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interaksi Simbolik karya dari George Herbert Mead dan Herbert Blumer dengan didukung oleh Teori Media Baru dan Teori Mitos Kecantikan Perempuan karya Naomi Wolf.Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan berlomba – lomba untuk terlihat cantik melalui sebuah foto selfie yang mereka upload di media sosial Instagram, dan mereka juga memiliki pose – pose selfie favorit yang sering digunakan saat selfie, yang mana pose – pose tersebut adalah pose – pose selfie yang dipercaya mampu mendongkrak kecantikan fisik yang mereka miliki. Remaja perempuan pelaku selfie memiliki alasan yang beragam mengapa mereka menyukai selfie, tetapi alasan dan motivasi yang paling krusial adalah karena mereka ingin menunjukkan penampilan fisik yang dimilikinya. Selfie menjadi kebutuhan dalam diri remaja perempuan, sehingga mereka cenderung menghiraukan penilaian orang lain terhadap foto selfie yang dihasilkan, dalam arti penilaian orang lain akan foto selfie-nya tidak memberikan pengaruh yang besar bagi remaja perempuan dalam menilai dirinya sendiri, karena remaja perempuan menilai diri mereka berdasarkan dengan pemahaman mereka atas diri mereka sendiri bukan hanya karena penilaian dari orang lain.Adapun hal menarik yang membuktikan bahwa remaja perempuan yang tidak dinilai cantik secara sosial, justru mereka lebih percaya diri mengenai kecantikan atau penampilan fisik mereka, sehingga konsep diri mereka cenderung positif. Dari fenomena selfie, konsep diri positif dapat terlihat pada aktivitas mereka saat sebelum upload selfie, yaitu mereka tidak memanipulasi foto selfie-nya secara berlebihan, karena mereka dapat menerima diri apa adanya, sedangkan untuk remaja perempuan yang sering dinilai cantik secara sosial, justru dia memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah, dan konsep diri yang negatif. Dari fenomena selfie, konsep diri negatif pada diri remaja perempuan ditunjukkan dari aktivitasnya dalam melakukan selfie, yang mana dia selalu berusaha untuk memanipulasi foto selfie-nya secara berlebihan dengan cara merubah bentuk – bentuk wajah dan tubuhnya pada foto selfie-nya tersebut.
Pembuatan Program Talkshow Wedangan di Radio IBC FM ( Produser ) Dilla Maulida; Indra Prasetya; Primada Qurrota Ayun; Hedi Pudjo Santosa
Interaksi Online Vol 3, No 4: Oktober 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.215 KB)

Abstract

Memasuki era baru, dimana persaingan media semakin ketat. Banyak media baru yang bermunculan sebagai sarana informasi dan hiburan. Radio adalah salah satu media lama yang hingga kini masih memiliki eksistensi dalam memberikan informasi dan hiburan dengan terus berinovasi dalam program-program yang dimilikinya.Menyadari belum adanya program talkshow radio pada radio-radio di Semarang yang bersegmentasi anak muda, maka dibuatlah program talkshow radio Wedangan. Program talkshow radio yang inspiratif tapi menghibur. Bekerjasama dengan radio IBC FM Semarang, selama satu bulan program ini berjalan dengan tema-tema dan mendatangkan satu narasumber yang berbeda setiap kali siarnya. Sarana promosi yang digunakan dalam program ini adalah twitter, facebook, instagram, path, dan line.Tugas yang dilaksanakan selama pelaksanaan program ini adalah sebagai produser. Sebagai produser hal yang dilakukan membuat konsep pra dan hari H program, mencari bahan materi siaran, mengatur dan mengawasi saat program berjalan. Produser juga memberikan evaluasi setelah program selesai agar program selanjutnya dapat berjalan lebih baik.Meskipun begitu ada pula beberapa hambatan yang dialami seperti mengalami kesalahpahaman dengan narasumber, kekurangan bahan materi siaran, kesulitan dalam mencari narasumber. Namun, secara keseluruhan hambatan tersebut bisa diatasi.Selanjutnya, dari hasil data kuesioner yang diperoleh bahwa pendengar radio IBC FM meningkat 50% dari target yang ditentukan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui program Wedangan dapat menaikkan jumlah pendengar radio IBC FM. Konsep dapat berjalan sesuai dengan rencana. Program Wedangan mampu mencapai target sasaran pendengar yaitu anak muda. Meskipun begitu masih terdapat beberapa kekurangan dalam program Wedangan, seperti kurang matangnya persiapan serta publikasi. Hal tersebut perlu diperbaiki agar program Wedangan di episode selanjutnya dapat lebih baik.
Public Speaking Ability Analysis of Traffic Police Officer In Socialization Traffic Rule in resort Ungaran , Kabupaten Semarang Phopy Harjanti Bulandari; Hedi Pudjo Santosa; Much Yulianto; Agus Naryoso
Interaksi Online Vol 3, No 2: April 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.341 KB)

Abstract

This study was conducted to see how the ability Police Officer in Public Speaking for socialization orderly traffic in Kab.Semarang districtThe purpose of this study was to determine the forms of public speaking activities undertaken within the framework of the Indonesian National Police Traffic orderly dissemination and to evaluate the ability of the Public Speaking Police Officer in the socialization of traffic rules in Police in Ungaran. Kab. Semarang 2014 .The results showed that the police officers while providing socialization begins with wearing uniform look neat and fresh and fresh face. Mastery of traffic police officers in socialization orderly traffic in the jurisdiction of police station Ungaran . The use of verbal language using words that are easily understood , a series of sentences neatly arranged, delivery of messages using long sentences and material power point of interest . Confidence traffic police officer noticed aspect of " pause " and this is a good effort made by the traffic police officer in the socialization orderly traffic in the jurisdiction of police station Ungaran . Interaction and communication officers are able to blend , capable of interacting , able to provide feedback and conduct a question and answer with the audience .
Pemaknaan Fans Terhadap Humor Pelecehan Perempuan Dalam Lirik Lagu Band Serempet Gudal Citra Luckyta Lentera Gulita; Hapsari Dwiningtyas; Triyono Lukmantoro; Hedi Pudjo Santosa
Interaksi Online Vol 2, No 3: Agustus 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.392 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai band indie yang masih belum mampu ke luar dari pembicaraan mainstream mengenai perempuan. Serempet Gudal yang menjadi band indie Semarang menawarkan hiburan berupa lirik lagu yang mengarah pada pelecehan perempuan. Pesan-pesan mengenai pelecehan perempuan ini seharusnya dapat menyinggung, tapi ternaturalisasi dengan adanya humor. Seperti lirik lagu humor nyeleneh yang berjudul “Kimcil”, “Zeng”, dan “Selaput Dara”. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat naturalisasi pemaknaan yang terjadi mengenai lirik-lirik lagu Serempet Gudal. Proses pemaknaan ini mencakup isi teks untuk melihat makna dominan melalui preferred reading menggunakan analisis semiotika, interpretasi untuk melihat kategori pemaknaan khalayak dalam respon dominan, negosiasi, atau oposisi, dan tindakan sosial untuk melihat kegiatan komunikasi antara Serempet Gudal dengan fans melalui observasi.            Hasil penelitian dari indepht interview menunjukkan fans yang berada di posisi dominan menyetujui pesan yang ditawarkan dalam lirik lagu tersebut karena sesuai dengan gambaran perempuan yang ideal dan kondisi sosial perempuan seperti apa yang mereka pikirkan. Lalu yang berada di posisi negosiasi setuju dengan gambaran itu namun dia memiliki aturan khusus yaitu karena perempuan itu masih belum dewasa, jadi pantas saja jika dia belum memiliki tubuh yang ideal. Sedangkan yang berada di posisi oposisi tidak setuju karena lirik itu terlalu merendahkan perempuan dan seharusnya laki-laki dapat menjaga perasaan perempuan dengan menasihatinya baik-baik. Hasil penelitian observasi menggambarkan bagaimana humor pelecehan perempuan dapat diterima di komunitas fans akibat hegemoni komunitas itu yang membuatnya semakin tersamar. Bentuk pelecehan perempuan ini masuk dalam teori humor superior karena lebih mengarah pada komentar-komentar tidak senonoh dan cenderung merendahkan. Suatu perasaan superior dengan menganut ideologi patriarki disetiap ejekan-ejekannya, membuatnya menjadi faktor pelecehan perempuan ini menjadi natural di kalangan fans.Kata kunci       : humor, pelecehan, fans, naturalisasi
Evaluasi Brand Ambassador dan Community Based Tourism Wisata Temanggung sebagai Amazing of Central Java Bagas Satria Pamungkas; Joyo NS Gono; Hedi Pudjo Santosa; Agus Naryoso
Interaksi Online Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.297 KB)

Abstract

Sektor pariwisata adalah faktor penunjang sumber pendapatan negara atau pun daerah. Setiap daerah berlomba – lomba membenahi kegiatan branding, promosi dan mengatur strategi dengan penggunaan beberapa konsep pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Kabupaten Temanggung sudah melakukan semua hal tersebut akan tetapi jumlah kunjungan wisatawannya semakin menurun tiap tahunnya. Dapat dikatakan penelitian ini menggunakan pendekatan mix methods karena menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Penggabungan data menggunakan Sequential Exploratory Designs Strategic. Penelitian yang mendeskripsikan data secara kualitatif dan juga data kuantitaif akan tetapi data kuantitatif hanya mendukung data kualitatif. Bobot utama penelitian ini adalah pada data kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan mengetahui proses evaluasi Brand Ambassador dan Community Based Tourism Wisata Temanggung sebagai Amazing of Central Java. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan minat masyarakat tentang wisata Temanggung. Dasar pemikiran yang digunakan adalah teori Integrated Marketing Communications dan teori Hierarchy of Effects. Penelitian kualititatif dilakukan dengan indepth interview dan penelitian kuantitatif dengan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif. Hasil penelitian mengatakan bahwa penggunaan teori sudah tepat digunakan Dinas Pariwisata dan Duta Wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, karena minat masyarakat berwisata masih rendah. Seluruh kegiatan promosi, kegiatan branding, penggunaan Duta Wisata, Penerapan konsep Community Based Tourism, Strategi komunikasi dari Dinas Pariwisata belum dapat membantu meningkatkan kunjungan wisata. Belum dapat merubah Temanggung menjadi daerah tujuan wisata (DTW) sesuai dengan tagline Amazing of Central Java. Berdasarkan hasil penelitian perlunya Dinas Pariwisata lebih dapat membangun strategi untuk meningkatkan minat, sikap dan pengetahuan masyarakat mengenai wisata Temanggung. Memaksimalkan seluruh kegiatan branding, promosi dan penerapan konsep Community Based Tourism untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata di Temanggung.
REPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM SOEGIJA 100% INDONESIA Theresa Christya A; Hedi Pudjo Santosa; Nurul Hasfi
Interaksi Online Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.601 KB)

Abstract

NATIONALISM REPRESENTATION OF SOEGIJA 100% INDONESIA MOVIEAbstractRepresentation is the act of bringing back or represent the process as well as productfrom the meaning of a sign, whether in the form of person, event or object. Representation inthe movie was built by human, as social actor who define meaning. It has similarity withstory of the movie. Story of the movie is the construction of the author and the audience whoproduce that meaning.In the Soegija 100% Indonesia movie, nationalism was illustrated by the strugle of itsmain character Soegija, the first Catholic prelate in Indonesia. He fights for independency ofIndonesia through diplomacy with Western countries. He has compassion to social life,prosperity, and sanity of people around him.The purpose of this research is exposing nationalism’s form in Soegija 100%Indonesia movie. It uses Representation theory from Stuart Hall. Researcher analyzesmeaning that emerge by John Fiske’s semiotics analysis, that put social codes in three levels,reality, representation and ideological level.The result shows that natioalism of Soegija was manifest in the form ofcompassionate capitalism, religious nationalism, filia and agape love. Compassionatecapitalism was showed by Soegija’s attitude. Although he is a religion leader, he can controlhis human desire with a logicality that nation’s importance have to be considered as the mostimportant. Reigious nationalism of Soegija was showed in his struggling through religion forindepency of Indonesia. Filia and agape love which showed by Soegija emerge as his feelingthat he and others are in the same boat, struggle for independency of their country.Key words : representation, movie, nationalism, semioticsREPRESENTASI NASIONALISME DALAM FILM SOEGIJA 100% INDONESIAAbstraksiRepesentasi merupakan tindakan menghadirkan kembali atau merepresentasikanproses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda, baik berupa orang, peristiwa ataupunobjek. Representasi dalam film dibangun oleh manusia sebagai aktor sosial yang membangunmakna, begitu pula dengan cerita di dalam film merupakan konstruksi pembuatnya danpenonton yang memproduksi makna tersebut.Nasionalisme dalam film layar lebar banyak diangkat oleh para sineas dengan lebihkreatif dan dikemas berbeda dengan film-film tema nasionalisme yang dibuat setelah masamasakemerdekaan. Pada film Soegija 100% Indonesia, nasionalisme digambarkan denganperjuangan tokoh utamanya Soegija seorang Uskup Katholik pertama di Indonesia. Diamemperjuangkan kemerdekaan bukan dengan mengangkat senjata maupun hal-hal berbaukekerasan, tetapi melalui jalan diplomasi dengan negara-negara Barat untuk membantuproses kemerdekaan Indonesia. Rasa kemanusiaannya sangat besar terhadap kehidupansosial, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat sekitarnya selama masa penjajahan tanpamempedulikan latarbelakang dari orang yang dibantunya .Penelitian ini bertujuan untuk untuk membongkar bentuk-bentuk nasionalisme yangterdapat dalam film Soegija 100% Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori Representasiyang dikemukakan oleh Stuart Hall. Peneliti menganalisis makna yang muncul melaluianalisis semiotika John Fiske yang memasukkan kode-kode sosial ke dalam tiga level yaknirealitas, representasi dan level ideologi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasionalisme tokoh Soegija diwujudkan dalambentuk compassionate capitalism, nasionalisme religius, dan termasuk dalam cinta filia sertaagape. Compassionate capitalism (kapitalisme berwajah lemah lembut) ditampilkan padasikap Soegija dimana dia ditempatkan sebagai pemimpin suatu agama, tetapi dia mampumengontrol hasrat manusiawinya dengan penalaran bahwa kepentingan bangsa harusdiutamakan. Nasionalisme religius Soegija ditampilkan dalam bentuk perjuangannya melaluijalur agama untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Cinta filia dan agape yangditampilkan Soegija muncul sebagai wujud rasa senasib sepenanggungannya sebagai pribumiyang membuat dirinya berjuang untuk kemerdekaan negaranya.Key words : representasi, film, nasionalisme, semiotikaBAB IPENDAHULUANLatar BelakangMunculnya film Soegija 100% Indonesia yang mengusung tema nasionalisme melaluijalan perjuangan yang berbeda yaitu perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia lewat jaluragama. Hal ini membuat masyarakat Indonesia menganggap bahwa kemunculan film tersebutmerupakan bentuk Kristenisasi padahal di dalam film ini tidak menampilkan ajaran ataudoktrin-doktrin agama terkait. Jika menilik ke belakang, film-film di Indonesia banyakmenuai kontroversi terutama film yang mengusung tema keagamaan. Film ini sendiriditekankan oleh pembuatnya bukan sebagai film agama melainkan film yang menampilkansisi-sisi nasionalisme seorang Uskup (pemimpin agama Katholik) pada jaman penjajahanJepang dan Belanda menuju kemerdekaan Indonesia.Perumusan MasalahBagaimana representasi nasionalisme ditampilkan dalam Film Soegija 100%Indonesia?Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untukmembongkar Representasi Nasionalisme dalam Film Soegija 100% IndonesiaSignifikasi TeoritisPenelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah kajian komunikasi masaterutama dalam konteks film. Lebih khusus lagi penelitian menggunakan semiotika inidiharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai ideologi apa yang terjadi dalam proseskreatif sebuah film.Signifikasi PraktisSecara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat luasbahwa film ini tidak menyiarkan keagamaan melainkan penghargaan terhadapmultikulturalisme serta rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.Kerangka Pemikiran TeoritisParadigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Kajianpokok dalam paradigma konstruktivis menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan dimasyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakanperorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif.a. Media MassaMedia merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan untukmenampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat baik yang bertaraf nasionalmaupun internasional. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagiindividu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi juga bagimasyarakat dan kelompok secara kolektif, media juga turut menyuguhkan nilai-nilaidan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (McQuail,2005:8).Menurut Melvin DeFleur dalam Deddy Mulyana (2008:129-131) mengatakanbahwa pada dasarnya media massa (termasuk film) lewat sajiannya yang selektif dantekanannya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayaknyabahwa norma-norma budaya bersama mengenai topik-topik yang ditonjolkandidefinisikan dengan suatu cara tertentu artinya media massa termasuk film berkuasamendefinisikan norma-norma budaya untuk khalayaknyab. FilmFilm merupakan salah satu media komunikasi karena film memiliki pesantertentu yang disampaikan baik tersirat atau pun tersurat di dalamnya. Dalam duniaseni, film merupakan media yang paling efektif dalam proses pembelajaranmasyarakat.Oey Hong Lee dalam Sobur (2003: 126) mengemukakan bahwa film sebagaialat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massapertumbuhannya pada akhir abad ke-19 dengan perkataan lain pada waktu unsurunsuryang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibuat lenyapFilm tidak menangkap kenyataan realitas apa adanya, tetapi manusia sebagai aktorsosial yang membangun makna. Cerita di dalam film adalah konstruksi pembuatnya(yang memilih realitas-realitas tertentu untuk dimasukkan ke dalam karyanya), danpenonton pun memproduksi makna.Menurut Seno Gumira Adijarma dalam Buku Membaca Film Garin, diamenjelaskan bahwa film adalah reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya. Ketikafilm ditemukan orang berbondong-bondong memasuki ruang gelap hanya untukmelihat bagaimana kenyataan ditampilkan kembali sama persisnya seperti jika terlihatdengan matanya sendiri. Dengan kata lain, sinematografi memang menjadi ekstensifotografi.c. Representasi dalam FilmRepresentasi sendiri adalah tindakan menghadirkan kembali ataumerepresentasikan proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda, baik berupaorang, peristiwa atau pun objek. Representasi ini belum tentu bersifat nyata, tetapidapat juga menunjukkan dunia khayalan, fantasi, dan ide-ide abstrak (Hall, 1997: 28).Stuart Hall (1997: 24) melalui teori representasinya mengambil dimensipraktek-praktek pemaknaan yang diproduksi dalam pikiran pikiran melalui bahasa.Tiga teori pada representasi: reflective, intentional, constructive approaches.Dalam pendekatan reflektiv, makna ditujukan untuk menglabuhi objek yangdimaksudkan, abik itu orang, ide atau pun suatu kejadian di dunia yang nyata danfungsi bahasa sebagai cermin untuk merefleksikan maksud sebenarnya sepertikeadaan yang sebenarnya di dunia. Sedangkan pendekatan intensional merupakanpendekatan yang berkaitan erat dengan pembicara atau penulis yang menekankanpada diri sendiri mengenai pemaknaan yang unik di dunia ini melalui bahasa. Katakatayang dihasilkan memiliki makna sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis(Hall, 1997: 24-25).d. Tanda dan Makna dalam SemiotikaDalam semiotika, penerima atau pembaca dipandang memainkan peran yanglebih aktif. Istilah “pembaca” untuk “penerima” dipilih karena hal tersebut secara taklangsung menunjukkan deajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembaca merupakansesuatu yang dipelajari untuk melakukannya, karena itu pembacaan tersebutditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakanmakna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut(Fiske, 2007: 61).Ideologi dipegang sebagai ide-ide, makna-makna dan praktek ketika merekamengakui sebagai kebenaran universal, ideologiadalah peta dari makna yangmendorong kekuatan dari kelas sosial tertentu. Disini, ideologi tidak terpisah dariaktivitas praktek dari kehidupan namun menyediakan bagi masyarakat mengenai tatacara berperilaku dan kebiasaan moral pada kehidupan sehari-hari (Burton, 2005:62-63).Metode PenelitianTipe PenelitianPenelitian tentang representasi nasionalisme dalam film Soegija 100% Indonesiamenggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan menggunakan analisis semiotika untukmenganalisis obyek yang diteliti. Penelitian ini mengacu pada semiotika televisi John Fiske.Semiotika televisi John Fiske memasukkan kode-kode sosial ke dalam tiga level yaitu levelrealitas (reality), representasi (representasi) dan level ideologi (ideology) (Fiske, 1987:5).Pada level reality kode-kode sosialnya antara lain adalah appearance (penampilan),dress (kostum/pakaian), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior (tingkahlaku), speech (gaya bicara), gesture (bahasa), expression (ekspresi), sound (suara)dan lainlain(Fiske, 1987: 4).Hal-hal dalam level reality telah diencode secara elektronik oleh kode-kode teknis(technical code), sedangkan dalam level ke-2, yaitu level representation di dalamnya terdapatbeberapa aspek, seperti camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (pengeditan), music(musik), dan sound (suara) dan aspek-aspek lain dalam level representation adalahpenarasian, konflik, dialog, karakter dan pemeranan (Fiske, 2001: 5).Analisis paradigmatik kode-kode ideologis konsep nasionalisme dalam film Soegija 100%Indonesia meliputi :a. Prinsip-Prinsip Nasionalisme dalam Film Soegija 100% IndonesiaTerdapat begitu banyak jenis cinta karena ada demikian banyak cara yang kitatempuh untuk mencerminkan dan menginterpretasikan berbagai dorongan, motivasi danrelasi interpersonal (Beall dan Stenberg dalam Friedman, 2008:144). Menurut MichaelAflag dari Syria, “Nasionalisme adalah cinta”. Kedourie mengatakan bahwa nasionalismemerupakan cinta abstrak yang telah menyulut tindakan-tindakan teror terhebat (Smith,2003:38). Menurut Douglas Weeks nasionalisme merupakan formalisasi dari kesadarannasional yang membentuk bangsa dalam arti politik yaitu negara nasional (CliffordGeertz dalam Pigay, 2000:55)Rollo may mendeskripsikan berbagai tipe cinta. Tipe-tipe cinta ini terdiri dari :seks (peredaan ketegangan, nafsu); eros (cinta prokreatif-pengalaman yang enak); filia(cinta persaudaraan); agape(pengabdian pada kesejahteraan orang lain, cinta yang tidakhanya memikirkan diri sendiri); cinta otentik, yang menggabungkan tipe-tipe cintalainnya (Friedman, 2008: 145).Berdasarkan pendapat tersebut maka nasionalisme yang ditunjukkan oleh Soegijatermasuk jenis filia (cinta persudaraan) dan agape (pengabdian pada kesejahteraan oranglain, cinta yang tidak hanya memikirkan diri sendiri). Hal ini dikarenakan nasionalismetidak lepas dari rasa persaudaraan, rasa senasib sepenanggungan (filia) danmengutamakan kepentingan bangsa (agape).b. Compassionate Capitalism Rich de VosCompassionate capitalism dikenal dengan kapitalisme berwajah lemah lembut danbelas kasih dengan kepedulian social. Pernyataan ini dikenalkan oleh Rich de Vos daripemikiran Adam Smith. Pengertian compassionate capitalism sendiri adalah meskipunmanusia diatur oleh hasrat-hasrat (dan energi libido) mereka, namun mereka memilikikemampuan penalaran dan juga belas kasih. Ia mampu mengontrol hasrat tersebut denganpenalarannya sendiri dengan kekuatan moralnya sendiri. (Piliang, 2010: 118)c. Nasionalisme ReligiusNasionalisme religius sendiri adalah paham mengenai kebangsaan yangmeletakkan nilai-nilai keagamaan sebagai sendi dasar dalam kehidupan bernegara. Padafilm Soegija 100% Indonesia, pengamalan dari Nasionalisme religius ditunjukkan olehtokoh Soegija bukan berarti bahwa dia mengunggulkan kebaikan-kebaikan dari agamayang dipimpinnya ataupun memiliki misi khusus penyebaran agamanya yang diselipkandalam misi kemanusiaan selama masa perjuangan kemerdekaan,Nasionalisme religius dari tokoh Soegija tercermin melalui salah satu bentukperjuangannya melalui jalur agama untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsaIndonesia. Dapat kita lihat pada gerakan diplomasi yang Soegija lakukan dengan pihakRoma, Vatikan. Roma Vatikan merupakan pusat dari agama Katholik dunia.Implikasi SosialFilm ini menyajikan tentang gambaran keadaan Indonesia saat masa penjajahanJepang dan Belanda, khususnya perjuangan seorang Uskup pribumi pertama Albertus Soegijadalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak hal positif yang dapat ditarik darifilm tersebut untuk kemajuan kehidupan sosial diantaranyaa. Sikap Soegija yang memiliki kepedulian yang besar terhadap masyarakat disekitarnyasecara umum dengan tidak membedakan latar belakang agama,suku maupunperbedaan apapun yang ada pada tiap individub. Melalui film ini kita semakin memahami bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsayang kaya akan perbedaan baik suku, agama, ras dan kebudayaan.Perbedaan rakyatIndonesia ditampilkan pada film ini secara jelas melalui bahasa, logat, warna kulit,ciri-ciri tubuh dan juga agama.c. Dalam film ini digambarkan secara jelas bahwa perang akan membawa penderitaanserta kesedihan pada semua pihak. Penderitaan dan kesedihan muncul pada pihakyang menjajah maupun pihak yang dijajahImplikasi TeoritisPenelitian mengenai representasi nasionalisme dalam film ini diharapkan dapatmemberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi media massa khususnyaperfilman. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pengetahuan mengenai bentukbaru dari film-film yang mengusung tema nasionalisme. Terkait dengan teknik analisis yangdigunakan, yaituberdasarkan teori “The Codes Of Television” merupakan teori yang cocokuntuk digunakan dalam menganalisa moving object seperti filmImplikasi PraktisSecara praktis, film yang mengusung tema nasionalisme dan multikulturalisme inidiharapkan menjadi inspirasi bagi sineas lain untuk mengembangkan karyanya dalammembuat film tentang nasionalisme yang dikemas lebih kreatif lagi untuk dapat diterima olehgenerasi muda selanjutnya sehingga pesan-pesan cinta tanah air serta penghargaan terhadapmultikulturalisme dapat disisipkan di dalamnya dengan lebih kuatDAFTAR PUSTAKASumber Buku:Burton, Graeme. (2008). Yang Tersembunyi di Balik Media. Yogyakarta: JalasutraCheach, Philip dkk.(2002). Membaca Film Garin. Yogyakarta: PustakaPelajarChandler, Daniel. (2002). Semiotics, the Basics. New York : RooutledgeDanesi, Marcel. (2010). PesanTandadanMakna. Yogyakarta: JalasutraDenzin, K Norman.(2009). Qualitative Research. Yogyakarta: PustakaPelajarEffendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar MajuFiske, John. (1987). Television Culture. London and New York : RoutledgeFiske, John. (2007). Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: JalasutraFriedman, Howard. S dan Miriam W. Schustack. (2008). Kepribadian, Teori Klasik dan RisetModern Jilid 2. Penerjemah Sumitro. Jakarta, ErlanggaHall, Stuart. (1997). Representation : Cultural Signifying and Practices, London: SagePublicationKohn, Hans. (1984). NasionalismedanArtiSejarahnya, Jakarta: ErlanggaKristanto, JB. (2004). Nonton Film Nonton Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku KompasMcQuail, Denis. (2005) .TeoriKomunikasi Massa, Erlangga: JakartaMoleong, J Lexy. (2010). MetodologiPenelitianKualitatif. Bandung: RemajaRosdakaryaMulyana,Deddy. (2008). Komunikasi Massa Kontroversi, TeoridanAplikasi. Bandung:WidyaPadjajaranNaratama. (2004). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : GrasindoNasution, M. Arif. (2005). NasionalismedanIsu-IsuLokal, Medan: USU PressNoviani, Ratna.(2002). JalantengahMemahamiIklan, Yogyakarta: PustakaPelajarPigay, Decki Natalis. (2000). Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua.Jakarta : PT. Sinar HarapanPiliang, Amir Yasraf. (2011). Dunia Yang Dilipat, Bandung : MatahariPratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta : Homerian PustakaPurnamawati, Sri. (2009). Teknik Pembuatan Film. Surabaya : Iranti Mitra UtamaSen, Khrisna. (2009). Kuasa dalam Sinema : Negara, Masyarakat dan Sinema Orde Baru.Yogyakarta : OmbakSobur, Alex. (2003). SemiotikaKomunikasi, Bandung: RemajaRosdakaryaSumarno, Marselli. (1996). Dasar-DasarApresiasi Film, Jakarta: GrasindoSmith, D Anthony.(2003). NasionalismeTeoriIdeologiSejarah. Jakarta: ErlanggaUtami, Ayu. (2012). Soegija 100% Indonesia, Jakarta: PT. GramediaVivian, John. (2008). TeoriKomunikasiMassa.Kencana, Media: JakartaWidagdo, M Bayu dan Winastwan Gora. (2007). Bikin Film Indie ItuMudah, Yogyakarta:Andi Offset.Sumber Lain :Wardani, Krisna. (2010). Representasi Distorsi Islam dalam Film “My Name is Khan”.Skripsi. Universitas DiponegoroMega, Mahar (2009). Mitos Yesus dalam film The Da Vinci Code. Skripsi. UniversitasDiponegoroGaspar, Matej (2010).Representasi Nasionalisme dalam Film Merah Putih.Skripsi.Universitas DiponegoroSumber Internet :Bandung LautanApi. (2013).http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filminfo/movie.php/uid_c2ddiakses pada15 Januari 2013Hadi Murti. (2012). Soegija Bukan Film Dakwah. http://filmindonesia.or.id/article/murtihadi-sj-soegija-bukan-film-dakwah diaksespada 15 Oktober 2012KeretaApiTerakhir. (2013)http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-k017-81-049431_ diaksespada 15 JanuariLima Unsur Komunikasi. (2011). http://organisasi.org/analisis-pengertian-komunikasi-dan-5-lima-unsur-komunikasi-menurut-harold-lasswelldiaksespada 20 November 2012Long March DarahdanDoa.(2013). Dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l023-50-918455Diunduh pada 15 Januari 2013SehelaiMerahPutih. (2013). Dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s017-60-211376Diunduhpada15 Januari 2013Soegija Mau Diboikot Karena Berbau Kristenisasi. (2012).http://indonesia.faithfreedom.org/forum/film-soegija-mau-diboikot-karena-berbaukristenisasi-t48732/diakses pada 15 Oktober 2012Soegija Presentasi Kolosal Non Religius. (2012).http://www.fimela.com/read/2012/06/12/soegija-presentasi-kolosal-non-religiusdiaksespada 15 Oktober 2012Soegija Sebuah Film Perenungan. (2012).http://oase.kompas.com/read/2012/05/26/21323439/.Soegija.Sebuah.Film.untuk.Perenungan.diaksespada 15 Oktober 2012Soegija Film Kontroversial 2012. (2012). http://www.beritaremaja.com/2012/05/soegijafilm-kontroversial-2012.html diaksespada 17 Oktober 2012Soerabaia 45. (2013). http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s011-90-726785Diunduh pada15 Januari 2013Tanda Wewenang Uskup. (2013). Dalamhttp://yesaya.indocell.net/id763.htm/TandaWewenangUskupdiakses pada 5 April2013Tanggapan Garin Nugroho Tentang Boikot Soegija. (2012).http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/54358-ada-ajakan-boikotqsoegijaq-apa-tanggapan-garin-nugroho-.htmldiakses 17 Oktober 201210 Film Indonesia terlaris. (2011). http://www.tabloidbintang.com/film-tvmusik/kabar/19294 diakses pada 18 Desember 201210 Film Indonesia terlaris. (2012). http://hot.detik.com/topten/read/111445/2121204/1468diakses pada 18 Desember 2012
Kajian Ekonomi Politik Sinetron Religi Rika Futri Adelia; Hedi Pudjo Santosa; Triyono Lukmantoro
Interaksi Online Vol 1, No 4: Oktober 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.725 KB)

Abstract

Kajian Ekonomi Politik Sinetron ReligiRika Futri Adelia (D2C009076)AbstrakPenduduk Indonesia yang beragama Islam merupakan pangsa pasar baru bagi produk budaya sinetron religi yang saat ini sedang digemari oleh berbagai rumah produksi. Dari segi produksi, keberadaan para pekerja media menjadi unsur penting terciptanya sinetron religi. Selain itu, ada juga data rating milik Nielsen Indonesia yang digunakan sebagai acuan produksi sinetron religi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses produksi sinetron religi. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana para industrialis memperlakukan para pekerja media yang terlibat dalam proses produksi sinetron religi. Penelitian ini menggunakan landasan culture industry (Adorno, 1991), commodifications (Vincent Mosco, 2009),dan konsep nilai-lebih (karya Karl Marx dalam Magnis-Suseno, 2003). Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dikaitkan dengan analisis ekonomi politik media. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan indepth interview kepada lima informan yang memiliki jabatan yang berbeda, yakni produser pelaksana, penulis naskah, sutradara, pemain,dan editor final.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kepentingan bisnis yang ingin dicapai oleh rumah produksi ketika memproduksi sebuah sinetron religi yaitu berupa hasrat untuk terus bersaing dengan perusahaan hiburan lain dan memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Meskipun ada pesan dan nilai-nilai agama yang ingin disampaikan kepada masyarakat namun hal tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan kepentingan komersil yang ingin dicapai. Selain itu sinetron religi yang dipadu padan dengan unsur tema lain, seperti drama, komedi dan yang lainnya, akan menjadi sebuah bisnis yang cukup menjanjikan. Terjadi pula eksploitasi terhadap para pekerja media yang terlibat langsung dalam rangkaian proses produksi sinetron religi pada tahap creation. Penilaian terhadap proses kerja para pekerja media maupun kesuksesan sinetron religi sendiri bergantung pada data rating yang dikeluarkan Nielsen Indonesia. Keberadaan rating sebagai bentuk komodifikasi imanen yang mempengaruhi keputusan para pemasang iklan untuk menempatkan iklannya dalam slot jeda iklan yang ada.Kata kunci: ekonomi politik media, komodifikasi tenaga kerja, sinetron religi indonesia.Political Economy Studies of Religious Soap OperaRika Futri Adelia (D2C009076)AbstractIndonesian Muslim population is a new market for cultural products religious soap opera that is currently favored by many production houses. In terms of production, the existence of media workers become an important element of religious soap opera creation. In addition, there is also a Nielsen ratings data belonging Indonesia allegedly used as a reference for religious soap opera production. The purpose of this study was to find out more about how the religious sinetron production process. In addition, to find out how the media industrialists treat workers involved in the production process of religious soap opera. This study uses basis culture industry (Adorno, 1991), commodifications (Vincent Mosco, 2009),and the concept of surplus value (by Karl Marx in Magnis-Suseno, 2003). This type of research is associated with a qualitative descriptive analysis of the political economy of media. Data was collected using in-depth interview to five informants who have a different position, the executive producer, script writer, director, artist/actor and final editor.These results indicate the existence of business interests to be achieved by the production when producing a soap opera in the form of religious desire to continue to compete with other entertainment companies and make a profit as much as possible. Although there is a message and religious values has to say to the public, but it is smaller when compared with commercial interests to be achieved. Beside it, religious soap opera elements combined match with other themes, such as drama, comedy and others, will become a promising business. There is also the exploitation of media workers who are directly involved in the production process at the stage of creation of religious soap opera. Assessment of the labor process and the success of media workers themselves religious soap operas rely on Nielsen ratings data owned by Indonesia. Rating as the existence of a form immanent commodification decisions affecting the advertisers to place ads in a commercial break existing slot.Keywords: political economy of media, commodification of labor, religious indonesian soap opera.Kajian Ekonomi Politik Sinetron ReligiRika Futri Adelia, Dr. Hedi Pudjo Santosa, M. Si. (dosen pembimbing I), Triyono Lukmantoro, S. Sos, M.Si. (dosen pembimbing II)PENDAHULUAN: Latar belakang dalam penelitian ini menjelaskan tentang deskripsi singkat keberadaan dan kondisi para pekerja media dalam sinetron religi. Awalnya, para pekerja media ini adalah para sineas yang memiliki kebebasan berkreasi di bidang sinematografi dan seni peran dalam rangka menciptakan sebuah karya sinema yang berkualitas. Namun, campur tangan para industrialis telah mengubah kebebasan berkreasi yang dimiliki menjadi sesuatu hal yang dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan finansial. Sedangkan sinetron religi merupakan salah satu produk baru industri budaya yang sedang digemari oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya data rating dan share beberapa sinetron religi dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Oleh karena itu, sinetron religi bukan lagi merupakan program acara spesial yang hanya tayang saat bulan Ramadhan tiba akan tetapi mampu dinikmati tiap hari pada jam-jam prime time.Adanya perubahan pola penayangan sinetron religi ikut serta mengubah pola produksi sinetron religi itu sendiri. Proses produksi (dari pra produksi hingga pasca produksi) dilakukan secepat mungkin menyesuaikan tenggat waktu yang diberikan pemilik modal sebelum sinetron religi dapat ditayangkan, yaitu kira-kira 24 jam. Hal ini menempatkan sinetron religi sebagai salah satu komoditas industri budaya yang cukup menjanjikan dan mampu menghasilkan keuntungan yang melimpah. Menurut Theodor W. Adorno, industri budaya merupakan satu bentuk kebudayaan massa dan produksinya berdasarkan pada mekanisme kekuasaan sang produser dalam penentuan bentuk, gaya, dan maknanya (Adorno, 1991:99). Oleh karena itu, para sineas dan orang-orang yang terlibat dalam proses produksi dijadikan sebagai salah satu sasaran komodifikasi sinetron religi hingga akhirnya mampu menciptakan sebuah tayangan yang sesuai dengan keinginan pasar. Melihat fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan ingin mengetahui prosesproduksi sinetron religi pada tahap creation dan ingin mengetahui cara pandang industrialis terhadap keberadaan pekerja media yang terlibat dalam proses produksi sinetron religi.PEMBAHASAN: Sesuai yang dikatakan Picard (1989) bahwa media massa adalah lembaga perekonomian karena terlibat dalam sebuah produksi dan penyebaran konten yang ditargetkan untuk para konsumen (Albarran, 1996:3). Oleh karena itu, banyak perusahaan hiburan berusaha menyajikan konten-konten media dalam kemasan program acara yang menarik dan disukai para penontonnya. Salah satu program acara yang menjadi primadona dalam mengumpulkan banyak laba bagi sebuah perusahaan hiburan adalah sinetron religi.Tema atau genre adalah suatu formula produksi yang memiliki karakteristik dan jenis yang berbeda-beda terkait dengan penggunaan dan kesenangan tertentu (Pearson dan Simpson, 2001:273). Beberapa genre ada yang populer dan memiliki daya tarik tertentu pada masanya sehingga seringkali hal tersebut diproduksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu pula. Demikian juga dengan sinetron Pesantren & Rock n Roll 3 (PRR 3) yang mengusung tema drama religi komedi atau lebih sering disebut dengan religi komedi romantis. Unsur komedi dalam sinetron religi PRR 3 terlihat pada adegan-adegan yang dimainkan oleh Ramzi, Rizky Alatas, Cecep Reza, Andi Peppo dan Kukuh Riyadi. Unsur drama sendiri diperankan oleh Aulia Sarah, Rizky Nazar, Dinda Kirana, Rizky Alatas dan Indri Giana. Visualisasi simbolik Islam yang dilakukan oleh Karsono Hadi melalui pakaian muslim yang dikenakan oleh para pemain dan setting background yang dipilih. Kolaborasi antara ketiganya menjadi formula ampuh garapan Screenplay Productions hingga mampu menyedot perhatian banyak penonton.Dengan adanya penambahan unsur komedi dan drama percintaan dalam PRR 3, menjadikan sinetron religi sebagai sebuah produk industri budaya. Menurut Theodor W. Adorno, industri budaya adalah sebuah komodifikasi dan industrialisasi budaya yang mengatur produksi mulai dari hal-hal penting untuk membuat kepentingan (Taylor dan Harris, 2008:62-63). Dalam industri sinetronreligi terdapat komodifikasi terhadap tenaga kerja. Komodifikasi yaitu proses mengubah nilai guna menjadi nilai tukar. Hal ini terkait dengan bagaimana tindakan komunikasi manusia menjadi produk yang mampu mendatangkan keuntungan (Mosco, 2009:130). Jadi, komodifikasi tenaga kerja artinya industri sinetron religi menciptakan tenaga kerja dengan sistem upah.Tenaga kerja yang dimaksud adalah para pekerja media yang terlibat langsung dalam proses produksi budaya yang mana berada pada tahap creation dalam analisis Bill Ryan (1992) mengenai sirkulasi produksi budaya (Hesmondhalgh, 2007:68). Hal ini dikarenakan tahap creation adalah awal dan inti dari gterciptanya sebuah produk budaya itu sendiri. Tahap creation tersebut meliputi conception atau preproduction, execution atau production dan transcription atau postproduction. Keberadaan para pekerja media yaitu seperti penulis naskah, sutradara, pemain/aktor, editor, kameraman, tim artistik dll menjadi aset berharga yang dimiliki perusahaan karena mereka lah yang bertindak sebagai symbol creators. Symbol creators adalah para pekerja utama dalam pembuatan sebuah produk media yang melibatkan kemampuan kreatifitas yang dimiliki (Hesmondhalgh, 2007:5). Hasil kerja symbol creators inilah yang nantinya mampu memberikan masukan keuntungan bagi perusahaan.Dengan adanya komodifikasi tenaga kerja maka muncul pula proses eksploitasi karena eksploitasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses kerja kapitalis. Menurut kalangan Marxis, eksploitasi terbagi menjadi dua yaitu eksploitasi absolut dan eksploitasi relatif yang nantinya akan mampu meningkatkan perolehan laba bagi perusahaan tempatnya bekerja. Eksploitasi absolut merupakan suatu proses pemanfaatan para pekerja media semaksimal mungkin dengan cara memperpanjang hari kerja yang dimiliki untuk upah yang sama (Mosco, 2009:131). Perpanjangan hari kerja terjadi karena perusahaan merasa memiliki seluruh kemampuan yang ada pada diri tenaga kerja yang dibayarkan melalui sistem upah atau gaji sehingga perusahaan berhak memanfaatkannya selama yang diinginkan. Adanya waktu kerja yang tidak terbatas adalah salah satu caraperusahan mendapatkan laba dari para pekerja media. Sistem kerja pun bergerak mengikuti kemauan sang pemilik perusahaan.Sistem kerja yang terjadi pada Screenplay Productions ketika memproduksi sebuah sinetron religi PRR 3 adalah proses produksi sinetron religi hanya dilakukan selama satu hari per episodenya. Hal ini menjadikan alur proses produksi berlangsung secara beriringan mulai dari penulisan naskah, pengambilan gambar, pemahaman naskah hingga proses editing untuk kemudian diserahkan kepada pihak broadcast. Selain itu, para pekerja media juga tidak memiliki jam kerja karena penentu jam kerja bergantung pada seberapa cepat menyelesaikan beban tugas yang diberikan oleh produser pelaksana PRR 3. Tidak adanya istilah kerja lembur ikut serta meniadakan biaya overtime bagi pekerja media.Adanya penerapan pola produksi kejar tayang dan tidak adanya biaya overtime dalam proses pembuatan PRR 3 yang menjadikan para pekerja media tidak memiliki waktu libur atau cuti sehari pun. Penggabungan antara keduanya merupakan sebuah nilai-lebih yang dimiliki oleh perusahaan untuk dapat memperoleh keuntungan secara maksimal dari proses eksploitasi absolut terhadap para pekerja media. Nilai-lebih sendiri berarti diferensiasi antara nilai yang diproduksikan selama satu hari oleh seorang pekerja dan pemulihan tenaga kerjanya (Magnis-Suseno, 2003:185-186).Sedangkan eksploitasi relatif adalah upaya intensifikasi proses kerja melalui kontrol yang lebih besar atas penggunaan waktu kerja, termasuk pengukuran dan sistem pemantauan untuk mendapatkan lebih banyak tenaga kerja keluar dari unit waktu kerja yang berlaku (Mosco, 2009:131). Oleh karena itu, ketika salah seorang pekerja media berhasil menyelesaikan pekerjaannya itu bukan berarti dirinya benar-benar selesai. Para pekerja media dituntut untuk terus produktif dengan berbagai cara, seperti misalnya pembenahan terhadap kendala internal dan eksternal maupun upaya pemenuhan permintaan dari rumah produksi. Hal-hal semacam itu terjadi ketika para pekerja media sedang mengerjakan proses kreatifnya, baik pada saat preproduction, production maupun postproduction.Dalam teori laba yang dikemukakan oleh Marx menyebutkan bahwa tenaga kerja termasuk sebagai baku baku variabel yang istimewa karena dalam proses pemakaiannya akan menghasilkan produk baru yang memiliki nilai lebih (Magnis-Suseno, 2003:190-191). Oleh karena itu, Screenplay Productions memanfaatkan pertukaran antara gaji dengan sumber daya yang dimiliki para pekerja media semaksimal mungkin untuk menghindari terjadinya kerugian dan mendapatkan perolehan laba yang lebih besar lagi. Besarnya gaji tersebut berbeda untuk tiap pekerja media, yaitu penulis naskah memperoleh gaji sekitar 2-5 juta/episode, sutradara 5-7,5 juta/episode, co-sutradara kurang lebih 2 juta/episode, pemain senior yaitu Ramzi kira-kira 2 milyar/bulan dan editor final 7-10 juta/bulan.Perpaduan antara waktu kerja yang tidak terbatas dengan rangkaian proses dan beban kerja yang dialami oleh Novia Rini Faizal, Karsono Hadi, Ramzi, Zurvi B.K. dan yang lainnya merupakan cara yang dipakai oleh Screenplay Productions agar perusahaan tidak mengalami kerugian karena telah membeli kemampuan mereka dengan sejumlah uang yang telah disepakati sebelumnya. Atas dasar itu maka rumah produksi merasa memiliki keseluruhan potensi diri masing-masing pekerja media yang mengakibatkan terjadinya eksploitasi absolut dan eksploitasi relatif sebagai suatu hal yang normal dan bisa dimaklumi. Hal ini dikarenakan apa yang dikerjakan masih menjadi beban kerja yang harus diselesaikan dan masih berada dalam waktu kerja yang disepakati. Terjadinya perlakuan eksploitasi terhadap pekerja media tanpa batas ini menjadikan konsep eksploitasi absolut dan eksploitasi relatif yang diungkapkan oleh kalangan Marxis sedikit kabur.Selain itu, Screenplay Productions tidak hanya menggunakan komodifikasi tenaga kerja melalui proses eksploitasi absolut dan eksploitasi relatif tetapi juga memanfaatkan keberadaan rating yang dimiliki oleh Nielsen Indonesia. Rating digunakan sebagai alat pengukur kesuksesan sinetron religi PRR 3 dan parameter keberhasilan proses kerja yang dilakoni oleh masing-masing pekerja media. Hampir setiap hari Screenplay Productions membeli data rating PRR 3 yang dikeluarkan oleh Nielsen Indonesia yang mana data tersebut digunakan sebagaiacuan pembuatan naskah untuk episode berikutnya. Jadi, ketika ratingnya bagus maka konflik cerita akan terus dipertahankan namun jika tidak baik maka konflik cerita akan diubah dan dicari permasalahan yang lebih menarik lagi. Terjadinya ‘ketaatan’ terhadap hasil rating menjadikan keberadaan rating sebagai sebuah komoditas baru dalam industri sinetron religi. Rating terbentuk melalui proses komodifikasi imanen yang tercipta sebagai akibat langsung dari adanya komodifikasi lain (Mosco, 2009:141).Posisi PRR 3 yang selalu masuk 5 besar rating tertinggi menjadikannya sebagai salah satu program acara terlaris saat jam prime time sehingga banyak pemasang iklan yang mengisi slot jeda iklan yang disediakan oleh Screenplay Productions. Banyaknya pemasang iklan yang berebut slot jeda iklan tersebut ikut serta menambah keuntungan yang didapat dari segi penjualan sinetron religi PRR 3. Hal ini dikarenakan data rating mempengaruhi keputusan para pemasang iklan untuk menempatkan iklannya dengan cara membayarkan sejumlah uang tertentu kepada pemilik program acara (Pearson dan Simpson, 2001:39). Oleh karena itu, kualitas program acara bukan lagi menjadi prioritas utama melainkan tergantung pada apa yang disukai dan tidak disukai oleh masyarakat yang tergambar melalui hasil rating hingga nantinya mampu menghasilkan banyak keuntungan bagi perusahaan.PENUTUP: Sinetron religi yang dipadu padan dengan unsur tema lain, seperti drama, komedi dan yang lainnya, akan menjadi sebuah bisnis yang cukup menjanjikan. Sinetron tersebut muncul karena adanya tren yang sedang berkembang, pangsa pasar masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, menyukai hal-hal yang lucu dan berbau drama. Selama proses produksi berlangsung (preproduction, production, postproduction) terjadi eksploitasi terhadap para pekerja media, baik penulis naskah, sutradara, pemain/aktor, editor maupun kru lainnya. Ada juga data rating dan share sebagai bentuk komoditas baru yang dijadikan acuan untuk mengukur kesuksesan sinetron religi yang telah diproduksi dan penilaian terhadap proses kerja yang dilakukan oleh para pekerja media dari mulai pembuatan naskah hingga proses editing selesai dan ditayangkandi stasiun televisi tertentu. Selain itu, posisi rating dan share juga mempengaruhi keputusan para pemasang iklan untuk menempatkan iklannya dalam slot jeda iklan yang disediakan oleh pihak program acara. Semakin baik posisi rating dan share sinetron religi maka semakin banyak pula perolehan keuntungan bagi rumah produksi.DAFTAR PUSTAKA: Adorno, Theodor W. (1991). The Culture Industry: Selected Essays on Mass Culture. New York: Routledge.; Albarran, Alan B. (1996). Media Economics: Understanding Markets, Industries and Concepts. USA: Iowa State University Press/Ames.; Hesmondhalgh, David. (2007). The Cultural Industries: 2nd Edition. London: Sage Publications.; Magnis-Suseno, Franz. (2003). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.; Mosco, Vincent. (2009). The Political Economy of Communication. 2nd Edition. London: Sage Publications.; Pearson, Roberta E. dan Philip Simpson. (2005). Critical Dictionary of Film and Television Theory. New York: Routledge.; Taylor, Paul A. dan Jan LI. Harris. (2008). Critical Theories of Mass Media: Then and Now. England: Open Universitu Press.
Resolusi Konflik Pada Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) FISIP Undip Annie Renata Siagian; Hedi Pudjo Santosa; Turnomo Rahardjo; Taufik Suprihatini
Interaksi Online Vol 3, No 4: Oktober 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.332 KB)

Abstract

Tujuan penelitian mengetahui pengalaman individu kelompok dalamresolusi konflik pada Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) di PersekutuanMahasiswa Kristen (PMK) Universitas Diponegoro.Penulis menggunakan Teori yang digunakan ialah Interaction AnalysisTheory dan Roles Theory untuk melihat bagaimana kegiatan komunikasikelompok yang melibatkan peran masing-masing anggota dalam kelompok.Penelitian ini menggunakan metoda penelitian perspektif interpretative kualitatifdan menggunakan pendekatan fenomenologi untuk melihat pengalaman individudalam resolusi konflik KTB. Informan yang digunakan dalam penelitian inisejumlah 6 (enam) orang dengan karakteristik merupakan tergabung dalamkelompok KTB minimal 1 tahun, memiliki status sebagai kakak pembimbing dantidak rutin melakukan komunikasi langsung dengan kelompok dan dapatdiwawancarai.Hasil penelitian berdasarkan lama mengikuti KTB dan status kakakpembimbing menunjukkan konflik kelompok yang bergabung 1 – 2, 5 tahunbersumber dari jarangnya kelompok berkumpul yang berakibat pada tingkatkenyamanan, keterbukan dan kepercayaan diri kepada kelompok rendah baikantar adik KTB maupun adik dengan kakak KTB. Hambatan datang pada masaawal-awal terbentuknya kelompok karena perbedaan latar belakang pendidikan,pandangan, etnis dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Para informanmelakukan adaptasi untuk mempertahankan interaksi dan pemeliharaan interaksidan pemeliharaan hubungan kelompok. Konflik yang terjadi seperti pembatalanjadwal KTB, tidak pernah KTB dan salahpaham. kesibukan masing-masingmenjadi konflik utama dalam kelompok KTB. Penyelesaian konflik yangdilakukan informan ini menggunakan strategi manajemen konflik win-winsolution dan kemauan untuk berkomunikasi. Pada penyelesaian konflikmenggunakan strategi “win-win solution” sebagian informan menyatakankeinginannya untuk menyelesaikan konflik.
Co-Authors Adi Nugroho Agus Naryoso S.Sos, M.Si, Agus Naryoso Angga Dwipa Annie Renata Siagian Apriani Rahmawati Arlita Dwi Utami Arum Sawitri Wahyuningtias Asti Kusumaningtyas Ayu Permata Sari Ayu Pramudhita Noorkartika Ayunda Sari Rahmahanti Bagas Satria Pamungkas Brillian Barro Vither Cantya Darmawan Purba Dewanta Citra Luckyta Lentera Gulita Danieta Rismawati Debi Astari Dian Kurniati Diandini Nata Pertiwi Dilla Maulida Distian Jobi Ridwan Djoko Setiabudi Djoko Setyabudi Dwinda Harditya Dyah Puspita Saraswati Eleonora Irsya Fahrina Ilhami Febri Ariyadi Fransiska Candraditya Utami Galih Arum Sri Gelar Mukti Ghela Rakhma Islamey Gilang Maher Pradana Gilang Wicaksono Handi Aditia Hapsari Dwiningtyas Hapsari Dwiningtyas Sulistyani I Nyoman Winata Indra Prasetya Jenny Putri Avianti Jimmy Fachrurrozy Jonathan Dio Sadewo Joyo NS Gono Kaisya Ukima Tiara Anugrahani Kartika Ayu Pujamurti Kevin Devanda Sudjarwo Lintang Ratri Rahmiaji Luh Rani Wijayanti M Bayu Widagdo Mirnalia Mazaya Mirtsa Zahara Hadi Much Yulianto Much. Yulianto Muhammad Imaduddin Nailah Fitri Zulfan Nanda Dwitiya Swastha Nofita Fatmawati Noni Meisavitri Nugraheni Yunda Nuraga Nur Dyah Kusumawardhani Putri Nurist Surayya Ulfa Nuriyatul Lailiyah Nurrist Surayya Ulfa Nurul Hasfi Oki Adi Saputra Oki Riski Karlisna Phopy Harjanti Bulandari Primada Qurrota Ayun Puji Purwati Rangga Akbar Pradipta Ria Rahmawati Rika Futri Adelia Rika Kurniawati Rizki Rengganu Suri Perdana Rizky Kusnianto Sallindri Sanning Putri Sarah Veradinata Purba Sefti Diona Sari Sembiring, Rinawati Shabara Wicaksono Sri Widowati Herieningsih Sulastri _ Tandiyo Pradekso Taufik Suprihartini Taufik Suprihatini Theresa Christya A Theresia Dita Anggraini Tri Hastuti Caisari Triono Lukmantoro Triyono Lukmantoro Turnomo Rahardjo Vania Ristiyana Wahyu Widiyaningrum Wiwied Noor Rakhmad Yanuar Luqman Yoga Yuniadi Yuanisa Meistha Yudi Agung Kurniawan Yuliantika Hapsari