cover
Contact Name
Mahendra Wardhana
Contact Email
mahendrawardhana@unesa.ac.id
Phone
+628179925494
Journal Mail Official
jurnalnovum@unesa.ac.id
Editorial Address
Gedung K1 Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang, Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Novum : Jurnal Hukum
ISSN : -     EISSN : 24424641     DOI : doi.org/10.26740/novum
Core Subject : Social,
Jurnal novum memuat tulisan-tulisan ilmiah baik hasil-hasil penelitian maupun artikel dalam bidang ilmu hukum, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan bidang-bidang hukum lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 1,567 Documents
PERZINAAN MENURUT PASAL 284 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) ZUBAIRI,
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.8608

Abstract

Abstrak Larangan zina dalam pasal 284 ayat (1) KUHP hanya mencakup orang yang telah menikah saja, sedangkan zina sesama lajang tidak termasuk dalam cakupan zina. Konsep tersebut berbeda dengan konsep dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khong Cu, yang menganggap zina sebagai perbuatan jelek yang tidak boleh dilakukan semua orang. Moral Ketuhanan agama-agama merupakan etika dasar Negara, berdasarkan sila 1 Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Nilai yang hidup dalam masyarakat juga menganggap zina sebagai perbuatan amoral yang tidak boleh dilakukan semua orang. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan tindak pidana zina dalam KUHP, yang hanya melarang zina dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang mana akan membahas konsep pengaturan zina dalam KUHP dari perspektif normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan sejarah. Zina dalam KUHP hanya dilarang bagi yang sudah menikah, karena untuk melindungi perkawinan. Sedang agama-agama melarang zina bagi semua orang, karena didasarkan pada sifat zina yang tercela. Keterkaitan agama dengan hukum diatur dalam sila 1 Pancasila, pasal 29 UUD RI 1945, Bab II angka 1 TAP MPR No. VI/MPR/2001, Bab IV angka 1 butir a TAP MPR No. VII/MPR/2001, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007, pasal 1 dan 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 2 dan 4 Kompilasi Hukum Islam. Agama mempengaruhi nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, dan Pasal 5 ayat (3) butir b Undang-Undang No. 1 Tahun 1951. Peraturan perundang-undangan harus memuat tiga nilai dasar, yaitu filosofis (sesuai Pancasila), sosiologis (sesuai nilai yang hidup dalam masyarakat), dan yuridis (disusun berdasarkan kaidah yang lebih tinggi). Berdasarkan hal tersebut, maka zina dalam KUHP hanya memuat nilai yuridis, dan tidak memuat nilai filosofis dan sosiologis. Pengaturan zina dalam KUHP lebih sempit dari pengaturan zina dalam agama-agama yang dianut masyarakat Indonesia, pengaturan zina dalam KUHP hanya memuat nilai dasar yuridis, dan tidak memuat nilai dasar filosofis dan sosiologis. Maka dari itu, pengaturan zina dalam KUHP harus diperluas, dengan mencakup larangan terhadap zina sesama lajang. Kata Kunci : Zina, Pasal 284 ayat (1) KUHP, Nilai Dasar
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TANPA IZIN EDAR DI SURABAYA AHMAD, MUFIDAH
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.8986

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penemuan banyak kasus obat tradisional tanpa izin edar di Surabaya. Obat tradisional tanpa izin edar akan mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen obat tradisional karena tidak ada jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjawab bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Balai Besar POM Surabaya terhadap peredaran obat tradisional tanpa izin edar, kendala-kendala yang dihadapi dalam menanggulangi obat tradisional tanpa izin edar dan upaya Balai Besar POM Surabaya dalam mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis sedangkan teknik analisis data berupa deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum yang dilakukan Balai Besar POM Surabaya belum berjalan secara optimal. Hal ini dikarenakan Balai Besar POM Surabaya kurang intensitas dalam melakukan pengawasan obat tradisional sehingga masih ditemukan pedagang yang menjual obat tradisional tanpa izin edar, selain itu Balai Besar POM Surabaya kurang memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para pedagang mengenai ciri-ciri obat tradisional tanpa izin edar. Kendala-kendala yang dihadapi Balai Besar POM Surabaya terdiri dari kendala internal dan eksternal. Kendala internal berupa terbatasnya jumlah dan kompetensi pegawai yang lebih baik, minimnya sarana dan prasarana dan terbatasnya dana. Kendala eksternal meliputi kurangnya pengetahuan dan kepedulian pedagang obat tradisional terhadap produk obat tradisional yang memiliki izin edar, kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak mengkonsumsi obat tradisional tanpa izin edar, dan ketidakmauan dan kemampuan produsen obat tradisional untuk mendaftarkan produknya. Upaya dalam mengatasi kendala internal yakni dengan cara pengajuan permohonan pegawai, sarana prasarana dan dana kepada Badan POM, kemudian mengikuti pelatihan baik yang diselenggarakan dari dalam maupun luar Balai Besar POM Surabaya. Upaya dalam mengatasi kendala eksternal dengan cara melakukan penyuluhan kepada para pedagang obat tradisioal serta melakukan kerjasama lintas sektor. Kata kunci: Penegakan Hukum, Izin Edar Obat Tradisional Abstract This research is based on the fact that there are many illegal traditional medicine distribution cases in Surabaya. Illegal traditional medicine distribution will endanger its consumers’ health and safety because there is no safety, efficacy and quality guarantee of Badan POM (The National Agency of Drug and Food Control). This research aims to describe the law enforcement for illegal traditional medicine distribution in Surabaya conducted by Balai Besar POM Surabaya (Provincial office of Drug and Food Control in Surabaya), the constraints which are faced and how to solve it. The juridical sociology is used as the approach. The qualitative descriptive is used as a technique to analyze the data. The result shows that law enforcement for illegal traditional medicine distribution in Surabaya conducted by Balai Besar POM Surabaya is not optimal. It is because this institution is lack of intensity in supervising. It can be proven by the sellers who still sell the traditional medicine without license. Besides, this institution also lack of the effort to give the socialization and education to the seller related to the characteristics of the traditional medicine without license. The constraints faced by Balai Besar POM Surabaya are internal and external constrains. The internal contrains are the lack of qualified employee, infrastructures, and budget. The external contrains are the seller who are lack of knowledge and care of traditional medicine without license, the lack of society awarness for not to consume traditional medicine without license, and the producer of the traditional medicine who do not want to register their product. The way to solve this problems are proposing the additional employee, infrastructures, and budget to Badan POM, joining the training either internal or external training. The effort to solve the eternal constrains is by giving more depth information to the traditional medicine seller to the collaborative work among sectors. Keyword : Law enforcement, traditional medicine distribution license
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA PENGUSAHAAN SPBU PERTAMINA DODO TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN BBM DENGAN JUMLAH TAKARAN YANG KURANG PRANATA AGUSTYA, ARI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.8987

Abstract

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemberitaan di media tentang kasus konsumen yang membeli BBM di SPBU dan mendapat jumlah takaran yang kurang. Tentu saja hal tersebut merugikan konsumen dari segi ekonomi dan menguntungkan bagi pelaku usaha pengusahaan SPBU Pertamina DODO tersebut. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha pengusahaan SPBU Pertamina DODO terhadap pengurangan takaran BBM di SPBU. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Teknik analisis menggunakan penalaran deduktif yang diawali dengan hal-hal yang bersifat umum yang didapat dari undang-undang, asas-asas, doktrin-doktrin sehingga menghasilkan jawaban yang khusus. Hasil pembahasan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pengusahaan SPBU Pertamina DODO yang mengurangi jumlah takaran BBM haruslah bertanggung jawab kepada konsumen. Prinsip-prinsip pertanggungjawaban pelaku usaha terdiri dari lima prinsip, akan tetapi prinsip yang dipakai untuk menjerat pelaku usaha adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dan tanggung jawab mutlak. Bentuk pertanggungjawabnnya berupa tanggung jawab secara perdata, pidana, dan administratif. Tanggung jawab perdata atas pengurangan jumlah BBM yang dibeli konsumen dapat berupa pemberian ganti rugi kepada konsumen. Tanggung jawab pidana, merupakan sanksi berupa ancaman pidana paling lama lima tahun yang diatur dalam Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sedangkan dalam Pasal 32 (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal ancaman pidananya paling lama satu tahun. Dalam tanggung jawab dari segi administratif, sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha dapat berupa penghentian ijin usaha SPBU sesuai yang diatur dalam lampiran Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Antara Pertamina Dengan Pemilik SPBU. Penyelesaian sengketa mengenai tanggung jawab pelaku usaha pengusahaan SPBU Pertamina DODO dengan konsumen dapat diselesaikan melalui jalur litigasi dan non litigasi Kata Kunci : Pelaku Usaha SPBU Pertamina DODO, Penjualan BBM dengan takaran yang kurang Abstract This research based on news about the case of consumer who buy the fuel in the gas station which lack measurement. Certainly the consumer in the economical side and it give profit to the gas station bussinessman. The purpose of this research to describe how the Pertamina DODO gas station bussnessman responsibility for the unproper of fuel measurement in the gas station. The research method used normative law research by using statute approach and conceptual approach. The analysis technique used deductive, it is started by the general thing collected from statute, principles, and doctrinew hich give specific answer. The result of the discussion in this undergraduate thesis shows that Pertamina DODO gas station bussinessman who is unfair by decreasing the total of the fuel purchased by the consumer must be responsible to the consumer. The principles of responsibility bussinessman of five principles, but principles used for the bussinessman is responsibility principle based on the mistake and absolute responsibility it can be in the form of civil, criminal, and administrative. The civil responsibility can be in the form of giving compensation to the consumer. Criminal responsibility can be in the form of criminal threats for five years as writen in article 62 verse (1) the act number 8 year 1999 concerning consumer protection, and article 32 verse (1) the act number 2 year 1981 concerning legal metrology which is the highest punishment is one year. In the administrative responsibility, it can be in the form of stopping the license of the gas station as writen in the appendixes of cooperative agreement of gas station between Pertamina and the owner of gas station. Resolution of dispute concerning responsibility Pertamina DODO gas station bussinessman with consumer can be solved through the path of litigation and non-litigation. Keyword : Pertamina DODO gas station bussinessman, lack of measure fuel selling
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 016 K/PDT.SUS/2011 TENTANG HAK PEKERJA DENGAN PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT SECARA LISAN HARVIYATA TRIVIRANANTO, ELANDA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i3.8988

Abstract

Abstrak Perjanjian kerja merupakan dasar bagi pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Berdasarkan perjanjian kerja tersebut seharusnya masing-masing pihak dapat menjalin hubungan kerja secara harmonis. Sayangnya tidak semua perjanjian kerja dibuat secara jelas dan akhirnya menimbulkan sengketa. Salah satu kasus yang terjadi adalah hubungan kerja antara Rokimin dengan PT. Gaya Putih yang dilaksanakan dengan lisan. Kasus ini berakhir di persidangan, di mana dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar Rokimin tidak mendapatkan hak normatif sebagai pekerja, sedangkan dalam putusan Mahkamah Agung Rokimin mendapatkan hak normatif sebagai pekerja. Penelitian ini akan menjawab apakah pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 016 K/Pdt.Sus/2011 untuk mengabulkan gugatan Rokimin selaku pekerja dengan perjanjian kerja tidak tertulis berhak atas hak normatif sebagai pekerja. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif di mana peneliti akan memberikan argumentasi atas putusan tersebut. Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk menilai putusan dimaksud. Peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep untuk menjawab rumusan permasalahan dalam skripsi ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar kurang tepat. Walaupun perjanjian kerja dilakukan dengan lisan dan tidak disertai dengan perjanjian kerja secara tertulis, bukan berarti pekerja tidak mendapatkan hak normatif sebagai pekerja dan pengusaha lepas dari tanggungjawabnya untuk memenuhi hak normatif pekerja, pekerja tetap mendapatkan hak normatif dari pengusaha sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peneliti lebih sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung, mengingat walaupun perjanjian kerja antara Rokimin dengan PT. Gaya Putih dilaksanakan dengan lisan dan tidak disertai dengan perjanjian kerja secara tertulis, hal tersebut telah sesuai dengan konsep perjanjian kerja menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selain itu hubungan kerja antara Rokimin dengan PT. Gaya Putih tidak ada perjanjian kerja secara tertulis. Berdasarkan pembuktian di persidangan, membuktikan bahwa hubungan kerja antara Rokimin dengan PT. Gaya Putih telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun berturut-turut. Sesuai ketentuan pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan jo. pasal 10 ayat (3) Kepmen. No. 100/Men/VI/2004 menyatakan bahwa, “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu”. Berdasarkan ketentuan tersebut maka status hubungan kerja Rokimin dengan PT. Gaya Putih adalah sebagai pekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Sehingga Rokimin berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 016 K/Pdt.Sus/2011 selaku pekerja dengan perjanjian kerja tidak tertulis berhak atas uang pesangon, uang penggantian hak, uang penghargaan masa kerja dan Tunjangan Hari Raya yang belum terbayar. Kata Kunci : hubungan kerja, perjanjian kerja, hak normatif pekerja. Abstract The working agreement is the basis for workers and employers to exercise rights and obligations. Based on the agreement of each party should be able to establish a working relationship in harmony. Unfortunatel­y not all agreements are made clearly and eventually leading to the dispute. One of the cases was a working relationship between Rokimin againts PT. Gaya Putih that is made in unwritten working agreement. The case ended in court, where the verdict of the District Court in Denpasar stated that Rokimin did not have normative rights as worker, but the Supreme Court stated that Rokimin got the normative rights. This research will answer whether considerations of judge in Supreme Court, on verdict Number 016 K/Pdt.Sus/­2011 for granting the lawsuit Rokimin as a worker with unwritten working agreement deserves the normative rights. This research is the normative legal research in which the reseacher will provide the argument over the verdict. Argumentation here is done by the researcher to judge the verdict. Researcher utilize conceptual approach and statute approach which are used to answer the research problems in this thesis. Result of analysis showed that the considerations of judge in Industrial Relationship Court Denpasar are less precise. Although the working agreement is done unwrittenly and is not accompanied by written working agreement, it does not mean that the worker does not get the normative rights, while the employers free from their responsibilities to fulfill the normative rights, the worker here still gets severance pay, compensation pay and money paid as reward for service rendered from his employer based act number 13 of 2003 on labor law. The researcher agrees with the considerations of judge in Supreme Court, considering that although the working agreement between Rokimin againts PT. Gaya Putih was implemented unwrittenly and it is not attached by a written working agreement, that case was suitable with the contract concept according to article 1 point 14 of Labor Law. In addition, in a working relation between Rokimin againts PT. Gaya Putih there is unwritten working agreement. Based on the proof from the court, it clearly shows that the working relation between Rokimin againts PT. Gaya Putih happened along more than three years successively. According article 57 subsection (2) of Labor Law jo. article 10 subsection (3) Kepmen No. 100/Men/VI/2004 it states that, “The working agreement for a specified time which is not made unwrittenly, it clearly declared as the working agreement for unspecified time”. Based on that term of the working relation status between Rokimin againts PT. Gaya Putih is as the worker based working agreement for unspecified time. So status for Rokimin based on the Supreme Court Verdict Number 016 K/Pdt. Sus/2011 as the worker with the unwritten working agreement is allowed to get severance pay, compensation pay, money paid as reward for service rendered and the Hari Raya Allowance that have not been paid yet. Key Words : Employment Relationships, Working Agreement, Normative Rights Of Workers.
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH DAYA PEKERJA PT. HUMAN IN PARTNER YANG DIPEKERJAKAN PADA PT. SERASI TRANSPORTASI NUSANTARA NANDA NIRA AMARAGANA, SYLVIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.8989

Abstract

Abstrak Pengusaha menggunakan sistem alih daya dalam rangka mengefisienkan kinerja perusahaan tanpa memperhatikan banyak hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, salah satunya pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Hal ini terlihat dalam hubungan kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh PT. Human In Partner yang dipekerjakan pada PT. Serasi Transportasi Nusantara. Sayangnya proses alih daya tidak selalu berjalan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang–undangan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan alih daya dan mengetahui hambatan dalam pelaksanaan alih daya pekerja PT. Human In Partner yang dipekerjakan pada PT. Serasi Transportasi Nusantara. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, adapun pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan dan pendekatan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan PT. Serasi Transportasi Nusantara dan PT. Human In Partner melaksanakan sistem alih daya tanpa mendasarkan peraturan perundangan–undangan. PT. Serasi Transportasi Nusantara dan PT. Human In Partner mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaan alih daya. Beberapa hambatan PT. Human In Partner berupa pekerja/buruh alih daya tidak memiliki hubungan hukum dengan PT. Serasi Transportasi Nusantara, sehingga PT. Human In Partner tidak dapat menjadikan karyawan tetap di PT. Serasi Transportasi Nusantara. Beberapa hambatan yang dimiliki PT. Serasi Transportasi Nusantara adalah adanya keberatan dan protes pekerja/buruh alih daya yang membawa pengaruh buruk kepada pekerja/buruh lain. Kata kunci: pekerja/buruh alih daya, hukum ketenagakerjaan Abstract The bussinesman use outsourcing system to eficient control of company’s without regard to many issues related to employment, one of them can work in outsourcing. This can be seen in the working relationship conducted by employes of PT. Human In Partner who are emloyed in PT. Serasi Transportasi Nusantara. Unfortunately, the process of outsourcing do not always running as set in legislation. This thesis to determine the implementation of outsourcing as well as to find out the barriers in the implementation of outsourcing of PT. Human In Partner’s employes employed in PT. Serasi Transportasi Nusantara based on the related rules. This results normative research, while the approach used is statute and the analytical approaches. The results showed PT. Serasi Transportasi Nusantara and PT. Human In Partner implement the outsourching without considering rules. PT. Serasi Transportasi Nusantara and PT. Human In Partner experience some obstacles in the implementation. Some of the obstacles PT. Human In Partner have outsourcing employes not contact rules with PT. Serasi Transportasi Nusantara so that PT. Human In Partner not have become workers hold in PT. Serasi Transportasi Nusantara. Some of the obstacles PT. Serasi Transportasi Nusantara that to have bad statement and complain employes is take bad contention to other employess. Keywords: employes outsourcing, labour law
PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KEPEMILIKAN LAGU DAERAH DAN ARANSEMENNYA MUKHLIS, MUKHAMMAD
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i3.9006

Abstract

Abstrak Lagu daerah merupakan salah satu jenis folklor yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pemanfaatan lagu daerah oleh warga Negara Indonesia menurut undang-undang tersebut diperbolehkan, artinya tidak perlu ada ijin dari Negara untuk memanfaatkan lagu daerah kecuali yang memanfaatkannya adalah warga Negara asing. Salah satu bentuk pemanfaatan tersebut adalah aransemen lagu daerah. Pemanfaatan dari lagu daerah menimbulkan hak ekonomi. Hal yang menarik yaitu terkait dengan bagaimana idealnya kepemilikan dari lagu daerah mengingat pemegang hak cipta dari lagu daerah adalah Negara. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat dan pengetahuan baru bagi para pihak yang ingin menambah wawasan yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian normatif, yakni menjelaskan kebenaran suatu permasalahan dengan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, sejarah, dan konsep. Analisis yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan penalaran preskriptif dimana hasilnya akan memberikan suatu sumbangan pemikiran terhadap peraturan perundang-undangan yang kurang tepat. Hasil penelitian ini adalah kepemilikan dari lagu daerah idealnya ada pada daerah asal. Terdapat tiga argument untuk mendukung pernyataan tersebut. Pertama, karena masyarakat daerah lebih mengerti dan memahami akan folklor yang mereka miliki dan sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat daerah tersebut untuk melestarikan folklornya. Kedua, terkait dengan otonomi daerah karena daerah mempunyai kewajiban mengembangkan sumber daya produktif di daerah dan lagu daerah merupakan sumber daya yang berpotensi untuk dikelola dan dimanfaatkan. Ketiga, terkait dengan hak ekonomi, karena hak ekonomi dari pemanfaatan lagu daerah bisa dijadikan salah satu sumber penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Aransemen lagu daerah memenuhi konsep keaslian, berwujud, dan kreatifitas sehingga bisa diberikan perlindungan hak cipta, namun perlindungannya hanya sebatas ciptaan turunan. Kata Kunci: Perlindungan Hak Cipta, Kepemilikan, Lagu Daerah, Aransemen Abstract Folksong is one of folklore which being protected by The Law of Republic of Indonesia No.19 in 2002 about Copyright. This law allows Indonesian people to use folksong which means people do not need to ask permission of using folksong except foreigner. One of the usage of folksong is arranging it. The usage of folklore causes economic right. The interesting thing of this research is related to how to get the right of ownership and arrangement of the folksong because the holder of copyright of folksong is the country itself. Furthermore, this needs to be studied about the protection of copyright of the folksong. This research purposes to give new knowledge and advantages for people who want to develop their knowledge about this thesis topic. This research uses normative juridical method, which explains the truth of problems by the logic of scientific laws from normative side. The writer uses several approaches, for instance, rules approach, historical approach, and conceptual approach. The writer analyzes this thesis by using prescriptive reasoning which the result of this research will give contribution for imperfect regulations. The results of this research are, ideally the ownership of folksong should be given to original of folksong from each region. There are three arguments to support that statement. First, because local people more understand about folklore which they have and they this is an obligation for local people to preserve their folklore. The second point is related to the regional autonomy because local region have duty to develop their productive resources where folksong is potential resources which could be managed and used. The third is related to economic right because the economic right from the usage of folksong can be made into one of the local income which can be used to fund the implementation of region autonomy based on the potential resources as materialization of decentralization. The arrangement of folksong has to fulfill the qualification of authenticity concept, intangible concept, and creativity concept. Therefore, this is supposed to be given copyright protection but only as derivative works. Keyword: Copyright Protection, Ownership, Folksong, Arrangement
PROBLEMATIK YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ANTARA PEKERJA ASING DENGAN PERUSAHAAN DI INDONESIA YANG HANYA MENGGUNAKAN BAHASA ASING (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 595/K/PDT.SUS/2010) PURNOMO, HERU
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.9018

Abstract

Abstrak Terdapat kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam sebuah PKWT dan apabila tidak menggunakan Bahasa Indonesia, maka harus dianggap sebagai PKWTT hal ini sesuai Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pada sisi lain, terdapat pula pengaturan tentang pekerja asing yang tidak dimungkinkan menjadi pekerja tetap (PKWTT) sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat kasus di mana ada PKWT yang tidak berbahasa Indonesia dan pada saat yang sama pihak pekerjanya adalah pekerja asing. Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah seperti kasus pada putusan Mahkamah Agung dengan Nomor perkara 595 K/PDT.SUS/2010 yaitu antara PT.Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dengan pekerja asing Kurt Eugene Krieger. Hubungan kerja antara PT.AKT dan pekerja asing adalah menggunakan PKWT yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Pada saat PHK dilakukan, Kurt Eugene Krieger mendalilkan bahwa PKWT yang dibuat berubah menjadi PKWTT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PKWT yang hanya menggunakan Bahasa asing antara PT.AKT dengan pekerja asing dapat menjadi PKWTT sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui upaya hukum secara non litigasi maupun secara litigasi yang dapat dilakukan oleh pekerja asing dengan kategori PKWT yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia setelah di-PHK oleh PT.AKT. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, adapun pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan analisis. Teknik analisa bahan hukumnya menggunakan cara preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKWT yang dibuat dengan tidak menggunakan Bahasa Indonesia tidak bisa berubah menjadi PKWTT, hal ini sesuai dengan Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan asas perjanjian, pekerja asing melanggar asas itikad baik dengan tujuan untuk memperoleh kompensasi yang lebih banyak akibat berakhirya hubungan kerja. Dalam putusan MA tersebut, apabila PKWT pekerja asing dapat diubah menjadi PKWTT, maka bertentangan dengan tujuan untuk memperluas lapangan kerja dan mendidik serta melindungi bagi tenaga kerja WNI sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Pekerja asing dapat memperjuangkan haknya melalui upaya hukum secara non litigasi maupun secara litigasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI serta dapat dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Kata Kunci: Pekerja asing, hukum ketenagakerjaan Abstract There is an obligation to use Indonesian language in a work agreement for a specified time (PKWT) and if it does not use Indonesian language, then it should be considered as work agreement for an unspecified time (PKWTT) this is in accordance with Article 57 subsection (1) and (2) Labour Law. On the other hand, there are also regulations about foreign worker which state that it is impossible for the foreign worker to be a permanent employee based on article 42 subsection (4) Labour Law. There is a case where the language in PKWT is foreign language and at the same time the worker is foreign worker. One example of such case is shown in Supreme Court’s verdict Number 595 K/PDT.SUS/2010 i.e. case between PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) versus Kurt Eugene Krieger (foreign worker). The work agreement between PT.AKT and foreign worker uses PKWT which doesn’t use Indonesian language. At the moment of termination of employment, Kurt Eugene Krieger argues that the PKWT ​​must be considered as PKWTT. The purposes of this study are to determine whether PKWT that only use foreign language ​between PT.AKT and foreign worker can be PKWTT according to laws and regulations applicable in Indonesia. The second purpose is to determine the legal effort in litigation and non-litigation area which can be done by foreign worker who is categorized as PKWT after being terminated by PT.AKT. This is a normative research, while the approach used is statute, and the analytical approaches. The analyzing technique of this legal research uses prescriptive method. Research results showed that PKWT which does not use Indonesian language could not be cosidered as PKWTT, this is in accordance with article 42 subsection (4) of law Number 13 year 2003 concerning Labour. Based on the principle of the agreement, the foreign worker violates the principle of good faith in order to obtain more compensation due to the termination of working relationship. In the Supreme Court decision, if PKWT foreign worker can considered into PKWTT, it is contrary to the goal of expanding the employment, educating and protecting the citizen labour force as mandated by the 1945 Constitution in Article 27 subsection (2). Foreign worker can struggle for their rights through legal actions in non-litigation and litigation area which set forth in Law Number 2 year 2004 concerning PPHI, also may be possible to undertake judicial review effort, which is regulated in Law Number 3 of 2009 concerning the Supreme Court. Keyword: Foreign worker, Labour law
TINJAUAN YURIDIS SENGKETA KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN PENGELOLAANKEBUN BINATANG SURABAYA ANDIANTONO, ALFA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i2.9019

Abstract

AbstrakSaat ini Kebun Binatang Surabaya merupakan salah satu kebun binatang yang membahayakan bagi satwayang ada didalamnya Hal itu terjadi karena adanya tarik ulur dalam hal pemberian kewenangan pengelolaanKebun Binatang Surabaya. Tarik ulur tersebut timbul dari sengketa kewenangan pemberian izin pengelolaanlembaga konservasi antara lembaga negara di pusat dengan lembaga negara di daerah dalam pemberian izinpengelolaan lembaga konservasi kepada pihak – pihak yang berhak mengelola yang ada dalam Permenhut No:P.31/MENHUT-II/2012 tentang Lembaga Konservasi, memang pada kewenangan pengelolaan lembagakonservasi untuk kepentingan umum (kebun binatang) terdapat aturan kewenangan pengelolaannya akan tetapimasih saja timbul sengketa antar pihak yang mengklaim berwenang untuk memberikan izin mengelolanya. Olehkarenanya, dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan yaitu mengenai mengapa terjaditarik-menarik kewenangan pemberian izin pengelolaan Kebun Binatang Surabaya dan bagaimanakahpenyelesaian sengketa kewenangan pemberian izin mengelola dalam hal pengelolaan Kebun Binatang Surabaya.Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mana data dalam penulisan ini diperolehberdasarkan studi kepustakaan dan beberapa fakta lapangan yang berkaitan dengan sengketa kewenanganpemberian izin pengelolaan kebun binatang surabaya menurut Undang-Undang yang mengaturnya. Penulismenginventarisasi regulasi dan konsep-konsep yang berkaitan dengan materi dan permasalahan yang dikaji.Kandungan dari bahan hukum tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan perundangundangan,konsep, dan sejarah untuk mendapatkan sebuah konklusi.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya konflik kewenangan pemberian izinpengelolaan yang terjadi pada Kebun Binatang Surabaya adalah pada kewenangan di bidang kehutanan olehpemerintah pusat yang diwakili oleh Kementerian Kehutanan, yang dalam urusan kewenangan pemberian izinpengelolaan lembaga konservasi yang ternyata kewenangannya tidak terbatas hanya pada penetapan kebijakanstandar, prosedur dan ketentuan teknisnya, akan tetapi juga mencakup penyelenggaraan pemberian izinpengelolaan lembaga konservasi (Kebun Binatang Surabaya), serta terdapat beberapa penyelesaian sengketakewenangan pemberian izin lembaga konservasi dalam hal pengelolaan Kebun Binatang Surabaya yaitu dapatmelalui judicial review kepada Mahkamah Agung atau melalui pejabat yang berada diatas kedua belah pihakyang bersengketa yaitu Presiden.Kata Kunci: Pengelolaan, Kebun binatang surabaya, Kewenangan, Izin, SengketaAbstractNowadays surabaya zoo becomes one of the most unsafe zoos which threaten the animals. It happenedbecause there is a conflict in granting management authority of Surabaya Zoo. This conflict causes authoritydispute that involve central state institution and regional state institution in granting management authoritybased on Permenhut No : P.31/MENHUT-II/2012 (Minister of Forestry Regulation) concerning conservationinstitue. Actually there's a regulation about conservation institute, which already has the authority to managepublic facility (such as zoo), but in fact this dispute still occurs between parties which has competency to thisauthorization. Therefore, in this research the writer proposes two problems , they are first is why does conflicthappen in granting management authority of Surabaya Zoo and second is what is the solution to solve thisproblem.This is normative research, in which the data used based on literature and some real fact that related togrant management authority of Surabaya Zoo according to the applied regulation. The writer inventoriesregulation and concepts which relate to material and problem studied. Contents adapted from regulation will beanalyzed using regulation, concept, and historical approach to get the conclusion.The result shows that dispute in granting management authority of Surabaya Zoo on centralgovernment side, represented by Minister of Forestry, which has authority in granting management permissionnot only establish the policy of standart, procedure and technical procedure, but also granting managementpermission of Surabaya Zoo. This research also give some solutions as problem solving which is solved byjudicial review to Mahkamah Agung or Precident who has the authority to solve this problems.Keywords : Management, Surabaya zoo, Authority, License, Dispute
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 BERKAITAN DENGAN PEMILU SERENTAK DENGAN PENETAPAN PRESIDENTIAL THRESHOLD TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MOCH.ZAENI,
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i3.9110

Abstract

Abstrak Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan setelah pemilihan DPR, DPD, DPRD semenjak dikeluarkanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 maka pemilihan umum dilakukan sekali dalam lima tahun hal itu menimbulkan persoalan berkaitan perlu tidaknya pemberlakuan presidential threshold. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian pemilu serentak dan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pemililhan umum serentak masih diperlukan Presidential threshold adapun metodologi yang digunakan adalah jenis penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus dengan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi 14/PUU-XI/2013 sudah sesuai dengan penafsiran gramatikal dan penafsiran tekstual pada pasal 6A dan 22E UUD NRI 1945 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Tidak dapat menetapkan presidential threshold karena pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan di hari yang sama sehingga tidak dapat menetapan presidential threshold sebelum pemilihan umum dilaksanakan. Kata Kunci: pemilihan umum serentak, presidential threshold. Abstract The elections of President and Vice President are the elections to choose the President and Vice President who conducted after the election of representatives, DPD, since release rule of the Constitutional Court 14/PUU Number-XI2013, so the electtion are conducted once every five years it raises related to whether the enactment of presidential threshold. The purpose of the research is to know how the suitability of simultaneous elections and to know whether the Constitutional Court's ruling to expel 14PUU-XI2013 Number of concurrent public election still required Presidential threshold, as for we used is a kind of normative research using an approach legislation, concept approach and approach the case by examining the ruling of the Constitutional Court Number 14PUU-XI2013. The research results showed that the ruling of the Constitutional Court of 14PUU-XI2013 is in compliance with the grammatical interpretation of textual interpretation and in section 6A and 22E NRI 1945 constitution to elect a President and Vice President. Unable to set the presidential election because the threshold for the President and Vice President were held on the same day so it can't be decide the presidential election before the threshold is implemented. Keyword : general election which is conducted at the some time, Presidential Threshold.
PROSES PEMERIKSAAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA  DI POLRESTABES SURABAYA NURFIYANTO, MOCHAMAD
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 1 No 3 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i3.9113

Abstract

Abstrak Pasal 235 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur jika terdapat korban meninggal dunia dalam suatu kecelakaan maka pengemudi wajib memberikan bantuan terhadap ahli waris korban tanpa menggugurkan tuntutan perkara pidana. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak fenomena menunjukkan bahwa terdapat penyelesaian secara kekeluargaan. Dalam upaya penyelesaian terhadap pelanggaran pasal 235 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan menggugurkan tuntutan pidana terhadap pelaku.Untuk menunjukkan bagaimana proses dan kendala pemeriksaan perkara kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia di POLRESTABES Surabaya. Pasal 235 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur jika terdapat korban meninggal dunia dalam suatu kecelakaan maka pengemudi wajib memberikan bantuan terhadap ahli waris korban tanpa menggugurkan tuntutan perkara pidana. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak fenomena menunjukkan bahwa terdapat penyelesaian secara kekeluargaan. Dalam upaya penyelesaian terhadap pelanggaran pasal 235 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan menggugurkan tuntutan pidana terhadap pelaku.Untuk menunjukkan bagaimana proses dan kendala pemeriksaan perkara kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia di POLRESTABES Surabaya. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan data. Mengetahui proses dan kendala-kendala pemeriksaan perkara terhadap kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan korban meninggal duniadi POLRESTABES Surabaya. Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya korban diklasifikasikan dalam pemeriksaan biasa. Pemeriksaan biasa adalah proses pemeriksaan kejahatan atau pelanggaran yang menurut penuntut umum penerapan hukumannya dan pembuktiannya cukup sulit, harus melalui prosedur surat dakwaan. Perlu adanya peningkatan kedisiplinan tugas pokok polisi dalam menangani kasus kecelakaan yang mengakibatkan matinya korban untuk meningkatkan/ menyempurnakan kinerja mereka, dan Perlu adanya sosialisasi UU No.22 Tahun 2009 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tujuan hukum. Kata Kunci: Kecelakaan lalu lintas, Polisi, Pemeriksaan biasa Abstract Provision 235 UU Number 22 Year 2009 of traffic and road transport which regulating if there is any dead victim in accident then driver must give help to victim heir without abort criminal case demand. But in reality many phenomenon show that solution in family way is exist. In solving effort against violation of provision 235 UU Number 22 Year 2009 of traffic and road transport with abort crime charge to accused. To show how process and obstacles in interrogation of traffic accident case that caused victim die in POLRESTABES Surabaya. Research method is qualitative with using data. Knowing process and case interrogation obstacles against traffic accident that caused victim die, case of POLRESTABES Surabaya. Traffic accident that caused victim die, classify in common inspection. Common inspection is criminal inspection process or violation that in attorney assumption law application and proving is enough difficult, must through indictment letter procedure. Disciplinary increase of Police main duty to handle accident case that caused victim died, which increasing and perfecting their work and need socialization of UU No. 22 Year 2009 for increasing peoples awareness of importance from law purpose. keyword: Traffic Accident, police, Common Inspection

Page 4 of 157 | Total Record : 1567


Filter by Year

2014 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 02 (2025): Novum : Jurnal Hukum Vol. 12 No. 3 (2025) Vol. 11 No. 04 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 03 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 02 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 04 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 03 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 02 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 01 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 04 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 03 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 02 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 01 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 03 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 02 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 01 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol 8 No 2 (2021) Vol 8 No 1 (2021) Vol. 7 No. 04 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 03 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 02 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 01 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol 7 No 4 (2020) Vol 7 No 3 (2020) Vol 7 No 2 (2020) Vol 7 No 1 (2020) Vol. 6 No. 04 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 03 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 02 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 01 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol 6 No 4 (2019) Vol 6 No 3 (2019) Vol 6 No 2 (2019) Vol 6 No 1 (2019) Vol. 5 No. 04 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 03 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 02 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 01 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol 5 No 4 (2018) Vol 5 No 3 (2018) Vol 5 No 2 (2018) Vol 5 No 1 (2018) Vol 4 No 4 (2017) Vol 4 No 3 (2017) Vol 4 No 2 (2017) Vol 4 No 1 (2017) Vol 3 No 4 (2016) Vol 3 No 3 (2016) Vol 3 No 2 (2016) Vol 3 No 1 (2016) Vol 2 No 4 (2015) Vol 2 No 3 (2015) Vol. 2 No. 3 (2015) Vol 2 No 2 (2015) Vol. 2 No. 2 (2015) Vol. 2 No. 1 (2015) Vol 2 No 1 (2015) Vol 1 No 4 (2014) Vol. 1 No. 4 (2014) Vol. 1 No. 3 (2014) Vol 1 No 3 (2014) Vol. 1 No. 2 (2014) Vol 1 No 2 (2014) Vol. 1 No. 1 (2014) Vol 1 No 1 (2014) In Press - Syarat SPK (7) In Press - Syarat SPK (6) In Press - Syarat SPK (5) In Press - Syarat SPK (4) In Press - Syarat SPK (3) More Issue