cover
Contact Name
Putra Afriadi
Contact Email
putraafriadi12@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal_imaji@uny.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Imaji: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni
ISSN : 16930479     EISSN : 25800175     DOI : -
IMAJI is a journal containing the results of research/non-research studies related to arts and arts education, including fine arts and performing arts (dance, music, puppetry, and karawitan). IMAJI is published twice a year in April and October by the Faculty of Languages and Arts of Universitas Negeri Yogyakarta in cooperation with AP2SENI (Asosiasi Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik se-Indonesia/Association of Drama, Dance, and Music Education Study Programs in Indonesia).
Arjuna Subject : -
Articles 364 Documents
TARI KIPAS ASRI Feri Catur Harjanto
Imaji Vol 17, No 1 (2019): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2020.861 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i1.25735

Abstract

Penelitian ini bertujuan agar 1) masyarakat mengenal Angguk Kipas 2) agar angguk kipas menjadi lebih menarik 3) agar Tari Kipas asri bisa menjadi bahan ajar di sekolah 4) agar Tari kipas asri mampu menjadi magnet generasi muda untuk berkarya. Metode penelitian yang digunakan adalah etnokoreologi, yaitu Etnokoreologi itu sendiri merupakan istilah yang masih sangat muda. Di Amerika istilah ini identik dengan dance ethnology. Sebelum ada istilah etnokoreologi, pertama-tama muncul istilah ethnochoreography atau etnokoreografi di awal tahun 1960-an. Hasil penelitian adalah Proses penciptaan karya tari Kipas Asri tentu mengalami berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi. Terkadang sesuatu yang telah direncanakan faktanya berbeda ketika berada di lapangan, salah satu contoh seperti kesepakatan jadwal latihan dengan pemusik, mengatur jadwal dengan pemusik tidak semudah yang direncanakan karena pemusik memiliki jadwal lain yang sama dengan jadwal latihan karya tari Kipas Aari. Banyak hal yang dialami dalam realisasi proses penciptaan yang justru lebih banyak mengajarkan tentang proses kerja kelompok dalam mencipta sebuah karya tari seperti mengatur emosi ketika para penari atau pemusik sedang bercanda gurau, atau terlambat saat datang latihan. Kata Kunci: Tari kipas asri, penciptaan, etnokoerologi KIPAS ARI DANCEThis study aims to 1) let people know Angguk Kipas 2) make Angguk Kipas more attractive 3) make Asri Fan Dance be one of the teaching material in school 4) make Asri Fan Dance become a magnet for young generations to perform. The research method used is ethochoreology, which it itself is a new term. In America this term is synonymous with dance ethnology. Before the term ethnocoreology, the term ethnochoreography or ethnocoreography first appeared in the early 1960s. The results of the study show that there are obstacles in the creation process of Kipas Asri dance. Sometimes, something that has been planned turned to be different when in the field, one of the examples is the agreement on a training schedule with musicians, arranging a schedule with musicians is not as easy as it seemed because musicians have other schedules that are similar to the Kipas Aari dance practice’s schedule. Many things are experienced in the realization of the creation process which actually teaches more about group work in creating a dance work such as controlling emotions when dancers or musicians are joking or late when coming to practice. Keywords: Kipas Ari dance, creation, ethnokoerology
PROSES TERJADINYA SUATU KARYA SENI Eka Titi Andaryani
Imaji Vol 14, No 2 (2016): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.004 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v14i2.12179

Abstract

Seni adalah keindahan yang tertuang di dalam sebuah karya. Karya seni muncul tidak dengan serat-merta. Artinya, ada beberapa tahapan atau proses yang melingkupi kemunculan suatu karaya seni. Peran manusia (seniman) sangat menentukan proses terjadinya karya seni. Proses karya seni ini dapat diibaratkat sama dengan proses kemunculannya seorang manusia di bumi ini.  Tahapan-tahapan proses karya seni memberikan sejauh mana karya seni itu muncul sebagai realitas yang estetis. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain:  kehamilan, pertumbuhan, kemasakan, sketsa,  dan pembentukan. Kelima tahapan proses terjadinya karya seni tersebut membentuk suatu kesatuan kreativitas manusia (seniman).
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR DALAM MATA KULIAH “ARRANGEMENT” DI S1 SENDRATASIK UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Nanda Kurnia Novandhi
Imaji Vol 17, No 2 (2019): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6157.082 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i2.27778

Abstract

Arrangement merupakan salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh seorang musisi atau orang yang berkecimpung dalam dunia seni musik. Aransemen juga merupakan salah satu yang paling penting dalam menunjang keberhasilan menciptakan sebuah komposisi musik. Pembelajaran aransemen diperlukan seorang musisi atau mahasiswa seni khususnya dalam seni musik karena, untuk membekali mereka dalam menjalani kehidupan sebagai seorang pemain musik. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Metode pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan metode belajar secara konstruktivistik dan behavioristik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode pembelajaran apa yang cocok untuk digunakan dalam perkuliahan aransemen. Manfaat penelitian secara teoritis adalah menambah literatur tentang metode pembelajaran dalam seni musik, dan manfaat secara praktis adalah membantu dalam refensi dalam membangun pembelajaran yang baik. Kata Kunci : Arrangement, Metode Belajar, Behavior, Konstruktif IMPLEMENTATION OF LEARNING THEORY IN THE “ARRANGEMENT” COURSE IN S1 SENDRATASIK, SURABAYA STATE UNIVERSITY Abstract Arrangement is one of the sciences that must be mastered by a musician or person working in the world of music art. Arrangement is also one of the most important in supporting the success of creating a musical composition. Arrangement learning is needed by a musician or art student, especially in the art of music because, to equip them to live life as a music player. This type     of research used in this study is qualitative. The learning method used is a constructivist and behavioristic approach to learning methods. The purpose of this research is to find out what learning methods are suitable for use in lecturing arrangements. The theoretical benefit of research is to add to the literature on learning methods in the art of music, and the practical benefit is to help in the refinement in building good learning. Keywords: Arrangement, Learning Method, Behavior, Constructive
Selera Keindahan Warga Tionghoa di Semarang: Studi Kasus Transformasi Fungsi Musik Hiburan ke Ritual Teguh Hartono Patriantoro
Imaji Vol 17, No 1 (2019): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.493 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i1.23478

Abstract

Artikel ini menganalisa tentang selera keindaan yang mendapatkan intervensi dari politik praktis. Kondisi politik yang dimaksudkan adalah adanya INPRES no. 14 tahun 1967 yang berisi tentang larangan bagi Masyarakat Tionghoa di Indonesia untuk menggelar acara budaya di depan umum. Munculnya Inpres tersebut mempengaruhi eksistensi Masyarakat Tionghoa dan menyebabkan para pelaku seni untuk merubah fungsi musik yang awalnya bersifat hiburan menjadi pseudo ritual. Proses perpindahan fungsi tersebut juga berdampak pada letak keindahan, dimana  ungkapan spontan seperti “ciamik”, perasaan kagum, dan gesture bahagia tereduksi secara politis. Pemeliharan pola dari pemerintah dengan adanya INPRES serta tuduhan subversif bagi warga negara yang melanggar, menyebabkan struktur kultural musik menjadi berubah pula. Seperti pemilihan lagu yang harus menghilangkan syair duniawi, pemilihan tempo musik dengan irama dinamis, dan genre musik. Hal ini menyebabkan letak citarasa keindahan dalam bermusik tidak bersifat universal, dikarenakan adanya kerinduan dari masyarakat setelah terbebas dari INPRES. Tujuan dari artikel ini adalah menganalisa bentuk pembelajaran/penularan ilmu kepada generasi berikutnya dengan penyesuaian kondisi eksternal seperti faktor sosial, politik, dan ekonomi. Metode yang digunakan adalah pendekatan antar bidang dengan payung utama etnomusikologi.Kata Kunci:ciamik, estetika Tionghoa, transformasi musik, ritual Chinese’s Taste of Beauty in Semarang:Case Study on the Transformational Function of Music from Entertainment into Rituals ABSTRACTThis article analyzes the sense of desire that gets intervention from practical politics. The intended political condition is the existence of INPRES no. 14 of 1967 which contained a prohibition on Chinese Communities in Indonesia to hold cultural events in public. The emergence of the INPRES influenced the existence of the Chinese community and caused the perpetrators of the arts to change the function of music which was originally as an entertainment into a pseudo ritual. The process of transferring this function also affects the aesthetics location, where spontaneous expressions such as "ciamik", feelings of awe, and gesture of happiness are reduced politically. The pattern maintenance from the government with the INPRES and allegations of subversion for citizens who violate causes the change of music cultural structure as well. Like the selection of songs that must eliminate worldly lyrics, using dynamic rhythms as the tempo, and musical genres. This causes the aesthetics of music cannot be enjoyed universally, due to the longing of the community after being freed from the INPRES. The purpose of this study is to analyze the form of learning or transmission of knowledge for the future generations with adjustments to the conditions of social, political, and economic factors. The method used is the integrated approach concerning in ethnomusicology.Keywords: ciamik, Chinese aesthetics, musical transformation, pseudo ritual.
NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM LAGU ‘AKU RETANG BAO’ DI MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR Wilfebri Oswaldus Wiko
Imaji Vol 17, No 2 (2019): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6157.121 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i2.27809

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan tinjauan nilai-nilai etika nyanyian tradisi nenggo pada pertunjukan tari caci di Manggarai NTT. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan kajian etnografi, fenomenologi, dan hermeneutika. Penelitian  ini dilakukan di Kabupaten Manggarai,  Provinsi  Nusa  Tenggara  Timur.  Subjek  penelitian  ini adalah penari caci, tokoh/tua adat setempat, pemerintah setempat, dan tokoh masyarakat setempat. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi dan dianalisis hingga menghasilkan sebuah kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, nyanyian tradisi “Aku Retak Bao” menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan Manggarai. Kedua, nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam nyanyian tradisi “Aku Retak Bao” meliputi: 1) nilai kesenangan, 2) nilai vitalitas, 3) nilai spiritual dan nilai kesucian, dan nilai spiritual meliputi tiga nilai pokok yang terdiri dari nilai estetis, nilai benar dan salah, dan nilai dari pengetahuan murni demi diri sendiri. Nilai Kesucian berkaitan dengan kepercayaan orang Manggarai di antaranya kepercayaan akan roh alam dan roh leluhur (ritus teing hang/takung dan ritus toto urat), kepercayaan akan adanya roh halus, benda dan ucapan magis, dan Mori Kerang (Tuhan Pencipta). Kata kunci: nilai kemanusiaan, nyaanyian tradisi, Aku Retak Bao VALUES OF HUMANITY IN SONG ‘AKU RETANG BAO’ IN MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR Abstract This study aims to review the ethical values of Nenggo traditional song in the Caci dance performance in Manggarai, East Nusa Tenggara Province. This research is a qualitative study using ethnographic, phenomenological, and hermeneutic studies. This research was conducted in Manggarai Regency, East Nusa Tenggara Province. The subjects of this study were Caci dancers, local traditional leaders / figures, local government, and local community leaders. Data sources consist of primary data and secondary data. Data collection was done through observation, interviews, and documents. The validity of the data was obtained through triangulation and analyzed to produce a conclusion. The results of this study are as follows. First, the singing of “Aku Retak Bao” becomes an inseparable part of Manggarai culture. Second, the humanity values contained in the tradition singing “Aku Retak Bao” include: 1) the value of pleasure, 2) the value of vitality 3) the spiritual value and the value of purity, and the spiritual value includes three basic values consisting of aesthetic values, true and wrong values, and the value of pure knowledge for one’s own sake. Purity Value relates to the beliefs of Manggarai people including belief in natural spirits and ancestral spirits (rites (riteteing hang/takung dan ritetoto urat), belief in the existence of spirits, magical objects and utterances, and Mori Kerang (God the Creator). Keywords: humanity values, traditional singing, Aku Retak Bao
SIMFONI KECAPI MASYARAKAT BUGIS DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN: KAJIAN MAKNA SIMBOLIK DAN NILAI Fitri Pagga
Imaji Vol 17, No 1 (2019): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2020.879 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i1.25734

Abstract

Tulisan ini berusaha utuk  membahas makna simbolik dan nilai simponi kecapi masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Hasil studi ini menunjukkan. Simponi Kecapi merupakan pertunjukan musik yang terdiri dari alat musik seperti kecapi, gendang, suling, lea-lea, anak beccing dan gong. Format pertunjukan Simponi Kecapi selalu didominasi oleh kecapi, yang menjadi instrumen pokok dalam permainan ini sehingga disebut dengan Simponi Kecapi. Kesenian tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi di dalamnya terkandung berbagai kegunaan serta ekspresi budaya masyarakat Bugis. Nilai kehidupan serta berbagai simbol disampaikan melalui pertunjukan Simponi Kecapi, yang kehadiran pertunjukan musik tradisional ini menjadi milik semua masyarakat masyarakat sekitar di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, artinya kesenian ini akan tetap  hidup dan berkembang apabila masyarakatnya mau memelihara, mengembangkan, dan mengapresiasi dalam setiap pementasannya.Kata kunci: nilai, simbol, simponi, kecapi, BugisBUGIS’ HARP SYMPHONY IN SIDENRENG RAPPANG DISTRICT, SULAWESI SELATAN: STUDY OF THE SYMBOLIC MEANING AND VALUEThis paper seeks to discuss the symbolic meaning and value of Bugis’ Harp symphony in Sidenreng Rappang District, South Sulawesi. The results of this study show that the harp symphony is a musical performance consisting of musical instruments such as harp, drum, flute, lea-lea, kid beccing and gong. The format of the show is always dominated by the harp, which is the main instrument in this game, so-called harp symphony. Art does not only function as entertainment but it contains various uses and cultural expressions of Bugis people. The values of life and various symbols are conveyed through the show, where the presence of traditional music performances belongs to all the surrounding communities in Sidenreng Rappang District, South Sulawesi, meaning that this art will survive and develop if the people want to maintain, develop and appreciate it.Keywords: values, symbols, symphonies, harps, Bugis
MAKNA SIMBOLIK TOPENG TARIAN HUDOQ PADA UPACARA PANEN MASYARAKAT SUKU DAYAK Nur Hikmah Yanti
Imaji Vol 17, No 1 (2019): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.613 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i1.25728

Abstract

Paper ini disusun dengan tujuan untuk menegtahui latar belakang terciptanya upacara panen masyarakat Dayak, mengetahui fungsi dari tarian Hudoq pada upacara panen masyarakat suku Dayak, makna simbolik apa saja yang ada di dalam topeng hudoq yang digunakan saat upacara panen masyarakat suku Dayak. Hasil penelusuran dinyatakan bahwa, terjadinya upacara panen masyarakat Dayak dilatar belakangi oleh rasa rindu Heleang Hebeung kepada istri dan anaknya yang telah berpisah, Tari Hudoq berfungsi sebagai tari upacara untuk menghadirkan kekuatan serta  pengaruh alam yang merupakan  tradisi dan kepercayaan Dayak Ga’ay  pada musim panen, terdapat tiga jenis topeng Hudoq yang digunakan, yaitu: Hudoq nyam’ake, yang melambangkan pemuda yang gagah berani yang bertugas sebagai prajurit; Hudoq urung pakau, dikenakan oleh orang yang dituakan di kampung, yaitu pemimpin kelas menengah yang memberikan komando kepada prajurit saat perang; Hudoq ba'kap, yaitu dikenakan oleh pemimpin adat yang sekaligus mengepalai tarian Hudoq.Kata kunci: Makna symbolic, hudoq, upacara panenTHE SYMBOLIC MEANING OF THE HUDOQ DANCE MASK IN THE DAYAK PEOPLE HARVEST CEREMONYABSTRACTThis peper was arranged with the aim of tense the background of the creation of the Dayak community harvest ceremony, to understand the function of the Hudoq dance at the Dayak tribe harvest ceremony, any symbolic meaning in the hudoq mask used during the Dayak tribe reception ceremony. The search results announced, the reception ceremony of the Dayak community was motivated by a longing for Heleang Hebeung to his wife and participants who had separated, Hudoq Dance held a ceremony to enhance leadership that helped Ga'ay's Dayak tradition in the harvest season, There were three types of Hudoq masks used , namely: Hudoq nyam'ake, which represents the brave young man who was transferred as a soldier; Hudoq failed, worn by people in the village, namely middle class leaders who gave command to soldiers during the war; Hudoq ba'kap, which is given by a traditional leader who also heads the Hudoq dance.Keywords: Symbolic meaning, hudoq, harvest ceremony
IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS KEARIFAN LOKAL REYOG PONOROGO DI SDN KALIMALANG Rizki Mustikasari
Imaji Vol 17, No 2 (2019): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.6 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i2.24451

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi sekolah berbasis kearifan lokal di SDN Kalimalang; mengetahuai pemahaman kepala sekolah, ketua tim pengembang, dan guru tentang pengembangan sekolah berbasis kearifan lokal; mengetahui bentuk kearifan lokal yang dikembangkan; dan strategi pengembangan sekolah berbasis kearifan lokal yang diterapkan di SDN Kalimalang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pemeriksaan data dengan menggunakan triagulasi teknik dan sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pengertian sekolah berbasis  kearifan lokal antara kepala sekolah, ketua tim pengembang, dan guru sama, yaitu kondisi sekolah    yang menerapkan kearifan lokal dalam suasana pembelajaran. Kearifan lokal yang diterapkan  di SDN Kalimalang adalah seni tari, gamelan Reyog, dan kerajianan Reyog. SDN Kalimalang menggunakan lima strategi dalam pengembangan sekolah berbasis kearifan lokal yaitu membuat team work, menyiapkan fasilitas penunjang, melakukan strategi pelaksanaan, melakukan kerjasama dengan pihak luar, dan menjalin kerjasama dengan masyarakat. Bentuk implementasi sekolah berbasis kearifan lokal di SDN Kalimalang dapat dilihat dari pengintegrasian kearifan lokal dalam pembelajaran maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kata Kunci: sekolah reyog, sekolah kearifan lokal, kearifan lokal, kearifan lokal reyog THE IMPLEMENTATION OF SCHOOL BASED ON LOCAL WISDOM OF REYOG PONOROGO IN SDN KALIMALANG AbstractThis study aims to know the implementation of local wisdom-based school in SDN Kalimalang; knowing the principal’s, team leader development’s, and the teachers’ understanding about developing a local wisdom-based school; knowing the developed form of its local wisdom; and the development strategy of a local wisdom-based school applied in that school. This study was a qualitative descriptive method with triangulation to check the data trustworthiness. The results of this study showed that the understanding of the principal, the team leader development team, and the teacher is the same, in the school’s condition that applies local wisdom in the learning atmosphere. The local wisdom applied in this school is dance art, gamelan reyog, and reyog performance. This school uses five strategies in developing their local wisdom-  based school, involving making team work, preparing supporting facilities, doing strategies implementation, collaborating with external parties, and collaborating with the community. The implementation form of local wisdom-based schools in the observed school can be seen from the integration of local wisdom in learning and in extracurricular activities. Keywords: reyog schools, local wisdom schools, local wisdom, local logistic wisdom
EKSISTENSI KESENIAN BARONGAN SETYO BUDOYO DI DESA LORAM WETAN KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS Dinda Putri Ayuningtyas
Imaji Vol 16, No 2 (2018): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2520.867 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v16i2.22757

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan eksistensi kesenian Barongan Setyo Budoyo di Desa Loram Wetan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Objek penelitian ini adalah kesenian Barongan Kudus. Subjek penelitian ini adalah ketua kesenian barongan Setyo Budoyo, penari barongan, dinas kebudayaan dan pariwisata, serta perangkat desa Loram Wetan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Teknik Keabsahan  Data menggunakan triangulasi.Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:1) Sejarah kesenian Barongan Kudus yang diambil dari cerita babat tanah Jawa; 2) Bentuk penyajian Kesenian Barongan Setyo Budoyo yaitu gerak, tata rias, tata busana, tempat pementasan/pertunjukan, properti, iringan music; 3) Bentuk pelestarian Kesenian Barongan yaitu melestarikan kesenian barongan yang dibutuhkan adanya kerjasama anatara pelaku kesenian dengan pemerintah terkait untuk melestarikan kesenian barongan Setyo Budoyo yang hampir punah. Kata kunci : eksistensi, kesenian, barongan THE EXISTENCE OF SETYO BUDOYO BARONGAN ARTS IN LORAM WETAN VILLAGE, JATI DISTRICTS, KUDUS REGENCY  Dinda Putri Ayuningtyas14209241037AbstractsThe aim of this research is to describe the existence of Setyo Budoyo Barongan Arts in Loram Wetan Village, Jati Districts, Kudus Regency.This research is using qualitative descriptive approach. Object of this research is Barongan Arts in Kudus. Subjects of this research are the leader of Setyo Budoyo Barongan Arts, Barongan dancer, culture and tourism official, also the employee of Loram Wetan Village. Data collection on this research using observation, interview and documentation techniques. While data analysis by data reduction, data presentation and taking conclusion. Data validity techniques by triangulation.The results of this research are: 1) The history of Barongan Kudus was taken from Babat Tanah Jawa story; 2) The presentation form of Setyo Budoyo Barongan Arts are movement, make up, costume, stage, property, and accompaniment; 3) The preservation form  of Barongan Arts is conserve it, and it needs the cooperation between the artists and the government to conserve Setyo Budoyo Barongan Arts that almost extinct. Keywords: existence, arts, barongan
PENGEMBANGAN ‘WAYANG BEBER BABAD MAJAPAHIT’: LAKON “JAYAKATONG MBALELA” Ranang Agung Sugihartono; Tatik Harpawati; Jaka Rianto
Imaji Vol 17, No 2 (2019): IMAJI OKTOBER
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6157.15 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i2.26404

Abstract

Industrialisasi semakin meminggirkan eksistensi dan fungsi situs-situs warisan kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jombang dan sekitarnya. Mayoritas generasi muda setempat lebih tertarik menjadi buruh pabrik dan mengabaikan seni tradisi. Penyadaran atas potensi kearifan lokal, perlu dilakukan penggalian potensi warisan leluhur, dengan melakukan kreasi wayang beber. Penggunaan jenis penelitian berbasis praktik (practice-based research) ini mencakup tahapan pengumpulan informasi, seleksi, penyusunan, analisis, evaluasi, presentasi, dan komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan perancangan wayang beber mampu menghasilkan wayang beber Babad Majapahit lakon Jayakatong Mbalela yang khas dan berbeda dari wayang beber daerah lain, yaitu: visualisasi bentuk tokoh wayang beber menyerupai tokoh pada relief candi peninggalan Majapahit, pewarnaan wayang beber yang kemerahan identik dengan warna batu-bata candi peninggalan Majapahit, ragam hias (ornamen) juga khas seperti relief candi peninggalan Majapahit. Kata Kunci: Pengembangan, wayang beber, dan babad Majapahit. DEVELOPMENT OF ‘WAYANG BEBER BABAD MAJAPAHIT’: STORY “JAYAKATONG MBALELA” Abstract Industrialization is marginalizing the existence and function of Majapahit royal heritage sites in Mojokerto, Jombang and its surroundings. The majority of the local youths are more interested in becoming factory workers and ignoring their traditional arts. Yet, awareness of the potential of local wisdom is necessary to explore the potential of ancestral heritage, by carrying out wayang beber creation. This Practice-Based Research includes the stages of gathering information, selecting, compiling/ arranging, analyzing, evaluating, presenting, and communicating. The results of this study indicate that the stages of wayang beber design are able to produce wayang beber Babad Majapahit story of “Jayakatong Mbalela” that are unique and different from wayang in other regions, namely: its forms’ visualization resembling those on Majapahit heritage reliefs, the reddish coloring of wayang beber is identical to the colors of the bricks at Majapahit heritage temples, and the various ornamentation is also typical to the temple relief from the Majapahit inheritance. Keywords: Developing, puppet/wayang beber, and babad Majapahit.