cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Mintakat: Jurnal Arsitektur
ISSN : 14117193     EISSN : 26544059     DOI : 10.26905
Core Subject : Social, Engineering,
Mintakat: Jurnal Arsitektur (JAM) dalam versi jurnal online yang terbit di tahun 2017 ini sebenarnya adalah format baru dari penerbitan offline sejak tahun 2000. Jurnal ini diterbitkan oleh oleh Group Konservasi Arsitektur & Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang. Dalam format online JAM merencanakan akan terbit 2 (dua) kali dalam setiap volume pada bulan Maret dan September.
Arjuna Subject : -
Articles 113 Documents
REVITALISASI RUMAH TRADISIONAL DI DESA POTO-SUMBAWA SEBAGAI OBYEK WISATA BUDAYA, MELALUI PENDEKATAN PERILAKU SPASIAL Junianto HW
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.19 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v18i2.1538

Abstract

Kajian ini berangkat dari pemikiran bahwa pelestarian Rumah Tradisional di desa Poto,  merupakan parameter kunci, dalam peningkatan daya tarik wisata. Disisi lain, rumah tinggal di desa Poto, Moyohilir – Sumbawa Besar, signifikan terkait dengan pengembangan produktifitas kerajinan Tenun ikat, serta daya tarik wisata. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, menjadikan desa Poto sebagai Desa Wisata. Sebagai Kabupaten pemekaran, kegiatan wisata sangat diharapkan  untuk menunjang pendapatan daerah, serta masyarakatnya. Disisi lain, ada indikasi kurang tepat, yakni dengan dengan melokalisir kegiatan menenun di sebuah Balai Panenun. Kebijakan ini semula untuk tujuan peningkatan atraksi wisata, dengan menjadikannya terpusat. Namun, kenyataan bertolak belakang dengan tradisi menenun masyarakat setempat yang tidak lepas dengan kegiatan rumah tangga. Menenun masih menjadi kegiatan sampingan kaum perempuan, sambil memasak, mengasuh anak, dan kegiatan rumah lainnya. Melalui kajian perilaku, diperoleh kecenderungan perilaku spasial, sebagai acuan revitalisasi. DOI: https://doi.org/10.26905/mintakat.v18i2.1538
BANGUNAN “SEMI VERTIKAL” DI KAWASAN DINDING BENTENG KRATON YOGYAKARTA. KAJIAN ASPEK VERNAKULAR DALAM PELESTARIAN SETING BANGUNAN DAN KAWASAN Dina Poerwoningsih
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.441 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v18i2.1539

Abstract

Benteng Kraton Yogyakarta merupakan salah satu elemen pembentuk struktur kota tradisional Yogyakarta disamping Kraton, Tamansari, dan Dalem. Seperti halnya permasalahan kota-kota yang bernilai historis lainnya, isu-isu preservasi dan konservasi menjadi salah satu wacana dalam menyikapi pertumbuhan dan perkembangan kota. Secara visual dan fisik, saat ini Benteng Kraton Yogyakarta hanya tersisa kurang dari seperempat bagian saja. Selebihnya dan sebagian besar kini menjadi area hunian bagi sebuah komunitas masyarakat Yogyakarta. Kondisi benteng saat ini  sangat memperlihatkan karakter kontemporer suatu lingkungan urban. Seperti halnya Tamansari yang telah mengalami perubahan fisik jauh lebih awal, Benteng Kraton dapat diprediksi akan mengalami hal yang sama. Lingkungan Kraton Yogyakarta dengan keberadaan monumen bersejarahan di dalamnya menuntut upaya pemeliharaan, di sisi lain kebutuhan masyarakat warga lingkungan Kraton menuntut pemenuhan yang tidak sejalan dengan upaya pemeliharaan tersebut. Salah satu upaya Kraton untuk melestarikan eksistensi Benteng Kraton sebagai bangunan bernilai sejarah adalah diaturnya ketinggian bangunan di kawasan Kraton yang tidak melebihi tinggi Bangunan Kraton. Kondisi yang ada saat ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk mengabaikan aturan tersebut untuk alasan-alasan pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan masyarakat kawasan. Diperlukan  suatu pemahaman dan upaya-upaya kompromi yang dapat  menghubungkannya. Upaya revitalisasi merupakan salah satu pendekatan yang dipandang paling optimal. Mendukung upaya revitalisasi tersebut, memahami bagaimana suatu komunitas hidup dalam suatu urban heritage menjadi sangat penting. Bangunan ”Semi Vertikal” merupakan  salah satu fenomena-vernakular yang dilakukan masyarakat dalam rangka mengapresiasi aturan Kraton. Tulisan ini ditujukan untuk memaparkan fenomena ”istimewa” tersebut. DOI: https://doi.org/10.26905/mintakat.v18i2.1539
MENGGAGAS PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL DUSUN SADE SEBAGAI LANSEKAP BUDAYA YANG MAMPU MENGANTISIPASI KEBUTUHAN PENGHUNINYA Philipus Agus Sukandar
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (871.03 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v18i2.1687

Abstract

Perkampungan adat di dusun Sade merupakan salah satu lansekap budaya Sasak yang sudah ditetapkan pemerintah setempat sebagai salah satu kawasan wisata di Lombok yang harus dikonservasi namun eksistensi tradisionalitasnya terancam hilang karena penduduknya merasa lingkungan permukiman ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhannya. Sebagai permukiman yang masih hidup, tentusaja tidak mungkin memaksakan kebijakan-kebijakan pelestarian yang sekedar melindungi artefaknya. Pengelolaan berdasar konsep pelestarian lansekap budaya merupakan upaya perlindungan yang sekaligus diharapkan bisa menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi suatu kawasan. Pendekatan ini diharapkan juga mampu memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasarkan kekuatan aset-aset budaya yang ada. Proses  menemukenali karakter keragaan fisik visual tatanan lansekapnya berikut preferensi masyarakat terhadap lingkungannya yang diantaranya melalui inventarisasi bentuk perubahan fisik yang terjadi, merupakan langkah awal dari seluruh kegiatan yang diperlukan. DOI: https://doi.org/10.26905/mintakat.v18i2.1687
STRATEGI PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN KAWASAN PERMUKIMAN SEGI EMPAT EMAS TUNJUNGAN SURABAYA Septi Dwi Cahyani; Rendra Suprobo Aji
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (678.816 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v18i2.1692

Abstract

Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu upaya memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam yang ada secara terencana, bertanggung jawab, dan sesuai dengan daya dukungnya. Kemakmuran rakyat, kelestarian fungsi, dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan hal yang utama dalam mendukung pembangunan berwawasan lingkungan sebagai wujud penerapan keberlanjutan. Pembentukan suatu kota sebenarnya diawali oleh keberadaan kampong, tak terkecuali Kota Surabaya. Seiring berjalannya waktu, permukiman penduduk asli yang terbentuk sebagai cikal bakal kampong berkembang dengan kemunculan ragam etnis dari berbagai wilayah. Sekelompok masyarakat dengan latar sosial budaya tertentu membentuk kampong-kampong yang keberadaanya masih dapat dipertahankan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Permukiman di Kawasan Segi Empat Emas Tunjungan Surabaya merupakan salah satu kawasan permukiman yang masih mampu bertahan di tengah-tengah area percepatan pertumbuhan bisnis. Permukiman ini dinilaimemiliki karakter yang patut dipertahankan karena turut menjadi saksi bersejarah dari identitas kawasannya yang berada pada cakupan wilayah konservasi. Untuk menjaga eksistensi dari kawasan permukiman tersebut, pentingnya menyusun strategi pembangunan permukiman berwawasan lingkungan melalui temuan masalah yang ditangani berdasarkan konsep lingkungan (permukiman ekologis, arsitektur hijau), ekonomi (pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan), dan peran masyarakat setempat sehingga dapat menunjang pembangunan optimal. DOI: https://doi.org/10.26905/mintakat.v18i2.1692
CIRI KHAS ARSITEKTUR RUMAH BELANDA (Studi Kasus Rumah Tinggal Di Pasuruan) Pindo Tutuko
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.329 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1954

Abstract

Arsitektur rumah tinggal sebagai hasil kebudayaan adalah perpaduan suatu karya seni dan pengetahuan tentang bangunan, dengan demikian arsitektur juga membicarakan berbagai aspek tentang keindahan dan konstruksi bangunan. Dalam menelaah rumah-rumah kolonial tidak terlepas dari gaya arsitektur yang dibawa oleh Belanda pada saat itu.  Ada tiga ciri yang harus diperhatikan untuk dapat memahami struktur ruang lingkup sosial kota kolonial, yaitu budaya, teknologi dan struktur kekuasaan kolonial. Keterbukaan sebuah kota pusat pemerintahan dan perdagangan mengharuskan adanya perkembangan komunikasi dan teknologi pada awal abad XX. Kota-kota lama di Jawa sampai dengan abad XVIII tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kota-kota yang tidak mempunyai fungsi perdagangan umumnya menjadi kota pusat pemerintahan daerah. Sebagai studi, dipakai kota Pasuruan untuk pengamatan bangunan kolonialnya. Berkenaan dengan adanya industri gula, maka Kota Pasuruan digunakan sebagai pusat penelitian gula pada masa itu.  Belanda masuk ke Pasuruan pada tahun 1743, maka semestinya pembuatan rumah yang bergaya Belanda juga berkiblat pada gaya arsitektur asli di Belanda. Tulisan ini dibatasi pada gaya arsitektur yang terjadi pada masa arsitektur modern sampai dengan berpindahnya ibukota Karesidenan Pasuruan ke Malang (Juli 1928) dan runtuhnya industri gula (1930). Akibat perkembangan industri dan pengingkaran-pengingkaran terhadap keindahan karya seni, serta berbagai unsur yang tumbuh dalam kehidupan sosial dengan tidak adanya kontrol yang ketat, terlepaslah ikatan akan kebiasaan mencipta bangunan dengan menyertakan ragam hias. Sudah barang tentu masalah ini melibatkan berbagai masalah dan pandangan akan nilai-nilai yang sangat kompleks. Tidak semua ciri arsitektur yang ada di Belanda diterapkan pada bangunan yang dibangun Belanda di Pasuruan. Terdapat 2 periode pembangunan rumah di Pasuruan, yaitu masa sebelum adanya Pusat Penelitian Gula dan sesudahnya. Adanya sistem rumah induk dan doorloop yang menghubungkan dengan fungsi service. Adanya penyesuaian terhadap iklim tropis di Indonesia pada rancangan rumah tinggal. Bahan utama untuk dinding yang digunakan adalah Bata, dengan ketebalan pasangan 1 bata. Cenderung sederhana permainan strukturnya dan minim ornamen.
PENGARUH SUARA (SOUND) PADA TEMPAT KERJA (WORKPLACE) Erna Winansih
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.922 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1955

Abstract

Banyak faktor menentukan produktivitas dan kepuasan kita dalam bekerja tapi dalam dekade ini ahli psikologi telah menyadari bahwa lingkungan fisik merupakan mediator yang penting dalam penentuan produktivitas dan kepuasan pegawai atau pekerjanya. Kebisingan berpengaruh banyak pada perilaku bekerja. Dalam setting industri dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran yang serius. Kebisingan yang amat sangat khususnya berbahaya jika pekerja tidak menyadari terjadinya kurang pendengaran yang lambat laun mengakibatkan ketulian dan hampir tidak dipersepsi. Selain melihat akibat-akibat dari kebisingan ini berpengaruh pada penurunan performansi, tergantung pada jenis pekerjaan atau tugas yang dikerjakan, personil itu sendiri (manusianya), dan tipe kebisingan. Kebisingan mengancam atau berpengaruh buruk terhadap performansi saat kombinasi pegawai tertentu, jenis tugas (pekerjaan) tertentu dan tipe kebisingan yang juga terjadi, tapi tidak dalam lingkungan lainnya.Pada jenis pekerjaan tertentu kebisingan justru cukup meningkatkan atau memberikan semangat (arouse) performansi seseorang. Kebisingan di kantor mungkin akan mempengaruhi perilaku interpersonal yang penting, mungkin dengan berkurangnya tolong menolong. Terdapat juga dugaan bahwa jika seseorang terpapar dengan kebisingan atau suara yang keras dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh pada fisiologis selain kehilangan pendengaran (tuli).
MANFAAT PENGGUNAAN METODA KONSOLIDASI TANAH DALAM RANGKA PENATAAN WILAYAH PERKOTAAN Hery Budiyanto
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1860.72 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1956

Abstract

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk perkotaan di negara berkembang termasuk Indonesia adalah sangat pesat, hal ini menimbulkan permasalahan penyediaan tanah untuk perumahan dan fasilitas kota, sementara persediaan tanah untuk menghadapi perkembangan penduduk semakin tidak mencukupi sehingga perlu dilakukan langkah-langkah inovatif agar masalah ini bisa teratasi tanpa menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan metoda Konsolidasi Tanah. Tulisan ini akan menupas manfaat penggunaan serta dasar-dasar metoda Konsolidasi Tanah.
BANGUNAN RUMAH TINGGAL TRADISIONAL JAWA TENGAH Rini Trisulowati
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3280.978 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1957

Abstract

Kehidupan masyarakat tradisional Jawa tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya, Identitas diperlihatkan melalui bentuk dan simbol pada lingkungan. Hubungan yang dihayati berkaitaan erat dengan alam sekitarnya. Didalam pembahasan ini terutama menyangkut latar belakang (sejarah perkembanganya), filosofinya, bentuk, bahan bangunan  dan orientasi pada rumah tinggal yaitu rumah tinggal tradisional Jawa Tengah. Akibat perkembangan teknologi, alam pemikiran serta adanya benturan budaya melalui proses akulturasi dan pertimbangan-pertimbangan lainnya maka tidak sepenuhnya dapat dilakukan dan diterapkan sikap budaya masyarakat modern pada masa sekarang dengan masyarakat tradisional pada masa lalu
DI ANTARA KE- MASA LALU-AN DAN KE-KINI-AN KOTA BERSEJARAH Imam Santoso
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.712 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1958

Abstract

Kerinduan akan masa lalu pada sebuah kota tentunya akan lebih terasa indah, ketika menempatkan kesejarahan kota tersebut pada suatu posisi yang benar dan tepat. Sebagai contohnya L’arc de Grand au Defense di Paris (semacam ‘Regol’ dalam istilah Jawa) yang tentunya dapat menjadi panutan para arsitek di negeri ini di dalam memberi sentuhan pada suatu karya kearsitekturan kota yang berakar dan memiliki perhatian pada arti kesejarahan. Melihat fenomena terhadap pemakaian bangunan yang bernilai kesejarahan atau ke-kuno-an (klasik) adalah sebagai pengikat fungsi baru yang cenderung mempunyai nilai positif. Di kota-kota di Indonesia sepertinya hal tersebut belum mencapai perkembangan kota yang ideal antara ke-masa lalu-an dan ke-kini-an, masyarakat masih menilai dan melihat bahwa yang kuno tersebut adalah usang. Sehingga perlu untuk mencontoh dalam kasus bangunan La Defense di kota Paris baru, dimana perancangnya berhasil memberikan nuansa lain pada kota baru tersebut tanpa meninggalkan ciri-ciri yang ada pada kota Paris lama, dengan memanfaatkan apa yang disebut ‘historis axis’ sebagai pengikatnya.
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN PERMUKIMANNYA DI DAS BRANTAS Soesanto Soesanto
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 4, No 1 (2003): September 2003
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2110.714 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v4i1.1959

Abstract

Malang adalah sebuah kota dengan mayoritas penduduknya adalah pendatang, dan dikenal sebagai kota  pelajar yang sebagian besar masyarakat terdiri dari pelajar dan mahasiswa. Dari tahun ke tahun. Malang semakin padat  , kebutuhan akan permukiman pun semakin bertambah.  Di tengah-tengah kota Malang  permukiman  semakin padat , banyak masyarakat   hidup dengan taraf perekonomian  yang rendah (masyarakat marginal).  Kondisi tersebut menjadikan  peneliti yang secara moral memiliki  beban dan tanggung jawab untuk ikut memecahkan solusi permasalahan  dalam   membantu Pemerintah Daerah Malang untuk ikut berperan serta menyumbangkan pemikirannya dalam  menyelesaikan permasalahan yang terjadi dimasyarakat  khususnya di sekitar bantaran Das Brantas Malang . Dari beberapa masyarakat  kehidupan perekonomian rendah, diambil sampel  lingkungan masyarakat  bawah sebanyak 30 KK (kepala keluarga) yang hidup secara sederhana menempati lahan di RW II RT 05  DAS  Brantas Kelurahan Kesatrian  Kecamatan Blimbing. Dari hasil  wawancara 11 pertanyaan kunci yang dianalisis didapat  simpulan bahwa aspirasi masyarakat di bantaran Sungai Brantas tepatnya di Kelurahan Kesatrian RW II RT 05 Kecamatan Blimbing, tidak akan mau dipindahkan walaupun keadaan ekonomi mereka yang serba kekurangan dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat karena mereka lebih mengutamakan kehidupan bersama dengan kerukunan dan rasa kekeluargaan yang tinggi sehingga mereka dapat saling menolong, bukan karena keadaan Sungai Brantas atau kondisi kesehatan masyarakat yang kurang baik ataupun kondisi rumah yang tidak memenuhi standar.

Page 2 of 12 | Total Record : 113