cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Indonesian Journal of Conservation
ISSN : 22529195     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
The Indonesian Journal of Conservation [p-ISSN 2252-9195] is a journal that publishes research articles and conservation-themed conservation studies, including biodiversity conservation, waste management, green architecture and internal transportation, clean energy, art conservation, ethics, and culture, and conservation cadres
Arjuna Subject : -
Articles 319 Documents
UPAYA MENDORONG KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF MAHASISWA DALAM INOVASI KONSERVASI PANGAN Wusqo, Indah Urwatin
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aimed to analyze efforts to encourage creative thinking skills of science education students on the problem of food security in Indonesia. This was due to the abundance of basic foodstuff in Indonesia. However, there were still problems in innovative processing and interesting packaging of the foods. Therefore, to foster the creative thinking skills among the college students, the implementation of project-based learning on the concept of conventional biotechnology was designed in biotechnology class learning. The goal was to nurture students’ creative thinking skills on the conventional concept of biotechnology in order to produce innovative conservation-based food products. The research design used in this study is One-Shot Case Study. It was implemented by providing treatment for students of Science Education Year 2013/2014 who were involved in Project Based Learning in the biotechnology course learning. Next, the students’ creative thinking skills were observed. The results showed that the implementation of project-based learning improve the students’ creative thinking skills that the students were able to create innovations on conservation-based food products using conventional Biotechnology principles.Keywords: creative thinking, project-based learning, food conservation, conventional biotechnology Tulisan ini bertujuan menganalisis upaya mendorong kemampuan berpikir kreatif pada mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA terhadap masalah ketahanan pangan di Indonesia. hal ini dilatarbelakangi oleh melimpahnya bahan pangan asli Indonesia namun masih memiliki permasalahan dalam pengolahan dan pengemasan yang inovatif dan menarik. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan berpikir kreatif mahasiswa pada kuliah Bioteknologi, maka dirancang suatu pembelajaran melalui penerapan  model pembelajaran project based learning pada konsep Bioteknologi konvensional. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendorong kemampuan berpikir kreatif mahasiswa dalam konsep Bioteknologi konvensional dalam upaya menghasilkan produk inovasi berbasis konservasi pangan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen One-Shot Case Study. Pelaksanaanya dengan cara memberikan perlakuan dalam pembelajaran matakuliah Bioteknologi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA tahun pembelajaran 2013/2014 yang semester genap mengambil mata kuliah Bioteknologi berupa  pembelajaran menggunakan Project Based Learning. Selanjutnya diobservasi hasilnya berupa kemampuan berpikir kreatif  mahasiswa dalam berinovasi menghasilkan produk berbasis konservasi pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa melalui  penerapan model pembelajaran project based learning, mampu mendorong kemampuan berpikir kreatif mahasiswa dalam membuat produk inovasi konservasi pangan menggunakan dasar Bioteknologi konvensional.Kata kunci: berpikir kreatif, project based learning, konservasi pangan, bioteknologi konvensional 
KEANEKARAGAMAN JENIS AVIFAUNA DI CAGAR ALAM KELING II/III KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH Chrystanto, Chrystanto; Asiyatun, Siti; Rahayuningsih, Margareta
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nature Reserve (CA) Keling II / III is one of the nature reserves in Central Java which is impaired due to the local community use; therefore, the area does not function as it was initially planned. The aim of this study was to find out the diversity of avifauna or group of birds as information to determine management plans in that region. The observation method of Bird-watching applied point count and the data obtained were analyzed using the Shannon Wiener diversity index. The results showed 23 species of birds are found. They were from 6 orders and 14 families. A total of six listed were protected species as it was mentioned in government regulation No. 7 Year 1999 on the preservation of flora and fauna as well as the Law No. 5 Year 1990, namely Javan Kingfisher (Halcyon Cyanoventris), Collared Kingfisher (Halcyon Chloris), Javan Pond Heron (Ardeola Speciosa), Cattle Egrets (Bubulcus Ibis), Little Egret (Egretta Garzetta), And Olive-Backed Sunbird (Cinnyris Jugular). The Diversity Index (Shannon Wiener) in the region was 2.68.Keywords: Nature Reserves Keling II / III, Avifauna, Diversity Cagar Alam (CA) Keling II/III merupakan salah satu cagar alam di jawa Tengah yang mengalami gangguan akibat pemanfaatan masyarakat sekitar, sehingga kawasan tersebut tidak berfungsi sebagaimana awal penunjukannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keanekaragaman avifauna atau kelompok burung sebagai informasi untuk menentukan rencana pengelolaan di kawasan tersebut. Metode pengamatan burung di lapangan menggunakan point count. Data pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon Wiener. Hasil pengamatan menunjukkan ditemukan 23 spesies burung dari 6 ordo dan 14 family. Sebanyak enam spesies yang ditemukan tercatat dilindungi dalam peraturan pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa serta UU No 5 Tahun 1990 antara lain Halcyon cyanoventris (cekakak jawa), Cekakak sungai (Halcyon chloris) Blekok sawah (Ardeola speciosa), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Kuntul kecil (Egretta garzetta), dan Cinnyris jugularis (burungmadu sriganti). Indeks Keanekaragaman (Shannon Wiener) di kawasan tersebut sebesar 2,68.Kata kunci : Cagar Alam Keling II/III, Avifauna, Keanekaragaman 
KAJIAN EKOLINGUISTIK SIKAP MAHASISWA TERHADAP UNGKAPAN PELESTARIAN LINGKUNGAN DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Yuniawan, Tommi; Masrukhi, Masrukhi; Alamsyah, Alamsyah
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Semarang State University became University of Conservation on 12 March 2012. This influences the policy-making as well as efforts in socializing and empowering the entire campus community in creating and cementing this conservation vision. There are some mottoes that are used to uphold the principle of protection, preservation, utilization and sustainable development of natural resources and cultural arts, in order to preserve the environment of this conservation campus, for example, " Salam Konservasi " which means go conservation, "Thousand tree-planting movement,” " Pasar Krempyeng Nyeni” which promote the Arts of Krempyeng Market, "On Campus: Let’s Walk or Cycle!", "Planting Trees, Planting Hope", "Motorcycle Free ". Student participation in developing the University of Conservation is one of the keys to successfully implement UNNES vision. In terms of quantity, the students occupy the largest portion compared to faculties and staffs. Reciprocal changes occurred between the environment and the languages were learned through ecolinguistics study. Ecolinguistic study examines the ecosystem as a part of the human life system (ecology) and the language used by humans to communicate in their environment (linguistics). This means the students’ attitudes towards the conservation mottoes in campus will influence personal behaviours and communities of college students in preserving the environments. Keywords: ecolinguistics, conservation, student attitudes, mottoes of environmental conservation. Universitas Negeri Semarang menjadi Universitas Konservasi pada 12 Maret 2012. Hal ini berimplikasi adanya kebijakan dan upaya yang dilakukan untuk mensosialisasikan, memahamkan, serta menggerakkan seluruh warga kampus dalam mewujudkan dan mengokohkan visi konservasi ini. Artinya, ada ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk selalu menjunjung tinggi prinsip perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara lestari terhadap sumber daya alam dan seni budaya, dalam pelestarian lingkungan di kampus konservasi ini. Misalnya, “Salam Konservasi”, “Gerakan Tanam Seribu Batang pohon”, “Pasar Krempyeng Nyeni”, “Di Kampus: Jalan Kaki atau Bersepeda, Yuk!”,  “Menanam Pohon, Menanam Harapan”, “Bebas Sepeda Motor”. Partisipasi mahasiswa dalam pengembangan Universitas Konservasi merupakan salah satu kunci keberhasilan penerapan visi Unnes. Hal ini disebabkan ditinjau dari segi kuantitas, mahasiswa menempati porsi paling banyak dibandingkan dengan dosen dan tenaga kependidikan. Perubahan timbal balik antara lingkungan dan bahasa dipelajari melalui kajian ekolinguistik. Kajian ekolinguistik mengkaji ekosistem yang merupakan bagian dari sistem kehidupan manusia (ekologi) dengan bahasa yang dipakai manusia dalam berkomunikasi dalam lingkungannya (linguistik). Artinya, sikap mahasiswa terhadap ungkapan-ungkapan pelestarian lingkungan di kampus konservasi akan mempengaruhi perilaku pribadi maupun komunitas mahasiswa dalam berkonservasi.Kata kunci: ekolinguistik, konservasi, sikap mahasiswa, ungkapan pelestarian lingkungan. 
RAWA PENING DALAM PERSPEKTIF POLITIK LINGKUNGAN: SEBUAH KAJIAN AWAL Seftyono, Cahyo
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rawa Pening is one of the swamp ecosystem which are important for not only the local residents of Ambarawa, Semarang, but also the communities in northern parts of Central Java. Rawa Pening as ecological systems has ability to allow water demarcation, so flood can be avoided during the heavy rain and a severe drought can be prevented when the dry season comes. Rawa Pening in the context of the natural sciences, is only limited to the physical existence of a puddle. However, when it is observed further, then its existence is a part of a more complex system, which involves social-political actors. In this framework, the construction which is planned for Rawa Pening consequently involves values believed by local people. They are in relation to either culture, economy or politics. This study aims to reveal how Rawa Pening is seen from the point of view of environmental politics briefly. Rawa Pening is no longer viewed only as a water border, but also discourse space of public policy which involves the community, the state, and certainly, the ecosystem itself. Therefore, this study will describe Rawa Pening in the viewpoint of natural science, social science, and political economy, as well as political environment as a multidisciplinary study.Keywords: Rawa Pening, Local Communities, Environmental Politics Rawa Pening merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi masyarakat, bukan saja bagi warga yang ada di daerah Ambarawa, Kabupaten Semarang, bahkan juga sebagian wilayah utara Jawa tengah. Rawa Pening menjadi sistem ekologi yang memungkinkan adanya sempadan air sehingga tidak menyebabkan banjir manakala datang hujan besar dan juga tidak ada musibah kekeringan yang parah manakala ada musim kemarau panjang. Rawa Pening dalam konteks ilmu alam, memang hanya sebatas pada keberadaan fisikal dari sebuah ‘genangan air’. Namun demikian, ketika dibaca lebih jauh, maka keberadaannya merupakan bagian dari sistem yang lebih kompleks, yang melibatkan aktor-aktor sosial-politik. Dalam kerangka ini, pembangunan yang ditujukan pada Rawa Pening mau tidak mau harus melibatkan nilai yang diyakini masyarakat lokal. Baik dalam kaitannya dengan nilai-nilai budaya, ekonomi maupun politik. Tulisan ini hendak membaca secara ringkas bagaimana Rawa Pening dilihat dari kaca mata politik lingkungan. Rawa Pening tidak lagi dilihat hanya sebagai sempadan air, melainkan juga ruang diskurus kebijakan publik yang melibatkan masyarakat, negara dan juga tentunya ekosistem itu sendiri. Oleh karenanya, tulisan ini akan mendeskripsikan Rawa Pening dalam sudut pandang sains, ilmu sosial, politik ekonomi, hingga politik lingkungan itu sendiri sebagai kajian yang multidisiplin.Kata Kunci: Rawa Pening, Masyarakat Lokal, Politik Lingkungan 
TRADISI RUWAHAN DAN PELESTARIANNYA DI DUSUN GAMPING KIDUL DAN DUSUN GEBLAGAN YOGYAKARTA Purwanti, Rosalia Susila
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ruwahan in Gamping Kidul Village and Geblagan Village is a form of culture preservation towards the tradition that has been held by the two villages, two subdistrics, and two regencies in the Special Region of Yogyakarta since 1984. The existance of this joint ruwahan tradition aims to strengthen the brotherhood between the two neighboring villages by working together to clean the tomb, holding kenduri feast of which foods brought from home by residents, as well as praying for ancestor spirits, especially, those who are buried in the cemetery nearby. Ruwahan tradition was carried out once a year in ruwah, a name of a month in Javanese calendar. Ruwahan tradition is served to pray for the ancestors in the afterlife, so that they can live in peace in heaven and the heirs are protected by their ancestors. The study concluded that the joint Ruwahan of the two villages started with the preparation, then it was held together by people whose ancestors buried in the Gamping Kidul dan Geblagan cemetry. The people will gather around in place where the ceremony was held without beng invited. During the preparation for the Ruwahan ceremony, good communication and mutual cooperation are established among the neighbouring villagers. They pray and praise their prophet in Javanese language.  Keywords: ruwahan, traditions, cultural preservation Ruwahan di Dusun Gamping Kidul dan Dusun Geblagan Suatu Pelestarian Tradisi merupakan upacara adat-tradisi yang dilaksanakan oleh dua dusun, dua kelurahan, dua kabupaten di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah berlangsung sejak tahun 1984. Bergabungnya tradisi ruwahan ini bertujuan untuk mempererat persaudaraan antara dua dusun yang berdekatan, bergotong royong untuk membersihkan makam, bersedekah kenduri yang dibawa dari rumah masing-masing warga, mendoakan bersama para arwah leluhur khususnya yang dimakamkan pada makam tersebut. Tradisi Ruwahan ini dilaksanakan satu tahun sekali pada bulan Ruwah. Tradisi Ruwahan ini menjadi tradisi yang berfungsi untuk mendoakan para leluhur agar di alam baka dapat hidup tenteram mulia di surga dan anak keturunannya dilindungi oleh para leluhurnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan Ruwahan gabungan dua dusun ini mulai dari persiapan sampai pelaksanaan para warga yang merasa memiliki leluhur di makam Gamping Kidul dan Geblagan ini meskipun tidak diundang mereka sadar untuk hadir. Dengan kebersamaan selama persiapan sampai pelaksanaan tradisi Ruwahan ini terjalin komunikasi, gotong royong antar para warga dusun yang berdekatan ini berdoa dengan cara bersholawat Jawi.Kata kunci: ruwahan, tradisi, pelestarian budaya 
KEARIFAN LOKAL IBEIYA DAN KONSERVASI ARSITEKTUR VERNAKULAR PAPUA BARAT Hematang, Yashinta I.P.; Setyowati, Erni; Hardiman, Gagoek
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ibeiya is a Kaki Seribu Traditional House of Moile Tribe who lives on the highlands of Arfak Mountains, Minyambouw district. Along with the time and globalization, the existences of the local culture have been shifted. This research is conducted in order to make the Ibeiya being documented. Moreover, it is conducted to increase the local wisdom which is contained on this establishing traditional house. This research is very useful for the academic learning, the architecture study, the government complements and especially for the society which is located on the tropical mountains having a unique climate. It has a cold climate although its location on the tropical climate. The purpose of this research is to enrich the knowledge of traditional house of nusantara that was wisely designed by our ancestor.The Arfak Mountains is new regency that has just been existed. Therefore, this research is expected to be able to give a rewarding input for the establishing building on this new regency in the future. Moreover, it can create a new concept of building that care about the ecological concept and the local wisdom which is owned by the Arfak Tribe in the future.Keywords: traditional house, tropical mountains, local wisdom, ecology Ibeiya merupakan Rumah Tradisional Kaki Seribu Suku Moile yang hidup di daerah dataran tinggi Pegunungan Arfak, Distrik Minyambouw. Seiring berkembangnya zaman dan arus globalisasi, budaya lokal atau daerah semakin tergeser eksistensinya. Penelitian ini dilakukan agar terdapat dokumentasi ibeiya. Selain itu, untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam pembangunan rumah tradisional ini dan dapat menjadi pembelajaran bagi akademisi, arsitek, pemerintah, maupun masyarakat khususnya di daerah pegunungan tropis yang beriklim unik, dimana beriklim dingin tetapi berada dalam area tropis. Penelitian ini bertujuan juga agar dapat memperkaya khasanah pengetahuan rumah tradisional nusantara yang secara bijaksana didesain oleh nenek moyang bangsa. Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan kabupaten yang baru berdiri. Sehingga, kajian ini diharapkan mampu memberi masukkan bagi pembangunan bangunan gedung pada kabupaten baru ini di kemudian hari. Hingga, dapat tercipta bangunan yang memperhatikan konsep ekologis dan kearifan lokal milik Suku Arfak di kemudian hari.Kata kunci: rumah tradisional, pegunungan tropis, kearifan lokal, ekologis. 
UPAYA KONSERVASI LINGKUNGAN PADA KAWASAN INDUSTRI CANDI KOTA SEMARANG Setyowati, Dewi Liesnoor
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The opening of Candi Industrial Area (KIC) resulted in hill cutting, deforestation, geological structure changes, the loss of two streams, the construction of warehousing with the stainless roof, installation, and  construction of artesian wells. As a result, there is a problem of air, water, and soil pollution. The study was conducted in KIC. The data of land use was interpreted from Landsat TM imagery in 1994, and SPOT 5 imagery in 2006, as well as the field inspection in 2010. In General, there were changes in land use to residential and industrial. The extent of the settlement in 1994 amounted to 371.824 ha, in 2010, it was 486.350 ha, and 16,097 ha area of the industry in 1994 became 319.043 ha in 2010. Changes in land use had an impact on the increased value of peak discharge flow, amounting to 1,471 m3 / s in 1994, 3.338 m 3 / s in 2005, and in 2010 increased to 7.229 m3 / s. Conservation models are done in the upstream area of Silandak River. KIC must build green line with annual plants, a garden with shade trees, reservoirs or absorption pools, and absorption wells for every industry building and each residential plots of the industry. In the downstream area, it is essential to build solid embankments on the right and left side of the river. It is also important to construct proper drainage system  to prevent  the water stagnating. Last, planting trees which have strong roots durability is necessaryKeywords: land use, environmental conservation, industrial estates.Pembukaan Kawasan Industri Candi (KIC), mengakibatkan pemotongan bukit, penebangan pohon, perubahan struktur geologis, hilangnya dua aliran sungai, pembangunan pergudangan dengan atap steanless, pemasangan instalasi, dan pembuatan sumur artetis. Akibatnya terjadi permasalahan polusi udara, air, dan tanah. Penelitian dilakukan di KIC. Data penggunaan lahan diinterpretasi dari citra Landsat TM tahun 1994, dan citra SPOT 5 tahun 2006, serta ceking lapangan tahun 2010. Pada umumnya terdapat, perubahan penggunaan lahan menjadi pemukiman dan industri. Luas pemukiman tahun 1994 sebesar 371,824 Ha, tahun 2010 menjadi 486,350 Ha, luas industri 16,097 Ha tahun 1994, menjadi 319,043 Ha tahun 2010. Perubahan penggunaan lahan berdampak pada meningkatnya nilai debit puncak aliran, sebesar 1,471 m3/dt tahun 1994, pada tahun 2005 sebesar 3,338 m3/dt, dan tahun 2010  meningkat menjadi 7,229 m3/dt. Model konservasi dilakukan pada kawasan hulu Kali Silandak. KIC harus membangun jalur hijau, dengan tanaman tahunan, pembuatan taman dengan pohon pelindung, pembuatan embung atau kolam resapan, kewajiban membuat sumur resapan pada setiap bangunan industri, dan setiap kapling perumahan industri. Pada kawasan hilir sungai, dilakukan pembuatan tanggul, yang kokoh pada sisi kanan kiri sungai, pembuatan sistem drainase yang layak, supaya air tidak menggenang, sisi sungai ditanami tanaman yang mempunyai daya tahan akar yang kuat.Kata Kunci: penggunaan lahan, konservasi lingkungan, kawasan industri. 
SURVEY PARADIGMA MASYARAKAT YOGYAKARTA TERHADAP KEBERADAAN SERTA KONSERVASI AMFIBI DAN REPTIL Jayanto, dkk, Herdhanu
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Special Region of Yogyakarta (DIY) covers an area of 318 590 km2, owns ± 8% of the total number of amphibian and reptile species in Indonesia (± 1.100). Compared to the other groups of animals, these species are relatively easy to find in rural area (remote area). In addition to their high biodiversity value, the existence of these two groups of animals is also an important component of the ecosystem. The analysis of social paradigm in D.I.Y. region aimed to measure the communities’ support towards and knowledge about the conservation of amphibians and reptiles. The survey was conducted in October-December 2013. The Location of the surveys included Gadjah Mada University (Kab. Sleman), Sermo Wildlife (Kab. Progo), Dlingo Village (Kab. Bantul),  Kukup Beach and Ngandong (Kab. Gunung Kidul). The data collection was carried out using a questionnaire about amphibians and reptiles. The result showed that most respondents supported the existence of the amphibian and reptile conservation, but the communities’ knowledge was still lacking in order to support the conservation. Law enforcement and legal awareness of some community groups and the publics were still deemed less. On a regional scale, threats to the amphibians and the reptiles were partly antrophogenik and some of them were natural. In addition, on the regional scale, a topic emphasized was the conflict between men and snakes. This study is expected to be basis principles on policy-making, community supporting action and authorities in nature conservation, particularly for amphibians and reptiles.Keywords: amphibians, reptiles, conservation, social paradigms, rural communities Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y.) meliputi luas area sebesar 318.590 km2, memiliki ±8% jumlah jenis dari total keseluruhan (±1.100) jenis amfibi dan reptil di Indonesia. Dibandingkan dengan kelompok hewan lainnya, mereka tergolong relatif mudah dijumpai oleh masyarakat pedesaan (remote area). Selain nilai kekayaan biodiversitas yang tinggi, keberadaan kedua kelompok hewan tersebut juga menjadi komponen penting dalam ekosistem. Analisis paradigma masyarakat di wilayah D.I.Y. dilakukan untuk menakar dukungan dan pengetahuan mereka dalam konservasi amfibi dan reptil. Survei dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2013. Lokasi survei meliputi Universitas Gadjah Mada (Kab. Sleman), Suaka Margasatwa Sermo (Kab. Kulonprogo), Desa Dlingo (Kab. Bantul), serta Pantai Kukup dan Ngandong (Kab. Gunung Kidul). Pengumpulan data dilaksanakan menggunakan kuisioner tentang amfibi dan reptil. Sebagian besar responden mendukung adanya konservasi amfibi dan reptil, namun pengetahuan yang diperlukan dalam mendukung konservasi di masyarakat masih sangat kurang. Penegakan hukum dan kesadaran hukum dari beberapa kelompok masyarakat maupun masyarakat umum juga masih dirasa kurang. Untuk skala regional, ancaman terhadap amfibi dan reptil sebagian bersifat antrophogenik dan sebagian adalah alami. Dalam skala regional, topik yang ditekankan adalah konflik yang terjadi antara manusia dengan ular. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan dan aksi masyarakat pendukung dan otoritas dalam konservasi alam, khususnya untuk jenis amfibi dan reptil.Kata kunci: amfibi, reptil, konservasi, paradigma sosial, masyarakat pedesaan
MODEL PEMBELAJARAN SAINS BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER KONSERVASI Khusniati, Miranita
Indonesian Journal of Conservation Vol 3, No 1 (2014): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Science learning is expected to nurture students’ characters that the students are able to appreciate and preserve various cultures more. This study aimed to find out how science learning models based on local wisdom is able to deepen the concept of science and foster conservation character through the reconstruction of the original science. In addition, the study also tried to reveal how the application sample of science learning models based on local wisdom is able to deepen the concept of science and foster conservation character through the reconstruction of the original science. Science learning model based on local wisdom could be done through the reconstruction of the original science (indigenous science) into western science or scientific science. It was applied by observing the culture in a community in order to reconstruct the science concepts which in turn can foster learners’ conservation value.Keywords: local wisdom, scientific reconstruction of the original (Indigenous Science), the conservation character Pembelajaran sains diharapkan mampu menumbuhkan karakter peserta didik yang lebih menghargai berbagai budaya yang ada dan berusaha untuk melestarikannya. Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana model pembelajaran sains berbasis kearifan lokal melalui rekonstruksi sains asli yang mampu memperdalam konsep sains dan menumbuhkan karakter konservasi, serta bagaimana contoh aplikasi dari model pembelajaran sains berbasis kearifan lokal melalui rekonstruksi sains asli yang mampu memperdalam konsep sains dan menumbuhkan karakter. Model pembelajaran sains berbasis kearifan lokal  dapat dilakukan melalui rekonstruksi sains asli (indegenous science) menjadi sains barat atau sains ilmiah. Aplikasi model pembelajaran sains berbasis kearifan lokal yaitu dengan melakukan observasi terhadap suatu kebudayaan yang ada di masyarakat untuk selanjutnya direkonstruksi konsep-konsep sainsnya yang pada akhirnya mampu menumbuhkan nilai karakter konservasi peserta didik.Kata kunci: kearifan lokal, rekonstruksi sains asli (Indigenous Science), karakter konservasi 
ANALISIS PRIORITAS KEBIJAKAN PEMANFAATAN BURUNG HANTU (Tyto alba) SEBAGAI PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH YANG RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN SEMARANG Setiabudi, Johan; Izzati, Munifatul; Kismartini, Kismartini
Indonesian Journal of Conservation Vol 4, No 1 (2015): IJC
Publisher : Indonesian Journal of Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study was to obtain a priority choice as decision making recommendations regarding the development of the use of owls as pest control field mouse so that the decision could provide more optimal results. Locations in District Banyubiru research that is currently being actively promoted by the District Government of Semarang. The method used is using AHP (Analytical Hierarchy Process). Retrieving data using questionnaires to various parties including BAPPEDA, BLH, Bakorluh, Academics, District, Department of Agriculture and Forestry Plantations and the breeding owls. The results of the analysis has been carried obtained as follows: 1) Among the factors that the criteria in determining policy directions obtained that technical factors are considered most important in assessing the development of the use of the owl in the pest control field mice, 2) Among the factors that need to be taken of policy recommendations found that the manufacture of quarantine owl is considered a most important choice in the development of future utilization of owls, 3) Results of the analysis of the final technical factors that are considered important because with the proper manufacture in accordance with the plan will produce output that is more efficient, effective and targeted. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh prioritas pilihan sebagai rekomendasi pengambilan keputusan mengenai pengembangan pemanfaatan burung hantu sebagai pengendali hama tikus sawah sehingga keputusan tersebut dapat memberi hasil yang lebih optimal. Lokasi penelitian di Kecamatan Banyubiru yang saat ini sedang aktif digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang. Metode yang digunakan adalah menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process). Pengambilan data dengan menggunakan kuisioner ke berbagai pihak antara lain Bappeda, BLH, Bakorluh, Akademisi, Kecamatan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan serta pihak penangkaran burung hantu. Hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan sebagai berikut: 1) Diantara faktor-faktor yang menjadi kriteria dalam penentuan arah kebijakan diperoleh bahwa faktor teknis dianggap paling penting dalam menilai pengembangan pemanfaatan burung hantu dalam pengendalian hama tikus sawah, 2) Diantara faktor rekomendasi kebijakan yang perlu diambil diperoleh bahwa pembuatan karantina burung hantu  dianggap merupakan pilihan paling penting dalam pengembangan pemanfaatan burung hantu ke depan, 3) Hasil analisis akhir tersebut faktor teknis yang dianggap penting karena dengan pembuatan yang tepat sesuai dengan perencanaan akan menghasilkan output yang lebih efisien, efektif dan tepat sasaran.  

Page 3 of 32 | Total Record : 319