cover
Contact Name
Muhtarom
Contact Email
taromfu@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalteologia@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Theologia
ISSN : 08533857     EISSN : 2540847X     DOI : -
Jurnal THEOLOGIA, ISSN 0853-3857 (print); 2540-847X (online) is an academic journal published biannually by Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. It specializes in Islamic Studies (Ushuluddin) which particularly includes: Islamic Philosophy and Theology, Al-Quran (Tafsir) and Hadith, Study of Religions, Sufism and Islamic Ethics.
Arjuna Subject : -
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 29, No 1 (2018)" : 16 Documents clear
BUKU PANDUAN PENGKAFIRAN: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī Nasution, Ismail Fahmi Arrauf
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2313

Abstract

Abstract: The aim of this article is to critically evaluate the thought of Nūr al-Dīn al-Ranīrī, particularly his thought in Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān. The book contained his accusation of others as being a kafir. This Indian origin theologian explained the history of religions from the times of Adam to the times of Jesus. He claimed that those pre-Islamic religion had perverted. He discussed also Islamic theological schools such as Rafidi, Khawarij, Jabbariyah, Qadariyah, Jahmiyah, Murji'ah and Karamiyah. He said that those schools are perverted as well. According to him, only Ahl al-Sunnah wa ’l-jamā’ah is the right theology. He also discussed various ideologies and the practices of mysticism that have ever grown and claimed that those are perverted too, except the akhlaqi tasawwuf. This article reviews the historical background of Aceh chronically till this "guidance book of takfir" come into existence. For that cause, the content of Tibyān fī Ma’rifat al-Adyānwill is discussed in brief. Finally, the theological thought of al-Ranīrī regarding the unity of being. The article focuses on the criticism over the attack of al-Ranīrī against the concept of the unity of being held by Hamzah Fansūrī and Shams al-Dīn al-Sumatranī.Abstrak: Tulisan ini bertujuan melakukan evaluasi kritis atas pemikiran Nūr al-Dīn al-Ranīrī, khususnya dalam bukunya Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān. Dalam buku tersebut dia mengkafirkan banyak pihak. Teolog asal India itu mengulas sejarah agama-agama sejak Adam hingga Isa al-Masih. Dia mengatakan agama-agama tersebut telah menjadi agama yang sesat setelah Islam muncul. Selanjutnya dia membahas aliran-aliran teologi seperti Rafidi, Khawarij, Jabariyah, Qadariyah, Jamamiyah, Murji’ah dan Karamiyah. Dia mengatakan semua aliran teologi ter­sebut adalah sesat. Menurutnya aliran yang benar hanya Ahl al-Sunnah wa ’l-Jamā’ah. Selanjutnya dia mengulas berbagai itikad dan praktik mistisme yang pernah berkembang dan mengatakan semua itu sesat kecuali aliran tasawuf akhlaqi. Tulisan ini mengulas tentang latar belakang Aceh secara kronologis hingga “buku panduan pengkafiran” tersebut hadir. Selanjutnya diulas secara ringkan isi Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān. Terakhir dilakukan evaluasi kritis atas pandangan teologis al-Ranīrī tentang Waḥdat al-Wujūd. Tulisan ini berfokus pada kritik atas serangan al-Ranīrī terhadap pemikiran Waḥdat al-Wujūd yang dipegang oleh Hamzah Fansūrī dan Shams al-Dīn al-Sumatranī.
KONTRIBUSI ILMUWAN MUSLIM DALAM PERKEMBANGAN SAINS MODERN Jailani, Imam Amrusi
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2033

Abstract

Abstract: This paper presents a discussion of the contribution of muslim scientists to the development of modern science. It is well known that in the golden ages of Islam many scientists are very competent in their respective fields emerging. They succeeded in emerging as philosophers and scientists capable of filling various fields of science, such as medicine, mathematics, chemistry, physics, and so forth others. Their scholarship is valuable especially for the development of science in the future. So precious their scholarship and what they dedicated, so not infrequently the scientists who come later dub them as the father of science in their respective fields. However, not all of them will be discussed in this paper, but only the triumvirate of muslim scientists, namely Ibn Rushd, Ibn al-Haytham, dan Jabir ibn Hayyan. Their contribution is so great to the development of modern science and is recognized by scientists both in the East, and especially in the West.Abstrak: Tulisan ini menyuguhkan pembahasan mengenai kontribusi ilmuwan-ilmuwan muslim bagi perkembangan sains modern. Sudah jamak diketahui bahwa pada zaman keemasan Islam banyak bermunculan ilmuwan yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing. Mereka berhasil tampil sebagai filosof dan saintis yang mengisi berbagai bidang keilmuwan, seperti kedokteran, matematika, kimia, fisika dan sebagainya. Keilmuwan mereka sangat berharga terutama bagi perkembangan sains pada masa-masa berikutnya. Begitu berharganya keilmuwan dan apa yang dipersembahkan oleh mereka, sehingga tidak jarang para ilmuwan yang datang belakangan menjuluki mereka sebagai bapak sains di bidangnya masing-masing. Namun, tidak semua dari mereka akan dibahas dalam tulisan ini, melainkan hanya triumvirat ilmuwan muslim, yakni Ibn Rushd, Ibn al-Haytham, dan Jabir ibn Hayyan. Kontribusi ketiganya begitu besar bagi perkembangan sains modern dan diakui kalangan saintis, baik di Timur dan khususnya di Barat.
EPISTEMOLOGI TAFSIR SUFI AL-GHAZALI DAN PERGESERANNYA Wahyudi, Wahyudi
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2070

Abstract

Abstract: In the history of tafsir development, there is a certain moment where there are some interactions between the Qur'an and the Sufis. Epistemologically, Sufis have a peculiar characteristic in looking at the Qur'an. The Sufis thaught that the Qur'an has two dimensions, esoteric and exoteric. These two sides are one unity and can not be separated. Al-Ghazali has its own nomenclature to refer to the ẓahir and inner sides of the Qur'an. The esoteric and exoteric dimensions of the Qur'an in the term al-Ghazali are called ‘ilm sadf and ‘ilm lubāb. The process of crossing from sadf to lubāb involves the role of imagination in istiqāmah suluk ilā Allāh. Viewed from the perspective of epidemiological division ala Abid al-Jabiri, the epistemology of al-Ghazali include the category of 'irfānī. But in its development al-Ghazali made a dialectic between the epistemology 'irfānī and bayānī at the same time, although the nuances of irfānī still remain dominant. This research attempts to answer the problem of how the process of the dialectic epistemology of al-Ghazali and how its building style. This kind of dialectic is one of al-Ghazali effort to built the harmonization between sadf science which tends to bayānī with the science of lubāb which tend to irfānī. Clearly, the process of this dialectic can be seen in one of his works Ihyā’ 'Ulūm al-Dīn. This research uses the qualitative method and includes library research. Abstrak:  Dalam sejarah perkembangan tafsir, ada momen tertentu saat terjadi interaksi antara al-Qur’an dan kaum Sufi. Secara epistemologis, para Sufi me­miliki ciri khas dalam memandang al-Qur’an. Kaum Sufi memandang bahwa Qur'an memiliki dua dimensi, esoterik dan eksoteris. Dua dimensi ini merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Al-Ghazali memiliki nomenklatur tersendiri untuk menyebut sisi ẓahir dan baṭin al-Qur’an. Dimensi esoterik dan eksoterik al-Qur’an dalam istilah al-Ghazali disebut dengan ‘ilm sadf dan ‘ilm lubab. Proses penyebrangan dari sadf ke lubāb ini melibatkan peran khayal dengan cara istiqāmah suluk ilā Allah. Ditinjau dari perspektif pembagian epistemologi ala Abid al-Jabiri, epistemologi al-Ghazali masuk dalam kategori ‘irfānī. Namun dalam perkembangannya al-Ghazali melakukan dialektika antara epistemologi ‘irfānī dan bayānī secara bersamaan, meskipun nuansa ‘irfānī masih tetap dominan. Penelitian ini berupaya untuk menjawab rumusan masalah bagaimana proses dialektika epistemologi al-Ghazali dan bagaimana corak bangunannya. Dialektika ini merupakan upaya harmonisasi al-Ghazali antara ilmu sadf yang cenderung bayānī dengan ilmu lubab yang mendekati ‘irfānī. Secara jelas proses dialektika ini dapat dilihat dalam salah satu karyanya Ihyā’ Ulūm al-Dīn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan merupakan penelitian kepustakaan.
MAKNA ŪLŪ AL-ALBĀB DALAM AL-QUR’AN: Analisis Semantik Toshihiko Izutsu Zulfikar, Eko
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2273

Abstract

Abstract: One of the words of the Qur’an which shows the meaning of the one who possesses knowledge is ūlū al-albāb. Ūlū al-albāb is the 16 terms mentioned in 10 letters in the Qur’an. Every verse contained in various letters certainly has a different meaning, so it requires a deep understanding. Disclosure of the meaning ūlū al-albāb will be analyzed by the author by using semantic al-Qur'an developed by Toshihiko Izutsu. The semantic of the Qur’an according to Izutsu is an attempt to expose the worldview of the Qur’an (weltanschauung) through semantic analysis of the vocabulary or key terms of the Qur’an. The process undertaken in this study is to examine the basic meaning and relational meaning of ūlū al-albāb by using syntagmatic and paradigmatic analysis, then to examine the use of vocabulary ūlū al-albāb in pre-Qur’anic, Qur’anic and post-Qur’anic.Abstrak: Salah satu kata al-Qur’an yang menunjukkan makna orang yang memiliki akal pengetahuan adalah ūlū al-albāb. Ūlū al-albāb merupakan istilah yang disebutkan sebanyak 16 kali yang terliput dalam 10 surah di dalam al-Qur’an. Di setiap ayat yang terdapat di berbagai surah tentunya memiliki makna yang berbeda, sehingga membutuhkan pemahaman yang mendalam. Peng­ungkapan makna ūlū al-albāb tersebut akan penulis analisa dengan meng­gunakan semantik al-Qur’an yang dikembangkan oleh Toshihiko Izutsu. Semantik al-Qur’an menurut Izutsu merupakan sebuah usaha menyingkap pandangan dunia al-Qur’an (weltanschauung) melalui analisis semantik terhadap kosakata atau istilah-istilah kunci al-Qur’an. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meneliti makna dasar dan makna relasional kata ūlū al-albāb dengan menggunakan analisis sintagmatik dan paradigmatik, kemudian meneliti penggunaan kosakata ūlū al-albāb pada masa pra-Qur’anik, Qur’anik dan pasca-Qur’anik.
NEW SPIRITUAL MOVEMENT: Menelisik Visi Transformatif Komunitas Lia Eden sebagai Embrio Lahirnya New Age di Indonesia Takdir, Mohammad
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2415

Abstract

Abstract: This research aims to explain the phenomenon of Lia Eden community which is a new spiritual movement in the dynamics of religious life in Indonesia. Some points to be described in this research are related with a background of the birth and development of the Lia Eden community, teaching, and transformative vision in the public sphere. This research is a case study of the Lia Eden community that became of the New Age movement in the wake of belief in formal religions that considered failure in overcoming the modern human crisis. This research shows that Lia Eden community is a new spiritual movement who tried to awaken a spirit of all religions so that able to overcome of a social problem in society. This movement is not ambitions to establish a new religious institution with a strict and doctrinal organization, but effort to transmit spiritual power at the individual level to become a reflection of the mystical movement that brought changes to human life.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena komunitas Lia Eden yang merupakan gerakan spiritualitas baru dalam dinamika kehidupan beragama di Indonesia. Beberapa poin yang ingin dijabarkan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan latar belakang kelahiran dan perkembangan komunitas Lia Eden, ajaran, dan visi transformatifnya dalam ruang publik. Penelitian ini merupakan studi kasus dari komunitas Lia Eden yang menjadi bagian dari Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) di tengah memudarnya kepercayaan terhadap agama formal yang dianggap gagal dalam mengatasi krisis kemanusian modern. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunitas Lia Eden merupakan gerakan spiritualitas baru yang berupaya membangkitkan roh dari semua agama agar berperan dalam mengatasi masalah sosial di masyarakat. Gerakan ini tidak berambisi untuk mendirikan institusi baru yang bersifat keagamaan dengan organisasi yang ketat dan bersifat doktrinal, melainkan berupaya untuk men­transmisikan kekuatan spiritual pada level individu hingga menjadi cerminan dari gerakan mistik yang membawa perubahan bagi kehidupan manusia.
HADIS QUDSI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI TRANSPERSONAL Idris, Abdul Fatah
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2351

Abstract

Hadith Qudsi is a Hadith which its meaning and text come from the Prophet Muhammad SAW. The Koran and the Hadith also come from the revelation internally (from deep heart of the Prophet) and nonverbal (not words form). To understand the meaning hadith qudsi, the author uses the revelation theory through transpersonal psychology. The study found explanations that there are three categories of prophet speech: the Koran, hadith Nabawi, and hadith qudsi. These all come from the inspiration of Ilahi (the revelation of God), not in the form words or language. Then, the prophet created human language (texts) and applied them in his daily life.
TASAWUF WUJŪDIYYAT: Tinjauan Ulang Polemik Penyesatan Hamzah Fansūrī oleh Shaykh Nūr al-Dīn al-Ranīrī Hakiki, Kiki Muhamad
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2400

Abstract

Abstract: This paper aims to revisit the polemic between Hamzah Fansūrī and Shaykh and Nūr al-Dīn al-Ranīrī about the apostasy of Wujūdiyyat Mysticism of Hamzah Fansūrī expressed by Nūr al-Dīn al-Ranīrī. This polemic of Wujūdiyyat and Waḥdat al-Wujūd in other term was not only interesting in its time. It is also relevant until now. Recent studies with a variety of disciplines have been working dozens of pieces on this problem. Based on research by using a set of research methods, it is found that the allegations filed by Shaykh Nūr al-Dīn al-Ranīrī against Hamzah Fansūrī are not proven. This shows that categorizing Hamzah Fansuri and his understanding as apostates is a misleading accusation.Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk meninjau kembali polemik antara Hamzah Fansūrī Syekh dan Nūr al-Din al-Ranīrī tentang kesesatan tasawuf Wujūdiyyat Hamzah Fansūrī yang diungkapkan oleh Nūr al-Din al-Ranīrī. Polemik tentang Wujūdiyyat dan Waḥdat al-Wujūd dalam berbagai term tidak hanya menarik pada masanya, namun juga relevan sampai sekarang. Penelitian sebelumnya dengan berbagai disiplin ilmu telah menghasilkan puluhan karya tentang masalah ini. Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan se­perangkat metode penelitian, ditemukan bahwa tuduhan yang diajukan oleh Shaykh Nūr al-Din al-Ranīrī terhadap Hamzah Fansūrī tidak terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa mengkategorikan Hamzah Fansūrī dan pemahamannya sebagai murtad adalah tuduhan yang menyesatkan.
KAJIAN POSKOLONIAL GERAKAN PEMIKIRAN DAN SIKAP ULAMA PESANTREN TEGALSARI DALAM PUSARAN KONFLIK MULTIDIMENSIONAL DI JAWA (1742-1862) Nurdianto, Saifuddin Alif; Joebagio, Hermanu; Djono, Djono
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2434

Abstract

Abstract: Pesantren Tegalsari was one of the most influential religious-education institutions in Java during 18-19 century. Those years were the golden era of Pesantren Tegalsari which was known as an institution that produced “pujangga” (Javanese intellectuals) and the people of Tegalsari village was well known for producing high quality of dluwang (traditional paper). On the other hand, the 18-19 century itself was a time of turmoil, both socially and politically. Some events such as Geger Pacina (1742), Javanese Succession War III (1746–1755), Java War (1825-1830), and Cultuurstelsel (1830–1917) were crucial moments in the history of Indonesia, especially in Java. At this point, the ulema (Islamic scholars) of Pesantren Tegalsari played an important role. Thought and attitude movements of ulema (Islamic scholars) in Pesantren Tegalsari had determined the existence of the pesantren and the economic cycle of local commmunity. Historical research with post-colonial political approach was used to study the thought and attitude movement of ulama (Islamic scholars) in Pesantren Tegalsari during 1742–1862. The result of this research shows that Pesantren Tegalsari had a political line to not engage in practical politics. This political line was followed by all the leaders of Pesantren Tegalsari. As the result, Pesantren Tegalsari developed into an institution that produced poets and transformed into a place to seek legitimacy in social, academic, and politic.Abstrak: Pesantren Tegalsari merupakan salah satu lembaga pendidikan-keagamaan yang paling berpengaruh di Jawa abad 18-19. Tahun-tahun tersebut merupakan masa keemasan dari Pesantren Tegalsari yang dikenal sebagai lembaga pencetak pujangga (intelektual Jawa). Bagi masyarakat Desa Tegalsari sendiri, tahun-tahun itu adalah masa perekonomian yang dikembangkan sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Desa Tegalsari terkenal sebagai daerah penghasil dluwang (kertas tradisional) berkualitas tinggi yang diekspor ke berbagai daerah. Di sisi yang lain, abad 18-19 sendiri merupakan masa yang penuh dengan gejolak, baik secara sosial maupun politik. Beberapa peristiwa seperti geger pacina (1742), Perang Suksesi Jawa III (1746-1755), Perang Jawa (1825-1830), dan kebijakan tanam paksa (1830-1917) merupakan momen-momen krusial dalam perjalanan sejarah Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Pada titik inilah ulama Pesantren Tegalsari, sebagai salah satu pimpinan lembaga pendidikan-keagamaan paling berpengaruh di Jawa abad 18-19 sekaligus tokoh panutan bagi masyarakat sekitar, memiliki peranan penting. Gerakan pemikiran dan sikap dari ulama Pesantren Tegalsari menjadi sangat menentukan eksistensi pesantren dan perputaran roda perekonomian masyarakat sekitar. Penelitian historis dengan pendekatan politik-poskolonial akan digunakan untuk mengkaji gerakan pemikiran dan sikap ulama Pesantren Tegalsari tahun 1742-1862. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pesantren Tegalsari memiliki garis politik untuk tidak terjun dalam politik praktis. Garis politik inilah yang diikuti oleh semua pimpinan Pesantren Tegalsari. Hasilnya adalah, Pesantren Tegalsari berkembang menjadi lembaga pencetak pujangga dan menjelma sebagai tempat untuk men­cari legitimasi, baik secara sosial, akademik, maupun politik
NEW SPIRITUAL MOVEMENT: Menelisik Visi Transformatif Komunitas Lia Eden sebagai Embrio Lahirnya New Age di Indonesia Mohammad Takdir
Jurnal Theologia Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2415

Abstract

Abstract: This research aims to explain the phenomenon of Lia Eden community which is a new spiritual movement in the dynamics of religious life in Indonesia. Some points to be described in this research are related with a background of the birth and development of the Lia Eden community, teaching, and transformative vision in the public sphere. This research is a case study of the Lia Eden community that became of the New Age movement in the wake of belief in formal religions that considered failure in overcoming the modern human crisis. This research shows that Lia Eden community is a new spiritual movement who tried to awaken a spirit of all religions so that able to overcome of a social problem in society. This movement is not ambitions to establish a new religious institution with a strict and doctrinal organization, but effort to transmit spiritual power at the individual level to become a reflection of the mystical movement that brought changes to human life.Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena komunitas Lia Eden yang merupakan gerakan spiritualitas baru dalam dinamika kehidupan beragama di Indonesia. Beberapa poin yang ingin dijabarkan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan latar belakang kelahiran dan perkembangan komunitas Lia Eden, ajaran, dan visi transformatifnya dalam ruang publik. Penelitian ini merupakan studi kasus dari komunitas Lia Eden yang menjadi bagian dari Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) di tengah memudarnya kepercayaan terhadap agama formal yang dianggap gagal dalam mengatasi krisis kemanusian modern. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunitas Lia Eden merupakan gerakan spiritualitas baru yang berupaya membangkitkan roh dari semua agama agar berperan dalam mengatasi masalah sosial di masyarakat. Gerakan ini tidak berambisi untuk mendirikan institusi baru yang bersifat keagamaan dengan organisasi yang ketat dan bersifat doktrinal, melainkan berupaya untuk men­transmisikan kekuatan spiritual pada level individu hingga menjadi cerminan dari gerakan mistik yang membawa perubahan bagi kehidupan manusia.
HADIS QUDSI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI TRANSPERSONAL Abdul Fatah Idris
Jurnal Theologia Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2351

Abstract

Hadith Qudsi is a Hadith which its meaning and text come from the Prophet Muhammad SAW. The Koran and the Hadith also come from the revelation internally (from deep heart of the Prophet) and nonverbal (not words form). To understand the meaning hadith qudsi, the author uses the revelation theory through transpersonal psychology. The study found explanations that there are three categories of prophet speech: the Koran, hadith Nabawi, and hadith qudsi. These all come from the inspiration of Ilahi (the revelation of God), not in the form words or language. Then, the prophet created human language (texts) and applied them in his daily life.

Page 1 of 2 | Total Record : 16