Articles
12 Documents
Search results for
, issue
"Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016"
:
12 Documents
clear
KECAMATAN MADAPANGGA KABUPATEN BIMA (2001-2014)
Miftahul Jannah;
Muhammad Saleh Madjid
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.2383
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang terjadinya pemekaran karena wilayah Kecamatan Bolo sangat luas dengan jumlah penduduk yang besar, hal ini memberikan dampak kurang efektifnya pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Adanya ketimpangan dalam pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah kecamatan inilah yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memekarkan wilayah Kecamatan Madapangga yang diperkuat oleh UU No. 22 Tahun 1999 yang diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah. Tuntutan tokoh-tokoh masyarakat mendapatkan respon positif dari pemerintah Kabupaten Bima sehingga lahirlah Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2001 tentang pembentukan Kecamatan Madapangga. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dengan adanya pemekaran, wilayah Kecamatan Madapangga mengalami peningkatan baik dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kehidupan beragama. Selain itu, pemerintah Kecamatan Madapangga dapat melaksanakan pembangunan daerah dan mensejahterahkan masyarakatnya dengan berbagai potensi alam yang dimiliki.
TARI PATTU’DU PADA MASYARAKAT MANDAR DI KABUPATEN MAJENE (1960-2014)
Iin Indrawati
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.7095
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa versi cerita tentang sejarah munculnya tari Pattu’du yang pada dasarnya berasal dari upacara pemujaan dan penghormatan kepada raja, oleh karena itu pada masa kerajaan, Pattu’du hanya dipergelarkan pada upacara resmi kerajaan. Pertunjukannya dilakukan selama tujuh hari tujuh malam atau biasa juga dilakukan selama tiga hari tiga malam. Dilihat dari segi perkembangannya, maka tari Pattu’du terdiri dari beberapa jenis tarian yang mengalami perubahan nilai, makna, fungsi dan cara pementasannya. Pada masa Kolonial tari Pattu’du berfungsi sebagai tari rakyat yang ditampilkan di pasar malam yang dilaksanakan oleh Belanda, kemudian Pattu’du dijadikan sebagai bagian dari acara resmi pemerintahan seperti penjemputan tamu Agung dari dalam maupun di luar Provinsi, pada perkembangan selanjutnya tari Pattu’du di Kabupaten Majene, kini telah diajarkan di sekolah dan sanggar seni. Pementasannya sudah mulai dipertunjukkan di beberapa acara kebudayaan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tari Pattu’du merupakan tari tradisional Mandar yang pada awalnya dipersembahkan terhadap para leluhur, kemudian berkembang dan masuk dalam lingkungan kerajaan, lalu dijadikan sebagai tari penjemputan tamu Agung dan akhirnya menjadi tari rakyat untuk menghibur masyarakat.
PERTANIAN SAYUR-MAYUR DI DESA CECE ENREKANG (1998-2014)
Islamiyati Mustofa;
Muhammad Rasyid Ridha
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.2384
Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui bagaimana kondisi umum pertanian sayur-mayur di Desa Cece, bagaimana perkembangan pertanian sayur-mayur di Desa Cece, dan bagaimana dampak perkembangan pertanian sayur-mayur di Desa Cece. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode historis melalui tahapan : heuristik atau pengumpulan data, kritik, interpretasi, dan penulisan atau historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani adalah orang yang menggantungkan tarap hidup pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani yang berada di Desa Cece, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik sekaligus penggarap lahan, dan buruh tani. Petani yang berdomisili di Desa Cece yang padat jumlah penduduknya sebagian kecil di antaranya masih berada di bawah garis kemiskinan. Selain dari itu, masyarakat yang ada di Desa Cece berprofesi sebagai petani sayar-mayur karena didukung oleh keadaan iklim dan geografis.Pada tahun 1998 masyarakat petani sayur-mayur di Desa Cece Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang. Mereka bercocok tanam masih bersifat tradisional sehingga penghasilannya kurang cukup. Namun dengan adanya perkembangan teknologi yang mendorong terjadinya perubahan pola pikir masyarakat petani tradisional ke arah pertanian yang mandiri dan modern. Sehingga Pada tahun 2005-2014 mengalami peningkatan penghasilan pertanian sayaur-mayur.
PEMBANGUNAN DESA CORAWALI KECAMATAN TANETE RILAU KABUPATEN BARRU (1989-2014)
Bil Akri
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (429.923 KB)
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.7094
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan menggunakan metode histori melalui beberapa tahapan kerja, yakni heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan) yang merupakan pengungkapan kisah secara tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Corawali terbentuk pada tahun 1989, yang merupakan pemekaran dari Desa Lalabata. Semenjak dimekarkan menjadi sebuah desa banyak kemajuan yang terjadi, terutama dari segi pembangunan. Desa Corawali memiliki potensi besar untuk berkembang karena memiliki letak geografis yang ideal, dimana memiliki daratan datar berupa persawahan, tambak (empang), dan memiliki pesisir pantai. Dalam segi perekonomian kebanyakan masyarakat bekerja sebagai petani dan nelayan, dari sinilah kebanyakan masyarakat mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya. Adapun dampak dari perkembangan tersebut dapat dilihat pada keharmonisan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa Desa Corawali mulai tahun 1989-2014 telah mengalami banyak kemajuan diberbagai bidang terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan serta sarana dan prasarana.
KAMPUNG KAJANG DI MAKASSAR (1995-2015)
Jumaisa .;
Jumadi .
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.2387
ABSTRAKHasil penelitian menunjukkan bahwa kedatangan orang Kajang di Makassar berdasarkan data sejarah yang ada, bisa ditelusuri sejak zaman Belanda sekitar abad ke-17 atau lebih awal dari itu, orang Kajang sudah ada di Makassar tapi belum membentuk perkampungan. Mereka yang datang, didominasi oleh orang Kajang Kawasan Luar. Kedatangannya tidak terlepas dari faktor ekonomi. Sehingga mereka membentuk suatu perkampungan pada tahun 1995 di Kelurahan Tamangapa. Pekerjaan mereka sebagian besar adalah pemulung, dan tenaga honorer di Dinas Kebersihan Kota Makassar. Dalam pergaulan sehari-hari menggunakan Bahasa Konjo, Bahasa Makassar, Bahasa Bugis, dan Bahasa Indonesia serta kebiasaan yang masih berlaku yaitu Adat Pa’buntingang dan pesta adat Akkalomba. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa orang-orang Kajang yang saat ini bermukim di Kampung Kajang Makassar merupakan para pendatang dari Kajang Kawasan Luar. Kedatangan mereka telah berhasil menjadikan Kampung Kajang yang sebelumnya hanya berupa rawa-rawa dan hutan, menjadi daerah layak huni hingga saat ini. Meski tinggal selama puluhan tahun di luar daerah Kajang, namun mereka tetap menggunakan Bahasa Konjo sebagai bahasa keseharian mereka. Sehingga interaksi terjalin baik dengan penduduk setempat yang berasal dari suku lain selama puluhan tahun semakin menguatkan keberadaan mereka sebagai kesatuan penduduk Kelurahan Tamangapa.
RUNTUHNYA KERAJAAN ISLAM DI GRANADA 1492
Muhammad Ilham
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (490.432 KB)
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.7096
Runtuhnya Kerajaan Islam di Granada diawali dengan terpecahnya Andalusia menjadi Muluk Ath-Thawaif, pertikaian antara Muluk At-Thawaif itu kemudian mengundang kedatangan dua dinasti dari Afrika Utara yaitu, Dinasti Murabithun dan Dinasti Muwahhidun. Kondisi Kerajaan Granada saat itu sangatlah rapuh ditengah perseteruan keluarga kerajaan yang ingin memperebutkan tahta, kemudian diperparah dengan bersatunya Kerajaan Castilla dan Aragon. Boabdil ketika itu melakukan pemberontakan kepada ayahnya dan sempat menaiki tahta Kerajaan Granada namun disaat melakukan pertempuran melawan pasukan Kerajaan Castilla, ia kemudian ditahan, ayahnya pun kembali naik tahta. Sepeninggal ayahnya Kerajaan Granada diserahkan kepada adiknya yakni Al-Zagal. Boabdil kemudian dilepas dari tahanan oleh Ferdinand dan Isabella agar menjadi pemecah belah dan mampu memuluskan langkahnya merebut Kerajaan Granada. Taktik Penguasa Kristen pun berhasil, tidak lama setelah itu Boabdil dengan dibantu oleh Kerajaan Castilla menyerang Al-Zagal yang kemudian berhasil mereka kalahkan, Boabdil kemudian kembali naik tahta tetapi Kerajaan Castilla berusaha memastikan kekalahan Kerajaan Granada dengan menyerang dan mengepung seluruh wilayah Kerajaan Granada hingga pada tanggal 2 Januari 1492, Kerajaan Granada pun berhasil diruntuhkan. Penyeba bruntuhnya Granada ialah kehidupan para keluarga kerajaan yang gemar hidup bermewah-mewah sehingga menimbulkan rasa cinta pada dunia dan melupakan jihad, memudarnya peran ulama, serta kubangan maksiat yang kemudian mendatangkan murkanya Allah atas menjauhnya mereka dari Manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alahiwasallam. Ketika runtuhnya Granada maka umat Islam ketika itu dihadapkan pada dua pilihan yaitu, masuk agama Kristen atau meninggalkan Granada. Kebanyakan umat Islam hijrah ke Afrika Utara dan Turki Ustmani namun tidak sedikit juga yang memilih untuk tetap menetap di Granada dengan konsekuensi mereka harus murtad. Mereka yang tidak murtad menjadi Kripto-Muslim atau mereka mengaku sebagai Kristen tetapi pada praktiknya mereka masih Islam. Akhirnya, dibentuklah Dewan Inkuisisi yang bertugas untuk mencari dan menghukum penduduk Granada yang masih mempertahankan keislamannya.
PEREMPUAN DALAM GERAKAN KAUM TANI POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR (1998-2015)
Buana, Sry;
., Jumadi
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.2371
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang keikutsertaan perempuan dalam gerakan petani di Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar, wujud peran perempuan dalam gerakan petani di Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar, pengaruh keikutsertaan perempuan dalam gerakan petani di Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar. Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriftif analisis dengan menggunakan metode sejarah yang melalui tahapan: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik SDA yang terjadi di Indonesia sejak jaman Belanda telah membawa kesengsaraan bagi perempuan maka sejak saat itu, perempuan sudah menjadi bagian dalam perlawanan perebutan SDA. Perempuan juga terlibat langsung dalam gerakan petani di Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar, yang dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi dalam upaya pemenuhan kebutuan hidup. Mereka bersama suami ikut terlibat dalam gerakan baik melalui organisasi STP maupun dalam aksi demonstrasi menghadapi pihak perusahaan yang dikawal oleh aparat Brimob tanpa menunjukkan rasa takut dan gentar sedikitpun perempuan berada di garis terdepan dalam gerakan. Tanpa tanah maka sumber mata pencarian akan hilang, maka jalan yang harus ditempuh adalah melakukan perlawanan untuk merebut kembali lahannya. Hasil dari perjuangan yang dilakukan membuahkan hasil, baik dari segi dampak terhadap peningkatan kesadaran hukum, ekonomi maupun sosial. Kemenangan-kemenangan kecil yang dihasilkan dari perjuangan tak lepas dari keterlibatan perempuan di dalamnya.
PERDAGANGAN BERAS DI SULAWESI SELATAN 1947-1956
Akbar, Adil
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (617.557 KB)
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.7092
Penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa tentang: pentingnya komoditi beras dalam dunia perdagangan Sulawesi Selatan, perkembangan perdagangan beras di Sulawesi Selatan, keterlibatan militer dalam dunia perdagangan beras, dan dampak dari perdagangan beras di Sulawesi Selatan baik pada masa NIT maupun pada masa gejolak politik kurun tahun 1947-1956. Penulisan ini digolongkan dalam sejarah ekonomi karena ruang lingkup sejarah ekonomi berkaitan dengan aspek perniagaan dan komoditi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode sejarah yang terbagi atas tahapan: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi arsip dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beras memiliki nilai penting dalam dunia perdagangan Sulawesi Selatan, baik itu dimasa NIT (1947-1950) maupun dimasa gejolak politik (1950-an). Dimasa NIT komoditi beras menjadi salah satu komoditi dagang yang menggerakkan roda perekonomian Sulawesi Selatan melalui kegiatan ekspor beras di Pelabuhan Makassar. Meningkatnya perekonomian Sulawesi Selatan melalui kegiatan ekspor beras berdampak pada peningkatan ekonomi masyaraktnya. Demikian pula dimasa gejolak politik Sulawesi Selatan ditahun 1950-an, baik militer/TNI dan DI/TII Sulawesi Selatan, memanfaatkan perdagangan beras sebagai salah satu sumber pendapatan ekonomi dalam menunjang logistik perang baik dengan cara penyelundupan beras yang biasa dilakukan DI/TII Sulawesi Selatan dan “oknum†perwira militer dikurun tahun 1950-an, maupun intervensi perdagangan beras melalui OPI.X.TT-VII Wirabuana Sulawesi Selatan dikurun tahun 1955-1956.
PEREDARAN GANJA DI MAKASSAR (2005-2014)
Awaluddin Awaluddin
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (485.772 KB)
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.7097
Penelitian ini bersifat desktiptif analisis dengan menggunakan metode historis melalui tahapan: heuristik atau pengumpulan data, kritik, interpretasi, dan tahap penulisan atau historiografi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berbagai instansi pemerintah gencar melakukan usaha penanggulangan seperti Badan Narkotika Nasional Propinsi dan Badan Narkotika Kota Makassar yang melakukan penyuluhan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, dan penindakan serta usaha yang dilakukan Polrestabes Makassar seperti pembinaan, pencegahan, dan penindakan.
MASYARAKAT PESISIR KAMPUNG GAMPANGCAYYA KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR 1990-2010
Ayu Suriani;
Muhammad Rasyid Ridha
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 2 April - Juni 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i2.2381
ABSTRAKHasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Gampangcayya mengalami pergeseran mata pencaharian dari mata pencahariannya sebagai nelayan ke mata pencaharian sebagai pekerja yang bergerak di bidang industri. Disebabkan Munculnya perusahaan-perusahaan industri didekat daerah tersebut, menyebabkan masyarakat kampung Gampangcaya mengalami pergeseran atau transisi mata pencaharian utama. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peralihan mata pencaharian kampung Gampangcayya adalah banyaknya kapal katrol yang masuk dalam kawasan tersebut, dan kapal fiber, terjadinya pasang surut air laut, serta adanya konflik antara pemilik kapal besar dengan kapal kecil (masyarakat Kampung Gampangcayya). Dampak yang ditimbulkan dari peralihan atau pergeseran mata pencaharian masyarakat kampung gampangcayya adalah terjaminnya kehidupan mereka khsusnya dibidang sosial, ekonomi dan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peralihan mata pencaharian dari nelayan menjadi pekerja yang bergerak dibidang industri masyarakat pesiisr Kampung Gampangcayya memberikan dampak yang postif terhadap peningkatan ekonomi dan kesejatraan baik dalam segi sosia, ekonomi dan pendidikan.