cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jpptp06@yahoo.com
Editorial Address
Jalan Tentara Pelajar No. 10 Bogor, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 1410959x     EISSN : 25280791     DOI : -
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (JPPTP) adalah media ilmiah penyebaran hasil penelitian/pengkajian inovasi pertanian untuk menunjang pembangunan pertanian wilayah.Jurnal ini memuat hasil penelitian/pengkajian primer inovasi pertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Jurnal diterbitkan secara periodik tiga kali dalam satu tahun.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003" : 9 Documents clear
THE CONTRIBUTION OF RICE FARMING ON NITROGEN ENRICHMENT IN YEH SUNGI WATERSHED, TABANAN BALI Alit Artha Wiguna, I Wayan; Lansing, J. Stephen; Adnyana, Oka
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan program intensifikasi pertanian melalui konsep revolusi hijau membuat meningkatnyaproduksi padi secara dramatis sehingga pada tahun 1984 Indonesia mencapai swa-sembada beras. Uniknya, sebelumtahun 1984 Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor beras yang terbesar di dunia. Akan tetapi, disampingprestasi yang spektakular dalam produksi padi, dalam beberapa hal revolusi hijau juga memberi kontribusi dampakyang tidak menguntungkan terhadap ekosistem.Perkembangan pertanian di Bali, khususnya sawah sangat terkaitdengan sistem subak. Subak adalah pengaturan air irigasi tradisional di Bali yang telah dilaksanakan sejak berabadabadyang lalu. Sehubungan dengan masalah di atas, penelitian ini telah dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai(DAS) Yeh Sungi di Kabupaten Tabanan, daerah di bagian barat Bali. Daerah penelitian meliputi delapan subakyaitu: Subak Apit Yeh and Subak Uma Poh di daerah hulu tempat tangkapan air; Subak Padangakitan, Jaka, Sungi I,Bena, dan Subak Tangkub di daerah tengah; dan Subak Gde Gadon I di daerah hilir. Penelitian ini dilakukan selama12 bulan, mulai dari bulan April 2001 hingga Maret 2002. Tujuan penelitian adalah: (1) meneliti tingkat pengayaanhara nitrogen di air irigasi yang berkaitan dengan aplikasi intensif pupuk anorganik di berbagai sistem pertaniandalam sistem subak di Bali; (2) meneliti kualitas lingkungan air, berkaitan dengan tingkat pengayaan hara nitrogendi dalam air irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengayaan hara pada air irigasi berkaitan dengan sistempertanian pada sistem subak. Tingkat pengayaan hara di daerah hulu lebih tinggi daripada di daerah tengah dan hiliruntuk N-NO3-; untuk memelihara kelangsungan ekosistem Subak, maka aplikasi pupuk N harus mempertimbangkankandungan hara tersebut dalam air irigasinya. Pelaksanaan pertanian telah menyebabkan pengayaan hara nitrogenyang berlebihan di daerah irigasi, khususnya di daerah tengah maupun hilir yang masing-masing didominasi olehpola pertanian padi-padi-padi dan padi-padi-palawija. Untuk memelihara kelangsungan ekosistem subak, makaaplikasi pupuk nitrogen harus mempertimbangkan kandungan hara di air irigasi.Kata kunci: sistem pertanian padi, pengayaan air irigasi, ekosistem subak. The implementation of agricultural intensification program through the green revolution concept has madethe increasing rice production dramatically and in 1984 Indonesia achieved ice self-sufficiency. Uniquely, before1984 Indonesia was known as the biggest rice importing country in the world. However, beside of spectacularachievement in rice production, green revolution to some cases also contributes less favorable impact to theecosystem. The agricultural development in Bali, particularly rice field is closely related to the subak system. Subakis a traditional model of irrigation water treatment in Bali practiced since centuries ago. The related to abovementionedissues, this research has been conducted at Yeh Sungi watershed in Tabanan District, western part ofBali. The research site includes eight subaks: Subak Apit Yeh and Subak Uma Poh at upstream area of catchmentsarea; Subak Padangakitan, Jaka, Sungi I, Bena, and Subak Tangkub at the middle area; and Subak Gde Gadon I atdownstream area. This research was carried out for 12 months between April 2001 and March 2002. The objectionof this research were: (1) to investigate the water enrichment level of N nutrients in the irrigation water related to theintensive application of inorganic fertilizers at various farming systems in subak system in Bali; (2) to investigatethe water environment quality, related to the water enrichment level of N nutrient in the irrigation water. Research96Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 6, No. 2, Juli 2003 : 95-106results showed that nutrient enrichment on irrigation water related to farming system on subak ecosystem. The levelof nutrient enrichment at upstream (hulu) area is higher than the middle (tengah) and downstream (hilir) areas for N-NO3-.To maintain the sustainability of subak ecosystem, therefore the application of N fertilizer should considerthose nutrients content in irrigation water. The agricultural practice has caused excessive enrichment of N nutrientsin irrigated area, especially at the middle as well as downstream areas dominated by rice-rice-rice and rice-ricepalawija(second crop) cropping patterns.Key words: rice farming system, water enrichment, subak ecosystem.
THE DYNAMICS OF WET RICE FIELD FARMING- SYSTEM ORIENTATION IN BLITAR AND TULUNGAGUNG DISTRICTS, EAST JAVA Andri, K. Boga; Irianto, B.; Kartono, G.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertanian yang dilakukan di lahan sawah tidaklah statis, tetapi terus berubah dan beradaptasi dalamlingkungn yang ada. Penentuan jenis komoditas yang dipilih oleh petani termasuk mengkombinasikan tanamandan ternak dalam usahataninya terus dilakukan. Dinamika usahatani dalam upaya pemenuhan kebutuhanrumahtangga petani terus mengalami perkembangan. Pengkajian yang dilakukan di beberapa lokasi daerah sawahdi dua kabupaten yaitu Blitar dan Tulungagung, Jawa Timur pada musim tanam 2000/2001 memperlihatkanbeberapa hal menarik. Sektor peternakan serta perikanan telah menjadi pilihan utama bagi petani di lokasi studidan mulai menggeser komoditas dominan seperti tanaman pangan dan hortikultura. Hal tersebut dapat dilihat darikepemilikan asset, alokasi curahan waktu kerja dan struktur sumber pendapatan rumahtangga yang menunjukkanperan subsektor peternakan cukup dominan. Perubahan orientasi dan dinamika usahatani yang terjadimemperlihatkan adanya keinginan kuat dari petani untuk terus menjaga keseimbangan dan keberlanjutan usahatanimereka. Untuk kasus di Blitar dan Tulungagung perubahan tersebut dengan lebih mengandalkan subsektorpeternakan di masa yang akan datang.Kata kunci : lahan sawah, orientasi usahatani, struktur pendapatan Lowland agriculture practice is dynamic and changes overtime in accordance with environmentalsettings. The farmers determine optimal combination of crops and livestock and it is carried out to achievemaximal households’ income. The study was implemented in lowland areas of Blitar and Tulungagung districts,East Java province on planting season of 2000/2001. The farmers preferred livestock and fishery sub sectors ratherthan previous dominant commodities, such as food crops and horticulture. Assets ownership, labor allocation, andstructure of households’ income sources showed that the role of livestock sub sector was relatively dominant.Orientation changes and dynamics of farming system revealed that the farmers kept sustaining their farm business.Especially in Blitar and Tulungagung districts, changes in farming system orientation rely on livestock sub sectorin the future.Key words: lowland field, farming system orientation, income structure
PEMBERDAYAAN PETANI LAHAN SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK TANI DALAM PERSPEKTIF CORPORATE FARMING DI JAWA TIMUR Kasijadi, F.; Suryadi, A.; , Suwono
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Most of lowland rice farms in East Java are small scales and managed individually. It leads to diverseproductivity, economically inefficient, and less competitive. An assessment was conducted in wet season2000/2001 with its objective of finding farmers empowerment model through the “Corporate Farming” model in aspecific location in accordance with the agreement of farmers’ groups. The study involved two farmers’ groups ofSido Mukti and Sido Makmur in Bintoyo village, Padas sub district, Ngawi district, in an irrigated land area of 100hectares. The control was Marsudi Tani farmers’ group in the same district. Results showed the farmers could notaccept “Corporate Farming” model, especially in centralized land management and land consolidation. Around 60percent of the farmers rejected the centralized land management even though they were the share holders.Appropriate farmers empowerment was the “Cooperative Farming” model in which farm inputs management andproduct marketing were handled through corporation pattern. The “Cooperative Farming” was able to lessen inputprice, decrease minimal productivity to reach break even point between 5 to 15 percent. Rice competitivenessimproved due to productivity increase by 5 to 37 percent, net profit rise by 14 to 64 percent, and highercompetitive advantage of 7 to 22 percent.Key words: farmers empowerment, cooperative farming, lowland rice farmingKegiatan pertanian lahan sawah di Jawa Timur didominasi oleh usaha skala sempit dan dikelola secaraperorangan. Hal ini menyebabkan produktivitas beragam dan secara ekonomis kurang efisien, sehingga daya sainghasil rendah. Oleh karena itu pada musim hujan 2000/2001dilakukan pengkajian dengan tujuan memperolehmodel pemberdayaan petani melalui “Corporate Farming” spesifik lokasi sesuai kesepakatan kelompok tani.Pengkajian dilaksanakan pada kelompok tani Sido Mukti dan Sido Makmur desa Bintoyo, Kecamatan Padas,Kabupaten Ngawi dengan hamparan sawah irigasi seluas 100 ha. Sebagai pembanding digunakan kelompok taniMarsudi Tani pada kecamatan yang sama. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberdayaan petani melaluimodel “Corporate Farming” belum dapat diterima petani, terutama penyerahan pengelolaan lahan dan konsolidasilahan. Sekitar 60 persen petani tidak bersedia lahan usahanya dikelola dalam satu manajemen dan petani sebagaipemegang saham. Pemberdayaan petani yang sesuai dan dapat diterima petani adalah model “CooperativeFarming”, yaitu pengelolaan sarana produksi dan pemasaran secara korporasi. Penerapan model “CooperativeFarming” mampu menekan harga sarana produksi, menurunkan produktivitas minimal untuk mencapai titik impas5–15 persen, dan dapat meningkatkan daya saing hasil padi, karena dapat meningkatkan produktivitas 5 – 37persen, meningkatkan keuntungan bersih 14 – 64 persen dan keunggulan kompetitif lebih tinggi 7 – 22 persen.Kata kunci : pemberdayaan petani, usahatani kooperatif, usahatani padi sawah
ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU DAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG Asnawi, Robet
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Objectives of agricultural development are production of quality products, supply of industrial rawmaterials, and labor employment. The products are agribusiness oriented to improve efficiency, effectiveness, andvalue added. Final target of the activity is farmers’ income increase through availabilities of capital, labor,institutional factors, and infrastructures. This study aimed at analyzing production function affecting cassava farmbusiness and community tapioca industry (Ittara). The study was carried out in Central and Eastern Lampungdistricts from February to April 2002. Total respondents were 200 farmers of non-Ittara and Ittara villages. Therewere 20 Ittara samples which were stratified by sources of capital, namely community self reliance, private, andgovernment. results showed that factors affecting cassava farm business were land area, SP-36 fertilizer, labor, andlocation of farm business. Specifically in Ittara villages, cassava farm business was affected by land area (0.25 –0.5 hectare), seedling (15,600 stakes/hectare), urea fertilizer (200 kgs/hectare), and SP-36 (100 kgs/hectare). Innon-Ittara villages, the farm business was affected by land area (0.5 hectare), and KCl (100 kg/hectare).Production of Ittara was influenced by volume of raw material of cassava processed (5,600 tons/year) and volumeof diesel fuel applied. Value added of cassava processed into tapioca was Rp 57.91/kg.Key words: production function, agribusiness, cassava, Lampung. Pembangunan sektor pertanian dalam arti luas ditujukan untuk menghasilkan produk-produk unggulan,menyediakan bahan baku bagi keperluan industri, dan memperluas kesempatan kerja. Produk-produk tersebutberbasiskan pada agroindustri dan agribisnis yang tangguh yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,efektivitas, dan nilai tambah. Sasaran akhir dari aktivitas tersebut adalah meningkatkan pendapatan petani yangdidukung oleh ketersediaan modal, tenaga kerja, faktor kelembagaan serta sarana dan prasarana lainnya. Penelitianini bertujuan untuk menganalisis fungsi produksi yang mempengaruhi usahatani ubikayu dan industri tepungtapioka rakyat (Ittara) di Provinsi Lampung, serta analisis nilai tambah ubikayu menjadi tepung tapioka. Penelitiandilakukan di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur, mulai bulan Pebruari dan April 2002. Jumlahpetani responden adalah 200 orang dengan stratifikasi lokasi desa Ittara dan non Ittara. Sedangkan pabrik Ittarayang menjadi objek penelitian berjumlah 20 yang distratifikasi berdasarkan sumber permodalan yakni swadayamasyarakat, bantuan swasta, dan bantuan pemerintah. Data dan informasi yang digunakan adalah data primermelalui kuisioner dan wawancara ke petani dan pemilik Ittara, meliputi biaya produksi usahatani ubikayu danbiaya produksi Ittara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhiproduksi usahatani ubikayu di Provinsi Lampung adalah luas lahan, jumlah pupuk SP-36, jumlah tenaga kerja, danlokasi usahatani. Secara eksplisit pada lokasi Ittara, usahatani ubikayu dipengaruhi oleh luas lahan (0,25 – 0,5 ha),jumlah bibit (15.600 batang/ha), jumlah pupuk urea (200 kg/ha), dan jumlah pupuk SP-36 (100 kg/ha). Sedangkanpada lokasi non Ittara usahatani ubikayu dipengaruhi oleh luas lahan (0,5 ha), dan jumlah pupuk KCl (100 kg/ha).Produksi Ittara dipengaruhi oleh jumlah bahan baku ubikayu yang digunakan (5.600.000 kg/tahun) dan jumlahminyak solar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah yang diperoleh per kg ubikayu yang diolahmenjadi tapioka adalah Rp 57,91.Kata kunci : fungsi produksi, agribisnis, ubikayu, Lampung
PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI BAWANG MERAH DI SULAWESI SELATAN Thamrin, Muh.; , Ramlan; , Armiati; , Ruchjaniningsih; , Wahdania
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

One of the problem of shallot in South Sulawesi is low productivity, due to low quality of seed plant,suitable packaged technology is not available, powerless support institution level of farmer, and small scale offarming system. The assesment was conduct at farmer land in Bangkalaloe village, Bontoramba subdistrict,Jeneponto district, South Sulawesi from May to August 2002. Two treatment were studied, introcuced technologyand farmer technology, involved cooperator farmer and non cooperator farmers. Activities carried out werecaracterisation farmers, existing technology package to farmers level were: superior variety Bangkok; fertilizer (10t/ha manure goat, 175 kg/ha Urea, 175 kg/ha SP-36, 175 kg/ha KCl and 400 kg/ha ZA); integrited pest/deseasmanagement; post harvest and harvest is right. The result showed that the farmers had practiced growing shallot 15years, with area of 0.20 – 0.50 ha. Package technology adoption is 71.5 % for cooperators and 21.3 % by noncooperators.The shallot productivity by cooperator was 11,4 t/ha and 9,0 t/ha non-cooperators. Income and R/CRatio of cooperator farmers were RP. 13,772,000, - and 1.94, while in non-farmers cooperator, the sameparameters were RP. 6,842,000,- and 1.44.Key words : farming system, technology adoption, shallot  Rendahnya produktivitas bawang merah di Sulawesi Selatan antara lain disebabkan penggunaan benihyang tidak bermutu, tidak tersedianya paket teknologi spesifik lokasi, lemahnya dukungan kelembagaan, dan skalausahatani yang kecil. Pengkajian dilaksanakan di desa Bangkalaloe, Kecamatan Bontoramba, KabupatenJeneponto, Sulawesi Selatan pada bulan Mei sampai Agustus 2002. Metode pengkajian menggunakan duaperlakuan yang dibandingkan yaitu penerapan sistem usahatani anjuran dan non anjuran (cara petani setempat).Masing-masing kegiatan diulang pada 14 petani koperator dalam kelompok tani yang sama pada lahan petaniseluas 3,0 ha. Pengkajian diawali dengan survei pendahuluan/karakterisasi dan penerapan paket teknologi yangmeliputi: penggunaan varietas unggul Bangkok; pemupukan (10 t/ha pupuk kotoran kambing, 175 kg/ha Urea,175 kg/ha SP-36, 175 kg/ha KCl dan 400 kg/ha ZA); pengendalian hama/penyakit secara terpadu; serta panen danpasca panen yang tepat. Jenis data yang dikumpulkan adalah data biofisik dan sosial ekonomi. Analisis datadilakukan terhadap keragaan pertumbuhan, produksi, pendapatan usahatani dan sosial ekonomi denganmenggunakan uji t, R/C Ratio dan statistik deskriptif. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan paketteknologi anjuran diusahakan oleh petani yang sudah berpengalaman 15 tahun dengan luas pengusahaan rata-rata0,20-0,50 ha. Adopsi paket teknologi usahatani bawang merah baru mencapai 71,5 persen untuk petani koperatordan 21,3 persen pada petani non koperator. Produksi bawang merah pada petani koperator mencapai 11,4 ton/hadengan keuntungan bersih (NPV) Rp. 13.772.000,- per ha atau R/C Ratio 1,94; sedang non koperator hanya 9,0t/ha dengan keuntungan Rp. 6.842.000,- per ha atau R/C Ratio 1,44.Kata Kunci : sistem usahatani, adopsi teknologi, bawang merah
PENGARUH PANJANG STEK AKAR DAN KONSENTRASI NATRIUM- NITROFENOL TERHADAP PERTUMBUHAN STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis F.) Hidayanto, M.; Nurjanah, Siti; F., Yossita
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of cutting length and natrium-nitrofenolconcentration as well as its interaction on growth of the bread fruit cutting. The experiment was conducted fromMay to September 1997 at field garden of Local Assessment Institute for Agricultural Technology Samarinda(LPTP Samarinda). The study was used Randomized Block Design by factorial analysis, with three replications.The first factor was cutting length (P) with consisted of four levels, i.e.: 10 cm (P1), 15 cm (P2), 20 cm (P3) and 25cm cutting length (P4). The second factor was natrium-nitrofenol concentrations (A) with consisted of four levels,i.e.: 0 ml natrium-nitrofenol /l water (A0), 1 ml natrium-nitrofenol / l water (A1), 2 ml natrium-nitrofenol /l water(A2) and 3 ml natrium-nitrofenol /l water (A3). The result of this study showed that the interaction cutting lengthand natrium-nitrofenol concentration was significant on the plant height, and root length at 16 weeks. Cuttinglength (P) was significant on the bud growth, and plant height at 16 weeks. On the other hand, natrium-nitrofenolconcentration treatments (P) were highly significance on the bud growth, plant height at 16 weeks, bud number,root number and root length. Its technique expected can be used to multiplication or supplying of high qualitycutting length of breadfruit.Key words: bread fruit, cutting length, natrium-nitrofenol Untuk mengetahui pengaruh panjang akar sukun dan konsentrasi natrium-nitrofenol dan interaksinya,telah dilakukan penelitian dari bulan Mei sampai September 1997 di kebun percobaan Loka Pengkajian TeknologiPertanian Samarinda (LPTP Samarinda). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan AcakKelompok (RAK) dengan analisis faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah panjang stek (P) yangterdiri dari empat taraf yaitu: panjang stek 10 cm (P1), 15 cm (P2), 20 cm (P3) dan 25 cm (P4). Sebagai faktorkedua adalah konsentrasi natrium-nitrofenol (A) terdiri atas empat taraf yaitu natrium-nitrofenol 0% atau air(A0), natrium-nitrofenol 0,1 persen atau 1 ml natrium-nitrofenol/liter air (A1), natrium-nitrofenol 0,2 persen atau2 ml natrium-nitrofenol/1iter air (A2) dan 0,3% atau 3 ml natrium-nitrofenol/liter air (A3). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa interaksi perlakuan panjang stek dan konsentrasi natrium-nitrofenol berpengaruh terhadaptinggi tanaman umur 16 minggu. Panjang stek (P) berpengaruh terhadap rata-rata saat muncul tunas, jumlah tunasdan jumlah akar dan berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman 16 minggu, panjang akar.Perlakuan konsentrasi natrium-nitrofenol (A) berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata saat muncul tunas,tinggi tanaman pada umur 16 minggu, jumlah tunas, jumlah akar dan panjang akar. Teknik pembibitan inidiharapkan dapat berperan dalam perbanyakan atau pengadakan bibit sukun yang bermutu.Kata kunci: sukun, panjang stek , natrium-nitrofenol
KAJIAN USAHATANI PEMBENIHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU, KABUPATEN CIANJUR Redjeki, Sri; , Mayunar
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

An assessment on common carp breeding farm was conducted in Sukasirna and it involved 8 farmers inwhich 2 farmers used Wildan and local strains and the other 6 farmers applied local strain only. The aspectsassessed were spawning, fry rearing, and costs and return analysis. Spawning of Wildan strain used 6 female (30kgs) and 60 male (30 kgs) brood stocks, while that of local used females (10-91 kgs) and males (9-91 kgs) each of3-29 and 15-148 ind, respectively. Spawning was conducted in concrete-cemented ponds and the total eggapparatus was 40 to 420 units. Fry rearing was carried out in soil ponds with areas between 1,000 to 6,000 m2 and800 to 2,200 m2 for local and Wildan strains, respectively. Production of fry rearing ranged from 5 to 190 liters percycle for local strain and 14 to 63 liters for Wildan strain. Net profits of fry rearing for 18 days of local and Wildanstrains were each of Rp 16,000 to Rp 3,150,000 and from Rp 233,000 to Rp 1,057,000, respectively.Key words: common carp, breeding, local strain, Wildan strain. Pengkajian usahatani pembenihan ikan mas dilakukan di Desa Sukasirna pada 8 orang petani, dimana 2orang menggunakan ikan mas strain Wildan dan lokal sedangkan 6 orang menggunakan strain lokal. Aspek kajianmeliputi pemijahan, pemeliharaan kebul dan analisa usaha. Pemijahan ikan mas strain Wildan menggunakaninduk betina sebanyak 6 ekor (30 kg) dan jantan 60 ekor (30 kg), sedangkan strain lokal menggunakan indukbetina antara 3-29 ekor (10-91 kg) dan jantan 15-148 ekor (9-91 kg). Pemijahan dilakukan pada bak semen dansebagai tempat penempelan telur digunakan kakaban sebanyak 40-420 unit. Selanjutnya pemeliharaan kebuldilakukan pada kolam tanah dengan kisaran luas 1.000-6.000 m2 (strain lokal ) dan 800-2200 m2 (strain Wildan).Produksi kebul strain lokal berkisar antara 5-190 liter/siklus, sedangkan strain Wildan 14-63 liter/siklus.Keuntungan bersih usaha pemeliharaan kebul umur 18 hari berkisar Rp.16.000 - 3.150.000/siklus (strain lokal)dan Rp.233.000 - 1.057.000/siklus (strain Wildan).Kata kunci: ikan mas, pembenihan, strain lokal dan Strain Wildan.
KAJIAN ADAPTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DENGAN SISTEM MINA PADI JAJAR LEGOWO DI LAHAN SAWAH IRIGASI Gaffar Tahir, Abd.; Musa Pasaribu, Ali
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In order to increase farmers’ incomes optimizing use of lowland was carried by applying rice-fishintegrated practice using row planting system of rice with freshwater shrimp and common carp. This assessmentwas aimed at determining optimal number of planting rows in lowland rice-fish integrated practice which wascarried out using a participatory approach on farmers’ low land. The lowland consisted of 12 units with total areaof 1.70 hectares. Densities of freshwater shrimp and common carp were each of 2 and 0.5 ind/m2 . Farm practiceswere carried for 14 weeks with treatments of planting rows of 2:2, 4:2, and 5:2, and the control was commonfarmers’ practice. Results showed that the highest weights of freshwater shrimp and common carp were each of19.53 grams and 195.69 grams, respectively, in treatment of planting row of 2:2 (A). Highest survival rates werefound in treatment 4:2 (B), namely 38.33 and 51.70 percent for freshwater shrimp and common carp, respectively.The costs and return analysis revealed that treatment B got highest profit of Rp 2,229,000 with R/C ratio of 1.3.On the other hand, treatment C (planting-row of 5:2) and treatment D (common farmers’ practice) obtainednegative profits. Productivity of lowland planted with rice only was 5.2 tons/hectare, but it increased to 13.25tons/ha if integrated with freshwater shrimp and common carp.Key words: adaptive research, rice-fish integrated farm, irrigated lowlandOptimalisasi pemanfaatan lahan sawah dilaksanakan dengan menerapkan sistem mina padi jajar legowodengan menggunakan komoditas udang galah dan ikan mas, agar pendapatan petani meningkat. Kajian inibertujuan untuk memperoleh jumlah baris tanam dengan sistem minapadi jajar legowo yang optimal di dalambudidaya udang galah dan ikan mas pada lahan sawah irigasi. Kajian adaptasi udang galah dan ikan mas dilakukansecara partisipatif di lahan petani, pada 12 unit petakan sawah dengan total luas lahan 1,70 hektar. Padatpenebaran untuk udang galah dan ikan mas, yaitu masing-masing adalah 2 ekor/m2 dan 0,5 ekor/m2 . Pemeliharaandilakukan selama 14 minggu, dengan perlakuan yang dicobakan adalah baris tanam jajar legowo 2:2, 4:2, dan 5:2,sedangkan sebagai kontrol adalah cara petani (tanam biasa). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berat rataratatertinggi diperoleh pada perlakuan jajar legowo 2:2 (A), yaitu udang galah 19,53 gram dan ikan mas 195,69gram. Sedangkan sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan jajar legowo 4:2 (B), yaitu udang galah 38,33 persendan ikan mas 51,7 persen. Hasil analisis usahatani diperoleh keuntungan tertinggi pada perlakuan (B) sebesar Rp.2.229.000,- dengan RC ratio 1,3 sedangkan pada perlakuan C (jajar legowo 5:2) dan perlakuan D (tanam biasa)mengalami kerugian. Tingkat produktivitas lahan jika padi saja diperoleh sebesar 5,2 ton/ha (B), namun jikaditambah udang galah dan ikan mas, produktivitas lahan meningkat menjadi 13,25 ton/ha.Kata kunci : studi adaptasi, sistem mina padi, lahan sawah irigasi
AN ECOLOGICAL ASSESSMENT OF SITU BABAKAN LAKE FOR AGROTOURISM DEVELOPMENT IN JAKARTA Indrasti, Rita; Bakrie, Bachtar; Alit Artha Wiguna, I Wayan
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Situ Babakan telah ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata di wilayah Propinsi DKI Jakartakarena berada ditengah-tengah lokasi pengembangan Perkampungan Budaya Betawi di Kotamadya JakartaSelatan. Sebuah pengkajian telah dilakukan dalam upaya membantu pemerintah untuk mengembangkan danau inisebagai wilayah agrowisata. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk a) mempelajari kualitas air dari danautersebut dan b) mengetahui persepsi tentang pengembangan danau sebagai wilayah agrowisata dari masyarakatyang tinggal di sekitar danau dan dari tamu yang mengunjungi danau. Dari pengkajian ini diperoleh hasil bahwaa) danau Situ Babakan mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai wilayah agrowisata yangdiperlihatkan oleh kualitas air danau yang cukup baik; b) baik penduduk yang tinggal di sekitar danau maupuntamu yang mengunjungi danau sangat mengharapkan agar danau ini dikembangkan secara profesional danberkelanjutan sebagai wilayah agroturisme. Saran kebijakan untuk pengembangan situ Babakan adalah : a) perlupenataan tata ruang di wilayah sekitar situ, b) perlu melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangan situBabakan, c) sumber-sumber pencemar perairan situ Babakan perlu dikendalikan dengan sebaik-baiknya, sehinggakualitas perairan situ dapat dipertahankan, d) penataan KJA (Keramba Jaring Apung) perlu dilakukan agarkeindahan dan kelestarian situ dapat dipertahankan.Kata Kunci : pengkajian lingkungan, pengembangan agro wisata, danau Situ Babakan Situ Babakan Lake is determined as one of tourism areas in DKI Jakarta province due to its strategiclocation in the center of Betawi Cultural Village development in South Jakarta municipality. This assessment wasaimed at assisting the local government in developing the lake as an agro-tourism area. Specifically, objectives ofthe study were (a) to study water quality of the lake, and (b) to know perceptions of surrounding community andvisiting tourists regarding the development of the lake as an agro-tourism area. The results showed that (a) SituBabakan showed its potential for an agro-tourism area due to its good water quality, (b) local community andvisiting tourists expected that the local government should promote the lake as sustainable and professionallydeveloped agro-tourism area.. Policy recommendations of the study are: (a) local government has to properlydesign the surrounding area of the lake, (b) involving local community in developing the lake as an agro-tourismarea, (c) controlling sources of pollution to sustain water quality of the lake, and (d) existing floating nets are to bemaintained for its best scenic views of the area.Key words: environmental assessment, agro-tourism development, Situ Babakan lake

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2003 2003


Filter By Issues
All Issue Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021 Vol 24, No 2 (2021): Juli 2021 Vol 24, No 1 (2021): Maret 2021 Vol 23, No 3 (2020): November 2020 Vol 23, No 2 (2020): Juli 2020 Vol 23, No 1 (2020): Maret 2020 Vol 22, No 3 (2019): November 2019 Vol 22, No 2 (2019): Juli 2019 Vol 22, No 1 (2019): Maret 2019 Vol 21, No 3 (2018): November 2018 Vol 21, No 2 (2018): Juli 2018 Vol 21, No 1 (2018): Maret 2018 Vol 20, No 3 (2017): November 2017 Vol 20, No 2 (2017): Juli 2017 Vol 20, No 1 (2017): Maret 2017 Vol 19, No 3 (2016): November 2016 Vol 19, No 2 (2016): Juli 2016 Vol 19, No 1 (2016): Maret 2016 Vol 18, No 3 (2015): November 2015 Vol 18, No 2 (2015): Juli 2015 Vol 18, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 17, No 3 (2014): November 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 16, No 3 (2013): November 2013 Vol 16, No 2 (2013): Juli 2013 Vol 16, No.1 (2013): Maret 2013 Vol 15, No 2 (2012): Juli 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 More Issue