cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Pengelolaan Infrastruktur Irigasi dalam Kerangka Ketahanan Pangan Nasional Effendi Pasandaran
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n2.2007.126-149

Abstract

Pembangunan irigasi di Indonesia telah berlangsung ribuan tahun namun ada periode-periode tertentu yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan infrastruktur irigasi untuk dapat dijadikan pelajaran pada masa yang akan datang.  Khususnya dalam kerangka pembangunan dan pengelolaan infrastruktur untuk mencapai tujuan ketahanan pangan nasional. Naskah ini merupakan tulisan gagasan kebijakan berdasarkan hasil review sejarah pengelolaan irigasi dari zaman kolonial hingga sekarang.  Hasil analisis kebijakan menyarankan supaya ada langkah terobosan dalam pengelolaan irigasi untuk memastikan Indonesia tidak lagi pengimpor beras terbesar di dunia. Ada beberapa pendekatan yang diperlukan antara lain melakukan eksplorasi kawasan yang dianggap layak untuk membangun infrastruktur irigasi. Pengkajian terhadap kawasan ini dapat dilakukan secara cepat dengan melakukan karakterisasi wilayah dan berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh selama ini pembangunan infrastruktur hendaknya dapat dilakukan secara bertahap termasuk pembangunan kelembagaan pengelolaan  irigsi yang diperlukan. 
Dinamika Program Swasembada Daging Sapi: Reorientasi Konsepsi dan Implementasi Ashari Ashari; Nyak Ilham; Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n2.2012.181-198

Abstract

Upaya pencapaian swasembada daging sapi di Indonesia telah mengalami dinamika mulai dari konsep program, organisasi pelaksana, dokumen pendukung dan sistem pendanaan. Berbagai upaya perbaikan tersebut dilakukan untuk mencapai target swasembada daging sapi pada tahun 2014. Namun, peluang keberhasilan swasembada daging sapi 2014 pun masih dipertanyakan. Konsep program merupakan penentu efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan program. Makalah ini bertujuan untuk menelaah secara kritis tentang berbagai konsep swasembada daging sapi yang pernah dan sedang diimplementasikan pemerintah. PSDS 2014 dirancang dengan tiga skenario berdasarkan data dukung agribisnis sapi potong Indonesia, yaitu optimis, kemungkinan besar, dan pesimis. APBN merupakan sumber pendanaan PSDS 2014 namun pembagiannya belum sesuai potensi 20 provinsi pelaksana. Dana yang ada dialokasikan ke provinsi bukan prioritas serta 63,5 persen penyalurannya dalam bentuk bantuan sosial. Dengan keterbatasan dana dan waktu, implementasi PSDS 2014 seharusnya difokuskan enam kegiatan utama, yaitu: (1) pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal; (2) optimalisasi IB dan INKA; (3) penyediaan dan pengembangan pakan dan air; (4) penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan keswan; (5) penyelamatan sapi betina produktif, dan (6) pengaturan stok sapi bakalan dan daging melalui pengendalian import. Upaya mengakselerasi PSDS 2014 memerlukan komitmen kuat semua pemangku kepentingan, sehingga upaya yang dilakukan dapat menuju sasaran program secara efektif dan efisien.
Kebijakan Sistem Kelembagaan Pengelolaan Irigasi: Kasus Provinsi Banten Benny Rachman
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n1.2009.1-19

Abstract

Terbatasnya sumber daya air untuk irigasi seringkali memunculkan konflik kepentingan antara petani pemakai air dengan lembaga perdesaan yang mengelola air irigasi, maupun antar petani pemakai air. Tujuan kajian ini adalah menyusun kerangka kerja analitis untuk lembaga pengelola irigasi dalam mengatasi konflik pemanfaatan air dan menganalisis sistem pengelolaan irigasi yang kondusif menunjang otonomi daerah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan dan pemberdayaan asosiasi petani pemakai air dapat dilakukan dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar melalui pendekatan kolektif dalam bentuk federasi. Disamping itu, untuk mengatasi konflik pemanfaatan air dalam pengelolaan irigasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penting lainnya yaitu, transparansi, akuntabilitas, hak atas air, dan aturan representasi.
Membedah Gorontalo sebagai Calon “Bintang Timur” Pertanian Indonesia di Abad 21 Tri Pranadji
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n3.2008.222-238

Abstract

Dijalankannya pembangunan pertanian dengan benar merupakan idaman sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama petani di perdesaan. Kegundahan pakar sosial-ekonomi terhadap penyelenggaraan pembangunan pertanian selama ini bukan tanpa alasan, karena telah lebih dari seabad kehidupan masyarakat pertanian di perdesaan tidak kunjung membaik secara signifikan. Menelaah kemajuan pertanian di Gorontalo, sebagai calon “bintang timur” pertanian abad 21, memberikan pelajaran sangat berharga bagi perancang dan penyelenggara kebijakan pembangunan pertanian di pusat dan daerah. Pelajaran tersebut yaitu: pertama, dengan pendekatan outward looking dan visi kebersamaan membangun pertanian berciri industri berbasis masyarakat petani di perdesaan yang pro pasar menjadikan pertanian di Gorontalo berkembang secara mantap dan (sangat mungkin) berkelanjutan. Kedua, penguatan strategi industrialisasi pertanian di perdesaan dan reforma agraria akan memperkokoh pertanian sebagai “ibu kehidupan” yang berimplikasi sangat positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Ketiga, perkembangan pertanian sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan penyelenggara pembangunan yang berintegritas tinggi dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Diterapkannya asas good governance dan inclusive dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pertanian, reformasi birokrasi pemerintahan, dan penguatan civil society serta kearifan lokal. Keempat, terpeliharanya budaya kemandirian, semangat kerja keras dan pantang menyerah untuk maju secara bersama (“solidarity”), altruisme kolektif dalam bingkai untuk kemajuan lintas kesukuan (nasionalisme), dan modal sosial setempat sangat besar pengaruhnya terhadap kemantapan kemajuan pembangunan pertanian di perdesaan.
Transdiciplinary Approach to Making Science-Based Transgenic Products Policy Recommendations Agus Pakpahan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.1-15

Abstract

The Government Regulation No. 21, 2005 of biosafety for genetically engineered products considers aspects of religions, ethics and aesthetics in its policy recommendations and produces recommendations based on the precautionary principle and justifiable scientific methods. The formula developed by Choi (2005) was provided as an example of a science-based policy recommendation making process. Since solving a certain problem cannot be done without regarding the possible emergence of new problems, a transdisciplinary knowledge-based recommendation making will provide better outcome. The general conclusion is that we need to develop our institutional capacity in order to be able to apply a method of policy recommendation making process in the format of transdiciplinary approach to making science-based transgenic products policy recommendations.
Kebijakan Antisipatif dan Strategi Penggalangan Petani Menuju Swasembada Jagung Nasional Amar K. Zakaria
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n3.2011.261-274

Abstract

Jagung merupakan komoditas strategis bagi perekonomian nasional, karena selain sebagai bahan pangan juga menjadi bahan baku utama pakan ternak. Dengan meningkatnya kebutuhan jagung nasional, maka pengembangan produksi jagung menuju swasembada harus tetap dilakukan secara konsisten. Swasembada jagung yang telah dicapai pada tahun 2009 terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengembangan pertanaman jagung hibrida dan komposit produksi tinggi perlu terus diperluas. Dengan melaksanakan program SLPTT, BLBU dan CBN yang didukung partisipasi petani di wilayah pengembangan menjadi syarat mutlak menuju swasembada berkelanjutan.
Kebijakan Penelitian untuk Kemauan Daerah: Daya Tarik dan Fasilitasi Birokras Tri Pranadji
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n3.2010.207-220

Abstract

Sebelum abad 20 kegiatan penelitian diIndonesiasudah berlangsung cukup intensif, terutama dilakukan oleh orang-orang Eropa pada masa penjajahan. Kegiatan penelitian sangatlah tidak netral, tergantung pada siapa yang melakukan atau yang mendanai. Penelitian sangat erat kaitannya dengan penggalian suatu pengetahuan dan inovasi, yang dengan keduanya suatu masyarakat (yang melakukan penelitian) mempunyai daya saing lebih untuk maju. Siapa yang menguasai dan mengendalikan kegiatan penelitian maka merekalah yang akan memegang kendali kemajuan peradaban dan sekaligus “mengatur” kehidupan masyarakat lain. Kebijakan fasilitasi penelitian oleh pemerintah (daerah) sangatlah penting, khususnya yang diarahkan untuk memacu kemajuan suatu masyarakat dan daerah, serta untuk melindunginya dari segala bentuk distorsi atau yang akan merusaknya. Fasilitasi terhadap penelitian yang ”baik” antara lain dapat berupa pemberian ijin (tak terbatas), dukungan sumberdaya, pendampingan, dan pendanaan; sedangkan terhadap yang “tidak baik” dapat berupa pembatasan kegiatan, pembatalan perijinan, dan pelarangan. Sebaiknya antara kegiatan penelitian dan perencanaan pembangunan daerah berada dalam satu koordinasi.
Membangun Kerangka Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Lahan dan Air: Perspektif Sejarah dan Politik Effendi Pasandaran
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.297-313

Abstract

Indonesiatelah mengalami sejarah yang cukup panjang dalam politik pengelolaan air dengan adanya tiga generasi pembangunan. Oleh karena pengalaman dari generasi pertama dan kedua pada kakekatnya bersifat sentralistik dan sektoral, tantangan ke depan dalam melaksanakan generasi ketiga adalah bagaimana membangun kerangka kebijakan yang tidak saja memungkinkan pelaksanaan pendekatan keterpaduan pengelolaan sumber daya air secara efektif tetapi juga yang dapat menghasilkan hubungan yang seimbang dan serasi antara tiga pilar pengelolaan terpadu sumber daya lahan dan air. Ketiga pilar tersebut adalah efisiensi, pemerataan, dan keberlanjutan lingkungan.Adaempat perubahan pola pikir yang diperlukan sebagai prasyarat untuk melaksanakan pendekatan keterpaduan termasuk didalamnya perubahan pengelolaan air berwawasan sempit dari yang hanya dilakukan di daerah irigasi  menuju pengelolaan air berspektrum luas. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan penguatan kemampuan kelembagaan untuk menfasilitasi berlangsungnya proses keterpaduan.
Ketahanan Pangan Indonesia dalam Ancaman Achmad M. Fagi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n1.2013.11-25

Abstract

Posisi geografis Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Australia dan diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keunggulan dan kelemahan. Sisi keunggulannya adalah iklim muson yang memberi peluang bagi intensifikasi pertanian pangan. Deretan gunung berapi, yang beberapa di antaranya masih aktif, memuntahkan abu vulkan yang menyuburkan tanah dan memperkaya keanekaragaman hayati. Posisi geografis tersebut juga membebaskan Indonesia dari kerusakan parah akibat dari taifun atau tornado. Sisi kelemahannya adalah pola curah hujan yang sulit diprediksi sehingga menyebabkan keberhasilan program intensifikasi pangan yang fluktuatif. Jenis tanah yang terbentuk dari proses pelapukan abu vulkan umumnya peka terhadap erosi. Curah hujan tinggi yang menerpa permukaan tanah yang peka erosi pada topografi belerang memacu terjadinya sedimentasi sungai dan waduk, maka menimbulkan banjir pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. Dampak negatif dari iklim ekstrim akibat perubahan iklim global diperparah oleh degradasi DAS (Daerah Aliran Sungai) dan mengancam ketersediaan air bagi pertanian pangan. Laju pertambahan jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian produktif yang tidak terkendali selain menyebabkan kerusakan DAS semakin luas, juga menyebabkan kesenjangan antara penyediaan (supply) dan kebutuhan (demand) pangan semakin lebar. Diperkirakan ketergantungan Indonesia terhadap beras impor akan berlanjut sampai tahun 2025. Volume beras impor terendah akan diperoleh pada skenario peningkatan laju kenaikan produksi tinggi, walaupun skenario ini perlu dana yang tinggi pula. Program P2BN dicanangkan untuk memacu laju kenaikan produksi padi yang tinggi. Teknologi PTT yang diterapkan dalam P2BN terbukti mampu meningkatkan produksi padi ke tingkat swasembada beras yang kedua tahun 2009. Teknologi SRI juga ditawarkan, tetapi adopsinya oleh petani terhambat karena keterbatasan ketersediaan pupuk organik dan keterbatasan bahan baku dari biopestisida. Supply chain bahan baku perlu diperhatikan oleh penganjur teknologi SRI. Pendekatan eko-antroposentris perlu ditempuh agar ada kompromi antara program intensifikasi pertanian dengan program pelestarian sumberdaya alam. Karena luas lahan sawah terbatas, bahkan cenderung menyusut, maka teknologi PTT dengan modifikasi perlu dianjurkan ke lahan sawah tadah hujan, lahan rawa dan pasang-surut dan lahan kering. Pendekatan holistik dan komprehensif perlu ditempuh untuk mengubah kondisi pembangunan pertanian pangan dari the vicious circle ke virtuous circle ke depan.
Diseminasi di BPTP: Pemikiran Inovatif Transfer Teknologi Spesifik Lokasi Muhrizal Sarwani; Erizal Jamal; Kasdi Subagyono; Enti Sirnawati; Vyta W. Hanifah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n1.2011.73-89

Abstract

Semakin besarnya tuntutan terhadap BPTP terkait diseminasi teknologi spesifik lokasi, memerlukan penelaahan yang seksama tentang bagaimana seharusnya kegiatan diseminasi yang efektif dilakukan. Penelaahan dilakukan melalui review terhadap kegiatan diseminasi yang selama ini telah dilaksanakan BPTP, baik terkait dengan pengujian teknologi spesifik lokasi, maupun kegiatan BPTP dalam mengawal program strategis Kementerian Pertanian, seperti Prima Tani dan SL-PTT. Disamping itu, pengalaman kegiatan diseminasi juga diperkaya melalui kegiatan kerjasama dengan pihak asing seperti PRO-ACIAR, FEATI, IRRC, dan IPNI. Hasil telaahan menunjukkan bahwa: (a) pelaksanaan kegiatan cenderung dibuat seragam untuk semua BPTP dan kurang memberi ruang pada BPTP untuk menginisiasi suatu pola atau pendekatan yang khas wilayah sehingga rasa memiliki terhadap kegiatan/program yang diintroduksi relatif kecil dan dalam banyak kasus pelaksanaannya terjebak dalam pendekatan proyek, (b) hampir semua kegiatan tidak didukung oleh suatu data base dan dokumentasi yang baik, terutama terkait dengan stock inovasi yang tersedia, data kelompok sasaran yang diperbaharui secara berkala, dan hasil yang didapat serta data dukung lainnya, dan (c) pengkajian dan diseminasi belum terencana dalam satu agenda yang saling mengait, termasuk pengkajian untuk percepatan diseminasi suatu inovasi. Perbaikan ke depan dapat dilakukan dengan memberi keleluasaan bagi BPTP untuk merencanakan kegiatan diseminasi, dengan memperhatikan keterkaitan antara kegiatan pengkajian-diseminasi-penyebaran informasi, sehingga indikator pencapaian untuk masing-masing porsi kegiatan tersebut dapat diukur dengan jelas. Pengembangan sistem informasi diseminasi inovasi teknologi spesifik lokasi menjadi sangat penting untuk dikedepankan.

Page 3 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue