cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Kebijakan Produksi dan Peredaran Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika (PRG) di Indonesia Dewa K.S. Swastika; Hardinsyah Hardinsyah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n2.2008.103-113

Abstract

Penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup, pada waktu yang tepat dan terjangkau masih merupakan masalah sebagian besar negara berkembang, termasukIndonesia. Kekurangan pangan bisa berakibat goyahnya stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, yang berujung pada jatuhnya rezim pemerintahan. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi pangan terus dilakukan. Di Indonesia, produksi pangan selalu di bawah kebutuhan, sehingga masih tergantung pada impor, terutama beras, jagung, dan kedelai. Masalahnya ialah bahwa selain keterbatasan devisa dan makin tipisnya pasokan dunia, juga ada masalah lain bahwa jagung dan kedelai impor berasal dari negara yang sangat intensif menerapkan teknologi rekayasa genetik. Oleh karena itu, hampir dapat dipastikan bahwa jagung dan kedelai impor adalah produk hasil rekayasa genetik (PRG). Impor, produksi dan peredaran PRG memerlukan kebijakan pengawasan, karena dikhawatirkan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia. PemerintahIndonesiatelah menunjukkan perhatian yang besar terhadap peredaran PRG di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai kebijakan yang tertuang dalam berbagai Undang-Undang, SK Bersama Lintas Departemen, dan Peraturan Pemerintah. Namun demikian, kinerja implementasi dari Undang-Undang, SKB, dan Peraturan Pemerintah tersebut di lapangan sangat buruk. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang tercermin dari tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelaku bisnis dan pemangku kebijakan menyebabkan lemahnya implementasi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Untuk mengantisipasi dampak buruk dari PRG dalam jangka panjang, maka uji keamanan PRG sudah saatnya dilakukan secara konsekuen, baik untuk pangan maupun untuk pakan, disertai dengan sanksi hukum yang jelas dan tegas.
Penduduk, Pertanian, Ketenagakerjaan, dan Bahaya Pengangguran dalam Pembangunan Tri Pranadji; nFN Sumaryanto; Endro Gunawan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n2.2013.89-106

Abstract

Keberhasilan pembangunan nasional selama ini hanya diukur pada aspek pertumbuhan ekonomi dan modernisasi tanpa melihat aspek peningkatan kualitas penduduk dan kesempatan kerja. Perlu strategi pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui pengembangan usaha industri skala kecil dan menengah di perdesaan berbasis sumber daya agraria dan komunitas. Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas penduduk didasarkan pada dimensi ekonomi yang meliputi indeks harapan hidup, pendidikan dan pendapatan. Sistem desentralisasi sangat menunjang pembangunan ekonomi berbasis kependudukan. Struktur ketenagakerjaan dan perekonomian di Indonesia mencerminkan struktur masyarakat yang timpang dan rawan bahaya pengangguran. Aspek kesetaraan jender telah diterima sebagai salah satu indikator kualitas penduduk.
Analisis Kelembagaan Rantai Pasok Telur Ayam Ras Peternakan Rakyat di Jawa Barat Wahyuning K. Sejati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.183-198

Abstract

Dalam konteks pengembangan pasar komoditas dan peningkatan kesejahteraan peternak rakyat perlu dipahami secara baik karakteristik dan kelembagaan petani, pemasok, dan pasar. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan rantai pasok peternak-pemasok-pasar komoditas telur ayam ras yang meliputi: (1) identifikasi kelembagaan peternakan rakyat ayam ras petelur; (2) analisis kelembagaan rantai pasok komoditas telur; dan (3) antisipasi kelembagaan introduksi rantai pasok telur ayam ras peternakan rakyat. Cakupan kajian mempertimbangkan pola pengusahaan di tingkat peternakan rakyat, ragam agen rantai pasok, ragam pasar konvensional, ragam pasar modern, dan ragam konsumen lembaga. Analisis kelembagaan rantai pasok terhadap kedua jenis pasar yang dikaji dan dampak terhadap usaha peternakan difokuskan pada usahaternak rakyat yang dinilai strategis untuk dibina, dikembangkan, dan ditingkatkan kesejahteraannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemasaran telur cenderung mengikuti mekanisme pasar. Faktor-faktor yang dinilai berpengaruh dan berdampak negatif pada kelembagaan peternakan rakyat berkaitan dengan pemasaran telur yaitu kurangnya akses ke pasar modern maupun konsumen lembaga, dan harga telur yang cenderung sangat fluktuatif akibat kurangnya informasi pasar. Pengembangan kelembagaan rantai pasok telur ayam ras membutuhkan fasilitasi kebijakan yang konsisten, bisa diperkirakan, transparan, jaminan keamanan usaha, kelancaran distribusi dan mobilitas barang antar daerah.
Pendekatan Desa Membangun di Jawa Barat: Strategi dan Kebijakan Pembangunan Perdesaan Saeful Bachrein
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n2.2010.133-149

Abstract

Dalam upaya mempercepat pembangunan perdesaan, Bappeda Provinsi Jawa Barat telah merancang suatu terobosan pembangunan yang dikenal dengan program “Desa Membangun”, yaitu suatu pengembangan model pemberdayaan masyarakat dan aparat Desa dalam mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera. Program tersebut dilaksanakan berdasarkan kebutuhan desa/wilayah (spesifik lokasi) yang bersifat holistik dan terintegrasi secara lintas sektor, dengan tetap memperhatikan efektifitas penyelenggaraan pemerintah desa dan sinergi alokasi program serta anggaran bantuan desa/masyarakat. Untuk itu, informasi terkait dengan kondisi pembangunan perdesaan saat ini (existing) sangat diperlukan sebagai dasar dalam merumuskan perencanaan model Desa Membangun yang mampu menjawab permasalahan dan mengantisipasi peluang serta tantangan yang muncul secara cermat. Implementasi program hendaknya dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders termasuk masyarakat dan aparat/perangkat Desa. 
Reorientasi Kebijakan Pertanian dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Otonomi Daerah Hermanto Hermanto
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n4.2009.369-383

Abstract

Meskipun otonomi daerah telah terimplementasikan, namun pada kenyataannya perhatian pemerintah daerah masih terfokus pada kepentingan politik daripada sektor pertanian. Selama ini kebijakan pertanian daerah lebih berorientasi pada pengembangan komoditas secara sendiri-sendiri (parsial) dan berorientasi pada peningkatan produksi dengan pola eksploitatif. Kondisi ini telah memberikan dampak negatif terhadap ketersediaan sumberdaya alam dan mutu lingkungan termasuk terhadap pertumbuhan pertanian. Untuk itu, diperlukan reorientasi kebijakan pembangunan pertanian yang mengarah kepada pembangunan pertanian berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Pengembangan sistem pertanian berwawasan lingkungan, yang pada tingkat implementasinya terjelma melalui Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) merupakan pilihan startegis bagi daerah untuk membangun sektor pertanian ke depan. Melalui penerapan PTT, sinergi atas komponen-komponen produksi mulai dari pra produksi sampai kepada produksi dan pengelolaan kelompok tani dapat diwujudkan dengan memperhatikan sumberdaya yang tersedia serta kemauan dan kemampuan petani. Dengan demikian dibutuhkan adanya kebijakan yang tepat dalam hal antara lain: (1) pengelolaan lahan secara terpadu, (2) peningkatan akses petani terhadap sarana produksi pertanian yang ramah lingkungan, (3) pengelolaan lingkungan yang lestari, (4) konservasi dan diversifikasi pertanian, dan (5) penegakan hukum lingkungan.
Kemandirian Pangan Berbasis Pengembangan Masyarakat: Pelajaran dari Program Pidra, SPFS, dan Desa Mapan di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat nFN Saptana; Wahyuning K. Sejati; I Wayan Rusastra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.119-141

Abstract

Tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan dihadapkan pada tingginya pertumbuhan permintaan pangan, sedangkan pertumbuhan produksi atau penyediaannya lebih lambat. Makalah ini ditujukan untuk mengkaji kemandirian pangan berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil kajian terhadap program ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat diperoleh beberapa temuan pokok sebagai berikut: (a) perluasan cakupan kegiatan usaha, yang tidak hanya sebatas aktivitas ekonomi usahatani primer, namun melakukan kegiatan nonfarm yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi; (b) percepatan transformasi struktural ekonomi dari basis pertanian primer ke arah pengembangan agroindustri berbahan baku setempat; (c) fokus pembangunan pertanian dan agroindustri di perdesaan tanpa mengabaikan keterkaitannya dengan sektor nonpertanian di perkotaan; (d) melakukan percepatan integrasi ekonomi desa-kota; (e) pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan, peningkatan kapasitas dan akses masyarakat desa terhadap kegiatan ekonomi produktif, pendekatan multisektoral melalui pemberdayaan berbasis komunitas; dan (f) sinergi dan harmonisasi BLT/Raskin/JPS dalam program ketahanan pangan. Eksistensi dan antisipasi program pengembangan kemandirian pangan berbasis masyarakat menunjukkan bahwa: (a) kerangka dasar program telah mengarah pada paradigma baru pengembangan masyarakat berbasis komunitas dan dalam masa transisi berbasis nilai tambah ekonomi; (b) peningkatan pembangunan kapasitas masyarakat lokal perlu dikomplementasi dengan akses terhadap sumber-sumber ekonomi secara lebih luas; (c) pemantapan pembangunan infrastruktur dan program lintas sektoral dilakukan secara terintegrasi dalam memacu pertumbuhan ekonomi perdesaan; dan (d) percepatan transformasi struktural dan integrasi ekonomi desa-kota. Implikasi kebijakan penting dalam program kemandirian pangan berbasis masyarakat harus dilakukan melalui pendekatan kelompok usaha, melalui proses sosial yang matang, dan adanya keterpaduan antar kegiatan usaha yang dikembangkan pada kelompok sasaran tersebut.
Alternatif Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan di Indonesia Nyak Ilham
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n4.2007.335-357

Abstract

Berdasarkan pertumbuhan PDB dan efek pengganda maka subsektor peternakan berpotensi dijadikan sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian. Tulisan ini bertujuan untuk (i) mengkaji jenis komoditas peternakan yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan subsektor peternakan, dan (ii) menyusun strategi pengembangan komoditas-komoditas sumber pertumbuhan. Penentuan komoditas prioritas didasarkan pada kontribusi PDB komoditas terhadap PDB peternakan, peran komoditas terhadap pemerataan pendapatan, dan potensi pasar. Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas prioritas untuk dikembangkan adalah ternak sapi potong, ayam ras pedaging dan ayam ras petelur. Strategi yang dilakukan tidak hanya melibatkan instansi lingkup Direktorat Jenderal Peternakan, tapi juga lingkup subsektor lain dalam Departemen Pertanian, dan lingkup luar Deptan.  Strategi yang dilakukan tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis peternakan, tapi juga aspek kelembagaan, dan aspek komunikasi.
Paradigma Kedaulatan Pangan dan Keterlibatan Swasta: Ancaman terhadap Pendekatan Ketahanan Pangan (?) Syahyuti Syahyuti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n1.2011.1-18

Abstract

Ketahanan pangan merupakan paradigma yang secara resmi digunakan pemerintah dalam pemenuhan pangan penduduk dan pembangunan pertanian pangan umumnya. Hadirnya paradigma kedaulatan pangan dan pelibatan swasta sering dipandang sebagai ancaman. Namun, pendekatan kedaulatan pangan memiliki sisi humanis dan ekologis yang kurang diperhatikan pada paradigma ketahanan pangan. Kedaualatan pangan dapat melengkapi dan menyempurnakan kelemahan konsep ketahanan pangan. Sementara itu, meskipun banyak muncul pro dan kontra, namun swasta secara konstitusional telah diberi posisi dan kesempatan yang besar dalam pembangunan pertanian Indonesia. Pemerintah semestinya dapat memberikan perhatian terhadap dua kekuatan ini, namun tetap kritis, arif dan adil; sehingga semua komponen dapat bersama-sama didayagunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan Pertanian: Permasalahan Dan Kebijakan Strategis Pengembangan Supriyati Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n1.2010.49-65

Abstract

Para pemikir ekonomi pembangunan telah lama menyadari peranan sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian. Tulisan ini mengulas permasalahan dan strategi pengembangan ekonomi ketenagakerjaan pertanian, khususnya dalam aspek (1) Sektor pertanian menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja di perdesaan; (2) Penganggguran tidak kentara di sektor pertanian yang relatif tinggi; (3) Pendidikan tenaga kerja sektor pertanian masih rendah; dan (4) Meningkatnya tenaga kerja berusia lanjut dan kurang minatnya generasi muda bekerja di sektor pertanian. Hasil kajian menunjukkan terjadinya penurunan rasio alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu 8,7 persen pada PELITA IV menjadi 3,6 persen pada PELITA VI. Sektor pertanian harus menanggung beban yang berat dengan PDB sebesar 13,0-14,4 persen (2005-2009), tetapi masih harus menyerap tenaga kerja 42-43 juta tenaga kerja. Rata-rata tingkat pendidikan masih tergolong rendah sehingga mempengaruhi indek pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia. Pergeseran komposisi pekerja sektor pertanian yaitu peningkatan pekerja pertanian yang berusia lanjut dan terdapat indikasi kurang tertariknya generasi muda memasuki dunia pertanian. Beberapa strategi kebijakan yang relevan adalah : (1) memperkuat politik pertanian; (2) mempercepat proses transformasi melalui transisi pengembangan agroindustri; (3) meningkatkan pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal; dan (4) merubah pandangan generasi muda tentang stigma pertanian terbelakang melalui pembentukan karakter pemuda serta kebijakan insentif dan fasilitatif pengembangan agribisnis dan agroindustri berbasis komoditas unggulan.
Kebijakan Pengendalian Harga Daging Sapi Nasional Nyak Ilham
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n3.2009.211-221

Abstract

Daging sapi merupakan produk yang diperdagangkan di pasar internasional. Di Indonesia permintaan terhadap daging sapi terus meningkat sehingga senjang produksi dan konsumsi terus membesar. Akibatnya harga daging sapi di pasar domestik terus meningkat naik. Sebagai negara importir, kondisi harga daging sapi di pasar internasional yang cenderung turun tidak mampu menekan kenaikan harga di pasar domestik. Bagi konsumen pendapatan tinggi, kenaikan harga tersebut bukan merupakan masalah, namun kenaikan harga daging sapi dapat berdampak pada kenaikan harga daging dan telur ayam. Padahal diketahui selama ini daging dan telur ayam merupakan bahan pangan bergizi dengan harga relatif murah. Jika harganya juga ikut naik maka dapat mengancam ketahanan pangan. Karena itu dipandang perlu melakukan pengendalian harga daging. Tulisan ini akan memaparkan apakah pengendalian harga layak dan mungkin dilakukan. Selain pembenahan di sektor hulu, dalam jangka panjang dan perlu dilakukan mulai sekarang adalah merubah arah perdagangan dari ternak sapi menjadi daging sapi. Untuk itu diperlukan dukungan berbagai peraturan perdagangan ternak dan daging sapi domestik dan impor.

Page 5 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue